Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah

dokumen-dokumen yang mirip
REVITALISASI KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera Om Swastiastu

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP

PERANAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DALAM PEMBANGUNAN PLANOLOGI KEHUTANAN KATA PENGANTAR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM HAK PENGUSAHAAN HUTAN DAN MANAJEMEN HUTAN. Oleh : Budi Nugroho

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN. dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN AIR TANAH BUPATI KUDUS,

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1993 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

BAB I PENDAHULUAN. (PAD) yang dapat membantu meningkatakan kualitas daerah tersebut. Maka

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. 1. Dampak dari penetapan Taman Nasional Kutai terhadap kegiatan. eksplorasi dan eksploitasi PT Pertamina EP di lapangan Sangatta dapat

AKTIFITAS ILLEGAL DI DALAM KAWASAN HUTAN. Penebangan Liar Pencurian Kayu Perambahan Hutan Perladangan Liar Pengembalaan Liar

NGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN HAK DI KABUPATEN LAMONGAN

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA UPACARA BENDERA PERINGATAN HARI BAKTI RIMBAWAN TAHUN 2016 JAKARTA, RABU, 16 MARET 2016

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN PADA TANAH MILIK DAN KEBUN RAKYAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

Menyelaraskan hutan dan kehutanan untuk pembangunan berkelanjutan. Center for International Forestry Research

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ISU ISU STRATEGIS KEHUTANAN. Oleh : Ir. Masyhud, MM (Kepala Pusat Humas Kemhut) Pada Orientasi Jurnalistik Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2014 T E N T A N G

Transkripsi:

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah Negara Indonesia yang terdiri dari 17.058 pulau itu memiliki keanekaragaman tumbuhan, hewan jasad renik yang lebih besar daripada negara-negara tetangganya. Hal ini terjadi karena keadaan alamnya yang berbeda dari satu pulau kepulau lainnya, bahkan dari satu tempat ke tempat lainnya dalam pulau yang sama. Sistem perpaduan antara sumber daya hayati dan tempat hidupnya yang khas itu, menumbuhkan berbagai ekosistem, yang masing-masing menampilkan kekhususan pula dalam kehidupan jenisjenis yang terdapat didalamnya Sumber daya hayati yang paling banyak dieksploitasi pemnfaatannya adalah sumber daya yang terdapat dalam ekosistem hutan hujan yang terletak di dataran rendah. Dari segi ekonomi memang ekosistem hutan semacam inilah yang dapat mendatangkan keuntungan terbesar karena mengandung kekayaan paling tinggi yang disebabkan oleh adanya keanekaragaman hayati yang terbesar pula. Lagipula bagian terbesar hutan-hutan Indonesia termasuk dalam hutan hujan tropik yang terletak di dataran rendah itu. Di dalam hutan semacam ini tumbuh berbagai jenis kayu yang bernilai ekonomis tinggi. Secara internasional hutan Indonesia berfungsi sebagai paru-paru dunia dan dianggap signifikan mempengaruhi iklim dunia. Selain itu, sebagai sumber keragaman hayati dunia hutan Indonesia telah menjadi perhatian untuk dipertahankan keberadaan dan tingkat mega biodiversity, yang memiliki 10 persen tumbuhan berbunga di dunia, 17 persen spesies burung, 12 persen satwa mamalia, 16 persen satwa reptilia, dan 16 persen spesies amphibia, dari populasi dunia. Oleh karena itu, pengelolaan hutan Indonesia perlu dilakukan secara profesional dan terencana sehingga hutan dapat dimanfaatkan secara optimal, tanpa mengurangi kemampuan hutannya menghasilkan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat lokal, nasional, maupun regional, bahkan internasional. Pengelolaan hutan yang profesional dan terencana dibutuhkan, terutama untuk daerah yang rentan terhadap terjadinya degradasi lahan dan lingkungan, seperti di Irian Jaya.

