BAB V KARAKTERISASI REKAHAN DI FASIES BATUGAMPING

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB VI KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING

BAB V KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING

GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DAN BATUPASIR, DAERAH GUNUNG KIDUL DAN SEKITARNYA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DI DAERAH NGLIPAR, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROPINSI JAWA BARAT SKRIPSI. Disusun Untuk Mencapai Kelulusan Strata Satu (S-1) Di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut :

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB I PENDAHULUAN. (sarjana) sebagai syarat yang harus ditempuh supaya mahasiswa dinyatakan lulus

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

Bab III Pengolahan Data

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI

RESUME KEKAR. A. Definisi Kekar

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Scan Line dan RQD. 1. Pengertian Scan Line

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

KEKAR (JOINT) STRUKTUR REKAHAN PADA BATUAN PALING UMUM, PALING BANYAK DIPELAJARI TIDAK ATAU SEDIKIT MENGALAMI PERGESERAN PALING SULIT UNTUK DIANALISA

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

Strain, Stress, dan Diagram Mohr

STRIKE-SLIP FAULTS. Pemodelan Moody dan Hill (1956)

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PEMBENTUKAN RESERVOIR DAERAH KARST PEGUNUNGAN SEWU, PEGUNUNGAN SELATAN JAWA. Oleh : Salatun Said Hendaryono

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

IV.2 Pola Kelurusan Daerah Penelitian

Identifikasi Struktur. Arie Noor Rakhman, S.T., M.T.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

Struktur geologi terutama mempelajari struktur-struktur sekunder yang meliputi kekar (joint), sesar (fault) dan lipatan (fold).

BAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KEKAR (JOINT) Sumber : Ansyari, Isya Foto 1 Struktur Kekar

BAB V ANALISA SEKATAN SESAR

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

Ciri Litologi

BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

FUNGSI DAN PERSAMAAN LINEAR. EvanRamdan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 8 II.1. Fisiografi Regional... 8 II.2. Stratigrafi Regional II.3. Struktur Geologi Regional...

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

7. Peta Geologi Pengertian dan Kegunaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR ACARA 1 : MENETUKAN KEDUDUKAN PERLAPISAN BATUAN DARI 2 DIP SEMU

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG

BAB IV FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

8. Pengertian dalam Hubunngan Geologi

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB III TEORI DASAR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB V KARAKTERISASI REKAHAN DI FASIES BATUGAMPING 5.1 Pendahuluan Rekahan dapat menjadi faktor utama dalam penyebaran porositas dalam batugamping. Rekahan di batugamping dapat ditemui dalam jenjang skala yang panjang, dari milimeter sampai puluhan meter. Menurut Nelson (1985), sistem rekahan khususnya spasi dari rekahan dipengaruhi oleh : i) Komposisi batuan ii) Ukuran butir batuan iii) Porositas batuan iv) Ketebalan Lapisan v) Posisi struktur Koestler et al. (1995) menyatakan bahwa tujuan utama mempelajari distribusi frekuensi dari properti rekahan adalah untuk mengetahui perilaku (karakter) dari pola sistem rekahan pada semua skala pengamatan. Menurut Turcotte (1992) dan Korvin (1992) op.cit. Koestler et al. (1995), penskalaan (scaling) dari spasi rekahan mengikuti geometri fraktal, dan menurut Koestler et al. (1995) panjang rekahan dapat diasumsikan memiliki perilaku yang sama. Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini dilakukan untuk meneliti pengaruh tiga dari lima faktor di atas, yaitu: komposisi batuan, ukuran butir batuan, dan posisi struktur terhadap sistem rekahan yang berkembang pada batugamping. 5.2 Teori dasar Rekahan atau fracture adalah permukaan yang memotong batuan atau mineral, yang menyebabkan batuan atau mineral kehilangan kohesi pada bidang tersebut (Twiss dan Moores, 1992). Nelson (1985) menyatakan bahwa rekahan merupakan bidang diskontinuitas yang terbentuk secara alamiah akibat deformasi atau diagenesa. Oleh karena itu dalam penelitian ini, rekahan didefinisikan sebagai permukaan diskontinuitas 11

yang memotong batuan atau mineral, yang menyebabkan hilangnya kohesi, terbentuk secara alamiah akibat deformasi atau diagenesa. Menurut Dennis (1987) op.cit. Koestler et al. (1995) terdapat tiga mode rekahan (Gambar 5.1), yaitu : Mode I adalah rekahan ekstensional (extensional fracture), pergerakannya relatif tegak lurus terhadap bidang rekahan. Mode II adalah rekahan gerus (shear fracture), pergerakannya relatif sejajar bidang rekahan dan tegak lurus ujung rekahan. Mode III adalah rekahan gerus (shear fracture), dengan pergerakan relatif sejajar dengan ujung rekahan. Gambar 5.2.1 Tiga jenis mode rekahan, Mode I adalah rekahan terbuka, Mode II dan Mode III adalah rekahan gerus (Dennis, 1987 op.cit. Koestler et al., 1995) Selain ketiga mode di atas, di daerah penelitian dijumpai jenis rekahan lain yaitu stylolite. Menurut Park dan Schot (1968) op.cit. Nelson (1985), stylolite adalah penampakan umum pada batugamping, batudolomit, dan batupasir yang terbentuk akibat diagenesa. Permukaan stylolite dicirikan dengan keberadaan material yang relatif tidak mudah larut (insoluble residue) dari suatu batuan. Stylolite pada umumnya dianggap terbentuk sebagai akibat dari pressure dissolution yang terjadi karena adanya perbedaan tingkat kelarutan dari material penyusun batuan akibat dari differential stress yang bekerja. Material akan melarut pada bagian permukaan yang terkena tekanan tinggi dan akan mengendap pada tempat dengan tekanan lebih rendah atau terbuang dari sistem. 12

