APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut :

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

TINJAUAN PUSTAKA Domba

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Garut

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: mengukur diameter lingkar dada domba

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

Sifat-Sifat Kuantitatif Domba Ekor Tipis Dwicki Octarianda Audisi

POLA PERTUMBUHAN BERDASARKAN BOBOT BADAN DAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA LOKAL DI UNIT PENDIDIKAN DAN PENELITIAN PETERNAKAN JONGGOL (UP3J)

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

Indeks Kumulatif Domba Komposit...Ai Nurfaridah

KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten

PENAKSIRAN BOBOT BADAN BERDASARKAN LINGKAR DADA DAN PANJANG BADAN DOMBA DONGGALA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1

III.METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, pada bulan Mei-Juli 2013 di

MATERI DAN METODE. Prosedur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan yang digunakan adalah kuda yang sudah dewasa kelamin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

KARAKTERISTIK BANGSA DOMBA EKOR TIPIS (DET) DAN KODISINYA SAAT INI DI INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

I PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di

Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas. Aisyah Nurmi

Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango.

BAB III MATERI DAN METODE sampai 5 Januari Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, meliputi

Evaluasi Indeks Morfologi... Dodi Ahmad Syahidin

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KARAKTERISTIK RUMPUN DOMBA PALU DI WILAYAH LEMBAH PALU SULAWESI TENGAH (Characteristic of Palu Sheep Family In Palu Valley Region Central Sulawesi)

KARAKTERISTIK UKURAN DAN BENTUK TUBUH DOMBA EKOR TIPIS MELALUI ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA DI UP3J, PETERNAKAN TAWAKAL DAN MITRA TANI

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN

ANALISIS MORFOSTRUKTUR PADA DOMBA LOKAL BETINA DEWASA DI DATARAN TINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR. SKRIPSI Ardhana Surya Saputra

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe

Penyimpangan Bobot Badan Kuda Lokal Sumba menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea ( 5 Agustus 2011)

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang

PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA

HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH

METODOLOGI PENELITIAN. selama 2 bulan, yakni mulai dari Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli 2013.

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE)

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III MATERI DAN METODE. Kambing PE CV. Indonesia Multi Indah Farm Desa Sukoharjo Kecamatan

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kambing Peranakan Etawah yang Diamati Kondisi Gigi. Jantan Betina Jantan Betina

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Keragaman wilayah di muka bumi menyebabkan begitu banyak rumpun

MATERI DAN METODE. ) diukur dari lateral tuber humerus (tonjolan depan) sampai tuber ischii dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina

Transkripsi:

APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI HAFIZ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

RINGKASAN HAFIZ. D14102078. 2009. Aplikasi Indeks Morfologi dalam Pendugaan Bobot Badan dan Tipe atau Jenis pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc. Indeks adalah alternatif dalam penilaian ternak sebagai indikator tipe dan fungsi ternak. Indeks dianggap paling tepat dalam penilaian bobot badan karena mencangkup konformasi atau bentuk ternak, panjang dan keseimbangan tubuh ternak. Indeks diharapkan menjadi alternatif uji empiris dengan terbatasnya pengukuran tunggal untuk penilaian bobot dan tipe ternak. Indeks juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peternak dalam mengevaluasi ternak dan juga dapat meningkatkan kemampuan dalam memilih potensi breeding stock. Penelitian ini bertujuan untuk menguji sistem pengukuran tubuh dan indeks morfologi dalam mengevaluasi ternak untuk menduga bobot badan dan tipe ternak pada domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani Farm di Desa Tegal Waru Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor dan dilaksanakan selama satu bulan pada bulan Maret 2009. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pengukuran dan pengamatan terhadap parameter tubuh ternak domba seperti bobot badan, panjang badan, tinggi badan, tinggi pinggul, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, lebar pinggul dan panjang pinggul. Selanjutnya data bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh domba dianalisis dengan statistik deskriptif, uji rerata (uji t) dan indeks morfologi. Indeks morfologi yang dimaksud yaitu weight, height slope, length index, width slope, depth index, foreleg length index, balance dan cumulative index. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa domba ekor gemuk mempunyai nilai bobot badan dan semua ukuran tubuh yang lebih tinggi dari domba ekor tipis. Cumulative index mempunyai peranan yang paling penting dalam menentukan tipe dari suatu ternak domba. Nilai cumulative index domba ekor tipis yaitu 3,33, sedangkan pada domba ekor gemuk yaitu 3,66. Nilai cumulative index domba ekor gemuk lebih besar dari domba ekor tipis, meskipun dengan perbedaan yang tidak terlalu signifikan Indeks morfologi sangat berperan penting dalam pendugaan tipe ternak domba. Dengan sedikit revisi indeks Weight dapat digunakan untuk menduga bobot badan ternak domba dengan hasil yang cukup akurat. Nilai length index dapat menjelaskan tipe ternak domba apakah tubuhnya bertipe panjang atau bertipe tinggi, sedangkan nilai Depth index dapat menjelaskan ternak domba bertipe gemuk dan berkaki panjang atau berkaki pendek. Secara umum domba ekor gemuk memiliki parameter kuantitatif tubuh yang relatif lebih besar daripada domba ekor tipis. Kata-kata kunci : Domba lokal, Indeks Morfologi, Bobot badan, Tipe. ii

ABSTRACT Application of Morphological Indices in the Assessment of Body Weight and Type in Javanese Fat Tailed and Javanese Thin Tailed Sheep Hafiz, S. Rahayu, and C. Sumantri Body weight and eight body measurements records taken on 78 male sheep comprising 64 Javanese Fat Tailed and 14 Javanese Thin Tailed sheep were analysed. The sheep were semi-intensively managed within the West Java. The aim to achieve a preliminary assessment of weigth and type from zoometrical indices produced from combinations of different morphometric scores. The body measurements used were body length, girth depth, chest width, wither height, hip width, rump height, chest depth, rump length. The indices used were weight, height slope, length index, width slope, depth index, foreleg length, balance and cumulative index. The body measurements showed that the Javanese Fat Tailed is bigger than the Javanese Thin Tailed sheep. Tested indices showed that Javanese Fat Tailed sheep are meat typical. This was shown by the cumulative index and balance indices which were 3.66 and 0.60 in Javanese Fat Tailed sheep. Girth depth in both breeds can be the assessment of body weight because had highest correlation (p<0.05) i.e. 0.62 in Javanese Fat Tailed and 0.92 in Javanese Thin Tailed sheep. Keywords : Body measurements, Indigenous sheep, Indices, Type. iii

APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS HAFIZ D14102078 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 iv

APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS Oleh HAFIZ D14102078 Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 11 Agustus 2009 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Sri Rahayu, MSi. NIP. 19570611 198703 2 001 Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004 Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M.ScAgr. NIP. 19670107 199103 1 003 v

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Januari 1984. Penulis adalah anak kelima dari tujuh bersaudara. Orangtua penulis bernama Hasanuddin dan Sarkiyah. Pendidikan Dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD Islam Miftahul Falah Kembangan Jakarta Barat. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah pertama di SLTP Negeri 271 Kebon Jeruk Jakarta Barat, dan pada tahun 2002 menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 85 Kembangan Jakarta Barat. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2002. Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah aktif di Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) FAMM Al-An aam Fakultas Peternakan IPB. vi

