BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai berikut : Financial statement are the principal means through which

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TELAAH PUSTAKA. dikenakan atas laba kena pajak perusahaan. yang diterima atau yang diperolehnya dalam tahun pajak.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. pajak ini dikenakan atas laba kena pajak perusahaan. diperolehnya dalam tahun pajak.

BAB II LANDASAN TEORITIS. dan kinerja keuangan suatu entitas (Waluyo, 2012:9)

BAB II TELAAH PUSTAKA. Jendral Pajak dalam perhitungan laba fiskal. lebih lanjut oleh PSAK 46 (2002:4), yaitu:

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan. Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan

BAB II LANDASAN TEORI

b) transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian lain pada periode berjalan yang diakui pada laporan keuangan perusahaan.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak.

BAB II LANDASAN TEORI

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

PENERAPAN PSAK NO. 46 TENTANG AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN TERHADAP KOREKSI FISKAL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

MANAJEMEN PERPAJAKAN

AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

PPh terutang, Pajak penghasilan yang dihitung berbasis penghasilan kena pajak yang sesungguhnya dibayar kepada pemerintah, Beban Pajak Penghasilan Paj

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

RUGI LABA BIAYA FISKAL

BAB I PENDAHULUAN. sarana atau alat komunikasi perusahaan dengan pihak-pihak lain.

AKUNTANSI PERPAJAKAN. PSAK 46 : Standar Akuntansi atas PPh

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang akan

ACCOUNTING FOR INCOME TAX

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mardiasmo ( 2006 ) mendefinisikan, Pajak adalah iuran rakyat

ANALISIS PERBEDAAN LABA MENURUT UNDANG- UNDANG PAJAK PENGHASILAN NO.17 TAHUN 2000 DENGAN PSAK 17 PADA PT. CATUR SENTOSA ADIPRANA PEKANBARU

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pendahuluan. Definisi Pajak Kini dan Pajak Tangguhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

By Afifudin PSP FE Unisma 2

BAB I PENDAHULUAN. terutang dan yang telah dibayar sebagai mana telah ditentukan dalam

BAB II LANDASAN TEORI

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

BAB II LANDASAN TEORI. perusahaan yang mengajak orang lain untuk membeli barang dan jasa yang ditawarkan

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.

A. Pengertian Laporan Keuangan

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep Penghasilan Untuk Keperluan Perpajakan. diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TELAAH PUSTAKA

Pengertian aset tetap (fixed asset) menurut Reeve (2012:2) adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Ni Putu Lestari dan I.G.A.M Asri Dwija Putri (2015)

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

BAB II URAIAN TEORITIS. dilakukannya proses rekonsiliasi fiskal ini, maka Wajib Pajak tidak perlu

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Pajak Tangguhan. beserta Akun-akun Lainnya pada Laporan Keuangan PT UG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

AKUNTANSI PAJAK. Dr. B. Sundari, Hotel Amaroossa - Bandung, 2-3 may back to pg 26

Akuntansi Pajak Atas Liabilitas (Kewajiban)

Daftar Kuesioner. Peranan Perencanaan Pajak. ( Variabel X ) Menerapkan Peraturan Perpajakan. Dengan Benar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN. Pembagian Subjek Pajak. Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri SIAPA SUBJEK PAJAK?

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan

BAB II LANDASAN TEORI

MODUL V REKONSILIASI FISKAL

BAB II LANDASAN TEORI. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

Oleh Iwan Sidharta, MM.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERENCANAAN PAJAK (S1 AK ALIH JENIS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dilaporkan melalui laporan laba rugi (Income Statement) untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. 2007, UU PPh No. 36 Tahun 2008, UU KUP No. 28 Tahun objek objek ini dapat menjadi sumber data penelitian.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN FISKAL. Amanita Novi Yushita

KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN. Aris Munandar, SE., M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (principal) dengan manajemen (agent). Teori ini menjelaskan bahwa hubungan

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia,

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Laporan Keuangan Kieso dan Weygant (2001:3) mengungkapkan definisi laporan keuangan sebagai berikut : Financial statement are the principal means through which financial informations communicated to those outside an enterprise. There statements provide thefirm s history quantified in money terms Transaksi ekonomi yang terjadi selama satu periode akuntansi akan dicatat dan dirangkum yang kemudian akan dibuat laporan keuangan untuk pemakai informasi. Laporan keuangan digunakan sebagai perantara alat komunikasi antara perusahaan dengan pihak-pihak lain yang membutuhkan, baik yang ada di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan. Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan posisi keuangan. Pengungkapan informasi pada pihak luar yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi harus diungkapkan secara penuh (full disclosure principle) Menurut Schroeder (2001:114), pengungkapan tidak hanya pada laporan keuangan saja tetapi juga pada catatan atas laporan keuangan (notes to financial statement), informasi tambahan (supplementary information) dan juga other means of financial reporting, yang semua ini termasuk dalam proses pelaporan keuangan.

1. Tujuan Laporan Keuangan Dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan (SAK, 2002:3) disebutkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah: Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan, karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan. Jadi, tujuan utama dari penyusunan laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi. 2. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok menurut Standar Akuntansi Keuangan (2002 : 5-7), yaitu: a. Dapat dipahami Kualitas penting informasi yang ditampang dalam keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini Pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.

b. Relevan Informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Laporan keuangan memiliki kualitas relevan, apabila dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan, menegaskan, atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. c. Keandalan Informasi memiliki kualitas andal (reliable). Informasi memilki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (ledthful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. d. Dapat dibandingkan Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengientifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antarperusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan secara relatif. B. Perbedaan Laba Akuntansi dan Pajak Perhitungan laba akuntansi didasarkan pada prinsip akuntansi yang berlaku umum, seperti Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan International Accounting Standard (IAS) sedangkan laba kena pajak yang menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan dihitung berdasarkan peraturan

perpajakkan yang berlaku saat ini ( Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang : Pajak Penghasilan/PPh). Laba akuntansi maupun pajak didapat dari seluruh total penghasilan dikurangkan dengan seluruh total pengeluaran, maka baru didapatkan laba, sehingga dijelaskan lebih lanjut mengenai penghasilan maupun pengeluaran menurut akuntansi maupun menurut perpajakkan. Secara akuntansi, penghasilan (income) didefinisikan dalam SAK (2002:18) sebagai kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Penghasilan tersebut meliputi pendapatan (revenues) dan keuntungan (gains). Pendapatan merupakan aliran kas masuk atau kenaikan dalam aktiva,perlunasan hutang selama suatu periode yang berasal dari penyerahan atau pembuatan barang/jasa dan kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama perusahaan. Sedangkan keuntungan adalah peningkatan dalam aktiva yang berasal dari transaksi sampingan atau transaksi yang terjadi selama satu periode. Menurut perpajakkan, penghasilan merupakan salah satu objek pajak. Dalam Undang-Undang PPh Pasal 4 ayat (1) dijelaskan bahwa : Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pengertian penghasilan ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak merupakan ukuran terbaik kemampuan membayar.

