BAB I PENDAHULUAN. sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan.

DIVESIFIKASI LAYANAN PENDIDIKAN KESETARAAN & REVIEW MATERI. Fitta Ummaya Santi

PENDIDIKAN KESETARAAN FITTA UMMAYA SANTI, S. PD., M. PD

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan dua satuan pendidikan

1. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu

PERAN PENTING SAKA WIDYA BUDAYA BAKTI DALAM PENGEMBANGAN PROGRAM PAUD DAN PNFI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kegiatan penting dalam pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KELOMPOK BELAJAR PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET B UPTD SKB BINA MANDIRI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO TESIS

KEBIJAKAN DAN KOORDINASI KEGIATAN DIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIKAN MASYARAKAT TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan. kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KOMITMEN MASYARAKAT INTERNASIONAL TERHADAP PENDIDIKAN KEAKSARAAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pembangunan bangsa. Melihat kondisi masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan bidang pendidikan dilakukan guna memperluas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fajar Nugroho Muttaqin, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat (3), yang menjelaskan bahwa pendidikan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. A. SIMPULAN Berdasarkan temuan dan hasil analisis data yang diperoleh dari kegiatan studi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan

Penataan Kelembagaan PKBM

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN TINGGI TAHUN 1999/ /2012 BUKU 1

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern

KINERJA PENDIDIKAN KESETARAAN SEBAGAI SALAH SATU JENIS PENDIDIKAN NONFORMAL *) THE PERFORMANCE OF EQUALITY EDUCATION AS A TYPE OF NON FORMAL EDUCATION

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai

Desember Sehingga saat ini hanya sekolah-sekolah tertentu saja yang masih menggunakan kurikulum Kurikulum 2013 merupakan kurikulum

KONSEP DASAR PENDIDIKAN NONFORMAL

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL CAPAIAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Pada pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 98 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. khususnya kebutuhan akan pendidikan sebagai suatu investasi. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan Tutor Oleh Gugus PAUD Dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Tutor PAUD Di Desa Cangkuang Rancaekek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara

BAB I PENDAHULUAN. 1 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, t.t), hlm. 12.

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan dan pemanfaatan teknologi di berbagai bidang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. pertama dituliskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. UKDW

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Secara keseluruhan penelitian ini telah mencapai tujuan umum dan tujuan

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS Identifikasi Isu-Isu strategis Lingkungan Internal

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pasal 28 menyatakan bahwa: (1) Pendidikan Anak Usia Dini

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, hipotesis dan definisi operasional yang

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menyelenggarakan pembangunan di

BAB VI ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu

BAGAIMANA MENAKAR PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH*)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang pendidikan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imas Suryatini, 2013

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang memiliki budi pekerti luhur,

BAB I PENDAHULUAN. dengan proses pendidikan yang bermutu (Input) maka pengetahuan (output) akan

BAB I PENDAHULUAN. Fuja Siti Fujiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan pendidikan nasional dilandasi oleh paradigma membangun

DAFTAR ISI. Halaman Judul Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia serta untuk meningkatkan kemampuan dan. Tantangan dari perkembangan zaman tersebut memacu setiap individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyandang buta aksara, agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi dan semakin meningkatnya peradaban hidup

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 5 WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah

BAB 5 PENUTUP. sebagai lembaga swadaya masyarakat yang ada di wilayah Grobogan mampu

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. model kecakapan hidup terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal dalam

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Syah, 2008). Pendidikan formal

PERAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN PAUD DI INDONESIA. Annisa Meitasari Wahyono

I. PENDAHULUAN. setiap jenis dan jenjang pendidikan. Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. bangsa diharapkan mampu memberikan peran dan andil dalam akselerasi

STUDI DESKRIPTIF KUANTITATIF TENTANG MOTIVASI BELAJAR WARGA BELAJAR KELAS XI PAKET C SETARA SMA DI SANGGAR KEGIATAN BELAJAR (SKB) PURWOKERTO

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) KURSUS DAN PELATIHAN SENAM LEVEL II berbasis

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

BAB I PENDAHULUAN. beraneka sumber belajar dengan mudah diakses di seluruh pelosok tanah air kapan

