BAB I PENDAHULUAN. Metode keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan yang berupa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Budaya merupakan suatu kebiasaan masyarakat yang sukar diubah dan

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB I PENDAHULUAN. dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1993:14) bahasa adalah bahan baku kesusastraan, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan hasil karya manusia baik secara lisan maupun tulisan yang

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

PENDAHULUAN. Dari masa ke masa banyak pujangga yang menghasilkan karya sastra. dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan sebagai pengukuh segi

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang maka semakin besar kesempatan untuk meraih sukses hidup di

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Kosasih ( 2012: 2)

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena sastra berisikan ide para pengarang yang. lebih memaknai arti dari sebuah karya sastra tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain disekitarnya dalam berbagai

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Pada umumnya, cerita

BAB I PENDAHULUAN. sastra memiliki kekhasan dari pengarangnya masing-masing. Hal inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. Mitos adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap suci oleh masyarakat tempat

I. PENDAHULUAN. dengan lingkungannya. Dari proses belajar mengajar itu akan diperoleh suatu hasil, yang pada

PERBEDAAN TEORI LINGUISTIK FERDINAND DE SAUSSURE DAN NOAM CHOMSKY. Abdullah Hasibuan 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dan PropinsiJawa Tengah (Yogyakarta: DepartemenPendidikan Dan Kebudayaan, ),48

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang bersifat indah dan dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang yang memiliki ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nur Innayatunnisa, 2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah fenomena kemanusiaan yang kompleks, ibarat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. novel yang menceritakan luka hati seorang ibu miskin ini mempunyai tampilan sampul buku

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1).

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan sebuah negara yang dianggap telah maju oleh negaranegara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN. hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai

PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tersebut adalah prosa. Prosa sendiri identik dengan sebuah karya

BAB I PENDAHULUAN. potensi, kecakapan dan karakteristik pribadi peserta didik. Kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS X-2 SMA PGRI 1 KARANGMALANG SRAGEN TAHUN AJARAN 2009/2010.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan dengan baik dan benar pada anak didik kita. Semua pelajaran tentunya

II. LANDASAN TEORI. Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra

Bab I Pendahuluan. pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconcius). Setelah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB I PENDAHULUAN kali peperangan di seluruh dunia. Kemudian sejak abad 19, manusia mulai

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah Seni. Dalam seni banyak unsur kemanusiaan yang masuk di dalamnya, khususnya perasaan, sehingga sulit diterapkan untuk metode keilmuan. Metode keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan yang berupa rangkaian prosedur tertentu guna mendapatkan jawaban tertentu dari pernyataan tertentu pula (Stanley M.Honer Dan Thomas C. Hunt, 1968:72). Perasaan, semangat, kepercayaan, keyakinan sebagai unsur sastra sulit dibuat batasannya (Jakob Sumardjo, 1986:1). Sastra itu sendiri telah berkembang mengikuti perkembangan zaman. Berdasarkan jenisnya, sastra dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yakni sastra imajinatif dan sastra non-imajinatif. - Ciri sastra imajinatif adalah karya sastra tersebut lebih banyak bersifat khayali, menggunakan bahasa yang konotatif dan memenuhi syarat-syarat estetika seni. - Ciri sastra non-imajinatif adalah karya sastra tersebut lebih banyak unsur faktualnya daripada khayalinya, menggunakan bahasa yang cenderung denotatif dan memenuhi syarat-syarat estetika seni (Jakob Sumardjo, 1986:17). Manfaat membaca sastra dan mempelajari sastra adalah : (1) untuk menunjang 1 Universitas Kristen Maranatha