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan penerus risalahnya hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang merupakan syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Aplikasi Indeks Morfologi dalam Pendugaan Bobot Badan dan Tipe atau Jenis pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis. Skripsi ini bertujuan untuk menguji sistem pengukuran tubuh dan indeks morfologi dalam mengevaluasi ternak untuk menduga bobot badan dan tipe ternak pada domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. Penelitian ini penting dilakukan agar dapat bermanfaat bagi peternak dalam upayanya meningkatkan kemampuan peternak dalam mengevaluasi ternak khususnya domba ekor gemuk dan domba ekor tipis, dan juga dapat dijadikan sebagai informasi dasar secara berkelanjutan dalam program pemanfaatan dan pengembangan domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, khususnya pembimbing skripsi yang telah banyak menyumbangkan ide-idenya dalam penyusunan skripsi ini. Jakarta, 1 Agustus 2009 Penulis vii

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ii ABSTRACT... iii RIWAYAT HIDUP.. vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL. x DAFTAR LAMPIRAN. xi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan. 2 Manfaat.. 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Asal Usul dan Klasifikasi Domba.. 3 Bangsa Domba di Indonesia... 3 Domba Ekor Gemuk.. 4 Domba Ekor Tipis.. 6 Ukuran-ukuran Tubuh 7 Indeks Morfologi... 7 Penentuan Umur Domba 8 Lingkungan Domba... 8 MATERI DAN METODE... 10 Lokasi dan Waktu... 10 Materi. 10 Ternak... 10 Peralatan.. 10 Rancangan.. 10 Analisis Statistik Deskriptif. 11 Uji Rerata (uji t)... 11 Analisis Korelasi Pearson s.. 12 Indeks Morfologi. 12 Prosedur... 12 Pengumpulan Data... 12 Peubah yang Diukur. 13

HASIL DAN PEMBAHASAN... 15 Ukuran-ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis.. 15 Indeks Morfologi pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis... 19 Hubungan antara Bobot Badan dan Dimensi Tubuh Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis. 24 KESIMPULAN DAN SARAN... 26 Kesimpulan... 26 Saran.. 26 UCAPAN TERIMA KASIH... 27 DAFTAR PUSTAKA... 28 LAMPIRAN. 31 ix

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Karakteristik Sifat-sifat Domba Indonesia 4 2 Pendugaan Umur Domba berdasarkan Pergantian Gigi Seri.. 8 3 Jumlah dan Sebaran Contoh Ternak Domba. 10 4 Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0 15 5 Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 1 17 6 Perhitungan Indeks Morfologi pada Domba Ekor Tipis (DET) dan Domba Ekor Gemuk (DEG)... 19 7 Rataan, Standar Baku dan Koefisien Keragaman Indeks Morfologi pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis.. 21 8 Perbandingan Penaksiran Bobot Badan antara Rumus Alderson dengan Rumus Revisi. 22 9 Nilai Korelasi antara Bobot Badan dengan Dimensi Tubuh pada Bangsa dan Kelompok Umur yang Berbeda. 24

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Borang Penelitian... 31 2 Hasil Analisis Uji-t Rataan Bobot Badan dan Ukuran-ukuran 32 Tubuh pada Domba Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET)... 3 Ringkasan Perbandingan Rataan Bobot Badan dan Ukuran- 33 ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET)... 4 Hasil Analisis Uji-t dan Rataan Indeks Morfologi pada Domba 34 Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET)... 5 Ringkasan Perbandingan Rataan Indeks Morfologi pada 34 Domba Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET)...

PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi domba di Indonesia pada tahun 2007 yaitu sekitar 9.514.000 ekor, yang sebagian besar tersebar di Jawa Barat (44.43%), Jawa Tengah (23.81%), Jawa Timur (16.78%) dan sisanya tersebar di beberapa daerah lainnya. Rendahnya populasi domba tersebut berdampak terhadap produksi daging nasional. Produksi daging nasional pada tahun 2007 yaitu sekitar 2.069.500 ton. Daging domba yang diproduksi pada tahun tersebut yaitu sekitar 56.900 ton, artinya hanya 2.75% dari produksi daging nasional (Ditjen Peternakan, 2008). Keadaan ini membuat Indonesia harus mengimpor daging dan ternak guna memenuhi kebutuhan daging nasional. Semakin meningkatnya nilai impor daging dan ternak domba oleh Indonesia dari luar negeri merupakan hal yang tidak bisa dibiarkan. Produksi daging nasional khususnya daging domba harus ditingkatkan, salah satu caranya yaitu dengan meningkatkan kemampuan peternak dalam mengevaluasi ternaknya sehingga mendapatkan ternak yang baik. Kemampuan penaksiran dari pengukuran badan dalam mengestimasi bobot badan dan akurasinya dalam mengestimasi ukuran ternak telah dilaporkan secara luas. Berat badan biasanya dilaporkan dengan penghitungan ukuran-ukuran tubuh ternak. Pengujian pengukuran tunggal seperti tinggi badan, panjang badan, lingkar dada, tinggi dan panjang pinggul dan lain-lain dalam mengestimasi bobot badan dengan cara tradisional telah di dokumentasikan secara luas. Di pihak lain, digunakan dimensi-dimensi cramiometri sebagai indikator bangsa, kemurniannya dan hubungan antar spesies. FAO (Food and Agriculture Organization) telah menggunakan tinggi badan sebagai indikator untuk penentuan tipe daging pada sapi, karena tinggi badan mengindikasikan pertumbuhan tulang. Tetapi terkadang, tinggi pinggul lebih disukai dan banyak digunakan untuk mengestimasi bobot badan daripada tinggi badan. Barubaru ini tinggi badan dan tinggi pinggul dalam penilaian sebagai indikator bobot badan, menjadi tidak berarti dalam penilaian sebagai indikator tipe dan fungsi ternak. Oleh karena itu perlu adanya cara lain sebagai alternatif dalam penilaian tipe dan fungsi ternak.

Indeks adalah alternatif dalam penilaian ternak sebagai indikator tipe dan fungsi ternak. Indeks dianggap paling tepat dalam penilaian bobot badan karena mencangkup konformasi atau bentuk ternak, panjang dan keseimbangan ternak. Indeks diharapkan menjadi alternatif uji empiris dengan terbatasnya pengukuran tunggal untuk penilaian bobot, tipe dan fungsi ternak. Indeks juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peternak dalam mengevaluasi ternak dan juga dapat meningkatkan kemampuan dalam memilih potensi breeding stock. Indeks yang dikembangkan untuk sistem penilaian jenis dan fungsi pada sapi, disarankan untuk dikembangkan penerapan sistemnya pada spesies ternak lain seperti halnya domba, karena di Indonesia domba memiliki potensi dan populasi yang baik dan besar. Perumusan Masalah 1. Sejauh mana tingkat keakuratan indeks morfologi dalam menduga bobot badan domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. 2. Sejauh mana kemampuan indeks morfologi sebagai indikator dalam penilaian tipe ternak pada domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menguji sistem indeks morfologi dalam mengevaluasi ternak untuk menduga bobot badan dan tipe ternak pada domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peternak sebagai upaya meningkatkan kemampuan peternak dalam mengevaluasi ternak khususnya domba ekor gemuk dan domba ekor tipis, dan juga dapat dijadikan sebagai informasi dasar secara berkelanjutan dalam program pemanfaatan dan pengembangan domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. 2