Gambar 5.2.2 Stylolite, orientasi dan hubungannya dengan tegasan utama (Nelson, 1985) Power law adalah hubungan polinomial yang menunjukan sifat dari skala invarians, k k persamaannya adalah: f ( x) = ax + o( x ) dimana a dan k adalah konstanta dan o(x k ) adalah nilai fungsi asimtot kecil dari x Clauset, et al. (27). y Gambar 5.2.3. Grafik Linier sebagai contoh persebaran data yang mengikuti distribusi Power Law. Clauset, et al. (27). Studi lain menyatakan bahwa ketebalan rekahan ekstensional terisi mineral juga mengikuti distribusi Power Law. Distribusi Power Law dihasilkan dari proses yang tidak linear dan memiliki geometri fraktal (Sapiie et al., 27). Sanderson et al. (1994) op.cit Sapiie et al. (27) menyatakan bahwa set data fraktal, dalam hal ini rekahan, dengan distribusi Power Law akan mengikuti persamaan: N( T) = kt c x 13

dimana : T: aperture rekahan N: Jumlah kumulatif rekahan ekstensional yang memiliki apertur >T k: Konstanta c: Dimensi fraktal. Sapiie et al. (27) telah meneliti karakter dari rekahan pada batugamping, yaitu; hubungan antara spasi rekahan dan panjang rekahan dengan jumlah kumulatifnya mengikuti pola distribusi Power Law pada litologi batugamping, rekahan pada litologi batugamping yang sama akan memiliki perbedaan nilai densitas rekahan yang berbeda apabila berdekatan sesar, dan jenis fasies pada batugamping mempengaruhi distribusi rekahan. 5.3 Teknik Pengambilan Data Teknik pengambilan data didesain agar tujuan penelitian untuk mendapatkan hubungan empiris dan fungsional intensitas rekahan tersebut dapat tercapai. Terdapat beberapa istilah dalam metode pengambilan data yang digunakan (Gambar 5.3.1). Gambar 5.3.1. Peristilahan dalam teknik pengambilan data. Garis B-B adalah garis lintasan, A adalah besar bukaan rekahan, L adalah panjang rekahan, dan S adalah spasi antar rekahan (Sapiie,1999). Teknik pengambilan data dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Pengukuran koordinat geografis lokasi-lokasi pengamatan dengan menggunakan global positioning system. 14

2. Pengukuran atribut lapisan batuan : (i) Fasies, (ii) jurus dan kemiringan, 3. Penentuan lintasan pengamatan, yaitu jalur lintasan yang digunakan untuk mengamati rekahan. Jalur pengamatan ini merupakan pita ukur yang ditempelkan di atas permukaan singkapan 4. Pada setiap lintasan pengamatan dilakukan penentuan keberadaan rekahan yang tidak alamiah, yang mungkin terbentuk akibat proses penambangan. Rekahan yang tidak alamiah ini tidak dimasukkan ke dalam pencatatan data. 5. Pada setiap lintasan pengamatan dilakukan pengamatan jenis rekahan (vuggy, rekahan gerus, rekahan ekstensional, stylolite) kemudian dilakukan pengukuran atribut rekahan yaitu : (i) kedudukan, (ii) panjang, (iii) besar bukaan (apertur), dan (iv) morfologi rekahan. 5.4 Data 5.4.1 Lokasi Pengambilan Data Pengukuran dilakukan di empat Lokasi di Gunung Guha dan satu lokasi di Gunung Balukbuk. Keterangannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Kode Lokasi Koordinat titik awal pengukuran arah pengukuran panjang pengukuran Fasies jumlah rekahan Guha-1 S6 51'7.8"; E1723'46.8" Guha-2 S6 51 '12." E17" 23 '43.1" Guha-3 S6 51 '14.3" E17 23 '4.2" Guha-4 S6 51 '16.7" E17 23 '47.8" BLB-1 S 6 5 58.7 E 17 24 27.6 N 335 E 64 cm Platycoral Bindstone 122 N 17"E 23 cm Branchingcoral Bafflestone 436 N 155 E 256 cm Platycoral Bindstone- Grainstone N 145 E 216 cm Coral Framestone N 32 E 8 cm Grainstone 542 435 31 Tabel 5.4.1 Keterangan lokasi, data, jumlah rekahan, dan fasies. Posisi dari pengukuran juga dapat dilihat pada Peta Lintasan Fasies (Lampiran 5). Data rekahan yang diukur di lapangan terlampir di Lampiran 12. 15