Selama 3 dekade sektor kehutanan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi bangsa, dan telah memeberikan dampak positif, seperti penyerapan tenaga kerja, perolehan devisa, dan pengembangan wilayah. Diakuinya pengelolaan hutan di masa lalu banyak kekurangan. Dinamika pembangunan masa lalu telah menyebabkan pemanfaatan hasil hutan, terutama kayu, yang berlebihan terbukti oleh kapasitas industri nasional yang melebihi kemampuan pasok kayu lestari. Kekecewaan terhadap sistem pengusahaan hutan telah menimbulkan berbagai permasalahaan di beberapa daerah yang berdampak terhadap degredasi hutan. Selama 5 tahun terakhir, laju deforestasi diperkirakan 1,6 juta hektar per tahun. Berdasarkan citra satelit 1995-1999 hutan produksi yang rusak di Indonesia pada 432 HPH mencapai 14,2 juta Ha, sedangkan kerusakan pada hutan lindung dan hutan konservasi mencapai 5.9 juta Ha. Kerusakan tersebut, disebabkan oleh pengelolaan hutan yang tidak tepat, penebangan liar, perambahan hutan, dan pembukaan hutan skala besar serta kebakaran hutan. "Kerusakan bahkan diperburuk oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak beberapa tahun yang lalu Ada 2 hal yang bisa dikatakan sebagai penyebab dari kerusakan hutan. Yang pertama adalah adanya hak penguasaan hutan yang kita ketahui tidak lagi berjalan secara prosedural. Dalam artian instasi- instasi yang mendapat hak penguasaan hutan atau HPH tidak lagi mematuhi peraturan dalam pengelolaan hutan mereka.sedangkan yang kedua adalah penambangan-penambangan di kawasan htan lindung yang sampai saat ini mengalami kontroversi karena banyak investor yang merasa nggondok karena mereka sudah terlanjur menanamkan investasi mereka untuk penambangan sedangkan di Indonesia sendiri baru saja dikeeluarkan UU No 41/1999 yang melarang adanya penambangan didaerah konservasi. Untuk mengatasi permasalahan mengenai boleh tidaknya penambangan di daerah hutan lindung Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pihaknya masih tetap mengupayakan agar usaha pertambangan bisa dilakukan di kawasan konservasi atau hutan lindung. Menurutnya, pihaknya akan tetap mengupayakan hal itu, meskipun Menteri Kehutanan, M Prakosa menyatakan tidak akan

memberikan peluang bagi pengusahaan pertambangan di kawasan hutan karena dianggap melanggar UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan. Permasalahan pengusahaan pertambangan di hutan menjadi pelik karena ada kontrakkontrak pertambangan yang telah dilakukan sebelum UU Nomor 41/1999 diberlakukan. Setelah UU itu berlaku, ternyata Departemen Kehutanan menetapkan bahwa lokasi pertambangan tersebut berada di dalam kawasan konservasi. "Hal-hal seperti ini pula yang perlu dibicarakan dengan kedua pihak karena kontrak juga merupakan produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah bersama investor," ungkapnya. Penyelesaian itu, lanjut Purnomo, tak harus selalu dengan melakukan perubahan UU No 41/1999. Ia menambahkan, kenyataannya di beberapa daerah juga terdapat kawasan hutan lindung yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi, namun nyatanya bukan hutan lindung lagi, tapi hanya padang ilalang belaka. "Hal itu pula yang perlu didefinisikan lagi," tegasnya. Sebelumnya, sejumlah investor telah menunda pengusahaan pertambangan di Kawasan Timur Indonesia karena terdindih peraturan sektor kehutanan dan pertambangan. Investor tersebut mengancam tidak akan menempatkan dananya di Indonesia lagi, jika permasalahan hukum di Indonesia belum juga teratasi. Pemerintah membentuk dua tim untuk menyelesaikan masalah pertambangan yang diakibatkan oleh undang-undang No. 41/1999, di mana pertambangan terbuka tidak diperbolehkan di kawasan hutan lindung dan konservasi. Tujuannnya untuk mencari titik penyelesaian dari masalah tumpang tindih ini. Terutama difokuskan pada kontrak-kontrak pertambangan dan enerji yang ditandatangani sebelum UU No. 41 /1999 itu tersebut. Hal ini untuk menjaga iklim investasi dan kelangsungan pengusahaan ini. Dengan adanya UU No. 41/1999 itu, sebagian besar perusahaan pertambangan yang masih eksplorasi menjadi terhenti kegiatannya karena adanya pergeseran dari hutan produksi menjadi hutan lindung. Sampai saat ini terdapat 150 perusahaan pertambangan terdiri dari 116 tahap eksplorasi dan 34 sudah dalam tahap ekploitasi. Menurut Purnomo, jumlah nilai rencana investasi 1-5 tahun sejak 2000 adalah 3,2 milyar dolar As. Sedangkan kontribusi dari 7 kontrak area terhadap perekonomian nasional sebelum UU No. 41/1999 diterbitkan adalah 944 juta dolar AS.

