BAB II DASAR TEORI 2.1 Chassis Dynamometer

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI. sumber pesan dengan penerima pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Motor Listrik

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi 2.2 Motor Listrik

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Observasi terhadap sistem kerja CVT, dan troubeshooting serta mencari

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam judul tugas penelitian pemindah tenaga transmisi manual pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Variasi Konstanta Pegas dan Massa Roller CVT Terhadap Performa Honda Vario 150 cc

RANCANG DAN BANGUN TRANSMISI CHASSIS ENGINE TEST BED SEPEDA MOTOR 10 kw

2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung. 2.2 Prinsip Kerja Mesin Pemipil Jagung BAB II DASAR TEORI

Belt Datar. Dhimas Satria. Phone :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

SISTEM TRANSMISI OTOMATIS SEPEDA MOTOR

3.2. Prosedur pengujian Untuk mengetahui pengaruhnya perbanding diameter roller CVT Yamaha mio Soul, maka perlu melakukan suatu percobaan. Dalam hal i

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi

MAKALAH ELEMEN MESIN RANTAI. Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Elemen Mesin

TRANSMISI RANTAI ROL

Mulai. Studi Literatur. Gambar Sketsa. Perhitungan. Gambar 2D dan 3D. Pembelian Komponen Dan Peralatan. Proses Pembuatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konstruksi CVT. Parts name. A. Crankshaft F. Primary drive gear shaft. C. Weight / Pemberat

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap

TRANSMISI RANTAI ROL 12/15/2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

PERANCANGAN MESIN R. AAM HAMDANI

KONSENTRASI OTOMOTIF JURUSAN PENDIDIKAN TEKIK MOTOR

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB II LANDASAN TEORI

Tipe Constant Mesh Dengan Tipe Constant Mesh memungkinkan ukuran konstruksi Transmisi menjadi lebih kecil, sehingga kebanyakan sepeda motor

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III TEORI PERHITUNGAN. Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut :

BAB II KAJIAN TEORI. Gambar 2.1. Transmisi Otomatis Yamaha Mio. (duniamotormatic,2010)

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

Fungsi katup Katup masuk Katup buang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk mencacah akan menghasikan serpihan. Alat pencacah ini

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TIORI


IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB II PEMBAHASAN MATERI. digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi

Konstruksi CVT. Parts name

IV. PENDEKATAN DESAIN

Gambar 4.1 mesin Vespa P150X. Gambar 4.2 stand mesin. 4.2 Hasil pemeriksaan komponen mesin VESPA P150X Hasil pemeriksaan karburator

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV PERHITUNGAN DIMENSI UTAMA ESKALATOR. Dari gambar 3.1 terlihat bahwa daerah kerja atau working point dalam arah

BAB IV PERHITUNGAN PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai motor penggerak utama Forklift ini digunakan mesin diesel 115

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah :

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

MENGENAL KOMPONEN PENERUS DAYA

DISUS O L E H. Nama:Hariadi.T Kelas: X Otomotif A

BAB II LANDASAN TEORI

HASIL DAN PEMBAHASAN

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM

BAB II PEMBAHASAN MATERI. industri, tempat penyimpanan dan pembongkaran muatan dan sebagainya. Jumlah

PERANCANGAN MOTORCYCLE LIFT DENGAN SISTEM MEKANIK

BAB II DASAR TEORI. 1. Roda Gigi Dengan Poros Sejajar.

PT ASTRA INTERNATIONAL Tbk

Diagram 2.1 Prinsip Kerja Motor Matic Narasumber : Kawan Pustaka

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis

Ring II mm. Ukuran standar Batas ukuran Hasil pengukuran Diameter journal

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN. Mulai

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA KEMAMPUAN ANGKAT DAN UNJUK KERJA PADA OVER HEAD CONVEYOR. Heri Susanto

BAB II TEORI DASAR. BAB II. Teori Dasar

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MESIN PERUNCING TUSUK SATE

: Memperbaiki transmisi otomatis

BAB III PEMILIHAN TRANSMISI ATV DENGAN METODE PAHL AND BEITZ. produk yang kebutuhannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Setelah

SOAL DINAMIKA ROTASI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2.1 Motor Matic Yamaha Mio Soul (Sumber S : Dokumen Pribadi) 2.2 PENGERTIAN CVT Sistem CVT (Continously Variable Transmission), adalah sistem o