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Strategi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015 PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYELENGGAARAN PROGRAM DESA VOKASI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan jaminan pencapaian hak dalam masyarakat, sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi peningkatan kualitas kehidupan dan penghidupan masyarakat akan tetapi memiliki pengaruh positif pada semua bagian dari proses pembangunan. Pada kenyataannya distribusi pendidikan belum dirasakan secara merata oleh semua warga masyarakat. Seperti yang terjadi di Kabupaten Sukabumi dengan jumlah penduduk 2.210.091 jiwa (1.146.033 jiwa laki-laki dan perempuan 1.064.058 jiwa). Berdasarkan data tersebut terdapat 1.774.689 jiwa yang tidak bersekolah dengan rincian 722.257 jiwa (79,21%) laki-laki dan 658.258 jiwa perempuan (76,29%). (Sumber data : Data Sosial Ekonomi Daerah 2004). Data terbaru daerah sasaran penelitian yaitu Kabupaten Sukabumi menunjukkan rata-rata lama sekolah masyarakat kabupaten Sukabumi 6,9 tahun. Masih rendahnya angka partisipasi dalam pendidikan, disebabkan beberapa faktor, yaitu; (1) Barrier yang diakibatkan letak geografis, sehingga tidak mudah menempuh jarak ke tempat diselenggarakannya pendidikan formal (2) Masih rendahnya kesadaran akan pendidikan, dikarenakan geografis dan alasan ekonomi (3) Sosial budaya, yang mendiskreditkan salah 1

satu golongan masyarakat, sehingga ada golongan masyarakat yang dianggap tidak perlu lagi mencari tahu banyak tentang dunia dan lingkungan karena lingkup kehidupan yang dianggap sempit (4) Waktu belajar yang dianggap mengganggu dengan kegiatan sehari-hari yang berkaitan dengan pekerjaan atau mata pencaharian. Permasalahan di atas merupakan sekelumit barierr yang mengakibatkan rendahnya kesadaran akan kebutuhan pendidikan. Hal yang paling mendasar dari semua problem adalah belum terpatrinya belajar sepanjang hayat dan belum membudaya mencari informasi melalui berbagai media sebagai sumber belajar. Melalui Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan melalui tiga jalur yaitu; jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Melalui jalur pendidikan nonformal, salah satu program yang dikembangkan adalah program pendidikan kesetaraan. Hal ini memberikan angin segar kepada berbagai lapisan masyarakat dengan berbagai kondisi untuk mendapatkan hak dasar akan pendidikan. Pendidikan kesetaraan dimungkinkan bahkan diharapkan memberi kesempatan kepada masyarakat yang lebih luas dengan berbagai keterbatasan untuk tetap mendapat pelayanan pendidikan. Akan tetapi keragaman dari berbagai kebutuhan, potensi dan kesempatan yang dimiliki peserta didik, sehingga pemerintah harus memberikan aturan yang dapat mengakomodasi kebutuhan akan pendidikan. 2

Program pendidikan kesetaraan diperuntukkan bagi warga masyarakat yang ingin memperoleh pendidikan setara SD, SMP, dan SMA/sederajat, yang oleh karena sesuatu hal tidak bisa menempuh melalui jalur pendidikan formal dan atau memang mereka memilih jalur pendidikan nonformal. Dalam pelaksanaannya, pendidikan kesetaraan mempunyai dua fungsi strategis yaitu: (1) menunjang suksesnya wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun terutama bagi anak-anak usia 7-15 tahun yang tidak tertampung di sekolah; dan (2) memberi pelayanan pendidikan kepada orang dewasa yang ingin memperoleh pendidikan kesetaraan. Karenanya jangkauan pelayanan pendidikan kesetaraan tidak terbatas pada usia peserta didik, kondisi geografis, demografis dan lainnya. Dengan kata lain bahwa pendidikan kesetaraan menjangkau warga masyarakat yang tidak terjangkau oleh pelayanan pendidikan formal. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 13 ayat (1) menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan mengerti. Selanjutnya dalam pasal 26 ayat (1) disebutkan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, berbagai upaya dapat ditempuh untuk memperluas akses pendidikan dalam rangka mencapai perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pendidikan 3

