PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DAN GEOMAGNET TERHADAP KETINGGIAN ORBIT SATELIT

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KONDISI ANTARIKSA DI ORBIT LAPAN A2 MENJELANG PUNCAK AKTIVITAS MATAHARI SIKLUS 24

DISTRIBUSI ANOMALI SATELIT SELAMA SIKLUS MATAHARI KE-23 BERDASARKAN ORBITNYA

PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI PADA KALA HIDUP SATELIT

KARAKTERISTIK ORBIT SATELIT MIKRO Dl KETINGGIAN LEO

ANALISIS ALTERNATIF PENEMPATAN SATELIT LAPAN A2 DI ORBIT

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

KONDISI LINGKUNGAN ANTARIKSA Dl WILAYAH ORBIT SATELIT

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

PEMBANGUNGAN SISTEM INFORMASI ANOMALI SATELIT (SIAS)

ANALISIS PERILAKU HAMBATAN ATMOSFER DARI MODEL ATMOSFER DAN DATA SATELIT

Jurnal Sains Dirgantara Vol. 9 No. 2 Juni 2012 :

TELAAH ORBIT SATELIT LAPAN-TUBSAT

BAB I PENDAHULUAN. Subhan Permana Sidiq,2014 FAKTOR DOMINAN YANG BERPENGARUH PADA JUMLAH BENDA JATUH ANTARIKSA BUATAN SEJAK

Diterima 14 Februari 2013; Disetujui 15 April 2013 ABSTRACT

6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6. Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi) : kg

Nizam Ahmad 1 dan Neflia Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan. Diterima 6 Maret 2014; Disetujui 14 Mei 2014 ABSTRACT

RESPON IONOSFER TERHADAP GERHANA MATAHARI 26 JANUARI 2009 DARI PENGAMATAN IONOSONDA

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

Penentuan Koefisien Balistik Satelit LAPAN-TUBSAT dari Two-Line Elements (TLE)

MODEL SPEKTRUM ENERGI FLUENS PROTON PADA SIKLUS MATAHARI KE-23

DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23

BAB III METODE PENELITIAN

MODEL KOEFISIEN BALISTIK SATELIT LEO SEBAGAI FUNGSI CUACA ANTARIKSA

LATIHAN UJIAN NASIONAL

1. Dua batang logam P dan Q disambungkan dengan suhu ujung-ujung berbeda (lihat gambar). D. 70 E. 80

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data

D. 6,25 x 10 5 J E. 4,00 x 10 6 J

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER

PREDIKSI UN FISIKA V (m.s -1 ) 20

SOAL SELEKSI PENERIMAAN MAHASISWA BARU (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1984

BAB I PENDAHULUAN. Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan indentifikasi terhadap lubang korona, angin

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca

SIMAK UI Fisika

GANGGUAN PADA SATELIT GSO

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005

MATAHARI SEBAGAI SUMBER CUACA ANTARIKSA

ANALISIS KETINGGIAN ORBIT SATELIT LAPAN-TUBSAT SETELAH SATU TAHUN BEROPERASI

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1994

Fisika EBTANAS Tahun 1994

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T )

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010

Copyright all right reserved

Pilihlah Jawaban yang Tepat.

D. 6 E. 8. v = 40ms -1 Ep =?

PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF

D. 80,28 cm² E. 80,80cm²

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon

METODE NON-LINIER FITTING UNTUK PRAKIRAAN SIKLUS MATAHARI KE-24

Pertanyaan Final (rebutan)

IDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN

TELAAH PROPAGASI GELOMBANG RADIO DENGAN FREKUENSI 10,2 MHz DAN 15,8 MHz PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO BANDUNG WATUKOSEK DAN BANDUNG PONTIANAK

Dari tabel di atas pasangan besaran dan satuan yang tepat adalah. A. 1 dan 2 B. 1 dan 3 C. 1 dan 4 D. 2 dan 3 E. 2 dan 4

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

3. (4 poin) Seutas tali homogen (massa M, panjang 4L) diikat pada ujung sebuah pegas