Dilihat dari mengalirnya (inflow) tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi (Gunadi 2002:46) a. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan bebas b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan c. Penghasilan dari modal d. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan sebagainya. Pada intinya pengertian penghasilan antara akuntansi dan perpajakkan adalah sama, yang membedakan adalah dengan adanya PPh final dan penghasilan yang bukan objek pajak. Dalam perpajakkan, apabila suatu jenis penghasilan dkenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari objek pajak, penghasilan tersebut tidak digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum karena tingkat pemajakkan (level of taxing field) berbeda. Setelah mengetahui bagaimana penghasilan menurut akuntansi dan perpajakkan, maka dijelaskan pula pada pengeluaran (biaya-biaya) menurut akuntansi dan juga menurut perpajakkan lebih lanjut. Sehingga dapat lebih mengetahuinya lebih jelas perbedaan akuntansi dengan perpajakkan dari segi pengeluaran. Menurut akuntansi komersial, untuk tujuan perpajakkan tidak semua biaya yang boleh dan tidak boleh dkurangkan. Biaya-biaya yang dapat dikurangkan sesuai dengan ketentuan paal 6 ayat 1 Undang-Undang No.17 Tahun 2000, yaitu : 1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam

bentuk uang, bunga, sewa, royalty, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya adminstrasi dan pajak kecuali Pajak Penghasilan. 2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amoritas atas pengeluaran untuk memperoleh hak yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. 3. Iuran kepada dana pension yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. 4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. 5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing. 6. Biaya penelitian darn pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. 7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan. 8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: a) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial b) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan. c) Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus. d) Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Terdapat 5 persyaratan umum agar pengeluaran perusahaan dapat dibiayakan, yaitu (Gunadi 2002:108)

a. Bukan termasuk pengeluaran yang secara eksplisit tidak diperkenankan oleh ketentuan perpajakkan b. Harus dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan c. Bukan untuk keperluan pribadi atau sebagai pemakaian penghasilan d. Bukan merupakan pengeluran kapital e. Jumlah biaya wajar dan sesuai dengan praktik bisnis yang sehat Beban dalam SAK diakui apabila terjadi arus kas keluar (outflow) yang ditandai dengan penrunan manfaat ekonomis masa mendatang sehubungan dengan penurunan aktiva dan penambahan kewajiban yang tidak digunakan untuk kepentingan penanaman modal. Menurut Gunadi (2002:82), dalam peraturan perpajakkan tidak diatur secara khusus berkaitan dengan penentuan apakah suatu pengeluaran harus dicatat atau dibukukan sebagai aktiva atau beban. Hal tersebut diserahlan pada praktek akuntansi dan kelaziman bisnis. Dalam prakteknya saat peraturan perpajakkan menggunakan kata biaya maka arti sebenarnya mengarah ke beban. Ada dua perbedaan mengenai laba menurut akuntansi dan perpajakkan mengenai penghasilan maupun pengeluaran, yaitu : 1. Beda Tetap (Permanent Differences) 2. Beda Waktu/Temporer (TemporaryDifferences) 1. Beda Tetap (Permanent Differences) Pengertian Beda tetap (Permanent Differences) menurut Lumbantoruan (1996:74), yaitu : Beda tetap (Permanent Differences) adalah perbedaan pengakuan suatu pendapatan dan beban berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakkan dengan prinsip akuntansi (ekonomi perusahaan) yang bersifat permanen. Dengan demikian dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP), maka pendapatan dan beban yang termasuk beda tetap untuk seterusnya harus dikeluarkan.

Menurut Tjahjono (2000:559), elemen-elemen yang merupakan pos-pos yang membedakan antara akuntansi dan fiskal yang termasuk dalam perbedaan tetap/permanen adalah : 1. Penghasilan bunga dari bank 2. Biaya sumbangan, biaya dalam bentuk natura, denda/bunga pajak 3. Biaya entertainment 4. Fiskal Luar Negeri dan STP Pokok 5. Penghasilan deviden 1) Penghasilan bunga dari bank Salah satu unsur penghasilan di luar usaha dalam laporan laba/rugi adalah pendapatan bunga deposito bank. Pada akhir periode menurut akuntansi harus disajikan dalam perhitungan laba/rugi pada pos rekening pendapatan di luar usaha. Sedangkan menurut Undang-Undang Perpajakkan, dasar perlakuan penghasilan bunga bank sebagai berikut atas penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito sertifikat Bank Indonesia dipotong pajak penghasilan bersifat final 2) Biaya sumbangan, biaya dalam bentuk natura, denda/bunga pajak Standar Akuntansi menganut prinsip bahwa semua biaya dapat dibebankan atau dikurangkan dari penghasilan yang diperoleh perusahaan dalam periode akuntansi tertentu. Jadi biaya sumbangan, biaya dalam bentuk natura, denda/bunga pajak menurut Standar Akuntansi Keuangan merupakan arus kas keluar yang setiap periode harus dibebankan pada penghasilan. Sedangkan menurut peraturan perpajakkan tidak semua biaya-biaya dikeluarkan oleh perusahaan bisa dibebankan pada penghasilan pada periode waktu tertentu. Dalam menentukan besarnya penghasilan bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, biaya yang tidak boleh dikurangkan

adalah ; harta yang dihibahkan bantuan atau sumbangan dan warisan. Pengahasilan kena pajak yang diperhitungkan dalam suatu peiode tidak boleh membebankan biaya-biaya sebagai berikut : penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang berkaitan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Yang dimaksud dengan penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk kesejahteraan karyawan dalam bentuk barang atau pelayanan. Bagi perusahaan bukan merupakan biaya, sedangkan bagi karyawan atau penerima bukan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. Contoh : tunjangan dalam bentuk natura adalah tunjangan makan diberikan untuk karyawan dalam bentuk nasi bungkus dan minuman, pemberian jatah seragam pakaian kerja, pelayanan kesehatan untuk karyawan pada rumah sakit yang ditunjuk oleh perusahaan, transport untuk karyawan, dan lain-lain. 3) Biaya entertainment Biaya entertainment merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expenses) sepanjang ada hubungan dengan kegiatan wajib pajak dan dibuatkan daftar nominatifnya. Dengan demikian biaya entertainment yang tidak dilengkapi dengan daftar nominatifnya merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan. 4) Fiskal Luar Negeri dan STP Pokok Fiskal luar negeri dan STP pokok memang bukan merupakan biaya, tetapi ada pengeluaran (uang) yang dikeluarkan untuk memperoleh fiscal luar negeri tersebut maupun untuk membayar STP pokok pajak. Dalam akuntansi, kedua pengeluaran tersebut termasuk sebagai biaya, tetapi menurut peraturan