5.4.2 Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan mengunakan jumlah kumulatif properti rekahan (panjang, apertur, jumlah rekahan) yang intervalnya dihitung setiap cm, kecuali pada pengolahan panjang dan spasi rekahan, misalnya: Jarak (cm) Strike (N... E) Dip (... ) Apertur(cm) Panjang (cm) interval Interval Total Apertur Total Panjang 31 325 2.42 3.2 1.5 173.2 89 69 77.63 17 2 31 35 76.27 85 4 3 38 45 65.17 5 4 1.3 218.5 31 45 65.17 5 5 323 5 46.29 3 6 3.7 12 328 7 78.4 3.5 7.94 7 52 79 35 3.7 12 6 636 24 89.94 7 7 Tabel 5.4. 2 Contoh pengolahan data secara jumlah kumulatif tiap interval cm. Pengolahan panjang dan apertur rekahan,yaitu; interval pengamatan rekahan dibagi tiap seratus meter, dari interval - cm disebut interval cm, 11-2 cm disebut interval 2, dan seterusnya. Pada tiap interval tersebut dijumlahkan panjang rekahan yang termasuk interval tersebut misalnya pada bagian berwarna hijau, interval cm memiliki komponen jarak 31cm dan 89 cm, total panjang rekahan pada interval ini adalah panjang rekahan di jarak 31 cm ditambah panjang rekahan di jarak 89 cm maka didapatkan total panjang di interval seratus adalah 173,2 cm. Pengolahan aperture juga memakai cara yang sama. Setelah didapatkan total panjang dan total apertur maka dibuat grafik untuk membandingkan keduanya dengan interval jaraknya cm. Untuk pengolahan spasi rekahan dilakukan cara yang berbeda. Spasi rekahan adalah jarak antara dua rekahan terdekat yang saling sejajar pada arah normal atau tegak lurus bidang rekahan (Pollard dan Wu, 22). Oleh karena itu, pengukuran spasi rekahan dilakukan pada rekahan-rekahan dalam set yang sama. Dua rekahan yang berdekatan pada satu set yang sama belum tentu sejajar, karena itu diambil kedudukan rata-ratanya agar menjadi sejajar dan dapat diukur spasinya. Jarak yang diukur selama pengamatan di lapangan 16

masih merupakan jarak semu karena pengukuran jarak mengikuti scanline sehingga yang diperoleh belum tentu jarak tegak lurus antar dua rekahan. Berdasarkan uraian di atas, maka spasi rekahan sebenarnya (Si) dihitung dengan menggunakan rumus : Si = So x Cosβ x Cosα x Cosө dengan : β : Sudut vertikal antara scanline dengan bidang horizontal α : Sudut horizontal antara scanline dengan arah kemiringan ө : Sudut vertikal antara garis normal rekahan dengan bidang horizontal So : Spasi semu yaitu jarak yang diukur di lapangan Untuk mengetahui pola distribusi dari spasi rekahan terhadap jumlah kumulatifnya dilakukan pengeplotan antara spasi rekahan dengan jumlah kumulatifnya pada grafik normal (linier) dan log-log. 5.5 Pembahasan Pada sub bab ini akan dibahas hasil pengolahan data dan analisanya. Hal hal yang akan dibahas, yaitu; Hubungan jumlah kumulatif rekahan dengan spasi rekahan, hubungan jumlah kumulatif rekahan dengan panjang rekahan, hubungan panjang dan apertur rekahan, dan intensitas rekahan. 5.5.1 Hubungan Jumlah Kumulatif Rekahan dengan Spasi Rekahan Hasil pengolahan jumlah kumulatif dan spasi rekahan ditampilkan pada grafik linear di bawah ini. Tujuannya adalah untuk melihat apakah penyebaran data mengikuti distribusi Power Law. 17

Spasi Rekahan-Jumlah Kumulatif Guha-1 2 Jumlah kumulatif 15 5 A 2 4 6 8 Spasi rekahan (Cm) Spasi Rekahan -Jumlah Kumulatif Guha-2 5 45 4 Jumlah kumulatif 35 3 25 2 15 5 B 5 15 2 25 Spasi rekahan(cm) 16 Spasi rekahan -Jumlah Kumulatif Guha-3 jumlah kumulatif 12 8 4 C 2 3 4 5 6 spasi rekahan(cm) 18

Spasi rekahan - Jumlah kumulatif Guha-4 45 4 35 Jumlah Kumulatif 3 25 2 15 5 D 2 4 6 8 12 14 16 18 2 Spasi Rekahan(cm) Spasi rekahan-jumlah Kumulatif BLB-1 9 8 Jumlah kumulatif 7 6 5 4 3 2 1 E 5 15 2 25 3 spasi rekahan(cm) Grafik 5.5.1. Grafik hubungan antara spasi rekahan dengan jumlah kumulatif rekahan. A: Lokasi Guha-1,B: Lokasi Guha-2,C: Lokasi Guha-3, D: Lokasi Guha-4,E: Lokasi BLB-1 Grafik hubungan antara spasi rekahan dengan jumlah kumulatifnya di semua lokasi pengukuran menunjukan distribusi data yang mengikuti distribusi Power law. Hal ini menunjukan bahwa penyebaran spasi rekahan pada batugamping, khususnya pada fasies Platycoral Bindstone, Branchingcoral Bafflestone dan Grainstone menunjukan penyebaran yang tidak linear dan memiliki geometri fraktal. 19

