BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Sejak berdiri, wilayah Indonesia dihuni oleh berbagai kelompok etnik,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering terjadi bahkan di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia, sesuatu yang sangat unik, yang tidak dimiliki oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering

BAB I PENDAHULUAN. dari hasil pemekaran Kabupaten Pasaman berdasarkan UU No.38 Tahun dasar Bhineka Tunggal Ika, memiliki makna yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bantuan dari sesama di sekitarnya, dan untuk memudahkan proses interaksi manusia

BAB I PENDAHULUAN. ciri khas dari Indonesia. Kemajemukan bangsa Indonesia termasuk dalam hal. konflik apabila tidak dikelola secara bijaksana.

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. interaksi manusia antara lain imitasi, sugesti, simpati, identifikasi, dan empati.

BAB II GAMBARAN UMUM

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

I. PENDAHULUAN. terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Simalungun, Pakpak, Mandailing, dan Angkola. Masyarakat tersebut pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara dengan ibu kotanya Medan. Sumatera Utara terdiri dari 33. dan Dokumentasi Ornamen Tradisional di Sumatera Utara:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Angkola, Tapanuli Selatan dan Nias. Dimana setiap etnis memiliki seni tari yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan majemuk yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

I. PENDAHULUAN. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Repubik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku

BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia memiliki suku, adat istiadat, bahasa, agama, ras, seni dan

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebudayaan yang berbeda-beda. Akibat dari pertemuan antar etnik ini

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki ciri khas yang menjadi identitas bagi mereka. Cimpa, terites, tasak telu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kemajemukan

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. Utara.Sumatera Utara juga memiliki kebudayaan yang beragam.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisasi.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,

2015 NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT ETNIS MINANGKABAU SEBAGAI PEDAGANG DI PASAR AL-WATHONIYAH, CAKUNG, JAKARTA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Pak-pak, Toba, Mandailing dan Angkola. (Padang Bolak), dan Tapanuli Selatan (B. G Siregar, 1984).

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Pada umumnya mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya

Bab 1. Pendahuluan. berasal dari nama tumbuhan perdu Gulinging Betawi, Cassia glace, kerabat

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan manusia sudah mempunyai naluri untuk hidup berkawanan, sehingga

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECAMATAN RUMBAI PESISIR. orang jawa yang masuk dalam Wilayah Wali Tebing Tinggi. Setelah itu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. keturunan, seperti penarikan garis keturunan secara patrilineal artinya hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda.

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

I. PENDAHULUAN. mempunyai cara-cara hidup atau kebudayaan ada di dalamnya. Hal

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG. wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau yang memiliki luas 531,22 km²

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahan ajar merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran. Bahan

BAB I PENDAHULUAN. tradisi dan budaya yang sangat tinggi. Bahasa merupakan Sistem lambang bunyi

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan.

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik semua kebudayaan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa

BAB I PENDAHULUAN. Mandailing, dan Batak Angkola. Kategori tersebut dibagi berdasarkan nama

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beraneka ragam Suku. Salah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan memiliki sekitar 500-an suku bangsa. Sejak berdiri, wilayah Indonesia dihuni oleh berbagai kelompok etnik, agama dan ras yang hidup bersama dalam suatu wilayah Indonesia. Keanekaragaman yang berbeda-beda menjadi kekayaan bangsa Indonesia, setiap suku yang ada didalamnya memiliki ciri-ciri dan latar belakang kebudayaan yang berbeda yang berjajar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia memiliki lima buah pulau besar yaitu Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan banyak lagi pulau-pulau kecil yang ditempati oleh masyarakat Indonesia. Pulau-pulau tersebut ditempati oleh suku-suku yang beranekaragam dengan bahasa, sikap, dan budaya yang mencirikan jati diri mereka. Bangsa Indonesia tetap menjunjung tinggi BHINEKA TUNGGAL IKA yaitu meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu jua, yang artinya bahwa masyarakat Indonesia menghormati setiap perbedaan yang dimiliki oleh setiap suku bangsa yang ada didalamnya. Budaya dan kebiasaan yang khas pada suatu suku bangsa merupakan salah satu ciri untuk membedakan antara suatu suku bangsa dengan suku bangsa yang lain. Kekhasan itu dapat dianggap sebagai kebudayaan dari suku bangsa yang bersangkutan. Keberagaman budaya yang dimiliki masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah sebuah potensi untuk membentuk identitas kita sebagai bangsa Indonesia (Wirutomo, 2012:87).