perpajakkan, keduanya tidak boleh biaya dan harus dikeluiarkan dalam komponen biaya, tetapi nantinya dapat menjadi kredit pajak dan menjadi pengurang atas pajak penghasilan yang dibayarkan. 5) Penghasilan deviden Untuk mengoptimalkan penggunaan dana, dana yang terpakai atau menganggur (idle fund) pimpinan perusahaan biasanya mempunyai kebijaksanaan untuk menginvestasikan dana yang ada dalam bentuk saham atau obligasi. Atas pembelian perusahaan akan memperoleh penghasilan berupa deviden. Menurut akuntansi komersial, penghasilan deviden merupakan bagian dari penghasilan yang pada akhir periode harus disajikan dalam laporan laba rugi. 2. Beda Waktu / Temporer (Temporary Differnces) Pengertian Beda Waktu / Temporer menurut Harnanto (2003 : 112), yaitu : Perbedaan antara dasar pengenaan pajak DPP dari suatu aktiva atau kewajiban dengan nilai tercatat aktiva atau kewajiaban tersebut, yang akan berakibat pada kenaikan atau bertambahnya laba fiskal pada periode mendatang (future taxable amount atau taxable temporary differences) atau berkurangnya laba fiskal periode mendatang (future deductible amount or deductible temporary differences), pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban diselesaikan atau dilunasi (settled). Adapun pengertian Beda waktu /temporer menurut Prabowo (2004:209) yaitu : Beda waktu / temporer perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban (biaya) tertentu menrut akuntansi dan perpajakkan dimana perbedaan ini mengakibatkan pergeseran pengakuan penghasilan dan biaya antara satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya.

Perbedaan temporer terjadi karena adanya perbedaan saat pengakuan beban dan penghasilan, antara perlakuan akuntansi dan perpajakkan dengan lampaunya waktu maka perbedaan periode pengakuan ini secara otomatis akan menjadi nihil (counter balanced) dengan sendirinya. Contoh perbedaan temporer misalnya cadangan piutang tidak tertagih, penggunaan metode penyusutan estimasi umur yang berbeda secara akuntansi komersial dengan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perpajakkan. Jadi perbedaan temporer tersebut timbul karena periode pengakuan yang berbeda antara akuntansi dan perpajakkan yang mungkin disebabkan karena penggunaan metode atau estimasi yang berbeda untuk keperluan akuntansi dan keperluan perpajakkan. Menurut PSAK No. 17 Par.9, penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dikelompokkan sebagai berikut : A. Berdasarkan wakktu 1. Metode Garis Lurus (straight line method) 2. Metode pembebanan yang menurun, termasuk di dalamnya adalah metode jumlah angka tahun (sum of the years digit method) dan metode saldo jumlah menurun/saldo menurun ganda (declining/double declining balance method) B. Berdasarkan penggunaan 1. Metode jam jasa (services hour method) 2. Metode jumlah unit produksi (productive output method) C. Berdasarkan kriteria lainnya 1. metode berdasarkan jenis dan kelompok (group and composite method) 2. metode anuitas (annuity method) 3. Sistem persediaan (inventory method) Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2000, aktiva digolongkan menjadi dua golongan yaitu golongan yang bukan bangunan yang dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok 1,2,3,4 dan golongan bangunan yang terdiri dari bangunan permanen dan bangunan tidak permanen

Metode yang biasa digunakan menurut peraturan perpajakkan untuk aktiva golongan bukan bangunan bisa menggunakan saldo menurun dan metode garis lurus dan golongan bangunan hanya boleh menggunakan metode garis lurus. Untuk setiap golongan aktiva berwujud 1,2,3,4 dan bangunan sudah ditentukan tarifnya berdasarkan jenis dan manfaat ekonomis aktiiva yang bersangkutan. Dalam Undang-Undang perpajakkan tidak memperhatikan nilai residu aktiva, dan disusutkan sampai harga perolehannya habis Dengan demikian, Karena adanya perbedaan cara penyusutan akuntansi dan pajak maka besarnya biaya penyusutan yang dibebankan pada satu tahun akan berbeda. Rekonsiliasi fiskal dilakukan untuk menyesuaikan penyusutan menurut akuntansi menjadi penyusutan menurut ketentuan pajak. Tabel 2.1 Tarif Penyusutan TARIF PENYUSUTAN Kelompok harta berwujud Masa Manfaat Garis Lurus I. Bukan Bangunan a. kelompok I 4 tahun 25% b. kelompok 2 8 tahun 12,5% c. kelompok 3 16 tahun 6,25% d. kelompok 4 20 tahun 5% II. Bangunan a. permanen 20 tahun 5% b. non permanen 10 tahun 10% Sumber : (Walluyo dan Wirawan B. Ilyas : 119) Saldo Menurun 50% 25% 12,5% 10% - -

C. Metode Penangguhan Pajak Penghasilan Metode alokasi pajak digunakan untuk mempertanggungjawabkan pengaruh-pengaruh pajak dan bagaimana pengaruh-pengaruh tersebut harus disajikan dalam laporan keuangan. Ada tiga metode untuk mengalokasikan pajak (Kieso dan Weygant, 2001;1067-1068) antara lain: (1) Deffered method (Metode Penangguhan) (2) Net-of-tax method (Metode Bersih dari Pajak) (3) Net-of-tax method (Metode Bersih dari Pajak) (1) Deffered method (Metode Penangguhan) Metode ini menggunakan pendekatan laba rugi (income statement approach) yang memandang perbedaan perlakuan antara akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang laporan laba rugi, yaitu kapan suatu transaksi diakui dalam laporan laba rugi baik dari segi komersial maupun fiskal. Pendekatan ini mengenai istilah perbedaan waktu perbedaan permanent. Hasil hitungan dari pendekatan ini adalah pergerakan yang akan diakui sebagai pajak tangguhan pada laporan laba rugi. Metode ini lebih menekankan malching principle pada periode terjadinya perbedaan tersebut. Namun, perkembangan dunia bisnis dan akuntansi telah sedemikian pesatnya sehingga muncul transaksitransaksi yang tidak diakui dalam laporan laba rugi tetapi langsung diakui sebagai bagian dari ekuitas. Apabila menggunakan pendekatan laba rugi transasksi seperti itu tidak dapat terdeteksi, sehingga pendekatan ini dipandang kurang relevan.