ketrampilan berbahasa, (2) meningkatkan pengetahuan sosial-budaya, (3) mengembangkan rasa-karsa, dan (4) pembentukan watak dan kepribadian (Prof. Drs. M. Atar Semi, 1993: 194). Dalam karya sastra, ada yg disebut fiksi. Fiksi, sering pula disebut cerita rekaan, ialah cerita dalam prosa, hasil olahan pengarang, berdasarkan pandangan, tafsiran dan penilaiannya tentang peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi, ataupun pengolahan tentang peristiwa-peristiwa yang hanya berlangsung dalam khayalannya (Simposium, 1966: 117). Pada rumusan di atas jelas bahwa fiksi itu bisa berupa suatu penceritaan tentang tafsiran atau imajinasi pengarang tentang peristiwa yang pernah terjadi atau hanya terjadi dalam khayalannya saja. Yang perlu ditekankan disini adalah, bahwa fiksi itu tidak dapat tidak harus berbicara tentang pengalaman manusia. Kalaupun pernah mucul cerita-cerita fabel, namun binatang yang digambarkan itu harus berwujud simbolis dari pengalaman hidup manusia (Prof. Drs. M. Atar Semi, 1993: 31). Karena sastra berkembang mengikuti perkembangan zaman, maka penulis akan membicarakan beberapa bentuk sastra tradisional : 1. Cerita Rakyat Cerita Rakyat adalah suatu cerita yang pada dasarnya disampaikan secara lisan. Tokoh-tokoh cerita atau peristiwa-peristiwa yang diungkapkan dianggap pernah terjadi di masa lalu atau merupakan suatu kreasi atau hasil rekaman semata yang terdorong oleh keinginan untuk menyampaikan 2 Universitas Kristen Maranatha

pesan atau amanat tertentu, atau merupakan suatu upaya anggota masyarakat untuk memberi atau mendapatkan hiburan atau sebagai pelipur lara. 2. Dongeng Dongeng adalah cerita khayal atau fantasi yang mengisahkan tentang keanehan atau keajaiban sesuatu seperti menceritakan tentang asal mula suatu tempat atau suatu negeri, atau mengenai peristiwa-peristiwa yang aneh dan menakjubkan tentang kehidupan manusia atau binatang. Bila yang didongengkan itu menyangkut tentang hal ikhwal kejadian, sifat, atau tingkah laku binatang, dongeng itu biasanya disebut fabel. 3. Epos dan Mitos Epos adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa latin yang berarti cerita kepahlawanan atau wiracerita. Istilah mitos (mythos) berasal dari bahasa latin yang artinya adalah perkataan atau cerita. Kata atau istilah mitos ini lazimnya diartikan sebagai suatu cerita tradisional mengenai peristiwa gaib dan kehidupan dewa-dewa. Mitos lebih bersifat hikayat atau cerita suci untuk mengungkapkan hal kejadian dunia, manusia dewa-dewi, ritus, dan kultus. Epos dan mitos bukan fiksi dan bukan pula dongeng, tetapi sejarah mengenai kenyataan yang disebabkan oleh isi dan kesuciannya. Isinya menyangkut suatu peristiwa yang benar-benar terjadi atau diyakini sebagai suatu kebenaran yang pernah berlangsung pada masa silam, 3 Universitas Kristen Maranatha

sehingga ia dapat memberi spirit, kepercayaan, dan kesatuan sikap dalam ritual (Prof. Drs. M. Atar Semi, 1993: 79). Bila membicarakan tentang imajinasi dalam seni. Berarti membicarakan sesuatu yang kompleks yang berada di dalam pikiran, suatu angan, suatu pengalaman jiwa yang dijadikan dasar ciptaan karya seni. Suatu ciptaan akan dapat dikatakan baik apabila ciptaan itu sanggup mewujudkan pengalaman jiwa ke dalam bentuk yang konkrit. Imajinasi dapat dikatakan sebagai suatu hasil kreativitas berpikir (Prof. Drs. M. Atar Semi, 1993 : 96). Tujuan Sastra adalah mengajari kita tentang kehidupan, untuk menyiarkan nilai-nilai manusiawi (Peter Barry 2010: 19). Dan dengan simbolik sesuatu yang abstrak bisa dijadikan lebih konkrit, dan dengan simbolik dapat pula memberikan kesan yang dalam dan pengalaman yang luas tentang sesuatu keadaan atau hal yang mempunyai sifat bermacam-macam. Simbolik pada dasarnya ialah kiasan, tetapi isinya lebih luas, tidak hanya menggantikan benda atau hal yang disimbolkan saja, tetapi juga memberi tambahan konotasi (Prof. Drs. M. Atar Semi, 1993: 133). Ketika penulis masih berumur 8 tahun, penulis sering menonton televisi yang pada setiap hari Minggu sering menayangkan anime-anime Jepang di salah satu stasiun televisi. Anime merupakan acara yang menarik bagi anak-anak. Acara tersebut sering ditunggu tunggu pada saat itu karena penulis sangat suka menonton anime Jepang yang sangat menghibur. Salah satu anime yang penulis sukai adalah anime yang berjudul Dragon Ball. Saat itu anime tersebut sangat populer di Indonesia. 4 Universitas Kristen Maranatha