SABUK ELEMEN MESIN FLEKSIBEL 10/20/2011. Keuntungan Trasmisi sabuk

UNJUK KERJA MOBIL MSG 01 DENGAN SISTEM TENAGA UDARA

3.2 Tempat Penelitian 1. Mototech Yogyakarta 2. Laboratorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ANALISIS DAYA BERKURANG PADA MOTOR BAKAR DIESEL DENGAN SUSUNAN SILINDER TIPE SEGARIS (IN-LINE)

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON

MENGENAL KOMPONEN PENERUS DAYA

IV. ANALISA PERANCANGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI 2.1 Chassis Dynamometer Dinamometer, adalah suatu mesin yang digunakan untuk mengukur torsi (torque) dan kecepatan putaran (rpm) dari tenaga yang diproduksi oleh suatu mesin, motor atau penggerak berputar lain. Dinamometer dapat juga digunakan untuk menentukan tenaga dan torsi yang diperlukan untuk mengoperasikan suatu mesin. Dalam hal ini, maka diperlukan dinamometer. Dinamometer yang dirancang untuk dikemudikan disebut dinamometer absorsi/penyerap atau dinamometer pasif. Dinamometer yang dapat digunakan, baik penggerak maupun penyerap tenaga disebut dynamometer aktif atau universal. Dinamometer chasis mengukur tenaga melalui permukaan roller penggerak yang digerakkan oleh roda kendaraan. Kendaraan biasanya di tempatkan diatas roller penggerak, dimana mobil dijalankan dan tenaga dapat diukur. Tipe roller modern dari dinamometer chasis menggunakan roller salvisberg, yang mempunyai traksi lebih besar. Pada sepeda motor, lebih banyak kehilangan tenaga dari gesekan pada roda sekitar 10%, roda gigi dan komponen pemindah tenaga lain sekitar 2% sampai 5%. Dinamometer chasis jenis lain dapat mengurangi potensi selip dari roda, pada drive roller jenis lama dan dihubungkan langsung pada poros kendaraan untuk mengukur torsi secara langsung dari as roda. Pembacaan dari dinamometer chasis jenis ini biasanya lebih besar sekitar 10%-15% daripada dynamometer chasis jenis penggerak roda. Dinamometer chasis dapat berupa tetap atau portable (dapat dipindah) Dinamometer chasis modern dapat melakukan lebih daripada hanya memunculkan RPM, daya dan torsi. Dengan sistem elektronik modern dan reaksi yang cepat, sekarang sangat memungkinkan untuk menentukan power terbaik dan laju yang lebih lembut secara akurat. Karena gesekan dan kehilangan tenaga secara mekanis dari berbagai komponen pemindah tenaga, pengukuran melalui roda 3

4 Gambar 2.1 Pengujian sepeda motor dengan dynotest (sumber: http://www.dynomitedynamometer.com/motorcycledyno/motorcycle-dyno-demo-video.htm) belakang pada umumnya 15-20 persen lebih kecil daripada pengukuran tenga melalui poros engkol atau roda gila dengan engine dynamometer. Gambar 2.1 menunjukkan pengujian sepeda motor dengan chassis engine test bed. 2.2 Prinsip Pemindahan Tenaga Sepeda motor dituntut bisa dioperasikan atau dijalankan pada berbagai kondisi jalan. Namun demikian, mesin yang berfungsi sebagai penggerak utama pada sepeda motor tidak bisa melakukan dengan baik apa yang menjadi kebutuhan atau tuntutan kondisi jalan tersebut. Misalnya, pada saat jalanan mendaki, sepeda motor membutuhkan momen puntir (torsi) yang besar namun kecepatan atau laju sepeda motor yang dibutuhkan rendah. Pada saat ini walaupun putaran mesin tinggi karena katup trotel atau katup gas dibuka penuh namun putaran mesin tersebut harus dirubah menjadi kecepatan atau laju sepeda motor yang rendah. Sedangkan pada saat sepeda motor berjalan pada jalan yang rata, kecepatan diperlukan tapi tidak diperlukan torsi yang besar. Berdasarkan penjelasan di atas, sepeda motor harus dilengkapi dengan suatu sistem yang mampu menjembatani antara output mesin (daya dan torsi mesin) dengan tuntutan kondisi jalan. Sistem ini dinamakan dengan sistem pemindahan tenaga. Prinsip kerja mesin dan pemindahan tenaga pada sepeda motor ditunjukan pada Gambar 2.2