2) Asset-liability method (metode aktiva-kewajiban) Metode ini menggunakan pendekatan neraca (balance sheel approach) yang menekankan pada kegunaan laporan keuangan dalam mengevaluasi posisi keuangan dan memprediksikan aliran kas pada masa yang akan dating. Pendekatan neraca memandang perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang neraca, yaitu perbedaan antara saldo buku menurut komersial dan dasar pengenaan pajaknya. Pendekatan ini mengenai isitilah perbedaan tempoter darn perbedaan non temporer. Pada metode ini terjadi pengakuan pajak tangguhan (deferrend tax) atas konsekuensi pajak di masa mendatang berupa aktiva (kewajiban) pajak tangguhan yang harus dilaporkan di neraca. Beban pajak tangguhan dilaporkan di laba rugi bagian taksiran PPh sebagai komponen pajak tangguhan, sedangkan penghasilan pajak tangguhan harus dilaporkan di laba rugi sebagai komponen negatif dan beban pajak tangguhan. 3) Net-of-tax method (Metode Bersih dari Pajak) Pada sumber ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi pajak atas perbedaan temporer tidak dilaporkan secara terpisah, sebaiknya diperlakukan sebagai penyesuaian atas nilai aktiva atau kewajiban tertentu dan penghasilan atau beban yang terkait. Dalam metode ini beban pajak yang disajikan dalam laporan laba rugi sama dengan jumlah pajak penghasilan yang terhutang menurut SPT tahunan. D. PSAK No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan PSAK No. 46 mulai berlaku efektif untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang mencakup periode laporan yang dimulai pada tanggal 1

Januari 1999 bagi perusahaan go public dan perusahaan diluar go public dimulai pada 1 Januari 2000, namun penerapan lebih dari sangat dianjurkan PSAK No. 46 bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan. Masalah utama perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan adalah bagaimana mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan periode mendatang untuk hal-hal sebagai berikut : a. Pemulihan nilai tercatat aktiva yang diakui pada neraca perusahaan atau pelunasan nilai tercatat kewajiban yang diakui pada neraca perusahaan dan b. Transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian lain pada periode berjalan yang diakui pada laporan keuangan. Pengakuan aktiva dan kewajiban pada laporan keuangan, secara tersirat berarti bahwa perusahaan pelaporan akan dapat memulihkan nilai tercatat aktiva tersebut atau akan melunasi nilai tercatat kewajiban tersebut. Apabila besar kemungkinan bahwa pemulihan aktiva dan pelunasan kewajiban tersebut akan mengakibatkan pembayaran pajak periode mendatang yang lebih kecil dibandingkan pembayaran pajak sebagai akibat pemulihan aktiva atau pelunasan kewajiban yang tidak memiliki konsekuesni pajak, maka pernyataaan ini mengharuskan perusahaan untuk mengakui kewajiban pajak tangguhan atau aktiva pajak tangguhan, dengan beberapa pengecualian. PSAK No. 46 (2002:1) memperlakukan perusahaan untuk konsekuensi pajak dari suatu transaksi dan kejadian lain sama dengan cara perusahaan memperlakukan transaksi dan kejadian tersebut. Oleh karena itu, untuk transaksi dan kejadian lain yang diakui pada laporan laba rugi, konsekuensi atau pengaruh pajak dari transaksi dan kejadian tersebut harus diakui pula pada laporan laba rugi. Sedangkan untuk transaksi dan kejadian lain yang langsung dibebankan atau

dikreditkan ke ekuitas, konsekuensi atau pengaruh pajak dari transaksi dan kejadian tersebut harus langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas. Demikian pula, pengakuan aktiva dan pajak tangguhan pada suatu gabungan usaha mempengaruhi saldo goodwill atau goodwill negatiif yang timbul dari penggabungan usaha tersebut. Pernyataan ini juga mengatur pengakuan akitva pajak tangguhan yang berasal dari sisa rugi yang dikompensasi ke tahun berikutnya, penyajian pajak penghasilan pada laporan keuangan, dan pengungkapan informasi yang berhubungan dengan pajak penghasilan. 1. Perbedaan Temporer Menurut PSAK No. 46 Kunci utama yang perlu dipahami dalam menerapkan PSAK 46 adalah konsep tentang temporary differences (perbedaan temporer). Menurut PSAK 46 (2003:3) definisi perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aktiva atau kewajiban dengan dasar pengenaan pajaknya (DPP). Perbedaan temporer dapat berupa : a. Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences) Adalah perbedaan temporer yang boleh menimbulkan suatu jumlah kena pajak (taxable amounts) dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (settled) b. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan (deductible temporary differences) Adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan (deductible amounts) dalam perhitungan laba fiskal periode

mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban dilunasi (settled). Perbedaan temporer kena pajak akan mengakibatkan timbulnya kewajiban pajak tangguhan pada periode terjadinya beda temporer, karena terdapat kewajiban pajak penghasilan pada periode mendatang. Sedangkan perbedaan temporer yang boleh dikurangkan akan mengakibatkan timbulnya aktiva pajak tangguhan, karena manfaat ekonomi yang akan diperoleh wajib pajak dalam bentuk pengurangan terhadap laba fiskal pada masa mendatang. 2. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Definisi dasar pengenaan pajak (DPP) menurut PSAK No. 46 (2002:3) adalah sebagai berikut: Dasar pengenaan pajak (DPP) aktiva atau kewajiban adalah nilai aktiva atau kewajiban yang diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam penghitungan laba fiscal. Definisi mengenai DPP aktiva dan DPP kewajiban diungkapkan lebih lanjut oleh PSAK No. 46 (2002:4) yaitu : DPP aktiva adalah jumlah yang dapat dikurangkan untuk tujuan fiskal, terhadap setiap manfaat ekonomi (penghasilan) kena pajak yang akan diterima perusahaan pada saat memulihkan nilai tercatat aktiva tersebut. Apabila manfaat ekonomi (penghasilan) tersebut tidak akan dikenakan pajak maka DPP aktiva adalah sama dengan nilai tercatat aktiva. DPP kewajiban adalah nilai tercatat kewajiban dikurangi dengan setiap jumlah yang dapat dikurangkan pada masa mendatang. Dasar pengenaan pajak juga dikenal sebagai nilai buku fiskal (tax base), yaitu nilai buku yang diakui oleh aturan perpajakan untuk aktiva dan kewajiban. Nilai buku tersebut akan digunakan sebagai dasar pelaporan pada surat pemberitahuan (SPT). Perbedaan temporer muncul, bila nilai buku menurut akuntansi (accounting base) berbeda dengan nilai buku fiskal (tax base) atas nilai