Berdasarkan analisa bahwa distibusi rekahan pada lokasi pengukuran mengikuti distribusi Power Law dan geometri fraktal maka diterapkan rumus: N( T) = kt c (Sanderson et al., 1994 op.cit. Sapiie et al., 27) untuk menarik suatu nilai rata-rata jumlah kumulatif pada grafik log-log. Grafik log-log dipilih untuk mendapatkan suatu garis lurus dalam perata-rataan jumlah kumulatif rekahan, hal ini dijelaskan dengan persamaan: log N( T) = clogt + logk Spasi Rekahan - Jumlah Kumulatif Guha-1 Jumlah kumulatif 1 1 y = 179.66x -.979 R 2 =.966 1 1 Spasi rekahan (Cm) Jumlah kumulatif Power (Jumlah kumulatif) Grafik 5.5.2 Grafik log-log hubungan spasi rekahan dengan jumlah kumulatif di lokasi Guha-1. Jumlah kumulatif 1 Spasi Rekahan - Jumlah Kumulatif Guha-2 y = 476.4x -.7713 R 2 =.995 y = 2E+7x -3.99 R 2 =.953 1 1 1 Spasi rekahan(cm) Jumlah kumulatif 1 Jumlah kumulatif 2 Power (Jumlah kumulatif 1) Power (Jumlah kumulatif 2) Grafik 5.5.3 Grafik log-log hubungan spasi rekahan dengan jumlah kumulatif di lokasi Guha-2. 11

Spasi rekahan - Jumlah Kumulatif Guha-3 jumlah kumulatif 1 1 y = 988.72x -1.666 R 2 =.9755 1 1 spasi rekahan (cm) Jumlah Kumulatif Power (Jumlah Kumulatif) Grafik 5.5.4 Grafik log-log hubungan spasi rekahan dengan jumlah kumulatif di lokasi Guha-3. Spasi rekahan Vs Jumlah kumulatif Guha 4 Jumlah Kumulatif 1 1 y = 584.31x.6787 R 2 =.9714 y = 16512x 2.1686 R 2 =.9436 1 1 Spasi Rekahan(cm) Jumlah kumulatif1 jumlah kumulatif2 Power (J umlah kumulatif1) Power (jumlah kumulatif2) Grafik 5.5.5 Hubungan spasi rekahan dan jumlah kumulatif di lokasi Guha-4. 111

Spasi rekahan -Jumlah kumulatif BLB-1 Jumlah kumulatif 1 1 y = 216.49x.914 R 2 =.9391 1 1 Spasi Rekahan(cm) jumlah kumulatif 1 Power (jumlah kumulatif 1) Grafik 5.5.6 Hubungan spasi rekahan dan jumlah kumulatif di lokasi BLB-1. Dari hasil pengeplotan pada grafik log-log maka didapatkan persamaan garis yang diregresi secara Power Law, yaitu: Lokasi Persamaan Garis R 2 k c Guha-1 y = 179.66x -.979.966 179.66.979 Guha-2 y = 476.4x -.7713.995 476.4.7713 y = 2.1 7 x -3.99.953 2.1 7 3.99 Guha-3 y = 988.72x -1.666.9755 988 1.666 Guha-4 y = 584.31x -.6787.9714 584.6787 y = 16512x -2.1686.9436 16512 2.1686 BLB-1 y = 216.49x -.914.9391 216.46.914 Tabel 5.5.1 Rangkuman persamaan regresi, koefisien korelasi, konstanta proporsionalitas, dan dimensi fraktal semua lokasi. Dari hasil regresi diperoleh hubungan antara spasi dengan jumlah kumulatif rekahan mengikuti persamaan : y = k (x) -c dengan y menyatakan jumlah kumulatif rekahan, x menyatakan besar spasi atau panjang rekahan, k menyatakan konstanta proporsionalitas, dan c menyatakan dimensi fraktal. Dari garis regresi diperoleh nilai R 2 (koofisien korelasi) yaitu angka dari sampai 1 yang menunjukkan seberapa dekat estimasi dari garis regresi berhubungan dengan data yang ada. Garis regresi yang paling terpercaya adalah garis regresi dengan nilai R 2 mendekati 112

1. Sedangkan kisaran nilai R 2 daerah penelitian berkisar.94 -.99, yang berarti datadata rekahan dalam satu populasi memiliki keterkaitan yang tinggi sehingga persamaan yang dihasilkan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Terdapat dua populasi data spasi rekahan di lokasi Guha-2 dan Guha-4. Garis regresi pertama berhubungan dengan spasi rekahan yang bernilai relatif kecil, sedangkan garis regresi kedua berhubungan dengan spasi rekahan yang bernilai relatif besar. Menurut Sapiie et al. (27), populasi yang lebih dari satu disebabkan oleh lebih kompleksnya litologi dan atau struktur geologi pada daerah tersebut. Apabila melihat posisi Lokasi Guha-2 dan Guha-4, merupakan daerah yang terkena sesar geser menganan Guha (lihat Lampiran 2). Ditinjau dari segi fasies batugampingnya, pada lokasi Guha-2 dan Guha-4, fasiesnya adalah branchingcoral bafflestone dan coral framestone dengan tekstur pertumbuhan koral yang acak. Hal ini juga kemungkinan menjadi penyebab terbentuknya populasi ganda pada analisis hubungan spasi rekahan dan jumlah kumulatifnya pada lokasi tersebut. 5.5.2 Hubungan Jumlah Kumulatif Rekahan dengan Panjang Rekahan Hasil pengolahan jumlah kumulatif dan panjang rekahan ditampilkan pada grafik linear di bawah ini. Tujuannya adalah untuk melihat apakah penyebaran data mengikuti distribusi Power Law. Jumlah Kumulatif A 14 12 8 6 4 2 Jumlah Kumulatif - Panjang Rekahan Guha-1 5 15 2 Panjang (cm) 113