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Domestikasi domba diperkirakan terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 9.000 11.000 tahun lalu. Sebanyak tujuh jenis domba liar yang dikenal terbagi dalam 40 varietas. Diantara varietas yang masih liar diperkirakan mempunyai andil pada ternak domba dewasa ini adalah Argali (Ovis ammon) dari Asia Tengah, Urial (Ovis vignei) juga dari Asia dan Mouflon (Ovis muimon) dari Asia Kecil dan Eropa. Pusat asal terjadinya domestikasi tampaknya di padang rumput Ario-Caspian, termasuk wilayah yang diduduki oleh Iran dan Irak dewasa ini. Domba menyebar dari Asia ke arah barat menuju Eropa dan Afrika dan ke arah timur ke daerah Subcontinent India, Asia Tenggara dan Oceania (Tomaszewska et al., 1993). Domba domestikasi menurut Ensminger (1991) mempunyai sistematika sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Arthidactyla Famili : Bovidae Genus : Ovis Spesies : Ovies Aries Ciri khas domba domestikasi adalah memiliki tanduk yang berpenampang segitiga dan tumbuh melilit seperti spiral yang terdapat pada domba jantan. Bobot badan pada jantan lebih besar dibandingkan betina. Bangsa Domba di Indonesia Secara umum domba asli Indonesia diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu domba ekor tipis (Javanese thin tailed) atau domba lokal, domba ekor sedang atau domba Priangan (Priangan of West Java) yang dikenal dengan nama domba Garut dan domba ekor gemuk (Javanese fat tailed) (Mulyaningsih, 1990). Asal domba tersebut tidak diketahui pasti, diasumsikan bahwa domba ekor tipis berasal dari India, sedangkan domba ekor gemuk berasal dari Somalia-Arab (Williamson, 1993). Domba lokal yang ada di Indonesia sebagian besar (92,3%) tersebar di Pulau Jawa 3

dan Madura. Domba ekor tipis terdiri dari domba Jawa ekor tipis, domba Semarang ekor tipis, dan domba Sumatera ekor tipis. Domba ekor tipis ini didominasi oleh domba Jawa ekor tipis yang banyak terdapat di Jawa Barat. Domba ekor gemuk umumnya berada di Jawa Timur, Sulawesi, Lombok dan Madura, namun banyak ditemukan di Jawa Timur dan dikenal dengan nama domba Jawa ekor gemuk. Karakteristik sifat-sifat domba lokal Indonesia disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Sifat-sifat Domba Indonesia Karakteristik Ekor Tipis Ekor Gemuk Jawa Semarang Sumatera Jawa Warna putih, hitam, putih puting, cokelat putih cokelat terang Wool Kualitas rendah rendah rendah rendah Tanduk Jantan ada-besar ada-medium ada-medium tidak ada Betina tidak ada tidak ada Musim sepanjang sepanjang kawin tahun tahun Sumber : Bradford dan Inounu (1996) tidak ada sepanjang tahun tidak ada sepanjang tahun Domba Ekor Gemuk Domba Ekor Gemuk (DEG) dikenal karena bentuk ekornya yang gemuk dan berkembang di daerah Jawa Timur, Madura, Lombok, Sumbawa, Kisar dan Sawa (Devendra dan McLeroy, 1982). Menurut Hardjosubroto (1994) domba ekor gemuk diduga berasal dari Asia Barat Daya yang dibawa oleh pedagang bangsa Arab pada abad ke-18. Sekitar tahun 1731-1779, pemerintah Hindia Belanda memutuskan mengimpor domba pejantan Kirmani dari Persia (Kirmani adalah nama lain domba ekor gemuk dari Iran). Belum diketahui dengan pasti apakah domba ekor gemuk yang ada di Indonesia merupakan keturunan dari domba-domba ini. Diwyanto (1982) menyatakan di Sulawesi terdapat domba ekor gemuk yang mempunyai ekor tidak terlalu gemuk dan disebut sebagai domba Donggala. Ekor yang tidak terlalu gemuk tersebut membuat domba Donggala termasuk dalam kategori domba ekor gemuk tipe ekor sedang. 4

Domba ekor gemuk yang terlihat di daerah Surabaya dan Situbondo serta di Desa Semiring juga memiliki ekor yang lebih kecil dibandingkan dengan yang ada di Pulau Madura. Besarnya ekor dari domba-domba yang ada di Pulau Madura memiliki kualitas terbaik dan pada umumnya berbentuk carrot (wortel) atau berbentuk strap (selempang) dan menggantung (Sutama, 1992). Domba Kisar diduga merupakan rumpun domba ekor gemuk yang telah lama dipelihara oleh masyarakat setempat. Domba kisar telah beradaptasi lama pada lingkungan setempat dengan populasi sekitar 7429 ekor (BPSPM, 2000). Karakteristik dan produktivitas domba kisar belum diteliti secara detail, tetapi ciri-ciri umum domba kisar antara lain pada domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan betina tidak bertanduk, memiliki warna bulu dominan putih dengan bercak hitam di bagian muka, leher, dan bagian tubuh lainnya, tapi ada juga penyimpangan warna, yaitu bercak coklat dan hitam seluruhnya (Salamena, 2006). Domba ekor gemuk pada umumnya tidak bertanduk, tetapi ada beberapa domba jantan yang memiliki benjolan tanduk dan umumnya mempunyai telinga berukuran medium dengan posisi agak menggantung. Warna bulu domba ekor gemuk adalah putih, tidak bertanduk dan wolnya kasar. Warna bulu yang putih juga dapat mengurangi stres akibat panas. Bentuk tubuh domba ekor gemuk lebih besar daripada domba ekor tipis (Devendra dan Mcleroy, 1982). Mulyaningsih dan Hardjosubroto (1990) menyatakan bahwa karakteristik khas domba ekor gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor yang membesar merupakan timbunan lemak (cadangan energi), sedangkan bagian ujung ekor yang kecil tidak berlemak. Pada saat banyak pakan, ekor domba penuh dengan lemak sehingga terlihat ekornya membesar. Namun apabila keadaan pakan kurang, maka ekor domba tersebut akan mengecil karena cadangan energi pada ekornya dipergunakan untuk mensuplai energi yang dibutuhkan tubuh. Domba ekor gemuk mempunyai suatu keistimewaan, yaitu kemampuannya dalam beradaptasi terhadap lingkungan kering (Mulyaningsih, 1990), dan juga terhadap lingkungan yang panas (Mason, 1980 dan Hardjosubroto, 1994). Domba ekor gemuk merupakan domba tipe pedaging dengan bobot badan pada jantan dewasa 40-60 kg, dan betina dewasa 25-35 kg. Ukuran tinggi badan pada jantan dewasa berkisar antara 60-65 cm, dan betina dewasa antara 52-60 cm 5

