I PENDAHULUAN. terhadap PDB Indonesia membuat sektor perikanan dijadikan penggerak utama (prime mover)

dokumen-dokumen yang mirip
MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL PADA PEMASARAN BENIH IKAN PATIN PT MITRA MINA NUSANTARA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena termasuk dalam Zone Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI). Namun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BADAN PUSAT STATISTIK

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

I. II. III. IV. V. I. PENDAHULUAN. yang diketahui memiliki potensi besar yang dapat terus dikembangkan dalam

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.32/Men/2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. 1 dan Bisnis disektro Kelautan [10 Februari 2009].

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi

BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan Industri Kecil dan Menengah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 95.181 km 1. Luas wilayah perairan Indonesia mencapai 5,8 juta km 2 dan mendominasi lebih dari 70 persen dari luas territorial Indonesia. Wilayah perairan Indonesia terdiri dari 3,1 juta km 2 perairan nusantara dan 2,7 juta km 2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia diduga sebesar 6,26 juta ton per tahun 2. Berdasarkan luasan wilayah perairan tersebut, sektor perikanan memiliki potensi untuk berkembang dilihat dari segi ekonomi maupun produksi. Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan memegang peranan strategis dalam memberikan kontribusi bukan hanya untuk PDB kelompok pertanian secara umum, tetapi juga pada PDB nasional 3. Besarnya kontribusi perikanan terhadap PDB Indonesia membuat sektor perikanan dijadikan penggerak utama (prime mover) perekonomian nasional. PDB sektor perikanan berdasarkan harga berlaku pada tahun 2004 adalah Rp 53,01 triliun atau sama dengan 16,107 persen dari PDB kelompok pertanian dan 2,309 persen dari PDB nasional. Pada 2008, PDB sektor perikanan meningkat menjadi Rp 137,249 triliun. Nilai ini memberikan kontribusi pada PDB kelompok pertanian menjadi sekitar 19,167 persen atau kontribusi terhadap PDB nasional sekitar 2,772 persen. Sampai dengan triwulan ketiga tahun 2009, PDB perikanan mencapai Rp 177,773 triliun atau memberikan kontribusi 20,713 persen terhadap PDB kelompok pertanian dan 3,167 persen terhadap PDB nasional. Besarnya PDB Perikanan atas dasar harga berlaku dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Perikanan (Atas Dasar Harga Berlaku) Miliar Rupiah 1 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia NO. PER. 06/MEN/2010. Dirilis tanggal 18 Februari 2010. 2 Isnan W. 2008. Potensi Wilayah Pesisir dan Lautan Dalam Mendukung Pembangunan Indonesia. http://wahyudiisnan.blogspot.com/2008/06/potensi-wilayah-pesisir-dan lautan.html [Diakses tanggal 9 Juli 2011]. 3 [KKP]. 2010. Rencana Strategis Kementrian Kelautan dan Perikanan Tahun 2010-2014. Hlm 1.

Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008* 2009** 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & 329.124,6 364.169,3 433.223,4 541.931,5 716.065,3 858.252,0 Perikanan a. Tanaman Bahan 165.558,2 181.331,6 214.346,3 265.090,9 349.795,0 418.963,9 Makanan b. Tanaman Perkebunan 49.630,9 56.433,7 63.401,4 81.664,0 105.969,3 112.522,1 c. Peternakan 40.634,7 44.202,9 51.074,7 61.325,2 82.676,4 104.040,0 d. Kehutanan 20.290,0 22.561,8 30.065,7 36.154,1 40.375,1 44.952,1 e. Perikanan 53.010,8 59.639,3 74.335,3 97.697,3 137.249,5 177.773,9 Produk Domestik 2.295.826,2 2.774.281,1 3.339.216,8 3.950.893,2 4.951.356,7 5.613.441,7 Bruto Produk Domestik Bruto Tanpa Migas 2.083.077,9 2.458,234,3 2.967.040,3 3.534.406,5 4.427.193,3 5.146.512,1 Persentase PDB Perikanan terhadap Kelompok Pertanian 16,107 16,377 17,159 18,028 19,167 20,713 PDB Total 2,309 2,150 2,226 2,473 2,772 3,167 Sumber: BPS (2010) (*Angka Sementara; ** Angka Sangat Sementara) Potensi perikanan Indonesia dapat terlihat pula dari total produksi perikanan yang semakin meningkat dapat dilihat sebagaimana pada Tabel 2. Total produksi ikan Indonesia mengalami peningkatan sebesar 63,243 persen dari tahun 2005 hingga 2010, yakni dari 6,8 juta ton pada tahun 2005 menjadi 10,8 juta ton pada tahun 2010. Tabel 2. Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2005-2010 Tahun Produksi Ikan Budidaya (Ton) Produksi Ikan Tangkap (Ton) Total Produksi (Ton) 2005 2.163.674 4.705.868 6.869.542 2006 2.682.596 4.769.160 7.451.756 2007 3.088.800 4.940.000 8.028.000 2008 3.855.200 5.196.000 9.051.200 2009 4.708.565 5.285.000 9.993.565 2010 5.478.000 5.384.000 10.862.000 Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (2011) Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa perikanan budidaya

mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pada tahun 2005 perikanan budidaya menyumbang 31,497 persen dari total produksi nasional. Kontribusi perikanan budidaya terhadap total produksi perikanan nasional semakin meningkat pada tahun 2010. Pada tahun tersebut perikanan budidaya menyumbang 50,433 persen dari total produksi nasional. Gambaran mengenai kondisi ini memberikan tantangan bagi Indonesia untuk bertumpu pada kegiatan perikanan budidaya. Kegiatan perikanan budidaya diprediksi mampu menaikkan produksi perikanan secara nyata. Kebijakan pengembangan perikanan Indonesia ke depan juga akan lebih didominasi oleh kegiatan perikanan budidaya 4. Perikanan budidaya dituntut menjadi kontributor utama peningkatan produksi perikanan nasional. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi perikanan budidaya meningkat sebesar 353 persen selama tahun 2010-2014, yaitu dari 5,26 juta ton menjadi 16,89 juta ton. Hal ini sejalan dengan visi KKP untuk menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil produk perikanan terbesar pada tahun 2015 5. Pencapaian visi KKP diharapkan dapat meningkatkan daya saing dan posisi Indonesia dalam pergaulan di dunia internasional disamping meningkatkan perekonomian masyarakat dan penerimaan negara. Salah satu kebijakan yang dilakukan KKP untuk mencapai visi tersebut adalah dengan menargetkan produksi lima komoditas utama perikanan budidaya, yakni rumput laut, lele, bandeng kerapu, dan patin mampu menjadi yang terbesar di dunia pada 2014. Komoditas rumput laut pada 2014 ditargetkan mencapai 10 juta ton dari 2009 yang hanya 2,9 juta ton. Pada 2014 produksi lele ditargetkan mampu diproduksi sebanyak 900 ribu ton dari produksi 2009 sebanyak 144 ribu ton. Produksi bandeng ditargetkan naik dari 328.288 ton tahun lalu menjadi 700.000 ton pada 2014 sementara ikan kerapu diharapkan meningkat dari 8.791 ton pada tahun 2009 menjadi 20.000 ton selama lima tahun mendatang. Produksi ikan patin selama lima tahun mendatang juga diproyeksikan naik menjadi 1,88 juta ton dari 109.685 ton 6. Besarnya volume produksi perikanan budidaya pada 4 [KKP]. 2010. Rencana Strategis Kementrian Kelautan dan Perikanan Tahun 2010-2014. Hlm 21. 5 Pusat Data Statistik dan Informasi Perikanan. Gelar Indo Aqua, KKP Siap Pacu Perikanan Budidaya. No. B.110/PDSI/HM.310/X/2010, dirilis tanggal 04/10/10. 6 Primus J. 2010. Komoditas Perikanan Budidaya Punya Lima Unggulan.