5 Gambar 2.2 Rangkaian pemindahan tenaga dari mesin sampai roda belakang Sumber: Julius Jama dkk (2008) Ketika poros engkol (crankshaft) diputar oleh pedal kick starter atau dengan motor starter, piston bergerak naik turun (TMA dan TMB). Pada saat piston bergerak ke bawah, terjadi kevakuman di dalam silinder atau crankcase. Kevakuman tersebut selanjutnya menarik (menghisap) campuran bahan bakar dan udara melalui karburator (bagi sistem bahan bakar konvensional). Sedangkan bagi sistem bahan bakar tipe injeksi (tanpa karburator), proses pencampuran terjadi dalam saluran masuk sebelum katup masuk setelah terjadi penyemprotan bahan bakar oleh injektor. Ketika piston bergerak ke atas (TMA) campuran bahan bakar dan udara di dalam silinder dikompresi. Kemudian campuran dinyalakan oleh busi dan terbakar dengan cepat (peledakan). Gas hasil pembakaran tersebut melakukan expansi (pengembangan) dan mendorong piston ke bawah (TMB). Tenaga ini diteruskan melalui connecting rod (batang piston), lalu memutar crankshaft. menekan piston naik untuk mendorong gas hasil pembakaran. Selanjutnya piston melakukan langkah yang sama. Gerak piston naik turun yang berulang-ulang diubah menjadi gerak putar yang halus. Tenaga putar dari crankshaft ini akan dipindahkan ke roda belakang melalui roda gigi reduksi, kopling, gear box (transmisi), sprocket penggerak, rantai dan roda sprocket. Gigi reduksi berfungsi untuk mengurangi putaran mesin agar terjadi penambahan tenaga.

2.2.1 Transmisi (Gear box) Prinsip dasar transmisi adalah bagaimana bisa digunakan untuk merubah kecepatan putaran suatu poros menjadi kecepatan yang diinginkan untuk tujuan tertentu. Gigi transmisi berfungsi untuk mengatur tingkat kecepatan dan momen (tenaga putaran) mesin sesuai dengan kondisi yang dialami sepeda motor. Transmisi pada sepeda motor terbagi menjadi; a) transmisi manual, dan b) transmisi otomatis. Komponen utama dari gigi transmisi pada sepeda motor terdiri dari susunan gigi-gigi yang berpasangan yang berbentuk dan menghasilkan perbandingan gigigigi tersebut terpasang. Salah satu pasangan gigi tersebut berada pada poros utama (main shaft/input shaft) dan pasangan gigi lainnya berada pada poros luar (output shaft/ counter shaft). Jumlah gigi kecepatan yang terpasang pada transmisi tergantung kepada model dan kegunaan sepeda motor yang bersangkutan. Kalau kita memasukkan gigi atau mengunci gigi, kita harus menginjak pedal pemindahnya. Tipe transmisi yang umum digunakan pada sepeda motor adalah tipe constant mesh, yaitu untuk dapat bekerjanya transmisi harus menghubungkan gigi-giginya yang berpasangan. Untuk menghubungkan gigi-gigi tersebut digunakan garpu pemilih gigi/garpu persnelling (gearchange lever). Cara kerja transmisi manual adalah sebagai berikut: 6 Gambar 2.3 Contoh konstruksi kopling manual Sumber: Julius Jama dkk (2008)