berlangsung dan dapat diikuti sepanjang hayat dalam rangka membangun masyarakat pembelajar. Adapun tujuan diselenggarakannya pendidikan kesetaraan adalah untuk : (1) menjamin penyelesaian pendidikan dasar yang bermutu bagi anak yang kurang beruntung; putus sekolah, putus lanjut, tidak pernah sekolah, minoritas etnik, dan anak yang bermukin di desa terbelakang, miskin, bermasalah secara sosial, terpencil, atau sulit dicapai karena letak geografis dan atau keterbatasan transportasi (2) menjamin pemenuhan kebutuhan belajar bagi semua warga masyarakat di seluruh pelosok tanah air terutama yang mempunyai keterbatasan terhadap akses kebutuhan pendidikan sehingga mereka dapat terus belajar dan mampu menguasai kecakapan hidup (3) memberikan kontribusi terhadap peningkatan rata-rata lama pendidikan bagi masyarakat Indonesia minimal 9 tahun sehingga mampu meningkatkan Human Development Index (HDI) dan upaya menghapus ketidakadilan gender dalam pendidikan dasar dan menengah (4) memberikan peluang kepada warga masyarakat yang ingin menuntaskan pendidikan setara SD, SMP dan SMA atau yang sederajat dengan mutu yang baik (5) melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan kecakapan hidup secara fleksibel untuk mengaktualisasikan diri sekaligus meningkatkan mutu kehidupannya. Pendidikan kesetaraan sesungguhnya memiliki fleksibilitas dan potensi kreatifitas guna menghadapi tantangan tersebut. Sebagai salah satu 4

bagian dari PNFI, pendidikan kesetaraan menurut UU no.20/2003 tentang sistem Pendidikan Nasional juga mempunyai fungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal, yang mengutamakan pengembangan potensial peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional. Pelaksana atau penyelenggara pendidikan kesetaraan adalah masyarakat yang dipresentasikan oleh lembagalembaga milik masyarakat seperti lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, PKBM, Majlis Taklim, dan sejenisnya, atau juga lembagalembaga milik pemerintah seperti Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dan BPKB. Kebijakan pembangunan pendidikan kesetaraan mempunyai dimensi yang sangat lengkap, sasaran pembangunan pendidikan kesetaraan adalah memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu. Kebijakan pembangunan pendidikan kesetaraan tidak dapat dilepaskan dari tugas dan fungsi pokok Direktorat Pendidikan Nonformal dan Informal serta Kementerian Pendidikan Nasional. Pendidikan kesetaraan diselenggarakan untuk memberikan prioritas layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu menyelesaikan atau melanjutkan sekolah pada jalur formal dengan beragam alasan. Ketersediaan model-model yang dikembangkan pusat maupun daerah hanya merupakan alternatif dan / atau pengarah untuk memberi inspirasi bagi tutor dan penyelenggara dapat menyusun dan melaksanakan kuriulum secara 5

lebih baik. Aneka ragam model pelayanan pendidikan kesetaraan untuk menjangkau yang tidak terjangkau, antara lain; layanan jemput bola melalui mobil atau perahu pembelajaran, layanan tutor kunjung dengan sepeda motor, dan layanan Pendidikan Kesetaraan di perbatasan antar negara. Warga masyarakat yang menghadapi berbagai masalah ekonomi, sosial dan geografis utamanya berkaitan dengan kesulitan memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi keluarga dan anak-anaknya. Pendekatan pedagogi yang lebih menitikberatkan pada perkembangan anak dan pendekatan andragogi yang menitikberatkan pada proses fasilitasi dan pemberdayaan orang dewasa dapat di pertukarkan penggunaannya sesuai kebutuhan di lembaga penyelenggara Pendidikan Nonformal. Berdasarkan beberapa hal yang sudah dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa hal yang menjadi poin masalah, yaitu; (1) karakteristik warga belajar Paket C, yang cenderung beragam, baik dari segi usia, aktivitas dan ketersediaan waktu (2) layanan belajar mandiri yang belum dioptimalkan secara baik oleh penyelenggara Program Paket C (3) model belajar yang hanya cukup dengan tatap muka tidak menjawab kebutuhan secara tepat, sehingga berdampak pada tidak terpenuhinya syarat banyaknya jumlah jam belajar oleh penyelenggara Program Paket C (4) pemanfaat atau peserta didik Program Paket C, secara umum didominasi oleh masyarakat yang memiliki hambatan geografis, keterbatasan ekonomi serta keterbatasan waktu. 6