Antiremed Kelas 12 Fisika

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

PAKET SOAL 1.c LATIHAN SOAL UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012

PENENTUAN SIKAP SATELIT BERDASARKAN DISTRIBUSI ARUS LISTRIK PADA PANEL SURYA SATELIT LAPAN-TUBSAT

ANCAMAN BADAI MATAHARI

KARAKTERISTIK DATA TLE DAN PENGOLAHANNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI KORELASI STATISTIK INDEKS K GEOMAGNET REGIONAL MENGGUNAKAN DISTRIBUSI GAUSS BERSYARAT

FISIKA 2014 TIPE A. 30 o. t (s)

FISIKA 2015 TIPE C. gambar. Ukuran setiap skala menyatakan 10 newton. horisontal dan y: arah vertikal) karena pengaruh gravitasi bumi (g = 10 m/s 2 )

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1995

PENGARUH LINGKUNGAN PADA TEKNOLOGI WAHANA ANTARIKSA

A. 100 N B. 200 N C. 250 N D. 400 N E. 500 N

SNMPTN 2011 FISIKA. Kode Soal Gerakan sebuah mobil digambarkan oleh grafik kecepatan waktu berikut ini.

Xpedia Fisika. Soal Fismod 2

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1.

SOAL PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 Pekan V Dosen Penguji : Dr. Rinto Anugraha

Pembahasan Soal Gravitasi Newton Fisika SMA Kelas X

Xpedia Fisika DP SNMPTN 05

Soal Prediksi dan Try Out UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012. Disusun Sesuai Indikator Kisi-Kisi UN Fisika SMA

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

Atmosf s e f r e B umi

STUD! PENGARUH SPREAD F TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI RADIO

PERBANDINGAN PERHITUNGAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI SEKITAR STASIUN TANGERANG (175 4'BT; 17 6'LS)

Mata Pelajaran : FISIKA

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

PERSIAPAN UJIAN AKHIR NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2008/2009 LEMBAR SOAL. Mata Pelajaran : Fisika. Kelas/Program : IPA.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Antiremed Kelas 12 Fisika

D. (1) dan (3) E. (2)

Transkripsi:

PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DAN GEOMAGNET TERHADAP KETINGGIAN ORBIT SATELIT Nizam Ahmad Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN Email: nizam@bdg.lapan.go.id ABSTRACT The sun is the main source of changings in space environment. It is continuously emitting the radiation and energetic particles which influence the orbit of satellite and its instrumentation. It can be seen from solar activity (indicated by radiation flux Fioj) and geomagnetic activity (indicated by Ap index) which are used as space environmental parameters. Both parameters influence the altitude of satellites indirectly. It means that these parameters directly influence the atmosphere around satellite, result the drags which have opposite direction with satellite motion, caused decreasing the altitude. In this paper it can be seen that in the high solar activity, both parameters decreasing the altitude of satellite rapidly in LEO. In MEO, these effect are relatively small. It can be seen from some cases of satellites in LEO and MEO which are used in this research. ABSTRAK Matahari merupakan sumber utama perubahan lingkungan antariksa. Pancaran radiasi dan lontaran partikel energetik mempengaruhi orbit dan sistem instrumentasi satelit. Besarnya pengaruh ini tercermin dari aktivitas matahari (diindikasikan oleh fluks radiasi Fio,7) dan aktivitas geomagnet (diindikasikan oleh indeks Ap) yang menjadi parameter lingkungan antariksa. Namun pengaruh kedua parameter ini terhadap ketinggian satelit adalah tidak langsung dalam arti kedua parameter secara langsung mempengaruhi kerapatan atmosfer di sekitar satelit, menyebabkan terjadinya hambatan terhadap satelit dan ini berdampak pada penurunan ketinggian satelit. Dalam makalah ini dapat dilihat bahwa pada tingkat aktivitas matahari yang tinggi, pengaruh kedua parameter ini sangat dominan terhadap penurunan ketinggian satelit di orbit LEO. Sedangkan di orbit MEO, pengaruhnya relatif sangat kecil. Ini dapat dilihat pada beberapa kasus satelit yang mengorbit di ketinggian LEO dan MEO seperti yang dilakukan dalam penelitian ini. 1 PENDAHULUAN Matahari sebagai sumber pengaruh utama terhadap lingkungan antariksa secara berkesinambungan memancarkan energi elektromagnet dan partikel bermuatan listrik. Superimposisi dari emisi ini mengakibatkan peningkatan radiasi elektromagnet (khususnya sinar-x, Ekstrim Ultra Violet (EUV) dan panjang gelombang radio) serta peningkatan arus partikel bermuatan. Hal ini secara otomatis akan mempengaruhi lingkungan antariksa dan berdampak pada radar, sistem komunikasi dan sebagainya. Gambaran tentang pengaruh matahari ini dapat dilihat pada Gambar 1-1. Radiasi matahari mengandung sejumlah energi. Energi yang dipancarkan mengendap di atmosfer bagian atas bumi melalui sinar-x, EUV dan tumbukan partikel yang menyebabkan pemanasan atmosfer hingga mengakibatkan atmosfer mengembang dan kerapatan atmosfer mengalami kenaikan. Akibatnya terjadi semacam hambatan atmosfer (drag) pada satelit (Hasting et al., 1996). 67