Ketika penulis mulai beranjak dewasa, anime yang berjudul Dragon Ball sempat menyita perhatian penulis. Dragon Ball adalah sebuah anime Jepang yang dibuat oleh Akira Toriyama dari tahun 1984 sampai 1995. Anime Dragon Ball menceritakan tujuh buah bola kristal yang tersebar di seluruh dunia, bola tersebut berwarna jingga yang terdapat pola bintang di dalamnya, apabila seseorang berhasil mengumpulkan tujuh buah Dragon Ball maka akan muncul dewa naga yang mampu mengabulkan sebuah permintaan apa saja, bahkan termasuk menghidupkan orang mati. Pada saat itu yang menjadi perhatian penulis adalah tokoh naga yang disebut Shenlong yang muncul dalam Anime Dragon Ball digambarkan sebagai dewa. Naga tersebut hewan yang besar, tampak kuat, panjang seperti ular, dan dipuja layaknya dewa. Tampak peran dewa naga sangat penting dalam Anime Dragon Ball. Sang dewa naga memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh manusia. Begitu pula ketika penulis duduk di bangku SMA, sempat membaca cerita tentang Urashima Tarou yang merupakan cerita rakyat Jepang. Dalam cerita rakyat Jepang tersebut ada tempat bernama istana naga di bawah laut yang menggambarkan sebuah kediaman sang naga yang disebut Ryujin. Keberadaan naga juga dapat dilihat pada animasi dan manga. Seperti pada anime Dragon Ball (1986) yang mana naga tersebut berasal dari alam baka dan memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh manusia. Dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk mendapatkan perbandingan persamaan dan perbedaan bentuk 5 Universitas Kristen Maranatha

fisik dan pemujaan terhadap Shenlong dalam Anime Dragon Ball dan gambaran Ryujin di Jepang dalam penelitian tugas akhir. 1.2 Batasan Masalah Agar pembahasan tidak terlalu meluas, penulis merasa perlu memberikan batasan. Untuk mempermudah didalam memahami skripsi ini, penulis membatasinya pada masalah persamaan dan perbedaan bentuk fisik, dan pemujaan apa yang terdapat dalam mitos Ryujin dalam masyarakat Jepang dengan Shenlong dalam Anime Dragon Ball. 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui persamaan dan perbedaan bentuk fisik, dan pemujaan antara mitos Ryujin dalam masyarakat Jepang dengan Shenlong dalam Anime Dragon Ball. 1.4 Metode dan Pendekatan Penelitian Metode berasal dari kata methodos bahasa Latin, sedangkan methodos itu sendiri berasal dari akar kata meta dan hodos. Meta yang berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, cara, arah. Dalam pengertian yang lebih luas metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya. Sebagai alat, sama dengan teori, metode berfungsi untuk 6 Universitas Kristen Maranatha

menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami (Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna 2004: 34). Metode adalah cara serta alat yang digunakan dalam penelitian (Moh. Nazir PH. D, 2005: 44). Karena dalam penelitian ini yang akan dilakukan adalah dengan cara membandingkan, maka metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode Komparatif Deskriptif. Metode Komparatif Deskriptif adalah metode membandingkan dengan cara menguraikan (Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, SU, 2000: 334). Cara memandang dan mendekati suatu objek disebut dengan pendekatan. Pendekatan adalah asumsi-asumsi dasar yang dijadikan pegangan dalam memandang suatu objek (Prof. Drs. M. Atar Semi, 1990: 63). Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan Pendekatan Arketipal. Pendekatan Arketipal adalah pendekatan yang diperlukan untuk meneliti dan memahami kehadiran sastra tradisional. Dengan pendekatan artikepal ini masalah sastra klasik, sastra lisan, cerita rakyat, folklor, legenda, kisah-kisah yang berkaitan dengan asal-usul, cerita pelipur lara, mantera dan lain-lain dapat dikaji dan diteliti. Pendekatan arketipal (archetypal approach) muncul bertolak dari pemikiran bahwa sastra tidak hanya bagian dari kehidupan kebudayaan modern atau kebudayaan maju, tetapi juga dikenal dan dimiliki oleh masyarakat yang belum maju, yang masih hidup dalam lingkup kebudayaan dan dikenal dan memberi pengaruh terhadap sastra dan kehidupan masyarakat yang telah maju. Pendekatan arketipal ini mengkaji kebiasaan-kebiasaan masa lampau yang berulang kembali secara naluriah dalam penciptaan sastra masa sekarang. Kita 7 Universitas Kristen Maranatha

masih melihat adanya aspek bentuk sastra sekarang yang memperlihatkan pengaruh bentuk sastra masa lampau atau sastra tradisional. Pengaruh-pengaruh masa lampau yang masih terasa pada masa sekarang itu menjadi bagian dari penelitian dengan menggunakan pendekatan arketipal ini (Prof. Drs. M Atar Semi, 1990: 90). Teori adalah sebuah set proposisi yang terdiri atas konstruksi (construct) yang sudah didefinisikan secara luas dan dengan hubungan unsurunsur dalam set tersebut secara jelas pula. (Moh. Nazir PH. D, 2005: 19). Teori yang digunakan oleh penulis adalah teori formalisme. Tujuan pokok formalisme adalah studi ilmiah tentang sastra, dengan cara meneliti unsur-unsur kesastraan, puitika, asosiasi, oposisi, dan sebagainya. Metode yang digunakan dalam tradisi formalisme, dengan cara memaksimalkan konsep fungsi, sehingga menjadikan teks sebagai suatu kesatuan yang terorganisasikan. Menurut Luxemburg, dkk. (1984: 35) formalisme dianggap sebagai peletak dasar ilmu sastra modern. Masalah pendekatan, teori, dan metode, demikian juga konsep-konsep berpikir lainnya, tidak bisa dibatasi secara pasti, kapan kelahirannya, demikian juga kapan kematiannya. Penerapan strukturalisme dalam disiplin linguistik yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure, melalui mazhab Jenewa, merupakan langkah yang sangat maju dalam rangka mengarahkan teori tersebut sebagai teori modern selanjutnya. Konsep dasar yang ditawarkan adalah : a) Signifiant (bentuk, bunyi, lambang, penanda) dan signifie (yang diartikan, yang ditandakan, yang dilambangkan, petanda), 8 Universitas Kristen Maranatha

b) Parole (tuturan, penggunaan bahasa individual) dan language (bahasa yang hokum-hukumnya telah disepakati bersama), c) Sinkroni (analisis karya-karya sezaman) dan diakroni (analisis karya dalam perkembangan kesejarahannya) (Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, SU, 2004: 75). 1.5 Organisasi Penulisan Organisasi penulisan skripsi ini dibagi menjadi 4 bab yang masing-masing babnya terdiri dari beberapa sub bab sebagai berikut Bab I, Pendahuluan, dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah, kemudian pembatasan masalah, lalu tujuan penelitian yang berisi untuk apa penelitian dilakukan, berikutnya metode dan pendekatan penelitian, serta organisasi penulisan. Bab II, Asal-usul Naga, Naga menurut mitos atau kepercayaan Jepang, Ryujin, dan Anime Dragon Ball. Bab III, Gambaran Fisik dan Pemujaan terhadap Ryujin dengan Shenlong dalam Anime Dragon Ball. Bab IV, Kesimpulan. Dalam bab ini penulis menarik kesimpulan yang didapatkan dari hasil analisis pada bab sebelumnya sesuai dengan tujuan penelitian. 9 Universitas Kristen Maranatha