Susunan Hakim Konstitusi Dalam Psl 24C ayat (3) UUD 1945, MK memiliki 9 orang hakim konstitusi yang ditetapkan o/ Presiden. 3 orang = diajukan o/ MA 3 orang = diajukan o/ DPR 3 orang = diajukan o/ Presiden Setiap sidang pleno yang dilakukan o/ MK, dlm memeriksa, mengadili dan memutus perkara hrs dilakukan o/ 9 orang hakim konstitusi, kecuali dlm keadaan luar biasa dpt dilakukan o/ 7 orang hakim konstitusi. Sblm sidang pleno, dpt dibentuk panel hakim yg anggotanya trdiri a/ sekurang-kurangnya 3 hakim konstitusi. 1
Panel hakim dibentuk u/ melakukan persidangan pemeriksaan pendahuluan, yaitu persidangan memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan, serta memberikan nasihat u memperbaiki permohonan. Panel hakim dpt melakukan sidang lagi u/ pemeriksaan perbaikan permohonan. Penel hakim dpt melakukan sidang pemeriksaan (dalam sengketa PHPU), dmn hasil pemeriksaan panel hakim dilaporkan kepada pleno hakim u/ diambil keputusan. sehingga Meskipun pemeriksaan dilakukan o/ panel hakim, putusan tetap diambil o/ pleno hakim dlm Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). 2
Sidang pleno dipimpin o/ Ketua MK. Apabila Ketua MK berhalangan, sidang pleno dipimpin o/ Wakil Ketua MK. Apabila keduanya berhalangan, mk sidang pleno dipimpin o/ ketua sementara yg dipilih dari dan o/ hakim konstitusi yg hadir. Sidang panel hakim dipimpin o/ Ketua Panel Hakim yg ditentukan o/ Ketua MK. 3
Istilah dan Pengertian Hukum Acara MK Hukum Acara MK dimaksudkan sbg hukum yg mengatur prosedur dan tata cara pelaksanaan wewenang yg dimiliki o/mk. Ada beberapa istilah yg digunakan dalam Hukum Acara MK, antara lain seperti Hukum Acara Peradilan Konstitusi, Hukum Acara Peradilan Tata Negara, dll. Istilah Hukum Acara MK dipilih u/ digunakan, karena memang terkait dg perkara-perkara yg menjadi wewenang MK. Hukum Acara MK adl hukum formil yg berfungsi u/ menegakkan hk materiilnya, yi bagian dr hukum konstitusi yg menjadi wewenag MK. 4
Oki, keberadaan Hukum Acara MK dpt disejajarkan dg Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara PTUN. Hukum Acara MK memiliki karakteristik khusus, krn hukum materiil yg hendak ditegakkan tdk merujuk pd undang-undang / kitab undang-undang tertentu, melainkan pd konstitusi sbg hukum dasar sistem hukum itu sendiri. Hukum Acara MK sbg hukum acara yg berlaku secara umum dalam perkara-perkara yg menjadi wewenang MK, serta hukum acara yg berlaku secara khusus u/ setiap wewenang MK. 5
Oki, Hukum Acara MK meliputi Hukum Acara Pengujian Undang-Undang (PUU), Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU), Hukum Acara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara, Hukum Acara Pembubaran Partai Politik, dan Hukum Acara Memutus Pendapat DPR mengenai Dugaan Pelanggaran Hukum Presiden dan/atau Wakil Presiden. 6
Asas-Asas Hukum Acara MK Asas hukum mrpk jantung yg menghubungkan antara hukum dg cita-cita dan pandangan masyarakat di mana hukum itu berlaku (asas hukum objektif). Asas hukum dpt dipahami sbg norma umum yg dihasilkan dr pengendapan hukum positif (asas hukum subjektif). 7
Asas hukum dalam peradilan MK : 1. Ius curia novit; 2. Persidangan terbuka u/ umum; 3. Independen dan imparsial; 4. Peradilan dilaksanakan secara cepat, sederhana dan biaya ringan; 5. Hak untuk didengar secara seimbang (audi et alteram partem); 6. Hakim aktif dan juga pasif dalam persidangan; 7. Praduga keabsahan (presumptio iustae causa). 8
1. Ius curia novit Asas ius curia novit adl asas bahwa pengadilan tidak boleh menolak u/ memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yg diajukan dengan dalil bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, sebaliknya hakim harus memeriksa dan mengadilinya. Asas ini berlaku dalam peradilan MK sepanjang masih dalam batas wewenang MK yang tealh diberikan secara limitatif o/ UUD 1945, yi. Pengujian undangundang terhadap UUD 1945, sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara, pembubaran partai politik, perselisihan tentang hasil pemilu, serta memutus pendapat DPR tentang adanya pelanggaran hukum o/ Presiden dan/atau Wakil Presiden. 9
Sepanjang suatu perkara diajukan dalam bingkai salah satu wewenang tersebut, MK hrs menerima u/ memeriksa, mengadili dan memutus. Terdapat beberapa perkara yg secara substansi sesungguhnya tidak termasuk ke dalam salah satu wewenang MK namun diajukan dalam bingkai salah satu wewenang MK, sehingga MK harus memeriksa dan memutusnya. 10
Contoh: 1. Perkara Nomor 001/PUU-IV/2006 yang pada hakikatnya mengajukan pengujian Putusan MA Nomor 01/PK/Pilkada/ 2005 dengan konstruksi pengujian undang-undang dengan mendalilkan bahwa Putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut kedudukannya sama dengan undang-undang. Dalam perkara ini MK memutuskan permohonan tidak dapat diterima karena Putusan Peninjauan Kembali MA tidak masuk alam kategori undang-undang yang menjadi wewenang MK u/ mengujinya. 11
2. Terhadap permohonan pengujian Perpu dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009, dinyatakan bahwa MK berwenang menguji Perpu walaupun tidak ada ketentuan yang secara tegas mengatur hal tersebut. Pertimbangan putusan bahwa MK berwenang menguji Perpu antara lain: Pertama, bahwa Perpu dimaksudkan u/ megganti ketentuan suatu UU, sehingga materi muatan Perpu merupakan materi muatan UU; 12
Kedua, Perpu dibuat dan berlaku tanpa menunggu persetujuan DPR, sehingga norma yg diatur di dalam Perpu yg seharusnya menjadi materi muatan UU berlaku sebagai norma hukum yang mengikat seperti halnya norma dalam suatu UU; Ketiga, dalam keberlakuan norma itu dapat melanggar hak konstitusional warga negara dan bertentangan dengan UUD 1945. 13