Kebudayaan suku bangsa salah satunya adalah tingkah laku atau prilaku manusia baik dalam kehidupan sehari-harinya, maupun caranya ia berhubungan dengan orang lain, karena hal tersebut menimbulkan interaksi. Setiap tindakan yang ditunjukkan dari setiap suku bangsa yang berbeda biasanya akan menimbulkan pola interaksi yang berbeda pula, seturut dengan latar belakang budaya yang mereka miliki masing-masing. Manusia memiliki naluri untuk senantiasa berhubungan dengan sesamanya. Hubungan yang berkesinambungan tersebut menghasilkan pola pergaulan yang dinamakan pola interaksi sosial. Manusia memiliki sifat yang dapat digolongkan ke dalam manusia sebagai makhluk sosial artinya dituntut untuk menjalin hubungan sosial dengan sesamanya. Hubungan sosial merupakan salah satu hubungan yang harus dilaksanakan, mengandung pengertian bahwa dalam hubungan itu setiap individu menyadari tentang kehadirannya di samping kehadiran individu lain. Hal ini disebabkan bahwa dengan kata sosial berarti hubungan yang berdasarkan adanya kesadaran yang satu terhadap yang lain, di mana mereka saling berbuat, saling mengakui dan saling mengenal atau mutual action dan mutual recognition. Manusia sebagai makhluk sosial, dituntut pula ada kehidupan berkelompok, sehingga keadaan ini mirip sebuah community, seperti desa, suku bangsa dan sebagainya yang masing-masing kelompok memiliki ciri yang berbeda satu sama lain (Santosa, 1999:13). Tidak dipungkiri bahwa selama manusia itu masih hidup maka manusia tersebut akan melakukan interaksi antara satu dengan yang lainnya. Hal tersebut menunjukan bahwa manusia tersebut adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa manusia lain. Interaksi merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-

aktivitas sosial. Melalui interaksi tersebut maka manusia mampu mengevaluasi dirinya. Kehidupan masyarakat yang setiap harinya melakukan aktivitas guna kelangsungan hidup, dimana interaksi terjadi melalui kontak sosial dan komunikasi. Manusia senantiasa untuk bertemu dan berkomunikasi dengan orang yang ada di sekitarnya. Arti penting dari komunikasi adalah bahwa seorang memberikan tafsiran pada prilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerakgerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Kontak sosial terjadi apabila orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut. Melalui komunikasilah masyarakat akan menjalin kerja sama (Soekanto, 1990:67). Salah satu penelitian yang menunjukkan kehidupan masyarakat yang majemuk dalam penelitian Novendra dan kawan-kawan dalam buku Integrasi Nasional di Daerah Riau Suatu Pendekatan Budaya tentang hubungan sosial penduduk asal dengan pendatang yaitu masyarakat Melayu dan Banjar. Terjalinnya hubungan sosial menimbulkan kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan. Bidang ekonomi misalnya, interaksi terjadi di pasar. Pedagang di pasar Tembilahan adalah orang-orang Banjar, hanya sebagian kecil dari Cina dan Minang. Para penduduk melayu yang bertindak sebagai pembeli, berinteraksi dengan parapenjual dari Banjar. Bentuk kerja sama lain terlihat dalam lingkungan tempat tinggal yang membaur dengan lingkungan RT atau RW dan membentuk kelompok arisan. Dari bidang sosial kerjasama mereka terlihat pada peristiwaperistiwa hari raya, pesta perkawinan atau sunat Rasul, upacara keagamaan, siskamling dan gotong-royong. Secara keseluruhan bahwa interaksi masyarakat