buku menurut akuntansi (accounting base) berbeda dengan nilai buku fiskal (tax base) atas nilai aktiva damn kewajiban Karena perbedaan temporer periode pengakuan maupun membalik (reverse) di masa mendatang. Dengan diberlakukannya PSAK 46, jumlah beban pajak (tax expenses) atau provision for income taxes yang harus diakui terdiri dari pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deffered tax) 3. Penghasilan Kena Pajak Penghasilan kena pajak merupakan dasar yang digunakan untuk menghitung pajak penghasilan yang harus dibayar oleh wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan. Penghasilan kena pajak wajib pajak badan yaitu sebesar laba fiskal. 4. Tarif Pajak Penghasilan Tarif pajak biasa berupa suatu jumlah tetap per suatu obyek (flat rate) atau suatu persentase yang digunakan untuk menghitung pajak terutang. Secara umum tarif pajak yang diterapkan untuk pajak penghasilan berdasarkan UU No. 17 Tahun 2000 adalah tarif pasal 17, yaitu tarif pajak yang dikenakan atas penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Wajib Pajak Badan Usaha Tetap.

Table 2.2 Tarif Pajak Yang Ditetapkan Atas Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Dan Bentuk Usaha Tetap Lapisan Penghasilan Kena Pajak Sampai dengan Rp. 50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah) Di atas Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s.d. Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) Tarif Pajak 10 % (sepuluh persen) 15 % (lima belas persen) Di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 30% (tiga puluh persen) Sumber Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 (2001:1) Tarif pajak yang berlaku di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Perpajakkan No. 17 Tahun 2000 tersebut bersifat progresif. Sebelum penghasilan kena pajak dibebankan dengan tarif pajak seperti tersebut di atas, maka terlebih dahulu jumlah penghasilan kena pajak harus dibulatkan ke bawah dalam ribuan penuh. 5. Pengakuan Pajak Tangguhan Untuk mengakui pajak tangguhan PSAK No. 46, menggunakan Asset Liability Method, yaitu : 1. Pendekatan Aktiva Apabila pada tahun berjalan jumlah tercatat aktiva (nilai buku komersial) lebih besar daripada DPP aktiva (nilai buku fiskal), maka akan timbul perbedaan temporer kena pajak. Akibatnya untuk tahun mendatang ada kewajiban pajak penghasilan yang diakui. Kewajiban pajak penghasilan di tahun mendatang tersebut diakui sebagai kewajiban pajak tangguhan (defferd tax liabilities) pada tahun berjalan.

Sebaliknya apabila pada tahun berjalan jumlah tercatat aktiva (nilai buku komersial lebih kecil dari pada DPP aktiva ( nilai buku fiscal) maka akan timbul perbedaan temporer yang boleh dikurangkan. Akibatnya, untuk tahun mendatang ada manfaat ekonomi yang diperoleh dalam bentuk pengurangan pajak penghasilan. Pengurangan pajak penghasilan di tahun mendatang tersebut Gambar 2.1. Pendekatan Aktiva Jumlah tercatat aktiva DPP aktiva Ya Tidak Lebih besar Perbedaan temporer kena pajak Perbedaan temporer bukti dikurangkan Lebih besar Kewajiban pajak tangguhan Aktiva pajak tangguhan Sumber: Tuanakotta dan Mustofa (2003:7) 2. Pendekatan Kewajiban Apabila pada tahun berjalan jumlah tercatat kewajiban (nilai buku komersial) lebih besar dari DPP kewajiban (nilai buku fiskal), maka akan timbul

perbedaan temporer yang boleh dikurangkan. Akibatnya untuk tahun mendatang ada manfaat ekonomi yang akan diperoleh wajib pajak dalam bentuk pengurangan. Pengurangan terhadap laba fiskal di tahun mendatang tersebut diakui sebagai aktiva pajak tangguhan (deferred tax assets) pada tahun berjalan. Sebaliknya, apabila pada tahun berjalan jumlah tercatat kewajiban (nilai bukti komersial) lebih kecil dari DPP kewajiban (nilai buku fiskal), maka akan timbul perbedaan temporer kena pajak. Akibatnya, untuk tahun mendatang ada kewajiban pajak penghasilan yang diakui. Kewajiban pajak penghasilan di tahun mendatang tersebut diakui sebagai kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities) pada tahun berjalan Gambar 2.2. Pendekatan Kewajiban Jumlah tercatat kewajiban DPP kewajiban Ya Tidak Lebih besar Perbedaan temporer boleh dikurangkan Perbedaan temporer kena pajak Tariff pajak Aktiva pajak tangguhan Kewajiban pajak tangguhan Sumber: Tuamakotta dan Mustofa (2003:8)

6. Konsekuensi Pajak di Masa Mendatang PSAK No. 46 bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan yaitu bagaimana mengatur dan mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan periode mendatang. Konsekuensi pajak di masa mendatang harus diakui dalam bentuk : a. Aktiva Pajak Tangguhan Semua perbedaan temporer yang dapat dikurangkan diakui sebagai aktiva pajak tangguhan kecuali yang berasal dari goodwill negatif atau berasal dari pengakuan awal aktiva (kewajiban) transaksi yang bukan merupakan penggabungan usaha dan tidak mempengaruhi laba akuntansi maupun laba fiskal. Contoh perbedaan temporer yang dapat dikurangkan yaitu biaya cadangan piutang yang tidak tertagih (PSAK 2003:2). Biaya tersebut dapat dikurangkan dalan perhitungan laba akuntansi, tetapi untuk tujuan perpajakkan, biaya tersebut baru boleh dikurangkan ketika piutang usaha itu benar-benar tidak dapat tertagih. Pada saat biaya cadangan piutang tidak tertagih tersebut boleh dibiayakan untuk tujuan fiskal, perusahaan akan mendapat penghematan pajak. Jadi, aktiva pajak tangguhan mencerminkan jumlah PPh yang dapat diperoleh kembali pada masa yang akan datang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang dapat dikurangkan di akhir tahun ini. Contoh soal : PT. ABC bergerak dalam bidang usaha penerbitan tabloid. Perusahaan didirikan dengan modal dasar yang sudah disetor penuh Rp 2.000,00 juta dan memulai usaha komersialnya pada tahun 2001. dalam tahun pertama operasinya perusahaan memperoleh laba akuntansi Rp 300,00 juta dan laba fiskal (Penghasilan kena pajak) Rp 450,0 juta. Perbedaan sebesar Rp 150,00 juta disebabkan oleh adanya