Jumlah Kumulatif B 5 45 4 35 3 25 2 15 5 Jumlah Kumulatif - Panjang Rekahan Guha-2 5 15 2 Panjang (cm) Jumlah Kumulatif - Panjang Rekahan Guha-3 Jumlah Kumulatif C 6 5 4 3 2 5 15 2 Panjang (cm) Jumlah Kumulatif - Panjang Rekahan Guha-4 Jumlah kumulatif D 4 35 3 25 2 15 5 2 4 6 8 12 14 16 Panjang (cm) 114

Jumlah Kumulatif - Panjang Rekahan BLB-1 Jumlah Kumulatif E 9 8 7 6 5 4 3 2 1 5 15 2 Panjang (cm) Grafik 5.5.7. Grafik linear hubungan antara panjang rekahan dengan jumlah kumulatif rekahan. A: Lokasi Guha-1,B: Lokasi Guha-2,C: Lokasi Guha-3, D: Lokasi Guha-4,E: Lokasi BLB-1 Grafik hubungan antara panjang rekahan dengan jumlah kumulatifnya di semua lokasi pengukuran menunjukan distribusi data yang mengikuti pola distribusi Power law. Hal ini menunjukan bahwa penyebaran spasi rekahan pada batugamping, khususnya pada fasies Platycoral Bindstone, Branchingcoral Bafflestone dan Grainstone menunjukan penyebaran yang tidak linear dan memiliki geometri fraktal. Berdasarkan analisa bahwa distibusi rekahan pada lokasi pengukuran mengikuti distribusi Power Law dan geometri fraktal maka diterapkan rumus: N( T) = kt c (Sanderson et al., 1994 op.cit. Sapiie et al., 27) untuk menarik suatu nilai rata-rata jumlah kumulatif pada grafik log-log. Grafik log-log dipilih untuk mendapatkan suatu garis lurus dalam perata-rataan jumlah kumulatif rekahan, hal ini dijelaskan dengan persamaan: log N( T) = clogt + logk 115

Jumlah Kumulatif - Panjang Rekahan Guha-1 Jumlah Kumulatif 1 y = 135.74x -.1611 R 2 =.82 y = 2299.5x -1.367 R 2 =.9436 1 1 1 Panjang (cm) Grafik 5.5.8 Grafik log-log hubungan panjang rekahan dengan jumlah kumulatif di lokasi Guha-1. Jumlah Kumulatif - Panjang Rekahan Guha-2 Jumlah Kumulatif 1 1 y = 1849.2x -.8199 R 2 =.9521 1 1 Panjang (cm) Grafik 5.5.9 Grafik log-log hubungan panjang rekahan dengan jumlah kumulatif di lokasi Guha-2. 116

Jumlah Kumulatif - Panjang Rekahan Guha-3 Jumlah Kumulatif 1 y = 2797.8x -.9383 R 2 =.9356 1 1 1 Panjang (cm) Grafik 5.5.1 Grafik log-log hubungan panjang rekahan dengan jumlah kumulatif di lokasi Guha-3. Jumlah Kumulatif - Panjang Rekahan Guha-4 Jumlah Kumulatif (cm) 1 1 y = 482.26x -.2669 R 2 =.792 y = 2922x -1.5316 R 2 =.9571 1 1 Panjang (cm) Grafik 5.5.11 Grafik log-log hubungan panjang rekahan dengan jumlah kumulatif di lokasi Guha-4. 117

Jumlah Kumulatif - Panjang Rekahan BLB-1 Jumlah Kumulatif 1 1 y = 813.49x -1.2361 R 2 =.9535 1 1 Panjang Rekahan (cm) Grafik 5.5.12 Grafik log-log hubungan panjang rekahan dengan jumlah kumulatif di lokasi BLB-1 Dari hasil pengeplotan pada grafik log-log maka didapatkan persamaan garis yang diregresi secara Power Law, yaitu: Lokasi Persamaan Garis R 2 k c Guha-1 y = 135.74x -.1611.82 135.74.1611 y = 2299.5x -1.367.9436 2299.5 1.367 Guha-2 y = 1849.2x -.8199.9521 1849.2.8199 Guha-3 y = 2797.8x -.9383.9356 2797.8.9383 Guha-4 y = 482.26x -.2669.792 482.26.2669 y = 2922x -1.5316.9571 2922 1.5316 BLB-1 y = 813.49x -1.2361.9535 813.49 1.2361 Tabel 5.5.2 Rangkuman persamaan regresi, koefisien korelasi, konstanta proporsionalitas, dan dimensi fraktal semua lokasi. Dari hasil regresi diperoleh hubungan antara spasi dengan jumlah kumulatif rekahan mengikuti persamaan : y = k (x) -c dengan y menyatakan jumlah kumulatif rekahan, x menyatakan besar spasi atau panjang rekahan, k menyatakan konstanta proporsionalitas, dan c menyatakan dimensi fraktal. 118