Melayu dan Banjar baik, akrab dan saling tenggang rasa diakibatkan karena pemukiman mereka yang membaur dan mereka memiliki satu keyakinan agama (Novendra dkk, 1995/1996 : 25-26). Contoh kasus di atas yang membahas pola interaksi masyarakat Banjar dan Melayu memperlihatkan meskipun mereka memiliki banyak perbedaan baik dari kebudayaan dan prilaku namun tetap saja mereka dapat bekerjasama dalam aktivitas sehari-hari. Hal tersebut dipengaruhi juga oleh kondisi tempat tinggal mereka yang membaur dan keyakinan yang sama, namun bagaimana pola interaksi masyarakat jika masyarakat Indonesia yang melakukan migran hidup di suatu daerah dengan banyak perbedaan dan dalam lingkungan tempat tinggal yang tidak membaur. Tidak semua hubungan antar kelompok etnik mengarah kepada konflik. Keberagaman kelompok etnik dan perbedaan budaya yang ada dalam suatu masyarakat juga dapat menghasilkan hubungan kerja sama, bahkan pembauran antar kelompok etnik dalam interaksi sehari-hari secara alamiah. Dalam konteks sehari-hari kita juga dapat merasakan perbedaan budaya dan keberagaman kelompok etnik tidak serta merta menjadi halangan dalam berinteraksi. Hal itu justru merupakan potensi masyarakat yang secara positif dapat dikembangkan sebagai unsur-unsur pembentuk identitas masyarakat Indonesia (Wirutomo, 2012:88). Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang terdapat di Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis yaitu Batak, Angkola atau Mandailing, Melayu dan Nias, serta terdapat juga berbagai daerah di dalamnya. Kabupaten Karo merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara. Karo merupakan sebuah suku yang mendiami Dataran Tinggi Karo. Suku Karo yang

dalam bahasa aslinya disebut Kalak Karo merupakan salah satu suku asli di Sumatera Utara. Suku ini memiliki bahasanya sendiri, yaitu bahasa Karo atau Cakap Karo dan aksaranya sendiri. Bramderisco. 2010. Suku Karo http://bramderisco.wordpress.com/tag/suku karo/. diakses 7 Maret 2014, pukul 21.31 WIB. Kabanjahe sebagai Kecamatan sekaligus ibu kota Kabupaten Karo merupakan salah satu wilayah yang memiliki masyarakat majemuk. Kabanjahe dominan ditempati oleh masyarakat asli suku Karo dan beberapa suku pendatang lainnya. Suku Karo ini mempunyai adat istiadat yang sampai saat ini terpelihara dengan baik dan sangat mengikat bagi suku Karo sendiri. Masyarakat Karo kuat berpegang kepada adat istiadat yang luhur, merupakan modal yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembangunan. Dilihat dari letak geografis Tanah Karo maka mata pencarian utama masyarakat Karo adalah pertanian dan peternakan. Penduduk asli di daerah Kabanjahe adalah masyarakat Suku Karo. Meskipun di Kabanjahe didomisili oleh masyarakat Suku Karo, namun tidak terpungkiri persebaran masyarakat baik dari kalangan Suku lain juga tetap terjadi. Hal tersebut dapat dilihat dari keanekaragaman masyarakat yang tinggal dan bekerja di Kabanjahe. Suku Karo yang merupakan mayoritas dari penduduk Kabanjahe, yaitu 60% dari keseluruhan penduduk kota ini. Selain dari Suku Karo masih ada suku-suku lain di Kabanjahe, seperti Suku Toba, Simalungun, Dairi, Minangkabau, Jawa dan Cina. Payung, 1981. Pelapisan sosial di Kabanjahe. Jakarta: UI FISIP http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=91277&lokasi=lokal, diakses pada tanggal 7 Maret 2014, pukul 2.26 WIB.