(Hardjosubroto, 1994). Sutama (1992) melaporkan bahwa pengembangan domba ekor gemuk meliputi daerah yang cukup luas dan umumnya mengarah ke wilayah Indonesia bagian timur dengan kondisi agroekosistem yang kering. Pertumbuhan domba ekor gemuk setelah sapih tergantung dari jumlah dan kualitas pakan yang dikonsumsi. Kisaran berat badan dewasa domba ekor gemuk cukup besar yaitu 20-78 kg dengan rataan 30,5 + 6,9 kg untuk jantan dan 27,2 + 4,7 kg untuk betina. Adanya variasi bobot badan yang besar ini akan memberi peluang yang besar untuk mengadakan seleksi terhadap domba ekor gemuk. Domba Ekor Tipis Domba ekor tipis merupakan ternak domba yang paling banyak populasinya dan paling luas penyebarannya. Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia dan sering dikenal sebagai domba lokal atau domba kampong (Sumoprastowo,1987). Penyebaran domba ekor tipis menurut Hardjosubroto (1994) banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Bahkan menurut Gatenby (1991) jumlah tertinggi di Asia Tenggara adalah terpusat di Jawa Barat. Domba ini mempunyai tubuh yang kecil sehingga disebut domba kacang atau domba Jawa. Selain badannya yang kecil, ciri lainnya yaitu ekor relatif kecil dan tipis. Biasanya bulu badan berwarna putih, hanya kadang-kadang ada warna lain misalnya belang-belang hitam di sekitar mata, hidung, atau bagian lainnya. Domba betina umumnya tidak bertanduk sedangkan domba jantan bertanduk kecil dan melingkar (Einstiana, 2006). Bobot domba ekor tipis jantan yang telah dewasa antara 20-30 kg, sedangkan bobot betinanya adalah 15-20 kg. Domba ekor tipis termasuk golongan domba kecil dengan bobot potong sekitar 20-30 kg. warna bulunya putih dan biasanya memiliki bercak hitam disekeliling matanya, selain itu pola warna belangnya bervariasi mulai dari bercak, belang dan polos. Ekornya tidak menunjukkan adanya deposisi lemak, sehingga disebut domba ekor tipis (Hardjosubroto, 1994). Sodiq dan Abidin (2002) menambahkan bahwa domba jantan memiliki tanduk kecil dan melingkar, sedangkan domba betina tidak bertanduk. Berat badan domba jantan berkisar antara 30-40 kg dan domba betina 15-20 kg. Salah satu keunggulan domba ekor tipis adalah sifatnya yang prolifik, karena mampu melahirkan anak kembar. 6

Ukuran-ukuran Tubuh. Penampilan seekor hewan adalah hasil dari suatu proses pertumbuhan yang berkesinambungan dalam seluruh hidup hewan tersebut. Setiap komponen tubuh mempunyai kecepatan pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda karena pengaruh genetik maupun lingkungan Diwyanto, 1982). Menurut Mulliadi (1996), ukuran permukaan dan bagian tubuh hewan mempunyai banyak kegunaan, karena dapat menaksir bobot badan dan karkas serta memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri suatu bangsa tertentu. Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor domba dan mengetahui perbedaanperbedaan dalam populasi ternak ataupun digunakan dalam seleksi. Pengaruh genetik dan lingkungan menyebabkan timbulnya keragaman pada pengamatan dalam berbagai sifat kuantitatif. Keragaman merupakan suatu sifat populasi yang sangat penting dalam pemuliaan terutama dalam seleksi. Seleksi akan efektif bila terdapat tingkat keragaman yang tinggi (Martojo, 1990). Ukuran permukaan tubuh hewan memiliki banyak kegunaan seperti untuk menaksir bobot badan dan memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri khas suatu bangsa (Doho, 1994). Menurut Devendra dan McLeroy (1982), ukuran tubuh dewasa pada domba lokal untuk betina adalah tinggi badan 57 cm, bobot badan 25-35 kg, sedangkan pada jantan tinggi badan mencapai 60 cm dan bobot badan 40-60 kg dengan rata-rata bobot potong 19 kg. Indeks Morfologi Keragaman sifat morfologi dapat terjadi karena adanya proses mutasi akibat seleksi, perkawinan silang atau bencana alam yang dapat berakibat hilang atau hanyutnya gen tertentu. Menurut Suparyanto et al. (1999), Populasi yang besar dengan tingkat keragaman yang cukup tinggi, baik dalam bangsa maupun antar bangsa menjadikan domba-domba di Indonesia beragam bentuk dan pola warnanya. Perbedaan bobot badan, struktur tubuh, pola warna bulu dan kepadatan wol adalah contoh karakteristik morfologis yang berlainan antar agroekosistem yang dapat dijadikan sebagai gambaran spesifikasi suatu bangsa ternak. 7

Alderson (1999) menyatakan bahwa satu pengukuran linear lebih relevan di dalam pertanian termasuk peternakan karena memberi pengaruh yang signifikan dari sistem peternakan pada pengukuran tubuh tertentu. Sistem pengukuran linear juga dapat memberikan penilaian kepada tipe sapi dan nilai keseluruhan pada hewan. Rasio bobot badan / tinggi badan dan lingkar badan / tinggi badan telah di usulkan sebagai perhitungan indeks dari jenis sapi (Knapp dan Cook, 1933) dan ini telah ditemukan oleh Guilbert dan Gregory (1952) menjadi sangat berhubungan dengan nilai pada sapi Hereford. Penentuan Umur Domba Faktor umur pada domba sangat penting diketahui karena berkaitan dengan program pemeliharaan domba, seperti pemilihan calon induk atau pemilihan bakalan domba yang akan digemukkan. Sebenarnya cara yang paling tepat dalam menentukan umur adalah dengan melihat catatan kelahiran domba tersebut. Namun ada cara lain untuk menentukan umur domba yaitu dengan melihat keadaan gigi geligi dari domba tersebut, seperti melihat keterasahannya gigi seri (bagian depan) dan pergantian (tanggalnya) gigi seri susu. Pendugaan umur domba berdasarkan gigi disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Pendugaan Umur Domba berdasarkan Pergantian Gigi Seri Umur Penggantian Gigi Seri Kode Umur Kurang dari 1 tahun Gigi seri masih utuh I 0 1 1,5 tahun Gigi seri pasangan pertama tanggal dan berganti I 1 1,5 2 tahun Gigi seri pasangan kedua tanggal dan berganti I 2 2,5 3 tahun Gigi seri pasangan ketiga tanggal dan berganti I 3 3,5 4 tahun Semua gigi seri susu sudah tanggal dan berganti I 4 Lebih dari 4 tahun Semua gigi seri permanen sudah terasah / aus I 5 Sumber : Devendra dan McLeroy (1982) Lingkungan Domba Produktivitas yang tinggi dari suatu ternak tidak terlepas dari pengaruh lingkungan tempat ternak tersebut hidup. Suhu, kelembaban udara dan curah hujan merupakan faktor penting dari iklim karena besar pengaruhnya terhadap produktivitas ternak baik secara langsung maupun tidak langsung. Suhu udara 8

yang tinggi dan konstan dapat menghambat metabolisme tubuh, mempengaruhi konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan. Ketinggian tempat juga mempengaruhi iklim, vegetasi tanaman serta kehidupan sosial masyarakatnya. Lebih lanjut Ramdan (2007) menyatakan bahwa peningkatan suhu dan kelembaban lingkungan dapat menyebabkan penurunan terhadap konsumsi pakan sehingga semakin tinggi suhu dan kelembaban udara pada suatu tempat cenderung menurunkan produktivitas ternak, produktivitas terutama pertambahan bobot badan yang lambat disebabkan oleh tidak efisiennya penggunaan energi untuk pertumbuhan, karena sebagian energi tersebut banyak digunakan untuk meningkatkan aktivitas fisiologis diantara respirasi. 9