pembayaran dimuka (penerimaan kas) untuk abonemen tabloid yang akan terbit dalam triwulan-1 tahun 2002. penerimaan kas tersebut diakui sebagai pendapatan diterima dimuka untuk tujuan akuntansinya, namun diakui sebagai penghasilan tahun berjalan untuk tuuan fiskal. Perusahaan dikenakan pajak penghasilan dengan tarif 30% Tabel 2.3 Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Aktiva Pajak Tangguhan) No Deskripsi Laba Akuntansi Laba Fiskal Selisih 1 Laba sebelum pajak (PKP) Rp300,000.00 Rp450,000.00 Rp150,000.00 2 Pajak Penghasilan - Kini (*) (Rp135,000.00) (Rp135,000.00) Rp0.00 3 Manfaat Pajak - Tangguhan Rp45,000.00 Rp0.00 (Rp45,000.00) 4 Beban Pajak Penghasilan Rp90,000.00 Rp135,000.00 Rp105,000.00 5 Laba Bersih Rp210,000.00 Rp315,000.00 Rp105,000.00 6 PPh Terhutang (Pajak Kini) (Rp315,000.00) (Rp135,000.00) Rp0.00 7 Aktiva Pajak - Tangguhan Rp45,000.00 Rp0.00 Rp45,000.00 (*) Pajak Penghasilan kini = (Tarif Pajak) x (Penghasilan Kena Pajak) (**) Pajak Penghasilan Tangguhan + (Tarif Pajak) x (Perbedaan Temporer Kena Pajak) Atas dasar hasil perhitungan tersebut pada akhir tahun 2001 diakui adanya Beban Pajak, Manfaat Pajak Tangguhan dan Aktiva Pajak Tangguhan sebagaimana tampak pada ayat jurnal berikut (dalam ribuan rupiah) Beban Pajak Kini Rp 90.000,00 Aktiva Pajak Tangguhan 45.000,00 Kewajiban Pajak Kini Rp 135.000,00 atau Beban Pajak Kini Rp 135.000,00 Aktiva Pajak Tangguhan 45.000,00 Kewajiban Pajak kini Rp 135.000,00 Manfaat Pajak Tangguhan 45.000,00

Tabel 2.4 Manfaat dan Aktiva Pajak Tangguhan di dalam Laporan Keuangan Laporan Laba Rugi Tahun 2001 (parsial) Penghasilan Kena Pajak Perbedaan Temporer Dapat Dikurangkan 2001 Laba Sebelum Pajak Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan Kini (0.30 x Rp 450,00 juta) Manfaat Pajak Tangguhan (0.30 x Rp 150,0 juta) Beban Pajak Penghasilan Laba Bersih (Rp 300,00 juta - Rp 900,00 juta) Jumlah Rp450,000.00 Rp150,000.00 Rp300,000.00 (Rp135,000.00) Rp45,000.00 Rp90,000.00 Rp210,000.00 Neraca per 31 Desember 2001 (parsial) Aktiva Lancar Aktiva Pajak Tangguhan Aktiva Lancar Lain Jumlah Aktiva Lancar Macam-macam Aktiva Tetap Total Aktiva Kewajiban Lancar Kewajiban Pajak Kini Pendapatan Diteria Dimuka (*) Jumlah Kewajiban Ekuitas Modal Saham Laba Yang Ditahan Total Kewajiban dan Ekuitas Rp45,000.00 Rp575,000.00 Rp620,000.00 Rp1,875,000.00 Rp2,495,000.00 Rp135,000.00 Rp150,000.00 Rp285,000.00 Rp2,000,000.00 Rp210,000.00 Rp2,495,000.00 di dalam neraca sebagai aktiva dan/atau kewajiban lancar. DPP pendapatan Diterima Dimuka Nihil (*) diharapkan akan terpulihkan atau diiselesaikan dalan tahun 2002, sehingga disajikan b. Kewajiban Pajak Tangguhan Semua perbedaan temporer kena pajak diakui sebagai kewajiban pajak tangguhan kecuali yang berasal dari goodwill yang amortisasinya tidak dapat dikurangkan untuk tujuan fiskal atau berasal dari pengakuan awal aktiva (kewajiban) transaksi yangbukan merupakan penggabungan usaha dan tidak mempengaruhi laba akuntansi maupun laba fiskal. Contoh perbedaan temporer kena pajak (PSAK 2002:2) yaitu penggunaan metode penyusutan garis lurus pada akuntansi komersial sedangkan untuk tujuan perpajakkan menggunakan metode saldo menurun. Pada masa mendatang, biaya

penyusutan dapat dikurangkan secara pajak lebih kecil sehingga laba fiskal menjadi lebih besar, akibatnya akan timbul kenaikan jumlah PPh terutang pada masa mendatang, jadi kewajiban mencerminkan kenaikan PPh terutang pada masa yang akan datang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak di akhir tahun ini. Contoh soal : PT. MNC didirikan dengan modal dasar yang sudah disetor penuh sebesar Rp2.500,00 juta dan memulai usaha komersialnya pada tahu 2001. dalam tahun pertama operasinya perusahaan memperoleh laba akuntansi (laba sebelum pajak) sebesar Rp 525,00 juta, dan laba fiskal (penghasilan kena pajak PKP) sebesar Rp500,00 juta perbedaan sebesar Rp 25,00 juta disebabkan oleh karena perusahaan mengakui pendapatan yang berasal dari transaksi penjualan angsuran berdasar metode penjualan (sales basis) untuk tujuan akuntansi atau laporan keuangan komersial, tetapi menggunakan stelsel kas (cash basis) untuk tujuan fiskalnya. Tarif pajak yang berlaku dalam tahun 2001 adalah 30% Atas Penghasilan yang berasal dari transaksi penjualan angsuran sebesar Rp 25,00 juta dalam tahun 2001, akan dikenakanpajak setelah tahun 2001. Oleh karena itu adanya beban dan kewajiban pajak tangguhan masing-masing sebesar Rp 7,50 juta (30% x Rp 25,00 juta)