Bagi satelit yang berada pada ketinggian orbit rendah, hambatan ini memiliki arah yang berlawanan dengan arah gerak satelit. Hambatan ini menyebabkan penurunan ketinggian satelit dan peningkatan laju orbitnya sehingga satelit mengalami perubahan posisi dari posisi semula Besarnya percepatan akibat hambatan ini dapat dilihat melalui persamaan 1-1. CD = koefisien hambatan A = luas penampang satelit (m 2 ) m = massa satelit (kg) V = kecepatan satelit (km/s) Hambatan atmosfer pada ketinggian orbit rendah (150-1000 km) merupakan parameter kunci dalam melakukan prediksi terhadap kala hidup wahana, parameter orbit, kebutuhan bahan bakar dan limit roda momentum pada satelit. Secara umum, dampak akibat hambatan atmosfer ini adalah lokasi satelit yang tidak akurat yang dapat menghambat atau mengurangi kecepatan proses commanding atau transmisi data pada satelit komunikasi, prediksi deorbit satelit menjadi tidak akurat serta 68

besarnya biaya manuver pemeliharan [maintenance maneuver) satelit yang harus dikeluarkan. Orbit suatu satelit bergantung pada kondisi lingkungan antariksa di ketinggian satelit tersebut. Dalam hal ini, terdapat dua parameter yang digunakan untuk memperkirakan orbit suatu satelit yaitu indeks radiasi Fioj (radiasi elektromagnetik) dan indeks geomagnet Ap (partikel energi rendah-menengah). Dalam makalah ini akan dilihat besarnya pengaruh aktivitas matahari (diindikasikan oleh Fioj) dan aktivitas geomagnet (diindikasikan oleh Ap) terhadap ketinggian orbit satelit di ketinggian orbit rendah bumi LEO (150 km - 1000 km) dan orbit menengah bumi MEO (1000 km - 36000 km). 2 DATA DAN PENGOLAHAN 2.1 Indeks Fio,? Indeks F10.7 digunakan untuk mengukur tingkat aktivitas matahari yang diamati pada panjang gelombang 10,7 cm (2800 MHz). Ini merupakan indikator yang sangat baik untuk menghitung besar energi sinar-x dan EUV yang dipancarkan matahari dan energi yang terendap di atmosfer atas. Variasi Fio,7 diduga mengikuti variasi fluks EUV, dimana EUV sendiri bervariasi sebesar 50 sfu pada saat aktivitas matahari minimum (R minimum) hingga 240 sfu pada saat aktivitas matahari maksimum (R maximum) serta bervariasi mengikuti siklus matahari 11 tahun (Wertz, 2001). Data- data F107 yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data Fioj dari tahun 1947 hingga tahun 2005 (NOAA, 2006). Variasi indeks Fio,7 ini dapat dilihat pada Gambar 2-1. 2.2 Indeks Ap Indeks Ap digunakan untuk mengukur energi yang mengendap di atmosfer atas akibat tumbukan partikel bermuatan. Indeks ini berkaitan dengan badai geomagnet dan merupakan representasi dari gangguan medan magnet induksi yang disebabkan perubahan angin matahari dan efek pemanasan yang berkorelasi dengan variasi jangka pendek atmosfer atas. Nilai Ap ini bersesuaian dengan variasi maksimum medan magnet permukaan bumi di lintang menengah yang dihitung dalam periode 3-jam. Variasi indeks Ap ini berkisar dari 0 (aktivitas matahari minimum) hingga 400 (aktivitas matahari maksimum). Data-data Ap yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data Ap dari tahun 1957 hingga tahun 2005 (NOAA, 2006). Variasi nilai indeks Ap ini dapat dilihat pada Gambar 2-2. Puncak dalam indeks Fio,7 bersesuaian dengan tingkat aktivitas maksimum matahari. Kondisi ini menyebabkan kenaikan kerapatan di atmosfer karena meningkatnya temperatur di atmosfer atas. Naiknya kerapatan ini semakin memperbesar hambatan pada satelit. Gambar 2-2:Variasi indeks Ap 3010 69

