BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan. masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Ada tiga aspek yang perlu

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan. pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka,

BAB I PENDAHULUAN. yang satu akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI

BABI. kehidupan yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tahap-tahap

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum Lanjut Usia dan Permasalahannya. Menurut Undang-undang RI No.3 tahun 1986 tentang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Selamat Membaca dan Memahami Materi e-learning Rentang Perkembangan Manusia II Oleh Dr Triana Noor Edwina DS, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia populasi lanjut usia juga mengalami peningkatan (Tanaya, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. mencapai usia 60 tahun ke atas. Lansia adalah seorang laki-laki atau

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan

Menurut UU No. 13 Th.1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia yang dimaksud Lanjut Usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas.

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4).

BAB I PENDAHULUAN. No.13 tahun 1998 pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup ini mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Deficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

L1. Aktivis Gereja. Universitas Kristen Maranatha

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI

BAB II TINJAUAN TEORI Pengertian pengetahuan

MASA USIA LANJUT Menurut UU No. 13 Th.1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia yang dimaksud Lanjut Usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. pada pembangunan di sektor ekonomi. Agar dapat bersaing antar bangsa, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkakan kesadaran, kemauan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

MASA USIA LANJUT. Menurut UU No. 13 Th.1998 ttg Kesejahteraan Lanjut Usia yg dimaksud Lanjut Usia adalah seseorang yg berusia 60 th ke atas.

COPING STRESS PADA WANITA YANG MENGALAMI KEMATIAN PASANGAN HIDUP. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adanya waktu untuk berolahraga ringan sekalipun merupakan kebiasaankebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif,

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal. Secara internal, kedaulatan NKRI dinyatakan dengan keberadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya perusahaan yang terancam mengalami kebangkrutan karena tidak

ABSTRAK. Kata Kunci:, problem focused coping, emotional focused coping, SECAPA-AD. i Universitas Kristen Maranatha

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana

`BAB I PENDAHULUAN. akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Perkembangan bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menopause merupakan suatu tahap kehidupan yang dialami. wanita yang masih dipengaruhi oleh hormon reproduksi

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. gunakan dalam menghadapi situasi stressfull (dalam Smet, 1994).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rahmad Santoso, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia,

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. biasanya disebabkan oleh usia yang semakin menua (Arking dalam Berk, 2011). Dari masa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

Lampiran 1 : Data Penunjang dan Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres. Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Balai Kesehatan dan Olahraga untuk Lanjut Usia Di Solo. a. Balai. b. Kesehatan. c. Olahraga. d. Lanjut.

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. yaitu lanjut usia yang berusia antara tahun, danfase senium yaitu lanjut usia

BAB V PEMBAHASAN. A. Rangkuman Hasil. Usia anak pada saat didiagnosis memiliki epilepsi berbeda-beda.

KUESIONER TENTANG PENGETAHUAN IBU TENTANG PERSIAPAN MEMASUKI MASA MENOPAUSE DI DUSUN V DESA SAMBIREJO KECAMATAN BINJAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun,

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Coping 2.1.1 Pengertian Coping Coping adalah proses untuk menata tuntutan yang dianggap membebani atau melebihi kemampuan sumber daya kita, Lazarus & Folkman; Lazarus & Launier (Taylor, Peplau, Sear 2009). Sedangkan pengertian coping stress menurut Pestonjee (dalam Setyowati, 2006) adalah usaha seseorang dalam menghadapi stres dan mengatasi ancaman maupun tantangan. 2.1.2 Strategi Coping Menurut Lazarus dan Folkman (Davidson, Neale, Kring 2006) mengidentifikasikan strategi coping. Selain itu dari dua upaya coping diatas Lazarus, Dunkel-Schetter, Delongis, & Gruen (dalam Taylor, 1991) menambahkan dengan penjabaran yang lebih detail. 1. Coping yang berfokus pada masalah (Problem Focused Coping) mencakup bertindak secara langsung untuk mengatasi masalah atau mencari informasi yang relevan dengan solusi. Respon dari coping yang terfokus pada masalah terhadap serangkaian teguran keras dari atasan dapat berbentuk bekerja lebih keras, berusaha meningkatkan keahlian, atau mencari pekerjaan baru.