Persebaran masyarakat yang berasal dari suku lain menjadikan semakin tingginya keanekaragaman di wilayah Kabanjahe dan semakin memungkinkan adanya interaksi sosial didalamnya. Sejauh ini meskipun pulau Sumatera memiliki berbagai macam suku namun hingga saat ini belum pernah ditemukan konflik antara suku didalamnya. Demikian juga dengan daerah Kabanjahe yang penduduk aslinya adalah Suku Karo yang hingga pada saat ini juga belum pernah ditemukan kerusuhan antar etnik. Terlihat meskipun dengan beranekaragam suku yang ada didalamnya menjadikan interaksi masyarakat semakin meningkat dan hidup saling menghormati perbedaan. Dapat diartikan bahwa dengan keanekaragaman tersebut tidak menjadi konflik bagi masyarakat. Masyarakat yang tinggal di Kabanjahe terdiri dari berbagai ragam etnik, bukan hanya Suku Karo. Hal tersebut di buktikan dengan banyaknya dijumpai rumah peribadatan masyarakat baik Mesjid dan bangunan Gereja suku seperti GBKP (Gereja Batak Karo Protestan), GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun ), HKBP (Huria Kristen Batak Protestan), keragaman suku yang meningkatkan tingkat interaksi juga terdapat di daerah Tiga Binanga yang merupakan salah satu daerah Kecamatan di wilayah Kabanjahe. Penduduk asli masyarakat Tiga Binanga adalah Suku Karo atau diidentikkan dengan etnis yang lebih dahulu menghuni teritori pemukiman. Mereka hidup dengan bekerja sebagai petani dan akrab dengan alam. Kehidupan masyarakat di Kecamatan Tiga Binanga tetap mempertahankan nilai-nilai budaya Karo. Kehidupan masyarakat yang terdapat di Kelurahan Tiga Binanga Kecamatan Tiga Binanga yang menjadi tuan tanah (host population) dengan sistem kebudayaan yang masih kental dengan peradatan. Artinya terdapat budaya karo yang menjunjung nilai kekerabatan

hingga saat ini tetap dipertahankan yang biasa disebut dengan sangkep nggeluh. Yaitu suatu sistem kekeluargaan pada masyarakat Karo yang secara garis besar terdiri atas senina, anak beru dan kalimbubu (Tribal Collibium) ( Prinst, 2008:43). Masyarakat Suku Karo memiliki lahan perladangan yang luas karena nenek moyang mereka merupakan pembuka tanah (Host Population) di wilayah Tiga Binanga. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan sejarah berdirinya wilayah Kelurahan Tiga Binanga yang dahulunya dikepalai oleh Ngadang Sebayang yang menjadi pemimpin selama empat dasawarsa di Kelurahan Tiga Binanga. Hingga saat ini yang menjadi tuan tanah di wilayah Kelurahan Tiga Binaga adalah bermarga Sebayang yang merupakan keturunan dari Ngadang Sebayang yang menjadi pembuka Kelurahan tersebut. Menjabat menjadi Kepala Kampung selama 46 tahun menjadikan keturunan dari beliau memiliki warisan tanah yang luas, hingga sekarang masyarakat tetap mempertahankan sistem pertanian sebagai salah satu sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian. Irwan. 2011. Silima Merga. Tanah Karo. (http://silimamerga.blogspot.com/2011/02/gambaran umum kecamatan tiga binanga.html diakses pada tanggal 11 Februari 2014, pukul 8.29 WIB). Kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah Kelurahan Tiga Binanga dapat dikatakan memiliki semangat tinggi dalam bekerja. Terlihat hampir keseluruhan masyarakat bekerja keras guna meningkatkan pendapatan perekonomian untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Misalnya saja dilihat dari semangat kerja masyarakat Suku Karo, meskipun mereka memiliki lahan pertanian yang luas namun masyarakat tidak hanya sepenuhnya berprofesi sebagi petani. Masyarakat juga melakukan pekerjaan sampingan seperti membuka