Untuk melihat besarnya pengaruh Fio,7 dan indeks Ap terhadap ketinggian orbit suatu satelit dilakukan dengan melihat variasi ketinggian orbit satelit pada setiap aktivitas matahari. Dalam hal ini indeks Fio,7 dan indeks Ap merupakan representasi dari aktivitas matahari. Dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB 7.0, dilakukan plot grafik pada variasi ketinggian orbit satelit, indeks Fio,7 dan indeks Ap. Dari grafik ini dilakukan analisis pengaruh indeks Fioj dan indeks Ap terhadap ketinggian orbit satelit. 2.3 Ketinggian Orbit Satelit Data-data ketinggian orbit satelit diperoleh dari data-data Two Line Elements (TLE) melalui situs www.space-track.com. Data-data ketinggian orbit ini tidak diperoleh secara langsung melalui data TLE, karena data TLE hanya memberikan informasi mengenai inklinasi (i), right ascencion of ascending node (Q), argument of perigee (a), eksentrisitas (e), periode (T) dan mean anomaly (M). Ketinggian orbit (h) dan semi major axis satelit (a) diperoleh melalui persamaan astrodinamika berikut dengan menggunakan data-data orbit TLE sebagai masukan (input). dengan (2-1) (2-2) r =jarak satelit dari titik pusat bumi Re =jari-jari ekuator bumi «6378,14 km p. =Konstanta gravitasi =3,986.10 14 m 3 /s 2 Data-data peluncuran dan peluruhan (bagi satelit yang telah decay) dapat dilihat pada Tabel 2-1 (Spacetrack, org). TiungSAT 1, Bepposax, Oscar 9, Floating Potensial Probe, CZ-4 Deb dan SL-12 R/B merupakan satelit-satelit LEO sedangkan Pam-D Deb, Delta 2 R/B (1), dan Delta 4 Deb merupakan satelitsatelit MEO. Dengan mengembangkan kode program satelit TiungSAT 1 untuk masing-masing satelit, akan dilihat besarnya pengaruh F10.7 dan indeks Ap terhadap semi major axis satelit. Tabel 2-l:DATA-DATA SATELIT LEO DAN MEO Catalog Number 26548 Common Name TIUNGSAT 1 International Designator 2000-057D Country/ Organization MALA Launch Date 2000-09-26 Decay Date - 23857 12888 28896 23299 BEPPOSAX OSCAR 9 (UoSAT 11 FLOATING POTENTIAL PROBE PAM-D DEB 1996-027A 1981-100B 2000-078B 1992-039D IT UK US US 1996-04-30 1981-10-06 2005-1 1-30 1992-07-07 2003-04-29 1989-10-13 2006-02-25 2006-02-21 26331 28875 28712 27697 CZ-4 DEB DELTA 2 R/B(l) SL-12 R/B(AUX MOTOR) DELTA 4 DEB 1999-057HQ 2005-038B 2005-023F 2002-05 KJ PRC US CIS US 1999-10-14 2005-09-26 2005-06-24 2002-1 1-20 2006-02-10 2006-01-30 2006-01-30 2006-01-28 70