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di Mitra Tani Farm di Desa Tegal Waru RT 004 RW 05 Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Penelitian lapangan ini dilaksanakan selama satu bulan pada bulan Maret 2009. Materi Ternak Jumlah domba yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 78 ekor. Jumlah dan sebaran contoh ternak domba menurut jenis domba dan kelompok umur yang berbeda pada penelitian ini disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Jumlah dan Sebaran Contoh Ternak Domba Jenis Domba Jenis Kelamin Kelompok Umur I 0 I 1 Jumlah Domba ekor gemuk Jantan 47 17 64 Domba ekor tipis Jantan 7 7 14 Jumlah 54 24 78 Keterangan : I0 = umur kurang dari 1 tahun I1 = umur 1,0 1,5 tahun Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan gantung kapasitas 100 kg dengan skala terkecil 0,2 kg, tongkat ukur dengan skala terkecil 0,5 cm, pita ukur dengan skala terkecil 0,1 cm, sliding caliper dengan skala terkecil 0,1 cm, alat tulis, komputer dan piranti lunak program MINITAB versi 14. Rancangan Data bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh domba dianalisis dengan statistik deskriptif, uji rerata (uji t), analisis korelasi pearson s dan indeks morfologi. 10

Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif ditunjukkan untuk memperoleh karakterisasi bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh pada domba. Analisis ini dilakukan dengan menghitung nilai rataan (X), simpangan baku (s) dan koefisien keragaman (KK) dengan prosedur statistik berikut (Steel dan Torrie, 1995). Keterangan : X X i n s KK = nilai rerata = ukuran ke i dari peubah X = jumlah contoh yang diambil dari populasi = simpangan baku = koefisien keragaman Uji Rerata (uji t) Untuk membandingkan kelompok domba antar jenis dilakukan uji rerata (uji t) dengan menggunakan rumus menurut Walpole (1995) sebagai berikut : Keterangan : = nilai t hitung = rataan sampel pada kelompok ke-1 = rataan sampel pada kelompok ke-2 = nilai pengamatan ke j pada kelompok pertama = nilai pengamatan ke j pada kelompok kedua = jumlah sampel pada kelompok ke-1 = jumlah sampel pada kelompok ke-2 11

Analisis Korelasi Pearson s Untuk mengukur kekuatan hubungan linear antara distribusi dari dua variabel kuantitatif pada domba dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Matjik dan Sumertajaya, 2002). Keterangan : r = nilai korelasi X = nilai pengamatan variabel X Y = nilai pengamatan variabel Y n = jumlah sampel pengamatan Indeks Morfologi Indeks morfologi diperoleh dari perhitungan ukuran-ukuran tubuh domba dengan rumus menurut Alderson (1999) sebagai berikut : Weight : {panjang badan x lingkar dada x [(lebar dada + lebar pinggul) / 2]} / 1050 Height slope index : tinggi badan - tinggi pinggul Length index : panjang badan / tinggi badan Width slope index : lebar dada - lebar pinggul Depth index : dalam dada / tinggi badan Foreleg length index : tinggi badan - dalam dada Balance : (lebar pinggul x panjang pinggul) / (dalam dada x lebar dada) Cumulative index : (weight / breed average weight) + length indeks + balance Prosedur Pengumpulan Data Data penelitian menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan dengan cara melakukan pengukuran dan pengamatan terhadap sifat kuantitatif (bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh) ternak domba. Data sekunder didapatkan melalui penelusuran pustaka dari berbagai sumber. Data-data domba yang telah diperoleh dikelompokkan berdasarkan umur. Tidak adanya sistem pencatatan yang baik menyebabkan umur domba tidak dapat 12

ditentukan sehingga penentuan umur domba dapat dilakukan dengan melihat gigi domba. Umur domba dapat diperoleh dengan pendugaan yang berdasarkan pada gigi seri tetap seperti yang terdapat pada Tabel 2. Peubah yang Diukur Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah karakteristik fenotipik yang berkaitan dengan sifat kuantitatif. Peubah yang diamati yaitu dengan mengukur panjang badan, tinggi badan, tinggi pinggul, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, lebar pinggul dan panjang pinggul. Metode pengukuran untuk masing-masing peubah dilakukan sebagai berikut (Gambar 1.) dan semua pengukuran menggunakan satuan dalam cm. 1. Panjang Badan (PB) adalah jarak garis lurus dari tepi depan luar tulang Scapula sampai benjolan tulang lapis (tulang duduk/os ischum), diukur dengan menggunakan tongkat ukur. 2. Tinggi Badan (TB) adalah jarak tertinggi badan sampai tanah, diukur dengan menggunakan tongkat ukur. 3. Tinggi Pinggul (TPG) adalah jarak tertinggi pinggul sampai tanah, diukur dengan menggunakan tongkat ukur. 4. Lingkar Dada (LID) diukur melingkari rongga dada di belakang sendi bahu (os scapula) menggunakan pita ukur. 5. Dalam Dada (DD) adalah jarak tertinggi antara badan dengan tulang dada, diukur dengan menggunakan tongkat ukur. 6. Lebar Dada (LED) merupakan jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula) kiri dan kanan, diukur dengan menggunakan sliding caliper. 7. Lebar Pinggul (LPG) merupakan jarak antara penonjolan pinggul kiri dan kanan, diukur dengan menggukan sliding caliper. 8. Panjang Pinggul (PPG) adalah jarak antara penonjolan pinggul bagian atas sampai benjolan tulang lapis (tulang duduk/os ischum), diukur dengan menggunakan sliding caliper. 13

Gambar 1. Cara pengukuran ukuran-ukuran tubuh Keterangan Gambar : 1. Panjang Badan (PB) 5. Dalam Dada (DD) 2. Tinggi Badan (TB) 6. Lebar Dada (LED) 3. Tinggi Pinggul (TPG) 7. Lebar Pinggul (LPG) 4. Lingkar Dada (LID) 8. Panjang Pinggul (PPG) 14

HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor domba dan mengetahui perbedaan- perbedaan dalam populasi ternak ataupun digunakan dalam seleksi. Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman hasil dari pengukuran ukuran-ukuran tubuh pada domba ekor gemuk dan domba ekor tipis pada kelompok umur I 0 disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0. DET (n=7) DEG (n=47) Pengukuran tubuh X ± s KK X ± s KK (cm) (%) (cm) (%) Bobot Badan (kg) 20.24 a ± 2.51 12.40 23.14 b ± 1.62 7.00 Panjang Badan 51.00 A ± 3.59 7.04 56.77 B ± 2.49 4.39 Lingkar Dada 55.90 A ± 5.29 9.46 63.76 B ± 2.12 3.32 Lebar Pinggul 12.10 tn ± 1.02 8.43 13.03 tn ± 0.84 6.45 Lebar Dada 13.50 tn ± 1.33 9.85 14.64 tn ± 0.85 5.81 Tinggi Badan 51.17 A ± 2.16 4.22 54.53 B ± 2.37 4.35 Tinggi Pinggul 49.76 A ± 2.08 4.18 52.99 B ± 2.32 4.38 Dalam Dada 24.43 a ± 1.88 7.70 26.31 b ± 0.75 2.85 Panjang Pinggul 15.09 A ± 1.43 9.48 17.79 B ± 0.93 5.23 Keterangan : Superskrip (A,B) pada baris yang sama menyatakan sangat berbeda nyata (P<0,01); Superskrip (a,b) pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05); Superskrip (tn) pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata; X ± s = Rataan ± Simpangan baku; n = jumlah ternak; KK = Koefisien keragaman; DEG = Domba Ekor Gemuk; DET = Domba Ekor Tipis Domba ekor gemuk mempunyai nilai yang tinggi daripada domba ekor tipis yaitu pada bobot badan dan semua ukuran tubuh. Ini menunjukkan bahwa domba ekor gemuk parameter tubuhnya lebih besar dari domba ekor tipis. Bobot badan pada domba ekor gemuk yaitu 23,14 ± 1.62 kg, sedangkan pada domba ekor tipis 20,24 ± 2,51 kg dengan selisih sebesar 2,90 kg. Perbedaan besar terdapat pada ukuran lingkar dada dari kedua bangsa domba yakni dengan selisih nilai sebesar 7,86 cm. Lingkar dada pada domba ekor gemuk yaitu 63,76 ± 2,12 cm dan pada domba ekor tipis yaitu 55,90 ± 5,29 cm. Domba ekor gemuk dan domba ekor tipis keduanya masing-masing memiliki tinggi badan dan tinggi pinggul yang tidak sama. Pada domba ekor gemuk tinggi badan yaitu 54,53 ± 2,37 cm dan tinggi pinggul yaitu 15