7 Pada saat pedal/tuas pemindah gigi ditekan (nomor 5 Gambar 2.3), poros pemindah (21) gigi berputar. Bersamaan dengan itu lengan pemutar shift drum (6) akan mengait dan mendorong shift drum (10) hingga dapat berputar. Pada shift drum dipasang garpu pemilih gigi (11,12 dan 13) yang diberi pin (pasak). Pasak ini akan mengunci garpu pemilih pada bagian ulir cacing. Agar shift drum dapat berhenti berputar pada titik yang dikendaki, maka pada bagian lainnya (dekat dengan pemutar shift drum), dipasang sebuah roda yang dilengkapi dengan pegas (16) dan bintang penghenti putaran shift drum (6). Penghentian putaran shift drum ini berbeda untuk setiap jenis sepeda motor, tetapi prinsipnya sama. Garpu pemilih gigi dihubungkan dengan gigi geser (sliding gear). Gigi geser ini akan bergerak ke kanan atau ke kiri mengikuti gerak garpu pemilih gigi. Setiap pergerakannya berarti mengunci gigi kecepatan yang dikehendaki dengan bagian poros tempat gigi itu berada. Gigi geser, baik yang berada pada poros utama (main shaft) maupun yang berada pada poros pembalik (counter shaft/output shaft), tidak dapat berputar bebas pada porosnya (lihat no 4 dan 5 Gambar 2.3). Lain halnya dengan gigi kecepatan (1, 2, 3, 4, dan seterusnya), gigi-gigi ini dapat bebas berputar pada masing-masing porosnya. Jadi yang dimaksud gigi masuk adalah mengunci gigi kecepatan dengan poros tempat gigi itu berada, dan sebagai alat penguncinya adalah gigi geser. 2.2.2 Final Drive (Penggerak Akhir) Final drive adalah bagian terakhir dari sistem pemindah tenaga yang memindahkan tenaga mesin ke roda belakang. Final drive juga berfungsi sebagai gigi pereduksi untuk mengurangi putaran dan menaikkan momen (tenaga ). Biasanya perbandingan gigi reduksinya berkisar antara 2,5 sampai 3 berbanding 1 (2,5 atau 3 putaran dari transmisi akan menjadi 1 putaran pada roda). Final drive pada sepeda motor sebagai bagian terpisah dari transmisi/persnelling, terkecuali scooter dengan transmisi CVT. Final drive dapat dilakukan dengan menggunakan rantai dan gigi sproket, sabuk dan puli, atau sistem poros penggerak. Jenis rantai dan sproket seperti pada Gambar 2.4 adalah jenis yang paling umum digunakan pada sepeda motor.

8 Gambar 2.4 Final drive jenis rantai dan sproket Sumber: Julius Jama dkk (2008) 2.3 Puli dan Penggerak Sabuk V (V belt) 2.3.1. Puli Pada umumnya puli terbuat dari besi cor karena harganya yang murah. Jaringan, lengan atau jari - jari memegang rim dari boss pusat. Lengan dapat lurus atau melengkung seperti pada Gambar (a)dan (b) dan pada penampang melintangnya biasanya melintang seperti pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 Puli besi cor pedal Sumber: R.S. Khurmi &J.K. Gupta (2005)

9 (a) Sayatan melintang dari sabuk (b) sayatan melintang puli alur V Gambar 2.6 Sabuk V dan Puli Alur V Sumber: R.S. Khurmi &J.K. Gupta (2005) 2.3.2. Sabuk V Sabuk V terbuat dari kain dan tali yang dicetak dalam karet dan dilapisi kain seperti pada Gambar 2.6 (a). Sabuk ini dicetak ke bentuk trapesium dan dibuat melingkar. Secara partikular cocok untuk penggerak pendek. Sudut pada sabuk V seringkali berada pada 30 sampai 40. Tenaga yang ditranmisikan oleh aksi wedging antara sabuk dan alur V pada puli atau sheave. Jarak ruang harus sesuai dengan bagian bawah pada alurseperti pada Gambar 2.6 (b) untuk mencegah sentuhan pada bagian bawah menjadi lebih sempit dari pemakaiannya. Penggerak sabuk V cenderung berada pada sudut manapun dengan sisi ketat.pada bagian atas maupun bawah. Untuk meningkatkan keluaran tenaga, beberapa sabuk V dapat dioperasikan dari sisi ke sisi. Ini tercatat bahwa dalam beberapa penggerak sabuk V, semua sabuk akan merenggang dengan rasio yang sama sehingga pembebanan dapat terbagi sama secara merata di antara sabuk-sabuk. Ketika satu dari set sabuk rusak, seluruh set sabuk harus diganti pada saat yang sama. Jika hanya satu sabuk yang diganti, sabuk baru yang belum terpakai dan belum merenggang akan menjadi lebih ketat dan bergerak pada kecepatan yang berbeda dari yang lain. a. Tipe Sabuk V Berdasarkan Indian Standarts (IS: 2494 1974) sabuk V dibuat dalam 5 jenis, yaitu A, B, C, D dan E. Dimensi standar sabuk V ditunjukkan pada tabel 2.1. Puli untuk sabuk V dapat terbuat dari besi tempa atau baja tekan untuk mengurangi berat