3 HASIL DAN PEMEAHASAN Berikut ini akan diperlihatkan profil variasi Semi Major Axis (SMA) satelit TiungSAT 1 (Malaysia) yang masih aktif dan beberapa satelit yang telah mengalami peluruhan ketinggian orbit (decay) serta pengaruh parameter aktivitas matahari Fio,7 dan aktivitas geomagnet Ap. Pengaruh kedua parameter ini akan terlihat jelas pada SMA satelit. Penurunan pada SMA satelit secara langsung menggambarkan penurunan ketinggian orbit satelit karena ketinggian orbit terkait dengan SMA melalui persamaan 2-1. Lebih jelasnya, pengaruh Fio,7 dan Ap terhadap ketinggian orbit satelit akan terlihat pada satelit-satelit yang telah mengalami peluruhan ketinggian [decay). Satelit-satelit yang digunakan sebagai rujukan di sini adalah satelitsatelit yang mengorbit di ketinggian orbit rendah bumi LEO dan orbit menengah bumi MEO yang data-data satelit ini dapat dilihat pada Tabel 2-1. Pada Gambar 3-2 dapat dilihat bahwa aktivitas matahari yang tinggi pada tahun 2000-an menyebabkan penurunan SMA satelit Bepposax secara drastis sebesar sekitar 50 km, begitu juga pada pertengahan tahun 2001 dan tahun 2002 sekitar 40 km dan 50 km. Pada tahun 2003-an, satelit ini mengalami decay dengan ketinggian perigee di bawah 200 km. Kala hidup orbit satelit ini hanya bertahan selama 7 tahun sejak peluncuran. Gambar 3-1: Profil SMA satelit TiungSAT 1 serta pengaruh Fio.7 dan indeks Ap 1S8I 19B2 1983 19B4 1995 1985 1937 19BB 1939 1990 Epoci Gambar 3-3: Profil SMA satelit Oscar 9 serta pengaruh Fio,7 dan indeks Ap icon 2001 2002 2003 Gambar 3-2: Profil SMA satelit Bepposax serta F,o,7 dan indeks Ap Secara umum pengaruh aktivitas matahari melalui parameter F10.7 dan Ap untuk satelit TiungSAT 1 cukup besar (Gambar 3-1). Tingkat aktivitas matahari yang tinggi pada tahun 2001-an menyebabkan ketinggian SMA turun sekitar 2 km, namun hal ini tidak menyebabkan terjadinya decay satelit TiungSAT 1. 2005 85 20059 200595 2035 200505 20051 2CC615 2005.2 Gambar 3-4: Profil SMA floating potensial probe 71