Tabel 2.5 Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (Kewajiban Pajak Tangguhan) No Deskripsi Laba Akuntansi Laba Fiskal Selisih 1 Laba sebelum pajak (PKP) Rp525,000.00 Rp500,000.00 Rp25,000.00 2 Pajak Penghasilan - Kini (*) (Rp150,000.00) (Rp150,000.00) Rp0.00 3 Pajak Penghasilan Tangguhan (**) (Rp7,500.00) Rp0.00 (Rp7,500.00) 4 Beban Pajak Penghasilan Rp157,500.00 Rp150,000.00 Rp17,500.00 5 Laba Bersih Rp367,500.00 Rp350,000.00 Rp105,000.00 6 PPh Terhutang (Pajak Kini) (Rp150,000.00) (Rp150,000.00) Rp0.00 7 Kewajiban Pajak Tangguhan Rp7,500.00 Rp0.00 Rp7,500.00 (*) Pajak Penghasilan kini = (Tarif Pajak) x (Penghasilan Kena Pajak) (**) Pajak Penghasilan Tangguhan + (Tarif Pajak) x (Perbedaan Temporer Kena Pajak) Berdasar hasil perhitungan pada tabel tersebut diatas, maka adanya beban dan kewajiban pajak tangguhan masing-masing sebesar Rp 7,50 juta harus diakui dan disajikan di dalam laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) pada akhir tahun pajak 2001, berdasar ayat-ayat jurnal berikut ini (dalam ribuan rupiah) Beban Pajak Penghasilan Rp 157.500,00 Kewajiban Pajak Penghasilan 45.000,00 Kewajiban Pajak Tangguhan Rp 135.000,00 atau Beban Pajak Kini Rp 150.000,00 Beban Pajak Tangguhan 7.500,00 Kewajiban Pajak kini Rp 150.000,00 Kewajiban Pajak Tangguhan 7.500,00 Tabel 2.6 Manfaat dan Aktiva Pajak Tangguhan di dalam Laporan Keuangan Laporan Laba Rugi Tahun 2001 (parsial) Penghasilan Kena Pajak Perbedaan Temporer Dapat Dikurangkan 2001 Laba Sebelum Pajak Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan Kini (0.30 x Rp 450,00 juta) Jumlah Rp500,000.00 Rp25,000.00 Rp525,000.00 (Rp150,000.00)

PajakPenghasilan Tangguhan (0.30 x Rp 150,0 juta) Jumlah Pajak Penghasilan Laba Bersih (Rp 300,00 juta - Rp 900,00 juta) Rp7,500.00 Rp157,500.00 Rp367,500.00 Neraca per 31 Desember 2001 (parsial) Aktiva Lancar Piutang Penjualan Angsuran (*) Aktiva Lancar Lain Jumlah Aktiva Lancar Macam-macam Aktiva Tetap Total Aktiva Kewajiban Lancar Kewajiban Pajak Kini Pendapatan Pajak Tangguhan (*) Jumlah Kewajiban Ekuitas Modal Saham Laba Yang Ditahan Total Kewajiban dan Ekuitas Rp25,000.00 Rp1,250,000.00 Rp1,275,000.00 Rp1,750,000.00 Rp3,025,000.00 Rp150,000.00 Rp7,500.00 Rp285,000.00 Rp2,500,000.00 Rp367,500.00 Rp3,025,000.00 (*) diharapkan akan diterima pembayarannya dan dieselesaikan dalan tahun 2002, sehingga disajikan di dalam neraca sebagai aktiva dan/atau kewajiban lancar. DPP Piutang Penjualan Angsuran Nihil c. Saldo laba fiskal Saldo rugi fiskal yang masih dapat dikompensasikan diakui sebagai aktiva pajak tangguhan. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk menentukan apakah penghasilan kena pajak akan tersedia dalam jumlah tahun yang memadai untuk dikompensasikan, yaitu apakah perusahaan mempunyai perbedaan temporer kena pajak dalam jumlah yang memadai untuk menggunakan sisa kompensasi rugi sebelum masa berlakunya habis. Apakah perusahaan mungkin memperoleh laba fiskal sehingga sisa kompensasi rugi dapat digunakan sebelum masa berlakunya habis atau apakah saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi berasal dari kasus tertentu yang tidak mungkin berulang. 7. Pengukuran

Pengukuran merupakan proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan rugi laba. Dalam pengukuran aktiva dan kewajiban pajak, terdapat 2 hal perlu diketahui, yaitu : a. Aktiva (Kewajiban) Pajak Kini Aktiva (kewajiban) pajak kini untuk periode berjalan dan untuk periode sebelumnya, diakui sebesar jumlah pajak terutang (restitusi pajak), yang dihitung dengan menggunakan tarif pajak yang berlaku atau yang telah secara substantif berlaku pada tanggal neraca. b. Aktiva (Kewajiban) Pajak Tangguhan Aktiva (kewajiban) pajak tangguhan diukur dengan menggunakan tarif pajak yang akan berlaku pada saat aktiva dipulihkan atau kewajiban dilunasi, yaitu dengan tarif pajak yang telah berlaku atau secara substantif berlaku pada tanggal neraca. Aktiva (kewajiban) pajak tangguhan harus mencerminkan konsekuensi pajak untuk pemulihan nilai tercatat aktiva atau penyelesaian kewajiban yang diharapkan pada tanggal neraca. Aktiva (kewajiban) pajak tangguhan tidak boleh didiskonto. Nilai tercatat aktiva pajak tangguhan harus ditinjau kembali pada tanggal neraca. Nilai tersebut harus diturunkan apabila laba fiskal tidak memadai untuk mengkompensasikan sebagian atau semua aktiva pajak tangguhan. 8. Penyajian Aktiva dan Kewajiban Pajak Laporan keuangan sering dianggap menyajikan dengan wajar posisi keuangan kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan. Penyajian

wajar tersebut erat kaitannya dengan unsur, misalnya unsur aktiva, kewajiban dan ekuitas erat kaitannya dengan penyajian posisi keuangan suatu perusahaan. Penyajian berbagai unsur ini dalam neraca dan laporan laba rugi memerlukan proses sub klasifikasi sehingga informasi yang disajikan dapat berguna bagi pemakai untuk tujuan pengambilan keputusan. Dalam penyajian aktiva dan kewajiban pajak terdapat beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu : 1. Aktiva Pajak dan Kewajiban Pajak Menurut PSAK 46 (2002:13-14), aktiva pajak dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari aktiva dan kewajiban lainnya dalam neraca. Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan harus dibedakan dari aktiva dan kewajiban pajak kini. Apabila dalam laporan keuangan, aktiva dan kewajiban lancar disajikan terpisah dari aktiva dan kewajiban tidak lancar maka aktiva (kewajiban) pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aktiva (kewajiban) lancar. 2. Beban (Penghasilan) Pajak Pada laporan laba rugi, beban (penghasilan) pajak yang berhubungan dengan laba atau rugi dari aktivitas normal harus disajikan tersendiri. 3. Pajak Penghasilan Final Menyangkut PPh final, PSAK 46 (2002:13-14) menyatakan bahwa apabila nilai tercatat aktiva atau kewajiban yang berhubungan dengan PPh final berbeda dengan nilai yang dijadikan Dasar Pengenaan Pajak (DPP), maka perbedaan tersebut tidak boleh diakui asebagai aktiva atau kewajiban pajak tangguhan. Atas penghasilan yang dikenal PPh final. Beban pajak diakui proporsional dengan jumlah pendapatan yang diakui akuntansi pada periode berjalan. Selisih antara jumlah PPh final yang terhutang dengan jumlah yang dibebankan sebagai beban pajak kini pada perhitungan laba rui dilaporkan di