Dari garis regresi diperoleh nilai R 2 (koofisien korelasi) yaitu angka dari sampai 1 yang menunjukkan seberapa dekat estimasi dari garis regresi berhubungan dengan data yang ada. Garis regresi yang paling terpercaya adalah garis regresi dengan nilai R 2 mendekati 1. Sedangkan kisaran nilai R 2 daerah penelitian berkisar.792 -.9535, yang berarti data-data rekahan dalam satu populasi memiliki keterkaitan yang tinggi sehingga persamaan yang dihasilkan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Terdapat dua populasi data spasi rekahan di lokasi Guha-1 dan Guha-4. Garis regresi pertama berhubungan dengan spasi rekahan yang bernilai relatif kecil, sedangkan garis regresi kedua berhubungan dengan spasi rekahan yang bernilai relatif besar. Menurut Sapiie et al. (27), populasi yang lebih dari satu disebabkan oleh lebih kompleksnya litologi dan atau struktur geologi pada daerah tersebut. Apabila melihat posisi Lokasi, Guha-1 merupakan daerah yag dilalui Sesar Naik Guha dan Guha-4 merupakan daerah yang terkena Sesar Menganan Guha (lihat Lampiran 2). 5.5.3 Hubungan Panjang Rekahan dengan Apertur Rekahan Hasil pengeplotan data dari panjang rekahan dan aperturnya dari lima lokasi ditampilkan sebagai berikut: Lokasi Guha-1 Panjang - Apertur Guha-1 6 3 5 2.5 Panjang (cm) 4 3 2 2 1.5 1 Apertur (cm).5 2 3 4 5 6 7 Interval (cm) Panjang Apertur Grafik 5.5.13 Hubungan panjang rekahan dengan apertur di lokasi Guha-1. 119

Hubungan panjang dengan apertur rekahan dapat dilihat pada Grafik 5.5.13. Hubungan panjang dan apertur rekahan yang teramati adalah saling berbanding lurus. Fasies pada lokasi ini adalah platycoral bindstone. Lokasi Guha-2 Panjang - Aperture Guha-2 35 3 3 25 Aperture(cm) 25 2 15 1 5 2 3 4 5 6 7 8 9 1 12 Interval(cm) Apertur Panjang 13 14 15 16 17 18 19 2 2 22 23 Grafik 5.5.14 Hubungan panjang rekahan dengan apertur di lokasi Guha-2. Hubungan panjang dengan apertur rekahan dapat dilihat pada Grafik 5.5.14. Hubungan panjang dan apertur rekahan yang teramati adalah saling berbanding lurus. Fasies pada lokasi ini adalah branchingcoral bafflestone. 2 15 5 Panjang(cm) Lokasi Guha-3 Pada pengamatan di lokasi Guha-3 batas fasies dapat ditentukan dengan jelas antara Grainstone dan Platycoral Bindstone. Oleh karena itu penafsiran hubungan panjang rekahan dan apertur akan dibagi menjadi 4 zona seperti terlihat pada Tabel 5.5.2 Jarak Zona Fasies -375cm A1 Grainstone 382-96cm B1 Platy Coral Bindstone 975-1593cm A2 Grainstone 163-256cm B2 Platy Coral Bindstone Tabel 5.5.3 Keterangan Fasies pada lokasi Guha-3. 12

Panjang - Apertur Guha-3 Apertur (cm) 1.9.8.7.6.5.4.3.2.1 B2 A2 B1 A1 18 16 14 12 8 6 4 2 Panjang (cm) 2 3 4 5 6 7 8 9 1 12 13 14 15 16 17 18 Interval (cm) Aperture Panjang Grafik 5.5.15 Hubungan panjang rekahan dengan apertur di lokasi Guha-3. Hubungan panjang dengan apertur rekahan dapat dilihat pada Grafik 5.5.15. Hubungan panjang dan apertur rekahan yang teramati adalah saling berbanding lurus. Hubungan tersebut tidak dipengaruhi oleh perbedaan fasies. Lokasi Guha-4 Panjang - Apertur Guha-4 2 2 Apertur (cm) 1 15 5 Panjang (cm) 2 3 4 5 6 7 8 9 1 12 13 14 15 16 17 18 19 2 2 22 Interval (cm) Apertur Panjang Grafik 5.5.16 Hubungan panjang rekahan dengan apertur di lokasi Guha-4. 121