Pada Gambar 3-3, peningkatan aktivitas matahari pada puncak siklus 22 (-1981-1982) menyebabkan penurunan SMA satelit Oscar 9 sekitar 30 km, sedangkan peningkatan aktivitas matahari pada puncak siklus 23 ( -1989-1990) menyebabkan penurunan drastis dari ketinggian SMA sekitar 6950 km sampai akhirnya jatuh, dengan ketinggian perigee di bawah 200 km. Pada Gambar 3-4 terlihat laju penurunan ketinggian orbit yang sangat drastis. Selama periode 2005, terjadi penurunan SMA sekitar 31 km. Pada awal tahun 2006 satelit ini decay dengan ketinggian perigee akhir di bawah 200 km dan hanya bertahan di orbitnya sekitar 2 bulan sejak peluncuran. «1080 km) dan kecil kemungkinan menyebabkan peluruhan ketinggian orbit satelit. Pada awal tahun 2000, tingkat aktivitas matahari yang tinggi hanya menyebabkan penurunan SMA sekitar 100 km. Wahana ini dapat bertahan di orbitnya selama 14 tahun. Pada Gambar 3-6, aktivitas matahari mencapai puncak di awal tahun wahana CZ-4 Deb mengorbit. Pada pertengahan tahun 2000, Satelit mengalami penurunan SMA sekiar 19 km dan hanya bertahan di orbit selama 6 tahun dengan ketinggian perigee akhir di bawah 300 km. 1057 300575 JOBS8 20X65 30059 200555 2036 2005.05 2C0B 1 200SI5 Gambar 3-7: Profil ketinggian delta 2 R/B(l) 15S3 1994 1935 1998 2000 2002 2034 2008 20BB Gambar 3-5: Profil SMA Pam-D Deb serta pengaruh Fio,7 dan indeks Ap Gambar 3-8: Profil SMA SL-12 R/B 2X1 200? 2003 2004 2CCS Gambar 3-6: Profil SMA CZ-4 Deb serta pengaruh Fio,7 dan indeks Ap Pada Gambar 3-5 terlihat bahwa satelit bertahan di orbit cukup lama. Tingkat aktivitas matahari pada tahun awal satelit mengorbit relatif sedang (Fio,7 * 150 sfu dengan ketinggian orbit Pada Gambar 3-7, dapat dilihat bahwa satelit mengalami peluruhan secara kontinu. Satelit ini memiliki ketinggian awal sekitar 1200 km. Satelit ini diluncurkan pada bulan September 2005 di awal siklus 24. Selama periode 2005, satelit mengalami penurunan total SMA sekitar 290 km. Satelit ini tergolong satelit MEO. Kemungkinan peluruhan ketinggian disebabkan oleh faktor gangguan lain. 72

Satelit hanya bisa bertahan di orbitnya sekitar 4 bulan sejak peluncuran. Ketinggian wahana SL-12 R/B pada Gambar 3-8 meluruh dalam waktu yang cepat. Wahana bertahan di orbitnya kurang dari 1 tahun. Wahana SL-12 R/B di tempatkan pada ketinggian awal 320 km dan merupakan satelit LEO. Dapat diperkirakan pengaruh aktivitas matahari pada orbit wahana ini relatif besar dan pada ketinggian ini hambatan atmosfer juga bernilai besar. Gambar 3-9: Profil SMA delta 4 Deb serta pengaruh Fio,7 dan indeks Ap Pada Gambar 3-9 terlihat penurunan SMA pada awal tahun 2003 sekitar 70 km. Wahana ini ditempatkan di ketinggian MEO dengan ketinggian awal sekitar 10.190 km. Pada saat awal wahana mengorbit, tingkat aktivitas matahari dan geomagnet relatif kecil. Wahana bertahan di orbitnya selama 3 tahun. Kemungkinan orbit ini meluruh disebabkan faktor gangguan lain. Besarnya pengaruh gaya gangguan pada masing-masing satelit tersebut sangat bervariasi. Untuk satelit TiungSAT 1 (Gambar 3-1), pengaruh kedua parameter ini cukup besar. Aktivitas matahari yang cukup besar di awal satelit ini mengorbit tidak menyebabkan peluruhan ketinggian secara cepat. Satelit TiungSAT 1 ditempatkan pada inklinasi 64,5 (semi aquatorial) dengan ketinggian awal 640 km. Penempatan satelit yang tepat di orbitnya mengurangi dampak peluruhan ketinggian satelit TiungSAT 1 ini. Untuk satelit Bepposax (Gambar 3-2), Oscar 9 (Gambar 3-3) dan CZ-4 Deb (Gambar 3-6), aktivitas matahari menyebabkan peluruhan ketinggian satelit secara drastis. Satelit Bepposax di tempatkan pada inklinasi 3,95 (equatorial) dan ketinggian awal 580 km, satelit Oscar 9 di tempatkan pada inklinasi 97,51 (near polar) dan ketinggian awal 530 km, wahana CZ-4 Deb memiliki inklinasi 98 (near polar) dan ketinggian awal 810 km. Pada ketinggian sekitar 500-800 km, kerapatan atmosfer bernilai sekitar 4,89.10-13 - 9,63.10 15 kg/m 3 (Wertz, 2001). Dalam keadaan aktivitas matahari minimum, penempatan satelit di wilayah tersebut cukup aman karena kerapatan atmosfer relatif kecil. Kenyataan memperlihatkan satelit mengalami peluruhan secara drastis yang berarti pada periode awal satelit mengorbit, aktivitas matahari cukup tinggi. Wahana Delta 4 Deb (Gambar 3-9) memiliki inklinasi 16,9 dan ketinggian awal 10.190 km. Di MEO peluruhan ketinggian karena fluks radiasi Fioj dan indeks geomagnet Ap relatif kecil sekali. Peluruhan ketinggian di daerah ini umumnya berasal dari sabuk radiasi Van Allen, yaitu sabuk radiasi yang terdiri dari partikel elektron, proton dan ion-ion atom berat (heauier atomic ions) yang terperangkap dalam medan magnet bumi. Namun perlu juga diperhitungkan faktor gangguan lain selain sabuk radiasi ini seperti kegagalan fungsi sistem wahana yang berdampak pada operasionalnya, dll. Pada kasus wahana Pam-D Deb (Gambar 3-5) dapat dilihat pada awal wahana mengorbit, tingkat aktivitas matahari dan geomagnet relatif sedang. Peluruhan ketinggian kemungkinan berasal dari sabuk radiasi Van Allen atau gaya gangguan lain. Wahana ini decay dengan ketinggian perigee akhir di bawah 400 km. Wahana Floating Potensial Probe (Gambar 3-4) dan SL-12 R/B (Gambar 3-8) diperkirakan bahwa peluruhan ketinggian orbit wahana tersebut disebabkan oleh aktivitas matahari yang cukup tinggi. Hal ini berdasarkan dugaan adanya 73