Berangkat dari poin masalah maka harus ditemukan model yang tepat untuk mendapatkan solusi. Pemilihan model distance learning dengan pemanfaatan radio komunitas berangkat dari anggapan yang dikemukakan Wahab (57: 2009) bahwa model mengajar adalah preskripsi strategi mengajar yang disiapkan untuk mencapai tujuan khusus pengajaran. Meodel-model mengajar yang dimaksud ditujukan kepada para guru/tutor untuk dapat memilih alternatif guna meningkatkan efektifitas pengajaran dalam metode mengajar interaktif. Distance learning yang merupakan bentuk diversifikasi layanan untuk belajar mandiri memanfaatkan radio komunitas, yang diasumsikan dapat menjangkau dengan harga terjangkau berbagai kalangan dengan berbagai keterbatasan. Sosiologi yang menjadi materi utama dalam diversifikasi layanan, hal ini memberikan kemandirian pada peserta didik untuk mengeksplorasi lingkungan sosialnya, yang akan menjadi pemahaman integratif antara materi dengan aplikasi dalam kehidupan bersosialisasi. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Wahab (137: 2009) bahwa : Peserta didik hidup dalam masyarakat dan karena itu peserta didik perlu mengenali kehidupan masyarakat. Salah satu hal yang dihadapi oleh anggota masyarakat adalah adanya isu-isu sosial. Isu sosial dapat didefinisikan sebagai masalah-masalah masyarakat yang belum dapat diselesaikan dan mengundang perhatian sebagian besar warganegara. Dengan mempelajari isu-isu sosial peserta didik dibantu untuk memperoleh pengertian yang baik tentang dinamika dan perubahan masyarakat. Penelitian ini, mempertimbangkan adanya ketimpangan antara harapan pemenuhan hak pendidikan bagi semua warga negara, akan tetapi hambatan keterjangkauan dan keterlaksanaan program masih merupakan kendala utama terpenuhi layanan pendidikan, sehingga diperlukan berbagai 7

model layanan yang akan memimalisir hambatan. Diversivikasi layanan pendidikan melalui model distance learning dengan memanfaatkan radio komunitas, merupakan salah satu solusi yang akan dikaji pada penelitian Model Distance Learning dengan Pemanfaatan Radio Komunitas untuk Meningkatkan Hasil Belajar Sosiologi Pada Paket C, untuk mengetahui efektifitas dan tingkat kebermanfaatan model layanan akan di bahas pada kajian teori dan hasil penelitian. B. Rumusan Masalah Mengacu pada uraian di atas maka fokus masalah pada penelitian ini adalah Model Distance Learning dengan Pemanfaatan Radio Komunitas untuk meningkatkan hasil belajar Sosiologi pada Paket C banyak faktor yang mempengaruhi atau yang terkait dengan pembelajaran sosiologi yaitu, model pembelajaran, media, warga belajar, kompetensi yang diharapkan. Kompetensi yang diharapkan diukur pada penelitian ini pada ranah kognitif, yaitu : pengetahuan, aplikasi dan analisis. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran sosiologi dalam penelitian ini dibatasi pada kajian tentang Model Distance Learning dengan Pemanfaatan Radio Komunitas untuk meningkatkan hasil belajar Sosiologi pada Paket C. 8

C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian pada rumusan masalah maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kemampuan awal peserta didik Program Paket C yang menggunakan model distance learning melalui pemanfaatan radio komunitas dengan kelas konvensional? 2. Bagaimanakah gambaran pembelajaran Sosiologi dengan metode distance learning melalui pemanfaatan radio komunitas dan konvensional? 3. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar menggunakan model distance learning melalui pemanfaatan radio komunitas terhadap dengan pembelajaran konvensional pada mata pelajaran sosiologi di ranah kognitif level mengingat? 4. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar menggunakan model distance learning melalui pemanfaatan radio komunitas terhadap dengan pembelajaran konvensional pada mata pelajaran sosiologi di ranah kognitif level memahami? 5. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar menggunakan model distance learning melalui pemanfaatan radio komunitas terhadap dengan pembelajaran konvensional pada mata pelajaran sosiologi di ranah kognitif level menerapkan? 6. Apakah model pembelajaran Sosiologi melalui distance learning dengan pemanfaatan radio komunitas lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional? 9