Hubungan panjang dengan apertur rekahan dapat dilihat pada Grafik 5.5.16. Hubungan panjang dan apertur rekahan yang teramati adalah saling berbanding lurus. Lokasi Guha-4 18 16 14 Panjang - Apertur BLB-1 18 16 14 Panjang (Cm) 12 8 6 4 2 12 8 6 4 2 Apertur (Cm) 2 3 4 5 6 7 8 Interval (Cm) Apertur Panjang Grafik 5.5.17 Hubungan panjang rekahan dengan apertur di lokasi Guha-4. Hubungan panjang dengan apertur rekahan dapat dilihat pada Grafik 5.5.17. Hubungan panjang dan apertur rekahan yang teramati adalah saling berbanding lurus. Berdasarkan hasil yang didapat dari semua lokasi diketahui bahwa hubungan panjang dan apertur rekahan adalah saling berbanding lurus pada fasies Grainstone dan Boundstone. 122

5.5.4 Intensitas Rekahan Nilai dari intensitas rekahan dihitung dengan menggunakan cara menjumlahkan jumlah rekahan tiap interval m. Hasilnya kemudian di plot ke grafik seperti di bawah ini: Lokasi Guha-1 A Intensitas Rekahan Guha-1 3 2 1 Jumlah Rekahan(n) 7 6 5 4 3 2 Jarak(Cm) Stylolite Vuggy Rekahan ekstensional Total intensitas B Keterangan. A : Foto 5.5.2 Singkapan pada pengukuran rekahan di lokasi Guha-1 B : Grafik 5.5.18. Intensitas rekahan di lokasi Guha-1 123

Dari foto dan grafik di atas dapat kita lihat bahwa pada interval 4 cm nilai rekahan naik, hal ini disebabkan karena adanya rekahan-rekahan besar pada interval tersebut. Rekahan dengan nilai intensitas tertinggi adalah stylolite dan terendah adalah vuggy. Fasiesnya adalah platycoral bindstone dengan komponen utama butiran. Nilai rekahan dan nilai intensitas total rekahan dapat dilihat pada Tabel 5.5.4. Jenis Rekahan Intensitas(1/cm) stylolite.15 rekahan ekstensional.3 vuggy.1 Total intensitas.19 Tabel 5.5.4 Intensitas rekahan dan nilainya di lokasi Guha-1 Lokasi Guha-2 35 3 A Intensitas Rekahan Guha-2 Jumlah Rekahan(n) 25 2 15 1 5 B 3 5 7 9 1 13 Jarak(cm) 15 17 19 2 23 Stylolite Vuggy Rekahan Ekstensional Total intensitas Keterangan A: Foto 5.5.3 Singkapan pada pengukuran rekahan di lokasi Guha-2 B : Grafik 5.5.19. Intensitas rekahan di lokasi Guha-2 124

Dari foto dan grafik di atas dapat kita lihat bahwa penyebaran rekahan tidak sama pada tiap interval. Pada interval 5,, 13, dan 2 cm nilai rekahan lebih besar dari nilai rata-rata. Hal ini disebabkan karena adanya rekahan-rekahan besar pada interval tersebut. Rekahan dengan nilai intensitas tertinggi adalah stylolite dan terendah adalah vuggy. Fasiesnya adalah branchingcoral bafflestone dan komponen utamanya butiran. Nilai rekahan dan nilai intensitas total rekahan dapat dilihat pada Tabel 5.5.5. Jenis Rekahan Intensitas(1/cm) stylolite.12 rekahan ekstensional.4 vuggy.2 Total intensitas.19 Tabel 5.5.5 Nilai intensitas rekahan pada lokasi Guha-2. Lokasi Guha-3 Pada pengukuran di lokasi Guha-3, batas fasies dapat ditentukan dengan jelas antara grainstone dan platycoral bindstone. Oleh karena itu penafsiran intensitas rekahan akan dibagi menjadi 4 zona: Jarak Zona Fasies -375cm A1 Grainstone 382-96cm B1 Platy Coral Bindstone 975-1593cm A2 Grainstone 163-256cm B2 Platy Coral Bindstone Tabel 5.5. 6. Zonasi Fasies Batugamping pada lokasi Guha-3. 125

A Intensitas rekahan Guha-3 3 25 Jumlah rekahan(n) 2 15 1 5 B 25 23 2 19 17 15 13 1 Jarak(cm) 9 7 5 3 Total Intensitas Vuggy Stylolite Rekahan ekstensional Keterangan A: Foto 5.5.4 Singkapan pada pengukuran rekahan di lokasi Guha-3 B : Grafik 5.5.2. Intensitas rekahan di lokasi Guha-3 Interval Stylolit Vuggy Ekstension fracture Total A1.5.1.15 B1.24.1.25 A2.1.12.2.15 B2.23.2.25 Tabel 5.5.7 Nilai intensitas rekahan di lokasi Guha-3 Intensitas pada daerah ini dipengaruhi oleh rekahan stylolite dan vuggy. Pada interval A1 dan A2 rekahan vuggy lebih besar intensitasnya daripada stylolite dan pada interval B1 dan B2 rekahan stylolite lebih besar intensitasnya daripada vuggy. Sifat dari rekahan 126