tahun 2007 hingga 2009 tercermin pada Tabel 3. Tabel 3. Volume Produksi Perikanan Budidaya Menurut Komoditas Utama Tahun 2007-2009 Produksi (ton) Komoditas 2007 2008 2009 1. Rumput Laut 1.728.475 2.145.061 2.963.556 2. Lele 91.735 114.371 144.755 3. Bandeng 263.139 277.471 328.288 4. Kerapu 8.036 5.005 8.791 5. Patin 36.755 102.021 109.685 Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2010), diolah Ikan patin merupakan komoditi yang target peningkatannya paling besar selama kurun waktu 2009 hingga 2014. Ikan patin memiliki potensi besar untuk dibudidayakan secara komersial, karena ikan konsumsi air tawar ini relatif lebih mudah dibudidayakan. Ikan patin merupakan salah satu komoditas perikanan yang sangat strategis untuk konsumsi domestik maupun ekspor 7. Harga ikan patin lebih murah yakni separuh dari daging ayam 8 serta rasa daging ikan patin yang enak, lezat dan gurih, serta teksturnya yang lebih kenyal membuat ikan ini banyak digemari oleh masyarakat terutama di Pulau Sumatera dan Kalimantan (Zelvina, 2009). Meningkatnya produksi budidaya ikan patin, akan meningkatkan permintaan akan benih sehingga membuka peluang usaha yang lebih besar di usaha pembenihan (Surahmat, 2009) sebagai upaya untuk mencapai target produksi. Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada ukuran tertentu. Budidaya ikan patin sebagai pemenuhan benih ini cukup memiliki prospek yang bagus karena permintaan benih cukup besar. Budidaya http://entertainment.kompas.com/read/2010/01/08/20200299/komoditas.perikanan.budidaya.pu nya.lima.unggulan [diakses tanggal 11 Juli 2011]. 7 Akmalia Mila. 2011. Perkembangan Patin Indonesia. http://www.indonesianaquaculture.com/showtread.php/180-perkembangan-patin-indonesia [diakses tanggal 11 Juli 2011] 8 Primus J. 2010. Komoditas Perikanan Budidaya Punya Lima Unggulan. http://entertainment.kompas.com/read/2010/01/08/20200299/komoditas.perikanan.budidaya.pu nya.lima.unggulan [diakses tanggal 11 Juli 2011].

ikan patin sebagai persediaan benih ini memerlukan waktu yang relatif pendek sehingga perputaran modal bisa dipercepat. Budidaya ikan patin dalam kategori pembesaran biasanya dilakukan saat benih ikan patin memiliki berat 8-12 gram/ekor, dan setelah 6 bulan dapat mencapai 600-700 gram/ekor 9. Dengan target produksi ikan patin yang mencapai 1,88 juta ton, diperkirakan total kebutuhan benihnya adalah 3.196.000 ekor benih. Jumlah ini setara dengan 1,7 kali total produksi dengan survival rate 98 persen. Jumlah ini akan meningkat seiring permintaan pasar ikan patin dengan bobot yang lebih rendah per ekornya. Ketersediaan benih ikan patin yang berkelanjutan dibutuhkan sesuai permintaan. Selama ini kegiatan pemijahan ikan patin banyak terkonsentrasi di daerah Sukabumi, Bogor, dan Jakarta sedangkan kegiatan pendederan dan pembesaran berada di daerah Sumatra, Kalimantan, dan daerah lainnya di pulau jawa (Sumarna, 2007). Bogor merupakan salah satu sentra produksi pembenihan ikan patin di daerah Jawa Barat. Wilayah Kalimantan dan Sumatera yang difokuskan untuk usaha pembesaran, tidak jarang memesan benih patin berasal dari Jawa Barat. Pola konsumsi masyarakat Jawa Barat yang kurang menggemari ikan patin ikut berperan dalam pemilihan pembudidaya ikan lebih memilih kegiatan pembenihan daripada pembesaran 10. Kondisi cuaca, iklim, dan ph air yang menunjang, serta pakan yang berupa cacing sutera melimpah dan banyak ditemukan di Jawa Barat membuat usaha pembenihan lebih berkembang di Jawa Barat. Teknologi penyuntikan dan pengekstraksian kelenjar hipofisa juga lebih berkembang di Jawa Barat (Bukit, 2007). Potensi ekonomi, peningkatan produksi, sumberdaya yang dimiliki, serta peluang pasar yang terbuka membuat pembenihan ikan patin di Jawa Barat berpotensi untuk terus dikembangkan. Namun potensi dan peluang ini tidak terlepas dari berbagai kendala yakni tingginya tingkat risiko yang dihadapi. Ketersediaan benih dan pendistribusian benih dari satu tempat ke tempat lain merupakan beberapa risiko dalam budidaya ikan patin. Risiko yang sering 9 Galeri ukm. 2010. Budidaya Ikan Patin. http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/22/aspekpemasaran-budidaya-pembesaran-ikan-patin/ [diakses tanggal 11 Agustus 2011]. 10 Wawancara dengan Direktur Pemasaran PT Mitra Mina Nusantara (Agus Purnomo W, S.Pi) [7 Mei 2011].