D. Batasan Masalah Untuk memfokuskan penelitian masalah yang diteliti dibatasi pada : 1. Penerapan model distance learning melalui pemanfaatan radio komunitas hanya dilaksanakan pada kelas XI jurusan IPS di Program Paket C. 2. Materi Sosiologi yang dipilih pada penelitian ini adalah pada standar kompetensi (SK) memahami struktur sosial. 3. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif dibatasi pada mengingat, memahami, dan menerapkan. di sesuaikan dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang dtelah ditetapkan oleh Depdiknas. E. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran distance learning melalui pemanfaatan radio komunitas pada mata pelajaran Sosiologi, dengan rincian tujuan penelitian sebagai berikut; 1. Mengetahui kemampuan awal peserta didik Program Paket C yang menggunakan model distance learning melalui pemanfaatan radio komunitas dengan yang tidak menggunakan model distance learning. 2. Mengetahui gambaran pembelajaran Sosiologi dengan model distance learning melalui pemanfaatan radio komunitas dan pembelajaran yang biasa dilakukan di PKBM 10

3. Untuk mendapat informasi yang akurat mengenai perbedaan hasil belajar menggunakan model distance learning melalui pemanfaatan radio komunitas dengan pembelajaran yang biasa dilakukan di PKBM pada mata pelajaran sosiologi pada ranah kognitif level mengingat 4. Untuk mendapat informasi yang akurat mengenai perbedaan hasil belajar menggunakan model distance learning melalui pemanfaatan radio komunitas dengan pembelajaran yang biasa dilakukan di PKBM pada mata pelajaran sosiologi pada ranah kognitif level memahami 5. Untuk mendapat informasi yang akurat mengenai perbedaan hasil belajar menggunakan model distance learning melalui pemanfaatan radio komunitas dengan pembelajaran yang biasa dilakukan di PKBM pada mata pelajaran sosiologi pada ranah kognitif level menerapkan 6. Untuk mendapat informasi yang akurat mengenai efektifitas model pembelajaran Sosiologi melalui distance learning dengan pemanfaatan radio komunitas dibandingkan dengan pembelajaran yang biasa dilakukan di PKBM F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretik Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan minimal dapat diketahui hakikat belajar sepanjang hayat bagi warga belajar Paket C, sehingga pemaknaan belajar tidak hanya berada pada suatu kondisi yang formal dan terbimbing dengan pertemuan fisik (pertemuan kelas), sebagai bentuk diversifikasi layanan pendidikan kesetaraan. 11

2. Manfaat praktis a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi pada semua elemen yang bergerak di bidang Pendidikan Nonformal, terutama penyelenggara Pendidikan Kesetaraan b. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pengelola PKBM mengenai diversifikasi layanan pembelajaran dalam penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan terutama Paket C c. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan kepada organisasi profesi seperti Forum PKBM, Forum Tutor, dan lembaga pembina Pendidikan Nonformal lainnya. G. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka dapat disusun beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut : Hipotesis 1 Ha : Terdapat perbedaan hasil belajar sosiologi antara kelas yang menggunakan model distance learning dengan mamanfaatkan radio komunitas dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan model distance learning melalui radio komunitas di ranah kognitif pada level mengingat. Ho : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar sosiologi antara kelas yang menggunakan model distance learning dengan mamanfaatkan radio komunitas dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan model 12

distance learning melalui radio komunitas di ranah kognitif pada level mengingat. Hipotesis 2 Ha : Terdapat perbedaan hasil belajar sosiologi antara kelas yang menggunakan model distance learning dengan mamanfaatkan radio komunitas dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan model distance learning melalui radio komunitas di ranah kognitif pada level memahami. Ho : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar sosiologi antara kelas yang menggunakan model distance learning dengan mamanfaatkan radio komunitas dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan model distance learning melalui radio komunitas di ranah kognitif pada level memahami. Hipotesis 3 Ha : Terdapat perbedaan hasil belajar sosiologi antara kelas yang menggunakan model distance learning dengan mamanfaatkan radio komunitas dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan model distance learning melalui radio komunitas di ranah kognitif pada level menerapkan. Ho : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar sosiologi antara kelas yang menggunakan model distance learning dengan mamanfaatkan radio 13

komunitas dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan model distance learning melalui radio komunitas di ranah kognitif pada level menerapkan. 14