10 puli. Dimensi standar puli alur V berdasarkan IS: 2494 1974 ditunjukkan pada tabel 2.1. Tipe sabuk Tabel 2.1 Dimensi standar dari sabuk V berdasarkan IS: 2494 1974 Jankauan daya dalam kw Celah minimum dari diameter puli (D) mm Lebar bagian atas (b) mm Tebal (t) mm Berat per satuan meter dalam newton A 0,7 3,5 75 13 8 1,06 B 2 15 125 17 11 1,89 C 7,5 75 200 22 14 3,43 D 20 150 355 32 19 5,96 E 30 350 500 38 23 - Sumber: R.S. Khurmi & J.K. Gupta (2005) Tabel 2.2 Dimensi standar dari puli alur V berdasarkan IS: 2494 1974 Tipe sabuk w d a c f e Jumlah alur pada puli Sudut alur (2 ) A 11 12 3,3 8,7 10 15 6 32, 34, 38 B 14 15 4,2 10,8 12,5 19 9 32, 34, 38 C 19 20 5,7 14,3 17 25,5 14 34, 36, 38 D 27 28 8,1 19,9 24 37 14 34, 36, 38 E 32 33 9,6 23,4 29 44,5 20 - Sumber: R.S. Khurmi & J.K. Gupta (2005) b. Panjang Standar Pitch Sabuk V Berdasarkan IS: 2494 1974, sabuk V ditunjuk oleh tipe dan nominal dalam panjang. Misalnya, sabuk V tipe A dan panjang dalamnya 914 mm ditunjuk sebagai A 914-IS: 2494. Standar panjang dalam sabukv pada satuan mm adalah sebagai berikut: 610, 660, 711, 787, 813, 889, 914,965, 991, 1016, 1067, 1092, 1168, 1219,1295, 1372, 1397, 1422, 1473, 1524, 1600,1626, 1651, 1727, 1778, 1905, 1981, 2032,2057, 2159, 2286, 2438, 2464, 2540, 2667, 2845, 3048, 3150, 3251, 3404, 3658, 4013, 4115, 4394, 4572, 4953, 5334, 6045, 6807, 7569, 8331, 9093, 9885, 10 617, 12 141, 13 665, 15 189, 16 713

11 Menurut IS: 2494-1974, panjang pitch didefinisikan sebagai panjang keliling sabuk di lebar pitch (yaitu lebar pada sumbu netral) dari sabuk. Nilai lebar pitch tetap konstan untuk setiap jenis sabuk terlepas dari sudut alur. Panjang pitch diperoleh dengan menambahkan panjang dalam: 36 mm untuk tipe A, 43 mm untuk tipe B, 56 mm untuk jenis C, 79 mm untuk tipe D dan 92 mm untuk tipe E. Tabel berikut menunjukkan panjang pitch standar untuk berbagai jenis sabuk. Tabel 2.3 Panjang pitch standar menurut IS: 2494 1974 Tipe sabuk Panjang pitch standar sabuk V dalam mm A 645, 696, 747, 823, 848, 925, 950, 1001, 1026, 1051, 1102, 1128, 1204, 1255, 1331, 1433, 1458, 1509, 1560, 1636, 1661, 1687, 1763, 1814, 1941, 2017, 2068, 2093, 2195, 2322, 2474, 2703, 2880, 3084, 3287, 3693 B 932, 1008, 1059, 1110, 1212, 1262, 1339, 1415, 1440, 1466, 1567, 1694, 1770, 1821, 1948, 2024, 2101, 2202, 2329, 2507, 2583, 2710, 2888, 3091, 3294, 3701, 4056, 4158, 4437, 4615, 4996, 5377. C 1275, 1351, 1453, 1580, 1681, 1783, 1834, 1961, 2088, 2113, 2215, 2342, 2494, 2723, 2901, 3104, 3205, 3307, 3459, 3713, 4069, 4171, 4450, 4628, 5009, 5390, 6101, 6863, 7625, 8387, 9149. D 3127, 3330, 3736, 4092, 4194, 4473, 4651, 5032, 5413, 6124, 6886, 7648, 8410, 9172, 9934, 10 696, 12 220, 13 744, 15 268, 16 792. E 5426, 6137, 6899, 7661, 8423, 9185, 9947, 10 709, 12 233, 13 757, 15 283, 16 805. Sumber: R.S. Khurmi & J.K. Gupta (2005) c. Keuntungan dan Kerugian dalam Penggunaan Sabuk V daripada Sabuk Datar Keuntungan 1 Penggerak sabuk V memberikan kekompakan berdasarkan jarak pendek antara titik pusat puli 2 Penggerak positif, karena slip antara sabuk dan alur puli dapat diabaikan 3 Karena sabuk V dibut tanpa ujung dan tidak ada masalah sambungan, maka penggeraknya lebih halus. 4 Lebih tahan lama hingga 3 sampai 5 tahun. 5 Mudah dipasang dan dilepas. 6 Pengoperasian sabuk dan puli senyap.