neraca akuntansi sebagai PPh final dibayar di muka dan PPh final yang masih harus dibayar, akun PPh final di bayar di muka harus disajikan terpisah dari PPh final yang masih harus dibayar. 9. Pengungkapan Agar pelaporan keuangan dapat berguna dan benar-benar efektif bagi pemakai untuk pengambilan keputusan, maka seluruh informasi yang relevan harus disajikan dengan cara yang mudah dipahami, tidak biasa dan tepat wktu. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar akuntansi yaitu full disclosure principle Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain (PSAK 2002:20) a. Unsur-unsur uama beban (penghasilan) pajak; b. Jumlah pajak kini dan pajak tangguhan dari transaksi yang langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas c. Beban (penghasilan) pajak yang berasal dari pos-pos luar biasa yang diakui pada periode berjalan d. Penjelasan mengenai hubungan antara beban (penghasilan) pajak dengan laba akuntansi dalam salah satu atau kedua bentuk berikut ini : 1) rekonsiliasi antara beban (penghasilan) pajak dengan hasil perkalian laba akuntansi dan tarif pajak yang berlaku, atau 2) rekonsiliasi antara tarif pajak efektif rata-rata (average effective tax rate) dan hasil pajak yang berlaku e. Penghasilan mengenai perubahan tarif pajak yang berlaku dan perbandingan dengan tarif pajak yang berlaku pada periode akuntansi sebelumnya.

f. Jumlah (dan batas waktu penggunaan jika ada) perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dari sisa rugi yang dapat dikompensasi ke tahun berikut yang tidak diakui sebagai aktiva pajak tangguhan pada neraca. g. Untuk setiap kelompok perbedaan temporer dan untuk setiap kelompok rugi yang dapat dikompensasikan ke tahun berikut : 1) jumlah aktiva dan kewajiban pajak tangguhan yang diakui pada neraca untuk setiap periode penyajian 2) jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang diakui pada laporan laba rugi apabila jumlah tersebut tidak terlihat dari perubahan jumlah aktiva atau kewajiban pajak tangguhan yang diakui pada neraca h. Untuk operasi yang tidak dilanjutkan, beban pajak yang berasal dari : 1) keuntungan dan kerugian atas penghentian operasi, dan 2) laba atau rugi dari aktivitas normal operasi yang tidak dilanjutkan untuk periode pelaporan bersama dengan jumlah periode akuntansi sebelumnya disajikan pada laporan keuangan. 10. Penerapan PSAK No. 46 Pertama kali Sebelum menerapkan PSAK No.46 untuk itu harus terlebih dahulu diketahui saldo awal aktiva (kewajiban) pajak tangguhannya, yaitu dengan membandingkan antara nilai tercatat aktiva (kewajiban) dengan dasar pengenaan pajak (DPP) aktiva (kewajiban) pada periode sebelumnya. Apabila nilai tercatat aktiva lebih besar daripada dasar pengenaan pajak (DPP) aktiva atu nilai tercatat kewajiban lebih kecil daripada dasar pengenaan pajak (DPP) kewajiban maka akan timbul perbedaan temporer kena pajak yang mengakibatkan perusahaan harus mengakui adanya kewajiban pajak tangguhan.

Besarnya kewajiban pajak tangguhan yang harus diakui yaitu sebesar perbedaan temporer kena pajak dikalikan dengan tarif yang secara substantif berlaku pada saat kewajiban tersebut dilunasi. Sebaliknya apabila nilai tercatat aktiva lebih kecil daripada dasar pengenaan pajak (DP) aktiva atau nilai tercatat kewajiban lebih besar daripada dasra pengenaan pajak (DPP) kewajiban maka akan timbul perbedaan temporer yang boleh dkurangkan yang mengakibatkan perusahaan harus mengakui adanya aktiva pajak tangguhan. Besarnya pajak tangguhan yang harus diakui yaitu sebesar perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dikalikan dengan tarif yang secara substantif berlaku pada saat aktiva tersebut digunakan. Aktiva pajak tangguhan juga harus diakui apabila perusahaan mempunyai saldo rugi fiskal yang masih dikompensasikan dan besar kemungkinan laba fiscal pada masa yang akan datang memadai untuk dikompensasikan. Saldo rugi fiskal dapat dikompensasi dalam jangka waktu 5 tahun. Besarnya aktiva pajak tangguhan yang harus diakui yaitu sebesar saldo rugi fiskal yang masih dapat dikompensasi dikalikan dengan tarif yang secara substantif berlaku jurnal yang dicatat untuk menyesuaikan saldo laba akibat pengaruh kumulatif penerapan PSAK No. 46 yaitu : Saldo Laba xxx Kewajiban Pajak Tangguhan xxx (apabila timbul kewajiban pajak tangguhan) Aktiva Pajak Tangguhan xxx Saldo Laba xxx (Apabila timbul pajak tangguhan)

Sedangkan saldo aktiva (kewajiban) pajak tangguhan untuk periode berjalan dapat ditentukan dengan menggunakan pendekatan neraca seperti di atas atau pendekatan rugi laba. Apabila beban yang dakui secara komersial lebih besar daripada beban fiskal, maka akan timbul perbedaan temporer yang boleh dikurangkan sehingga perusahaan harus mengakui adanya aktiva pajak tangguhan. Sldo aktiva pajak tangguhan periode berjalan merupakan penghasilan pajak tangguhan yang terjadi pada periode tersebut. Jurnal yang dicatat sebagai berikut : Aktiva Pajak Tangguhan xxx Penghasilan Pajak Tangguhan xxx Sebaliknya apabila beban yang diakui secara komersial lebih kecil daripada beban fiskal, maka akan timbul perbedaan temporer kena pajak sehingga perusahaan harus mengakui adanya kewajiban pajak tangguhan. Saldo kewajiban pajak tangguhan periode berjalan merupakan beban pajak tangguhan yang terjadi pada periode tersebut. Jurnal yang dicatat yaitu sebagai berikut : Beban Pajak Tangguhan xxx Kewajiban Pajak Tangguhan xxx Jumlah agregat pajak kini (penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku) dan penghasilan (beban) pajak tangguhan inilah yang diakui PSAk No.46 sebagai beban (penghasilan) pajak periode tertentu.