usaha dagang, baik membuka pertokoan, rumah makan dan layanan sosial lainnya, ada juga masyarakat yang berjualan ketika tiba hari selasa yang merupakan hari pekan bagi masyarakat Kecamatan Tiga Binanga. Selain itu ada juga masyarakat yang membuat usaha home industry, misalnya seperti menganyam tikar, membuat kursi dari bahan bambu. Artinya masyarakat memiliki pekerjaan ganda sehingga membutuhkan orang lain guna membantu mengelola pekerjaannya. Berdasarkan hasil Badan Pusat Statistik (BPS) 2013 Kabupaten Karo, Kalvin Sitepu sebagai kordinator BPS Kecamatan Tiga Binanga menyatakan bahwa kondisi kehidupan sosial ekonomi meningkat di Kelurahan Tiga Binanga. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata pendapatan hasil panen masyarakat khususnya dari sektor pertanian ladang sawah yaitu mencapai 356 ton/ha/tahun. Jadi hal tersebut dapat menjadi salah satu pemicu banyaknya masyarakat yang berasal dari luar daerah Tiga Binanga tertarik untuk datang dan mencari pekerjaan. Peningkatan kehidupan sosial ekonomi penduduk Kelurahan Tiga Binanga dapat dilihat dari semakin tingginya kesadaran para masyarakat akan pentingnya peran pendidikan dalam memperbaiki kualitas kehidupan serta semakin bersemangatnya penduduk bekerja dalam upaya meningkatkan pendapatan ekomoni. Kalvin. 2013.Tiga Binanga dalam angka. Kabanjahe : BPS (http://karokab.bps.go.id/data/publikasi/kca030_13/files/search/searchtext.xml diakses 11 Februari 2014, pukul 21.00 WIB). Penduduk migran yang datang dan memasuki Kelurahan Tiga Binanga berasal dari suku Jawa, Batak Toba, Padang dan Nias. Beberapa suku yang ada di Sumatera seperti Suku Batak Toba, Padang dan Nias memiliki suatu ciri budaya merantau dan Kelurahan Tiga Binanga ini menjadi salah satu tempat bagi suku-

suku tersebut untuk mengadu nasib. Hal ini disebabkan karena masyarakat di Kelurahan Tiga Binanga memiliki lahan perladangan yang luas dan secara otomatis membutuhkan pekerja yang banyak guna mengerjakan kegiatan pertanian. Selain itu juga banyak ditemukan usaha-usaha masyarakat yang membutuhkan pekerja sehingga menjadi suatu peluang bagi penduduk migran untuk memperoleh pekerjaan. Peningkatan luas lahan panen masyarakat mencapai 676 ha/tahun serta hasil produksi mencapai 2407 ton/tahun. Kalvin. 2013.Tiga Binanga dalam angka. Kabanjahe : BPS (http://karokab.bps.go.id/data/publikasi/kca030_13/files/search/searchtext.xml diakses 11 Februari 2014, pukul 21.30 WIB). Hal tersebut menjadikan anggota keluarga tidak sanggup untuk mengerjakan pekerjaan ladangnya. Maka dari itu mereka membutuhkan banyak tenaga kerja guna membantu mereka dalam mengelola pekerjaannya. Pada awalnya kegiatan pertanian dikerjakan oleh kerabat atau keluarga sipemilik lahan secara bergotong-royong, namun sekarang justru migran tersebut yang mengambil alih sebagai pekerja. Penduduk lokal justru mengajak para migran untuk bekerjasama dengannya dalam mengelola lahan pertaniannya. Padahal penduduk lokal memiliki kerabat-kerabat yang dapat diajak untuk bekerja sama dalam megelola pekerjaan ladangnya. Namun penduduk lokal mempercayakan para migran yang tidak memiliki hubungan kekerabatan untuk bekerjasama. Hal yang menjadi sorotan lainnya adalah hubungan antara penduduk migran dengan penduduk lokal tersebut tidak hanya sebatas hubungan majikan dengan pekerja. Namun hubungan mereka menjadi terlihat lebih akrab satu dengan yang lainnya. Berawal dari interaksi yang kerap dilakukan sehingga memungkinkan juga timbulnya pola asimilasi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Maka dari itulah penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan pola asimilasi antara penduduk migran dengan penduduk lokal. Melalui penelitian ini,