dapat dilihat perbedaannya pada tiap fasies pada platycoral bindstone maka stylolite akan banyak terdapat, sedangkan sebaliknya pada grainstone. Fasies grainstone komponennya didominasi butiran sedangkan platycoral bindstone didominasi mikrit. Lokasi Guha-4 A Intensitas rekahan Guha-4 4 35 3 25 2 15 jumlah rekahan(n) 1 5 B 22 2 2 19 18 17 16 15 14 13 12 1 jarak(cm) 9 8 7 6 5 4 3 2 Stylolite Rekahan ekstensional Total intensitas Keterangan A: Foto 5.5.5 Singkapan pada pengukuran rekahan di lokasi Guha-4 B : Grafik 5.5.21. Intensitas rekahan di lokasi Guha-4 Jenis Rekahan Intensitas(1/cm) Stylolite.14 Ekstension Fracture.5 Tabel 5.5.8 Nilai intensitas rekahan di lokasi Guha-4 Nilai intensitas rekahan dipengaruhi oleh rekahan stylolite dan rekahan ekstensional. Penyebaran nilai stylolite rata-rata pada.14/cm, dan rekahan ekstensional pada.5/cm. Pada interval 13 sampai 19 lebih besar dari rata-rata. Nilai ini berasosiasi dengan 127

rekahan-rekahan besar. Total intensitas rata-rata rekahan bernilai.19/cm. Pada interval 13 sampai 19 lebih besar dari rata-rata. Lokasi BLB-1 2 15 intensitas Rekahan 1/cm 1 5 2 3 4 5 6 7 8 Jarak(cm) S ty lo lite EF Total Densitas Grafik 5.5.22 Intensitas rekahan di lokasi BLB-1 Jenis rekahan Intensitas(1/cm) Stylolite.9 Rekahan ekstensional.1 Total Intensitas.1 Tabel 5.5.9 Nilai intensitas rekahan di lokasi BLB-1 Nilai intensitas rekahan dipengaruhi oleh rekahan stylolite dan rekahan ekstensional. Penyebaran nilai stylolite rata-rata pada.9/cm, dan rekahan ekstensional pada.1/cm. Pada interval 3 sampai 4 intensitas total rekahan lebih besar dari rata-rata. Nilai ini muncul pada interval dengan rekahan-rekahan besar. Total intensitas rata-rata rekahan 128

bernilai.1/cm. Jenis fasies pada lokasi ini adalah grainstone yang komposisi penyusun utamanya adalah butiran. Resume intensitas rekahan dapat dilihat pada Tabel 5.5.1 dan Grafik 5.5.23. intensitas(1/cm).3.25.2.15.1 Resume intensitas Rekahan stylolit ef vuggy total keterangan: PCB: Platycoral Bindstone BCB: Branchingcoral Bafflestone CF: Coral Framestone G: Grainstone B M: Mikrit S: Sesar ef: rekahan ekstensional.5 guha-1 guha-2 guha-3(a- 1) guha-3(a- 2) guha-3(b- 1) guha-3(b- 2) Guha-4 BLB-1 PCB+B BCB+B+S G+B G+B PCB+M PCB+M CF+B+S G+B Grafik 5.5.23 Resume Intensitas rekahan di semua lokasi. Keterangan Lokasi stylolit ef vuggy total PCB+B guha-1.15.3.1.19 BCB+B+S guha-2.12.4.2.18 G+ B guha-3(a-1).5.1.15 G+ B guha-3(a-2).1.2.12.15 PCB+M guha-3(b-1).24.1.25 PCB+M guha-3(b-2).23.2.25 CF+B+S Guha-4.14.5.19 G+B BLB-1.9.1.1 keterangan: PCB: Platycoral Bindstone BCB: Branchingcoral Bafflestone CF: Coral Framestone G: Grainstone M: Mikrit S: Sesar ef: Rekahan ekstensional Tabel 5.5.1 Resume Intensitas rekahan di semua lokasi. 129

Rekahan yang paling banyak dijumpai pada Coral Framestone, Branchingcoral Bafflestone, Platycoral Bindstone atau diringkas menjadi Boundstone adalah stylolite. Nilai intensitas stylolite akan lebih besar jika batuannya mengandung lebih banyak mikrit. Nilai intensitas pada Grainstone lebih kecil daripada nilai intensitas di Boundstone. Intensitas rekahan tidak terlalu berbeda secara keseluruhan pada daerah yang dilalui sesar besar, namun nilai intensitas rekahan cenderung naik di dekat rekahan besar. Berdasarkan pembahasan hubungan spasi rekahan dengan jumlah kumulatif, hubungan panjang dan apertur rekahan, dan intensitas rekahan maka dapat disimpulkan: Rekahan yang terdapat pada fasies Boundstone dan Grainstone adalah stylolite, rekahan gerus, vuggy, dan rekahan ekstensional. Rekahan yang dominan pada boundstone adalah stylolite.hubungan spasi rekahan dan jumlah kumulatifnya mengikuti distribusi Power Law dan memiliki geometri fraktal. Hubungan panjang rekahan dan jumlah kumulatifnya mengikuti distribusi Power Law dan memiliki geometri fraktal. Intensitas rekahan pada fasies boundstone lebih besar daripada grainstone. Nilai intensitas rekahan di fasies grainstone di daerah dipengaruhi sesar lebih besar daripada yang tidak terpengaruh sesar. Keterdapatan mikrit memperbesar nilai intensitas stylolite. Hubungan antara panjang dan apertur rekahan berbanding lurus pada Fasies Boundstone dan Grainstone. 13