Menurut menhut Prakosa, kedua tim tersebut nantinya akan melibatkan seluruh unsur masyarakat terdiri dari LSM, PT, kantor KLH, Pemda serta swasta. "Semua pihak terlibat di sini. Jadi mempunyai nilai kompetensi ilmiah yang dibutuhkan untuk menilai sehingga diharapkan komprehensif dan obyektif," tambah Menhut. Kedua tim tersebut adalah tim A yang dibentuk melalui SK menteri perekonomian dan bertugas untuk meneliti perusahaan yang sudah dalam tahap eksploitasi. Sedang tim B dengan SK menhut meneliti perusahaan yang amsih dalam tahap ekplorasi. Selain itu, lanjut Purnomo, pemerintah sedang menyelesaikan rencana peraturan pemerintah yang difasilitasi oleh sekretaris kabinet dan diharapkan bisa menjembatani masalah-masalah yang timbul dari UU No. 41/1999. Sedangkan untuk kontrak-kontrak ke depan menurut Menhut, akan megikuti aturan UU No. 41/1999 yang menyatakan dengan tegas bahwa tidak diperbolehkan untuk melakukan pertambangan terbuka di hutan lindung dan konservasi. Sedangkan kerusakan hutan yang disebabkan oleh penyalahgunaan Hak Penguasaan Hutan (HPH) ditanggapi oleh Menteri Kehutanan (Menhut) M Prakosa dengan cara menunda izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sampai review pengkajian HPH untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai hutan Indonesia selesai dilakukan. Menhut mengharapkan tahun 2003, semua HPH sudah mendapatkan sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari. "Yang tidak dapat itu akan kita cabut izinnya. Kita akan betul-betul tegas, tidak akan main-main dalam pengelolaan hutan ini," ujar Prakosa. Review HPH ini menurutnya akan dilakukan oleh lembaga independen berdasarkan kriteria yang diajukan Dephut, namun Dephut sendiri tidak terlibat dalam peristiwa tersebut. Sampai saat ini, sudah ada tiga institusi yang mereview HPH, dimana review sendiri akan dilakukan April mendatang. Menhut mengemukakan, dirinya menghadap Wapres melaporkan mengenai upaya yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh Dephut, terutama berkaitan dengan restrukturisasi kehutanan dalam rangka efisiensi. Dikemukakannya, dalam rangka efisiensi tersebut, Dephut melakukan tiga kegiatan yaitu rehabilitas, pemanfaatan dan industri kehutanan. "Dari hulu sampai ke hilirnya akan dilakukan pembenahan-pembenahan dan sudah dilaksanakan, sehingga akan diperoleh suatu struktur bisnis kehutanan yang efisien," jelasnya.

Prakosa menambahkan, Dephut tidak akan memperpanjang izin HPH bila hutan yang dikelola perusahaan tersebut tidak bagus, dimana potensi hutannya harus 75 meter kubik per hektar atau setara 14 pohon berdiamater 50 cm ke atas per hektar. "Jadi kalau areal itu sudah rawan, kita masukkan sebagai area rehabilitas, sehingga tingkat eksploitasi hutannya kita kurangi sedemikian rupa," katanya. Ia mencanangkan, dari 10-20 tahun ke depan, tidak bisa tidak merupakan era rehabilitas dan konservasi hutan, karena tingkat eksploitasi hutan Indonesia saat ini sudah terlalu tinggi sehingga melebihi daya dukung hutan untuk rehabilitas. Secara global yang dibutuhkan oleh kelestariaan hutan adalah sebuah pengelola yang sah dan bertanggung jawab. Seperti yang dijanjikan oleh Menteri Kehutanan.Menteri Kehutanan Nur Mahmudi Ismail mengusulkan sebuah perusahaan umum (Perum) sebagai instansi pengelolaan hutan sebagai konsep sistem baru yang menyatukan legalitas pemanfaatan dan legalitas hukum pengelolaan hutan lestari., Ia menjelaskan institusi tersebut merupakan pemegang mandat dalam pelaksanaan otonomi pengelolaan hutan, sekaligus pemegang mandat dari pemerintah pusat, sebagai pemegang kewenangan hukum atas kawasan hutan. Untuk sementara institusi yang dimaksud dinamakan Badan Pengelola Kehutanan dalam bentuk badan usaha Perum dengan struktur dewan pengawas dan dewan direksi, dari perpaduan wakil masyarakat adat, swasta, pemerintah kabupaten dan propinsi dan pemerintah pusat. Menurut dia, sistem itu akan lebih menguntungkan Pemda serta masyarakat dan lebih menjamin terwujudnya kelestarian hutan. Mengingat begitu banyaknya manfaat hutan dan kondisi huatan yang masih kritis. Seadangkan lingkungan hidup kita selalu dituntut untuk terus mampu menghidupi kebutuhan manusia maka ada baiknya bagi kita untuk lebih mengingat kembali tugas kita untuk memperbaiki hutan kita. http://siklusits.tripod.com/hutan.htm