diharapkan terlihat jelas adanya pola asimilasi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Termasuk didalamnya strategi adaptasi seperti apa yang dilakukan oleh penduduk migran sehingga mereka dapat membentuk kerja sama dan sistem kekerabatan dengan penduduk lokal yang ada di daerah Kelurahan Tiga Binanga. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang sudah dijelaskan melihat kondisi wilayah Kelurahan Tiga Binanga Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo yang memiliki jenis tanah yang subur dan penduduk lokal tersebut hidup dengan sistem peradatan yang masih kental. Namun kondisi wilayah saat ini terlihat ramai didatangi oleh penduduk migran yang berasal dari suku dan kebudayaan yang berbeda dengan penduduk lokal, namun dapat membentuk suatu sistem kekerabatan dan menjalin kerja sama. Untuk itu adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana Pola asimilasi penduduk Migran dengan Penduduk Lokal di Kelurahan Tiga Binanga Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo? 2. Bagaimana strategi adaptasi yang dilakukan oleh Penduduk Migran sehingga mampu menjalin kerja sama dan membentuk kekeluargaan dengan penduduk lokal di Kelurahan Tiga Binanga Kecamatan Tiga Binanga? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :

1. Dari analisa mengetahui bagaimana pola asimilasi penduduk Migran dan Penduduk Lokal yang ada di Kelurahan Tiga Binanga Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo serta bagaimana strategi yang mereka lakukan untuk membentuk kerja sama dan menjalin sistem kekerabatan. 2. Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti beserta para pembacanya guna meningkatkan pemahaman akan kehidupan masyarakat. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis a. Hasil penelitan ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi dalam pengembangan ilmu khususnya sosiologi Pedesaan, Sosiologi Keluarga dan Hubungan Antar-Kelompok. b. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber dan masukan bagi pembacanya guna lebih memahami kehidupan masyarakat sosial khususnya lebih mengetahui bagaimana pola asimilasi penduduk Migran dengan Penduduk Lokal serta bagaimana strategi yang dilakukan oleh pendatang migran sehingga membentuk kerja sama dan menjalin sistem kekerabatan di Kelurahan Tiga Binanga kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo. 1.4.2 Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan penulis dalam membuat karya ilmiah dan dapat menjadi bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

1.5 Definisi Konsep a. Asimilasi Asimilasi adalah Suatu proses sosial dimana seseorang diperhadapkan dengan kebudayaan asing dan kebudayaan asing tersebut disaring dan diterima namun kebudayaan asing tersebut tidak merubah kebudayaan aslinya. Dalam hal ini menjelaskan adanya asimilasi yang berawal dari interaksi sosial antara masyarakat lokal (Host Population) yaitu masyarakat Suku Karo dengan masyarakat Migran yang berasal dari Suku Jawa, Batak Toba, Padang dan Nias. Bermula dari interaksi sosial sehingga adanya proses asimilasi, setelah hal tersebut terealisasikan sehinnga memungkinkan terjadinya suatu proses amalgamasi di tengahtengah masyarakat. b. Penduduk Lokal Penduduk lokal merupakan masyarakat yang tinggal di dalam suatu daerah dengan tetap menerakpan kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka atau yang lebih dahulu menghuni teritori pemukiman (host population). Masyarakat lokal (asli) juga memiliki salah satu dari marga yang terdapat di wilayah tempat tinggalnya. Masyarakat memiliki lahan serta usaha-usaha yang membutuhkan bantuan orang lain dalam mengelola pekerjaannya. c. Penduduk Migran Penduduk migran adalah orang-orang yang melakukan migrasi. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lainnya dan perpindahan tersebut menyoroti bahwa di daerah tersebut lebih memiliki

potensi untuk mendapatkan pekerjaan guna memperbaiki tingkat prekonomian. Perpindahan tersebut juga cenderung menghasilakan proses amalgamasi di daerah yang ditempati. d. Strategi Adaptasi Strategi merupakan cara yang dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok untuk menghasilkan suatu fokus yang ingin dicapai. Dalam menjalankan strategi tersebut pasti ditemukan usaha dan kerjasama antara satu dengan yang lainnya. Adaptasi merupakan penyesuaian diri oleh penduduk migran dengan penduduk lokal. Dalam strategi adaptasi ini masyarakat migran datang dan menerapkan kebiasaan-kebiasaan serta aturan yang terdapat di wilayah tempat mereka merantau.