52,99 ± 2,32 cm dengan kemiringan sebesar 1,54. Sedangkan pada domba ekor tipis tinggi badan yaitu 51,17 ± 2,16 cm dan tinggi pinggul yaitu 49,76 ± 2,08 cm dengan kemiringan sebesar 1,40. Melihat hasil dari 2 pengukuran yaitu pada panjang badan dan tinggi badan, pada domba ekor gemuk, panjang badan dan tinggi badan yaitu masing-masing 56,77 ± 2,49 cm dan 54,53 ± 2,37 cm, sedangkan pada domba ekor tipis, panjang badan dan tinggi badan yaitu masing-masing 51,00 ± 3,59 cm dan 51,17 ± 2,16 cm. Artinya pada domba ekor gemuk panjang badannya lebih besar daripada tinggi badannya, sedangkan pada domba ekor tipis kebalikannya yaitu tinggi badannya lebih besar daripada panjang badannya. Pada domba ekor gemuk tubuhnya lebih panjang daripada tinggi dan pada domba ekor tipis tubuhnya lebih tinggi daripada panjang. Kemudian pada lebar dada dan lebar pinggul, baik domba ekor gemuk maupun domba ekor tipis keduanya memiliki ukuran lebar dada yang lebih besar daripada ukuran lebar pinggul. Proporsi bagian depan antara dalam dada dengan tinggi badan baik pada domba ekor gemuk maupun domba ekor tipis menunjukan nilai yang hampir sama. Pada domba ekor gemuk proporsi antara dalam dada dengan tinggi badan yaitu sebesar 48,24 %, sedangkan pada domba ekor tipis yaitu sebesar 47,74 %. Koefisien keragaman pada bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh lainnya baik pada domba ekor gemuk maupun pada domba ekor tipis tidak menunjukkan nilai keragaman yang besar. Pada domba ekor gemuk koefisien keragaman nilainya berkisar antara 2,85 7,00 %. Koefisien keragaman paling rendah yaitu pada dalam dada sebesar 2,85 % dan yang tertinggi yaitu pada bobot badan sebesar 7,00 %. Pada domba ekor tipis koefisien keragaman nilainya berkisar antara 4,18 12,40 %. Koefisien keragaman paling rendah yaitu pada tinggi pinggul sebesar 4,18 % dan yang tertinggi yaitu pada bobot badan sebesar 12,40 %. Hal ini menunjukkan bahwa baik domba ekor gemuk maupun domba ekor tipis memungkinkan dilakukan seleksi berdasarkan bobot badan pada kelompok umur I 0, tetapi masih tidak efektif karena respon seleksinya kecil yang disebabkan tingkat keragamannya kurang (koefisien keragaman kurang dari 30 %). 16

Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman hasil dari pengukuran ukuran-ukuran tubuh pada domba ekor gemuk dan domba ekor tipis pada kelompok umur I 1 disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 1. DET (n=7) DEG (n=17) Pengukuran tubuh X ± s KK X ± s KK (cm) (%) (cm) (%) Bobot Badan (kg) 23.00 tn ± 2.79 12.13 25.28 tn ± 2.02 7.99 Panjang Badan 53.71 A ± 2.13 3.97 56.90 B ± 2.72 4.78 Lingkar Dada 59.81 A ± 3.53 5.90 65.30 B ± 2.62 4.01 Lebar Pinggul 13.17 tn ± 1.07 8.12 13.42 tn ± 0.86 6.41 Lebar Dada 14.74 tn ± 1.03 6.99 15.22 tn ± 0.72 4.73 Tinggi Badan 53.86 tn ± 2.05 3.81 55.88 tn ± 3.00 5.37 Tinggi Pinggul 51.67 a ± 2.31 4.47 54.42 b ± 3.20 5.88 Dalam Dada 25.00 tn ± 1.79 7.16 26.44 tn ± 0.82 3.10 Panjang Pinggul 15.67 a ± 1.81 11.55 18.22 b ± 0.70 3.84 Keterangan : Superskrip (A,B) pada baris yang sama menyatakan sangat berbeda nyata (P<0,01); Superskrip (a,b) pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05); Superskrip (tn) pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata; X ± s = Rataan ± Simpangan baku; n = jumlah ternak; KK = Koefisien keragaman; DEG = Domba Ekor Gemuk; DET = Domba Ekor Tipis Pada kelompok umur I 1, domba ekor gemuk masih tetap mempunyai nilai yang tinggi daripada domba ekor tipis yaitu pada bobot badan dan semua ukuran tubuh. Ini makin menunjukkan bahwa domba ekor gemuk parameter tubuhnya lebih besar dari domba ekor tipis. Bobot badan pada domba ekor gemuk yaitu 25,28 ± 2,02 kg, sedangkan pada domba ekor tipis 23,00 ± 2,79 kg dengan selisih sebesar 2,28 kg. Pada domba kelompok I 1, perbedaan besar masih terdapat pada ukuran lingkar dada dari kedua bangsa domba yakni dengan selisih nilai sebesar 5,49 cm. Lingkar dada pada domba ekor gemuk yaitu 65,30 ± 2,62 cm dan pada domba ekor tipis yaitu 59,81 ± 2,13 cm. Domba ekor gemuk dan domba ekor tipis keduanya masing-masing memiliki tinggi badan dan tinggi pinggul yang tidak sama. Pada domba ekor gemuk tinggi badan yaitu 55,88 ± 3,00 cm dan tinggi pinggul yaitu 54,42 ± 3,20 cm dengan kemiringan sebesar 1,46. Sedangkan pada domba ekor tipis tinggi badan yaitu 53,86 ± 2,05 cm dan tinggi pinggul yaitu 51,67 ± 2,31 cm dengan kemiringan sebesar 2.19. 17