12 7 Sabuk mempunyai kemampuan meredam kejutan ketika mesin dinyalakan. 8 Rasio kecepatan tinggi (maksimum 10) dapat didapatkan. 9 Aksi wedging dari sabuk pada alur memberikan batas nilai rasio tegangan yang tinggi. Oleh karena itu daya yang ditransmisikan oleh sabuk V lebih banyak daripada sabuk datar pada koefisien gesek yang sama, busur kontak dan tegangan ijin pada sabuk. 10 Sabuk V dapat dioperasikan pada arah manapun, dengan sisi kencang pada bagian atas maupun bagian bawah. Garis titik pusat dapat secara horizontal, vertikal atau miring. Kerugian 1 Sabuk V tidak dapat digunakan untuk jarak titik pusat yang jauh karena berat lebih besar pada satuan panjang. 2 Sabuk V tidak lebih tahan daripada sabuk datar. 3 Konstruksi puli untuk sabuk V lebih rumit daripada sabuk datar. 4 Sabuk V dikenakan sejumlah creep, menjadikan tidak cocok untuk aplikasi kecepatan konstan seperti mesin sinkronisasi dan perangkat waktu. 5 Masa pakai sabuk sangat dipengaruhi dengan perubahan suhu, ketegangan sabuk yang tidak tepat dan ketidakcocokan dengan panjang sabuk. 6 Ketegangan sentrifugal mencegah penggunaan sabuk V pada kecepatan di bawah 5 m/s dan di atas 50 m/s. 2.3.3. Koefisien gesek antara sabuk dan puli Koefisien gesek antara sabuk dan puli didasarkan beberapa faktor 1. Material sabuk 2. Material puli 3. Slip dari sabuk 4. Kecepatan sabuk Tabel 2.4 menunjukkan nilai dari koefisien gesek dari bermacam material dari sabuk dan poros.

Material Sabuk Tabel 2.4 Koefisien gesek antara sabuk dan puli Besi, Baja Tempa Kering Basah Berminyak Material Puli Kayu Kertas Terkompresi Permukaan Kulit 13 Permukaan Karet 1. Kulit kayu ek coklat 0,25 0,2 0,15 0,3 0,33 0,38 0,40 2. Kulit krom kecoklatan 0,35 0,32 0,22 0,4 0,45 0,48 0,50 3. Kanvas dijahit 0,20 0,15 0,12 0,23 0,28 0,27 0,30 4. Anyaman kain 0,22 0,15 0,12 0,25 0,28 0,27 0,30 5. Karet 0,30 0,18-0,32 0,35 0,40 0,42 6. Balata 0,32 0,20-0,35 0,38 0,40 0,42 Sumber: R.S. Khurmi &J.K. Gupta (2005) 2.3.4. Rasio kecepatan sabuk Rasio kecepatan sabuk adalah rasio antara penggerak sabuk dan digerakan. d1 d2 N1 N2 = diameter puli penggerak = diameter puli pengikut = kecepatan puli penggerak dalam rpm = kecepatan puli pengikut dalam rpm Panjang dari sabuk yang terlewati melalui penggerak dalam satu menit adalah sama dengan panjang sabuk yang terlewati melalui pengikut dalam satu menit, maka πn 1 d 1 = πn 2 d 2.(2.1) dan rasio kecepatan, N 2 N 1 = d 1 d 2 (2.2) 2.3.5. Panjang dari penggerak sabuk terbuka Gambar 2.7 menunjukkan penggerak sabuk terbuka yang berotasi dengan arah yang sama.