kemiripan pola gangguan pada satelitsatelit LEO. Untuk wahana Delta 2 R/B (1) (Gambar 3-7), peluruhan ketinggian dari aktivitas matahari relatif kecil dan kemungkinan disebabkan oleh gaya gangguan lain. Dalam keadaan matahari minimum, kecil kemungkinan orbit terganggu oleh aktivitas matahari. Bila ada gangguan orbit, hal ini mungkin disebabkan oleh pengaruh gangguan lain yang berasal dari gravitasi bumi seperti efek bumi pepat atau gangguan rutin dari flux proton yang biasa terjadi pada saat satelit melintasi daerah South Atlantic Anomaly (SAA) (Tribble, 2003) 4 KESIMPULAN Pengaruh aktivitas matahari yang dapat dilihat melalui parameter Fioj dan indeks Ap berbeda untuk masingmasing ketinggian. Pada tingkat aktivitas matahari yang tinggi secara dominan menyebabkan peluruhan ketinggian satelit di orbit rendah bumi LEO, sedangkan pada orbit menengah bumi MEO peluruhan ketinggian akibat aktivitas matahari dan geomagnet relatif kecil. Pengaruh dominan kemungkinan berasal dari sabuk radiasi Van Allen dan gaya gangguan lain seperti kesalahan sistem pada wahana yang berdampak pada operasional satelit. DAFTAR RUJUKAN Hasting D., Garret H., 1996. Spacecraft Environment Interaction, Cambridge University Press. NOAA, 2005. Space Environment, http://www. sec.noaa.gov/juni. Space-track, 2006. Catalog Number, http:// www.space_track.org/ Oktober. Tribble, A. C, 2003. The Space Environment: Implications for Spacecraft Design, 2 nd Ed. Princeton, NJ: Princeton University Press. Wertz, J. R., 2001. Mission Geometry : Orbit and Constellation Design and Management, Kluwer Academic Publishers. 74