Melihat hasil dari dua pengukuran pada domba kelompok I 1 yaitu pada panjang badan dan tinggi badan, pada domba ekor gemuk, panjang badan dan tinggi badan yaitu masing-masing 56,90 ± 2,72 cm dan 55,88 ± 3,00 cm, sedangkan pada domba ekor tipis, panjang badan dan tinggi badan yaitu masing-masing 53,71 ± 2,13 cm dan 53,86 ± 2,05 cm. Artinya seperti halnya pada domba kelompok I 0, pada domba ekor gemuk panjang badannya lebih besar daripada tinggi badannya, sedangkan pada domba ekor tipis kebalikannya yaitu tinggi badannya lebih besar daripada panjang badannya. Pada domba ekor gemuk tubuhnya lebih panjang daripada tinggi dan pada domba ekor tipis tubuhnya lebih tinggi daripada panjang. Kemudian pada lebar dada dan lebar pinggul, baik domba ekor gemuk maupun domba ekor tipis keduanya memiliki ukuran lebar dada yang lebih besar daripada ukuran lebar pinggul seperti halnya pada domba kelompok I 0. Proporsi bagian depan antara dalam dada dengan tinggi badan baik pada domba ekor gemuk maupun domba ekor tipis juga menunjukan nilai yang hampir sama seperti pada domba kelompok I 0. Pada domba ekor gemuk proporsi antara dalam dada dengan tinggi badan yaitu sebesar 47,32 %, sedangkan pada domba ekor tipis yaitu sebesar 46,42 %. Koefisien keragaman pada bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh lainnya pada kelompok ini baik pada domba ekor gemuk maupun pada domba ekor tipis juga tidak menunjukkan nilai keragaman yang besar. Pada domba ekor gemuk koefisien keragaman nilainya berkisar antara 3,10 7,99 %. Koefisien keragaman paling rendah juga terdapat pada dalam dada yaitu sebesar 3,10 % dan yang tertinggi juga terdapat pada bobot badan yaitu sebesar 7,99 %. Pada domba ekor tipis koefisien keragaman nilainya berkisar antara 3,81 12,13 %. Koefisien keragaman paling rendah yaitu pada tinggi badan yaitu sebesar 3,81 % dan yang tertinggi yaitu pada bobot badan sebesar 12,13 %. Hal ini tetap menunjukkan bahwa baik domba ekor gemuk maupun domba ekor tipis memungkinkan dilakukan seleksi berdasarkan bobot badan pada kelompok umur I 1, tetapi masih tidak efektif karena respon seleksinya kecil yang disebabkan tingkat keragamannya kurang (koefisien keragaman kurang dari 30 %). 18

Indeks Morfologi pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Indeks adalah alternatif dalam penilaian ternak karena mencangkup konformasi atau bentuk ternak, panjang dan keseimbangan ternak. Perhitungan indeks morfologi menjadi sangat penting karena indeks diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peternak dalam mengevaluasi ternak dan juga dapat meningkatkan kemampuan dalam memilih potensi breeding stock. Tabel 6. Perhitungan Indeks Morfologi pada Domba Ekor Tipis (DET) dan Domba Ekor Gemuk (DEG) Indeks morfologi I 0 I 1 DET DEG DET DEG Weight 34.75 47.70 42.69 50.69 Height slope 1.40 1.54 2.19 1.46 Length index 0.99 1.04 1.00 1.02 Width slope 1.40 1.61 1.57 1.80 Depth index 0.48 0.48 0.46 0.47 Foreleg length index 26.74 28.22 28.86 29.44 Balance 0.55 0.60 0.56 0.61 Cumulative index 3.26 3.70 3.41 3.63 Indeks morfologi pada domba kelompok I 0 yang menyangkut weight, height slope, length index, width slope, depth index, foreleg length index, balance dan cumulative index pada domba ekor gemuk nilainya lebih besar daripada domba ekor tipis. Weight antara domba ekor gemuk dengan domba ekor tipis memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Pada domba ekor gemuk yaitu sebesar 47,70 dan pada domba ekor tipis yaitu sebesar 34,75 dengan selisih keduanya sebesar 12,95. Indeks yang hampir sama nilainya antara domba ekor gemuk dengan domba ekor tipis yaitu pada nilai length index dan balance. Pada kelompok ini ada juga nilai indeks yang sama antara domba ekor gemuk dengan domba ekor tipis yaitu pada nilai depth index dengan nilai sebesar 0,48. Pada kelompok I 1 nilai indeks domba ekor gemuk umumnya masih lebih besar daripada domba ekor tipis, kecuali pada nilai height slope index. Pada domba ekor tipis height slope index nilainya lebih besar daripada domba ekor gemuk yaitu 2,19 pada domba ekor tipis dan 1,46 pada domba ekor gemuk. Weight index antara domba ekor gemuk dengan domba ekor tipis pada domba kelompok ini masih memiliki selisih yang cukup signifikan seperti halnya pada domba kelompok I 0. 19

Domba ekor gemuk memiliki weight sebesar 50,69 dan pada domba ekor tipis sebesar 42,69 dengan selisih nilai sebesar 8,00. Pada kelompok ini tidak ada indeks yang besarnya sama seperti halnya domba kelompok I 0, namun masih terdapat indeks yang besarnya hampir sama antara domba ekor gemuk dan domba ekor tipis yaitu pada length index, depth index dan balance. Cumulative index adalah indeks yang paling penting karena cumulative index membawa gambaran parameter yang lebih luas dan mendalam dibandingkan dari nilai indeks lainnya. Pada Tabel 6. baik pada domba kelompok I 0 maupun domba kelompok I 1 digambarkan bahwa cumulative index pada domba ekor gemuk lebih besar daripada domba ekor tipis. Ini menunjukan bahwa domba ekor gemuk semua nilai indeksnya lebih besar dari domba ekor tipis, dan gambaran cumulative index sudah cukup menandakan bahwa domba ekor gemuk parameter tubuhnya lebih besar dari domba ekor tipis. Pada Tabel 7. gambaran rataan indeks dari semua kelompok umur menunjukkan bahwa hanya height slope index pada domba ekor tipis saja yang nilainya lebih tinggi dari domba ekor gemuk dan juga pada depth index yang memiliki besar yang sama antara domba ekor tipis dengan domba ekor gemuk yakni sebesar 0,47. Selebihnya rataan indeks domba ekor gemuk masih lebih besar dari domba ekor tipis. Ini memang sudah dapat dipastikan karena domba ekor gemuk memiliki nilai genetik kuantitatif yang lebih tinggi daripada domba ekor tipis. Koefisien keragaman yang terkait dengan masing-masing indeks menunjukkan gambaran yang sedikit berbeda. Pada domba ekor tipis koefisien keragaman menunjukkan keragaman yang tinggi, koefisien keragaman tertinggi terdapat pada height slope index yaitu mencapai sebesar 31,28 %, sedangkan pada domba ekor gemuk koefisien keragaman tidak menunjukkan keragaman yang tinggi, koefisien keragaman tertinggi terdapat pada width slope index yaitu hanya sebesar 7,65 %. Pada domba ekor tipis seleksi bisa dilakukan dengan menggunakan parameter height slope index dan bisa saja efektif karena respon seleksinya cukup besar karena tingkat keragamannya lebih dari 30 %. 20