dihadapi dalam pengiriman benih ikan patin adalah tingkat kelangsungan hidup (survival rate) yang rendah akibat perubahan kualitas air selama pengangkutan, antara lain tingginya kadar CO 2, akumulasi amoniak, rendahny O 2 kasar (Berka, 1986 diacu dalam Mukti, 2010). Kabupaten Bogor memiliki beberapa perusahaan distributor benih ikan patin diantaranya Tapos Agro Lestari, Number One Fish Farm, Deddy Fish Farm, dan PT Mitra Mina Nusantara (PT MMN) yang berpengalaman menyalurkan jutaan ekor benih tiap bulannya. Tapos Agro Lestari dan Deddy Fish Farm mendistribusikan hampir 2.000.000 ekor benih ikan patin tiap bulannya (Mastuti, 2011 dan Atemalem, 2001), dan Number One Fish Farm 300.000 benih (Armayuni, 2011). PT MMN mendistribusikan benih dalam jumlah yang lebih besar, yaitu kisaran 600.000 hingga 3.000.000 benih tiap bulannya. PT MMN merupakan salah satu perusahaan dengan unit bisnis utamanya adalah pemasaran benih ikan patin yang terletak di kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Kecamatan Parung memiliki beberapa keunggulan dimana tenaga kerja yang digunakan sebagian besar berpengalaman. Dengan menggunakan tenaga kerja berpengalaman, produksi benih patin di Parung lebih efisien. Sebagai akibatnya, jika benih ikan dijual dengan harga yang sama, pengusaha ikan patin di Parung mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan perusahaan di daerah lain (Mastuti, 2011). PT MMN dihadapkan pada masalah risiko operasional pada pelaksanaan usaha yang didalamnya ikut mempengaruhi penerimaan perusahaan, jumlah serta kualitas benih yang dikirim. Risiko operasional terdapat dalam kegiatan pemasaran yang meliputi pengadaan, penanganan, serta pendistribusian benih menyebabkan terjadinya fluktuasi pada penerimaan. Menghadapi permasalahan yang disebabkan karena adanya risiko dalam kegiatan pemasaran benih ikan patin, membuat PT MMN mengalami pasang surut dalam perjalanannya. Mengingat adanya risiko dalam usaha perikanan maka perlu dilakukan kegiatan untuk mengelola risiko tersebut. Keputusan yang tepat dapat diambil sehingga risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan dapat dihindari atau dikurangi. Upaya untuk masuk dalam peta persaingan dalam industri perikanan serta mengurangi risiko diperlukan oleh PT MMN, namun sebelumnya

perusahaan harus mengetahui sumber-sumber yang menyebabkan terjadinya risiko. Manajemen risiko yang baik akan membantu menghindari kejadiankejadian yang tidak terduga dan merugikan serta memberikan kontribusi penting bagi perusahaan sehingga kerugian perusahaan akibat adanya risiko dapat diminimalisir dan keuntungan perusahaan akan semakin meningkat. 1.2 Perumusan Masalah Perikanan budidaya sedang diupayakan menjadi kontributor utama peningkatan produksi perikanan nasional 11. PT Mitra Mina Nusantara (PT MMN) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perikanan budidaya. PT MMN memiliki tujuh unit kerja yang masing-masing unitnya dipimpin oleh seorang manajer. Ketujuh unit kerja tersebut adalah unit trading (pemasaran), produksi ikan hias, pembenihan lobster air tawar, toko ikan hias, aquascape, pembesaran lobster air tawar, dan fillet. Unit kerja yang akan dibahas pada penelitian ini adalah unit trading (pemasaran) dengan komoditi berupa benih ikan patin. Kegiatan utama dalam pemasaran benih ikan adalah menampung benih dari petani dan mendistribusikannya kepada konsumen ke berbagai wilayah di nusantara seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Usaha pemasaran benih ikan patin dihadapkan pada risiko yang dapat menghambat usaha ini. Risiko yang muncul pada usaha pemasaran benih ikan adalah risiko operasional yang terdapat dalam kegiatan pemasaran yang meliputi pengadaan, penanganan, serta pendistribusian. Proses distribusi merupakan sumber risiko terbesar yang dihadapi pemasar benih ikan. Pada usia benih, ikan memiliki kondisi tubuh yang lemah, gerakannya lambat, dan belum memiliki kemampuan perlindungan diri dari serangan hama dan penyakit. Berbagai kelemahan benih tersebut ikut berperan membuat proses pendistribusian benih ikan tidaklah mudah dan tidak jarang memberikan kerugian yang cukup besar. Risiko ini bisa muncul apabila pembenih tidak bisa menekan mortalitas benih. Proses penanganan benih ikan yang tidak dilakukan dengan baik ikut berpengaruh dalam risiko ini. Risiko operasional lain yang pernah terjadi pada PT MMN 11 Pusat Data Statistik dan Informasi Perikanan. Gelar Indo Aqua, KKP Siap Pacu Perikanan Budidaya. No. B.110/PDSI/HM.310/X/2010, dirilis tanggal 04/10/10.