14 Gambar 2.7 Penggerak sabuk terbuka Sumber: R.S. Khurmi &J.K. Gupta (2005) r1 dan r2 x L = jari-jari puli besar dan kecil = jarak antara titik pusat dua puli = total panjang sabuk Panjang sabuk dengan menghubungkan diameter adalah L = π (d 2 1 + d 2 ) + 2x + (d 1 d 2 ) 2...(2.3) 4x 2.3.6. Daya yang ditransmisikan sabuk Gambar 2.8 menunjukkan puli penggerak A dan puli digerakkan B. tegangan pada sisi kencang akan lebih besar dari sisi longgarnya. Gambar 2.8 Daya yang ditransmisikan puli Sumber: R.S. Khurmi &J.K. Gupta (2005)

T1 dan T2 r1 dan r2 v 15 = tegangan pada sisi kencang dan longgar pada sabuk masing masing dalam newton = jari-jari puli penggerak dan digerakkan masing masing dalam meter = kecepatan sabuk dalam m/s Gaya balik efektif pada lingkar puli dari puli pengikut adalah berbeda anatar dua tegangan (yaitu T1-T2). Kerja per detik = (T 1 T 2 )v Nm/s Daya yang ditranmisikan= (T 1 T 2 )v W.. (2.4) Pertimbangan kecil akan menunjukkan bahwa torsi yang diberikan pada puli penggerak adalah (T 1 T 2 ) r v. Serupa dengan torsi yang diberikan pada puli digerak adalah(t 1 T 2 ) r 2. 2.3.7. Tegangan sentrifugal Gaya sentrifugal terjadi akibat sabuk yang dijalankan oleh puli. Gaya sentrifugal menyebabkan tegangan pada sisi kencang dan longgar meningkat. Tegangan yang disebabkan oleh gaya sentrifugal dinamakan tegangan sentrifugal. Pada kecepatan rendah sabuk (kurang dari 10 m/s), tegangan sentrifugal sangat rendah, tetapi pada kecepatan sabuk lebih tinggi (lebih dari 10 m/s) efeknya dapat ditentukan dan harus diperhitungkan. Berdasarkan porsi kecil PQ dari sabuk yang mengikat pada sudut d pada pusat puli seperti pada gambar 2.9. Gambar 2.9 Tegangan sentrifugal Sumber: R.S. Khurmi &J.K. Gupta (2005)

16 m = massa dari sabuk per satuan panjang dalam kg v = kecepatan linier sabuk dalam m/s r = jari-jari puli yang menggerakkan sabuk dalam meter, dan Tc = tegangan sentrifugal yang bekerja secara tangensial pada P dan Q dalam newton Panjang dari sabuk PQ = r. dθ dan massa dari sabuk PQ = m. r. dθ gaya sentrifugal pada sabuk PQ F c = m. r. dθ v2 = m. dθ. v2 (2.5) r Tegangan sentrifugal Tc bekerja secara tangensial pada P dan Q dan menjaga sabuk berada pada kesetimbangan. Kemudian untuk menyelesaikan gaya secara horizontal (yaitu gaya sentrifugal dan tegangan sentrifugal). T c sin ( dθ ) + T 2 c sin ( dθ ) = F 2 c = m. dθ. v 2.(2.6) Dikarenakan sudut d sangat kecil, maka dengan mengambil sin ( dθ ) = dθ 2 2 pada persamaan 2.6 2T c sin ( dθ ) = m. dθ. v2 2 T c = m. v 2 (2.7) 2.3.8. Tegangan Maksimum Sabuk Tegangan maksimum pada sabuk (T) sebanding dengan total tegangan pada sisi kencang sabuk (Tt1) = tekanan aman maksimum b = lebar sabuk t = tebal sabuk Tegangan maksimum pada sabuk T = tekanan maksimum area potongan sabuk = σ. b. t.(2.8) Ketika tegangan sentrifugal diabaikan maka T(atau T t1 ) = T 1 Ketika tegangan sentrifugal diperhitungkan, maka T(atau T t1 ) = T 1 + T c (2.9)