Tabel 7. Rataan, Standar Baku dan Koefisien Keragaman Indeks Morfologi pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Indeks morfologi X ± s KK % DET DEG DET DEG Weight 38.72 ± 5.61 tn 49.19 ± 2.11 tn 14.49 4.29 Height slope 1.79 ± 0.56 tn 1.50 ± 0.06 tn 31.28 4.00 Length index 0.99 ± 0.01 tn 1.03 ± 0.01 tn 1.00 0.97 Width slope 1.48 ± 0.12 tn 1.70 ± 0.13 tn 8.12 7.65 Depth index 0.47 ± 0.01 tn 0.47 ± 0.01 tn 2.13 2.13 Foreleg length index 27.80 ± 1.50 tn 28.83 ± 0.86 tn 5.40 2.98 Balance 0.55 ± 0.01 a 0.60 ± 0.01 b 1.82 1.67 Cumulative index 3.33 ± 0.12 tn 3.66 ± 0.05 tn 3.60 1.37 Keterangan : Superskrip (a,b) pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05); Superskrip (tn) pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata; X ± s = Rataan ± Simpangan baku; KK = Koefisien keragaman; DEG = Domba Ekor Gemuk; DET = Domba Ekor Tipis Pendugaan bobot badan ternak domba ekor gemuk dan domba ekor tipis dengan menggunakan indeks morfologi merupakan salah satu dari tujuan penelitian ini. Weight merupakan indeks untuk menduga bobot badan. Weight yang di dalamnya terdapat empat pengukuran tubuh meliputi panjang badan, lingkar dada, lebar dada dan lebar pinggul adalah penting dalam pendugaan bobot badan ternak. Pendugaan bobot badan ternak dengan indeks ini menunjukkan hasil yang tidak memuaskan atau tidak akurat. Misalnya pada domba ekor gemuk kelompok I 0, hasil pendugaan bobot badan yaitu 47,70 kg, sedangkan rataan bobot badan sebenarnya yaitu 23,14 kg. Tidak akuratnya pendugaan ini mungkin karena rumus pendugaan bobot Alderson kurang cocok diterapkan untuk domba Indonesia. Oleh karena itu rumus ini butuh revisi agar pendugaan bobot badan dengan menggunakan ukuran-ukuran tubuh dapat menghasilkan nilai yang akurat dan lebih baik. Sedikit revisi pada rumus ini menunjukkan hasil yang cukup akurat. Misalnya pada domba ekor gemuk kelompok I 0, rataan bobot sebenarnya yaitu 23,14 kg, sedangkan hasil pendugaan dengan rumus yang sudah direvisi yaitu 23,85 kg. Pendugaan Bobot Badan menurut Alderson (1999) Weight : panjang badan x lingkar dada x [(lebar dada + lebar pinggul) / 2] / 1050 Pendugaan Bobot Badan menurut Alderson (1999) yang sudah direvisi Weight : panjang badan x lingkar dada x [(lebar dada + lebar pinggul) / 2] / 2100 21

Tabel 8. Perbandingan Penaksiran Bobon Badan antara Rumus Alderson dengan Rumus Revisi. Rataan Penaksiran Bobot Badan Kelompok Domba Bobot Badan Rumus Alderson Rumus Revisi DEG Kelompok I 0 23.14 47.70 23.85 DET Kelompok I 0 20.24 34.75 17.37 DEG Kelompok I 1 25.28 50.69 25.34 DET Kelompok I 1 23.00 42.69 21.34 Keterangan : DEG = Domba Ekor Gemuk; DET = Domba Ekor Tipis Indeks height slope yang di dalamnya terdapat dua pengukuran tubuh yaitu tinggi badan dan tinggi pinggul dalam penelitian ini sepertinya belum dapat dijadikan penaksiran tipe ternak. Nilainya didapat dari hasil pengurangan tinggi badan dengan tinggi pinggul. Salah satu ciri ternak sapi atau domba yang unggul yaitu dari pundak sampai pinggul membentuk garis lurus mendatar sama tinggi. Dapat dikatakan bahwa ketika nilai indeks height slope positif mendekati nol atau sama dengan nol, maka ternak tersebut baik atau bagus. Nilai length index dapat menjelaskan tipe ternak domba apakah tubuhnya bertipe panjang atau bertipe tinggi. Nilai length index didapat dari hasil pembagian panjang badan dengan tinggi badan. Nilai length index positif di bawah satu dapat dikatakan ternak tersebut bertipe tinggi, jika nilainya positif di atas satu maka dapat dikatakan ternak tersebut bertipe panjang. Hasil penelitian pada domba ekor gemuk nilai length index yang didapat yaitu 1.03 dan pada domba ekor tipis yaitu 0.99. Berdasarkan nilai tersebut jika dilihat dari proporsi tubuhnya dapat dikatakan bahwa domba ekor gemuk bertipe panjang dan domba ekor tipis bertipe tinggi. Indeks width slope terdiri dari dua pengukuran tubuh yaitu lebar dada dan lebar pinggul. Seperti halnya indeks height slope, dalam penelitian ini indeks width slope juga belum dapat dijadikan penaksiran tipe ternak. Nilainya didapat dari pengurangan lebar dada dengan lebar pinggul. Indeks width slope domba ekor gemuk pada penelitian ini yaitu 1.70 sedangkan pada domba ekor tipis yaitu 1.48. Dari nilai tersebut dapat dikatakan bahwa domba ekor gemuk dan domba ekor tipis memiliki lebar dada yang lebih besar daripada lebar pinggul. 22

Depth index dan foreleg length pndex merupakan indeks yang di dalamnya terdiri dari dua pengukuran tubuh yaitu tinggi badan dan dalam dada. Depth index dapat menjelaskan ternak domba bertipe gemuk dan berkaki panjang atau berkaki pendek. Jika nilai depth index >0,5 maka ternak tersebut dapat dikatakan bertipe gemuk dan berkaki pendek dan jika nilai depth index <0,5 maka ternak tersebut mempunyai tipe berkaki panjang. Foreleg length index dalam penelitian ini belum dapat digunakan untuk menjelaskan tipe suatu ternak. Nilainya didapat dari hasil pengurangan tinggi badan dengan dalam dada. Foreleg length index hanya dapat menjelaskan berapa panjang kaki depan ternak. Menurut Tabel 7, depth index domba ekor gemuk dan domba ekor tipis pada penelitian ini yaitu 0.47. Foreleg length pada domba ekor gemuk yaitu 28,83 dan pada domba ekor tipis yaitu 27,80. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa kedua bangsa ternak tersebut mempunyai tipe berkaki pendek, dan domba ekor gemuk kaki depan yang lebih panjang daripada domba ekor tipis meskipun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Cumulative index yang di dalamnya terdiri dari weight, length index dan balance mempunyai peranan yang paling penting dalam menentukan tipe dari suatu ternak domba. Cumulative index adalah pengukuran terbaik untuk menilai tipe dan fungsi dari ternak domba (Alderson, 1999). Domba yang baik adalah domba yang memiliki produksi daging yang baik. Produksi daging pada domba dapat ditaksir dari pengukuran bagian-bagian tubuh atau morfologi domba. Ukuran-ukuran tubuh tersebut termasuk dalam perhitungan weight dan balance. Semakin besar nilai cumulative index maka semakin baik kualitas domba tersebut. Pada Tabel 7. digambarkan bahwa nilai cumulative index domba ekor tipis yaitu 3,33, sedangkan pada domba ekor gemuk yaitu 3,66. Nilai cumulative index domba ekor gemuk lebih besar dari domba ekor tipis, meskipun dengan perbedaan yang tidak terlalu signifikan. Belum adanya standar baku tentang besaran nilai cumulative index, dalam penelitian ini cumulative index belum dapat menjelaskan tipe dan fungsi ternak pada domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. 23