adalah kecelakaan pada Januari 2011 dimana keseluruhan benih ikan yang dibawa mati dan supirnya meninggal. Berbagai kendala ini menunjukan meskipun usaha pembenihan menjanjikan perolehan keuntungan yang besar dilihat dari peningkatan voleme produksi yang berkorelasi dengan permintaan benih, usaha pemasaran benih mempunyai risiko usaha yang tinggi. Tingkat mortalitas benih di PT Mitra Mina Nusantara selama periode penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Persentase (%) 20,00 15,00 10,00 5,00 - Tingkat Mortalitas Benih Patin September Oktober November Desember Januari Bulan Gambar 1. Tingkat Mortalitas Benih Ikan Patin pada Tahun 2010-2011 Berbagai macam risiko operasional yang ada membuat tingkat mortalitas benih tinggi. Tingginya tingkat mortalitas benih akan menyebabkan penerimaan perusahaan berfluktuatif. Omzet perusahaan yang berfluktuatif mencerminkan adanya gangguan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Fluktuasi omzet dapat dilihat pada Gambar 2. Omzet Rp200.000.000 Rp150.000.000 Rp100.000.000 Rp50.000.000 Rp0 Omzet PT Mitra Mina Nusantara September Oktober November Desember Bulan Januari Gambar 2. Omzet Penjualan Benih Ikan Patin PT MMN tahun 2010-2011 Indikasi risiko pada pemasaran benih menyebabkan perlunya suatu

manajemen dalam menghadapi kerugian yang akan ditimbulkan. Dengan manajemen risiko sebuah usaha yang dijalankan diharapkan lebih dapat bertahan dimana potensi risiko yang akan terjadi sudah diperhitungkan. Pertanyaan yang timbul sekarang adalah bagaimana manajemen risiko yang dapat diterapkan PT MMN dalam mengendalikan risiko operasional yang dihadapi. Manajemen risiko yang baik akan memberikan kontribusi penting bagi perusahaan sehingga kerugian perusahaan akibat adanya risiko dapat diminimalisir dan keuntungan perusahaan akan meningkat. Berdasarkan kondisi tersebut maka rumusan masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Sumber-sumber risiko operasional apa saja yang terdapat pada unit pemasaran benih ikan patin yang dihadapi oleh PT Mitra Mina Nusantara? 2. Bagaimana probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumbersumber risiko pada unit pemasaran benih ikan patin terhadap PT Mitra Mina Nusantara? 3. Bagaimana strategi penanganan yang dapat diterapkan oleh PT Mitra Mina Nusantara untuk mengendalikan risiko operasional dalam unit pemasaran benih ikan patin? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko operasional pada unit pemasaran benih ikan patin yang dihadapi PT Mitra Mina Nusantara. 2. Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumbersumber risiko pada unit pemasaran benih ikan patin terhadap PT Mitra Mina Nusantara. 3. Menganalisis alternatif penanganan risiko operasional dalam unit pemasaran benih ikan patin yang dapat diterapkan oleh PT Mitra Mina Nusantara. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna bagi: 1. Pihak perusahaan dalam hal ini PT Mitra Mina Nusantara, sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan, memperbaiki pembuatan keputusan,

membantu menghindari kejadian-kejadian yang tidak terduga, merugikan, dan dapat membantu memperbaiki atau memperbesar kemungkinan keberhasilan kegiatan pemasaran di perusahaan. 2. Penulis, menambah pengetahuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah, serta melatih kemampuan analisis dalam pemecahan masalah. 3. Pembaca, agar dapat mengembangkan dan mengaplikasikan penelitian ini serta dapat dijadikan sebagai salah satu sumber rujukan atau referensi untuk penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Terdapat beberapa batasan dari penelitian yang akan dilakukan ini. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada beberapa hal yaitu: 1. Unit usaha yang dikaji adalah bagian trading (pemasaran) dengan terkonsentrasi pada benih ikan patin. Hal ini dikarenakan pemasaran benih ikan patin merupakan sumber pendapatan utama perusahaan dengan kontribusi rata-rata lebih dari 80 persen dari total pendapatan. 2. Objek penelitian berupa data primer berupa hasil wawancara dan observasi langsung di perusahaan serta data sekunder berupa data bulanan terhitung sejak September 2010 hingga Januari 2011. 3. Kategori risiko yang ditelaah dalam penelitian manajemen risiko ini adalah risiko operasional yang bersumber dari manusia, teknologi, alam, dan proses pada kegiatan pemasaran yang meliputi pengadaan benih, penanganan benih, serta proses distribusi.