a. Konfrontatif (Confrontative Coping): menggambarkan usaha yang agresif dalam mengubah situasi, terkadang penuh resiko. b. Misalnya secara langsung mengutarakan keberatannya saat tak hak pribadinya diambil. c. Mencari Dukungan Sosial (Seeking Social Support) : usaha dalam memperoleh kenyamanan emosional dan informasi dari orang lain. Misalnya individu berbicara dengan orang lain dan mencari lebih banyak informasi mengenai kondisi yang sedang ia dihadapi. d. Merencanakan Pemecahan Masalah (Planful Problem Solving): individu melakukan analisa terhadap situasi untuk mendapatkan jalan keluar dan kemudian mengambil untuk mengatasi masalah yang ada. 2. Coping yang berfokus pada emosi (Emotion Focused Coping) merujuk pada berbagai upaya untuk mengurangi berbagai reaksi emosional terhadap stress. Tipe coping ini terjadi jika seseorang menyimpulkan bahwa tidak ada hal yang bisa dilakukan mengenai situasi itu sendiri. Salah satu strategi coping terfokus pada emosi adalah mengalihkan perhatian dari masalah; menyerah; dan menyangkal bahwa ada masalah. respon dari coping yang terfokus pada emosi dapat berbentuk penolakan untuk memikirkan teguran atau meyakinkan diri bahwa sebenarnya atasannya tidak bermaksud untuk terlalu kritis. a. Mengontrol Diri (Self Control): usaha dalam mengatur dan mengontrol perasaan diri sendiri terhadap suatu masalah.

b. Melepaskan Diri (Distancing): usaha dalam melepaskan diri dari situasi yang menyebabkan stres, melakukan usaha-usaha kognitif untuk mengalihkan perhatian seseorang dalam suatu masalah dan berusaha membuat tampilan yang positif. Misalnya seseorang pergi dan mengikuti berbagai kegiatan untuk menyibukkan diri dan pikiran sehinggadapat berusaha melupakan masalah yang sedang dialaminya. c. Penilaian Kembali Secara Positif (Positive Reappraisal): usaha dalam menemukan makna positif dari pengalaman d. dengan memfokuskan pada perkembangan diri, seringkali secara religius. Misalnya manusia berfikir bahwa tuhan memberikan cobaan kepadanya agar dinaikkan derajatnya dan imannya semakin kuat. e. Menerima Tanggung Jawab (Accepting Responsibility): mengakui adanya peran diri dalam suatu masalah, pada jenis coping ini seseorang mencari tahu posisinya dalam suatu masalah dan pada saat yang bersamaan mencoba melakukan koreksi pada situasi yang terjadi. f. Menghindar (Escape atau Avoidance): keadaan menyesali atau usaha dalam menyelamatkan diri ataupun menghindar dari situasi yang terjadi. Misalnya dengan berangan-angan sesuatu tidak akan pernah terjadi dengan mengkonsumsi alkohol. 2.2 Lansia

2.2.1 Pengertian Lansia dan Batasan Lansia Menurut Depkes RI (1999), pengertian lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas. Sedangkan UU Kesejahteraan Lanjut Usia No. 13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita, masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa ataupun tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Dari dua pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian lansia adalah seorang pria atau wanita yang berusia 60 tahun ke atas baik secara fisik masih berkemampuan maupun karena sesuatu hal yang tidak lagi mampu berperan aktif dalam kegiatan sehingga memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Batasan usia yang digunakan untuk patokan sebagai lansia berbeda-beda menurut Menurut Hurlock (1980, dalam Nugroho, 2008), lansia dibagi dalam 2 tahap, yaitu early old age (usia 60-70 tahun), advanced old age (usia 70 tahun ke atas). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) adalah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Sedangkan Burnside (1979, dalam Nugroho, 2008) membagi lansia menjadi 4 tahap, yaitu: young old (usia 60-69 tahun), middle age old (usia 70-79 tahun), old-old (usia 80-89 tahun), dan very old-old (usia 90 tahun ke atas). Dari beberapa batasan usia lansia diatas dapat disimpulkan bahwa batasan usia lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas, dibagi ke dalam tiga kategori yakni lansia muda, lansia tua dan lansia sangat tua.

2.2.2 Masalah yang dihadapi usia lanjut Masalah ekonomi, usia lanjut ditandai dengan menurunnya produktivitas kerja, memasuki masa pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Hal ini berakibat pada menurunnya pendapatan yang kemudian terkait dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, seperti sandang, papan, pangan, kesehatan rekreasi dan kebutuhan sosial. Pada hal di sisi lain, usia lanjut dihadapkan kepada berbagai kebutuhan yang semakin meningkat, seperti kebutuhan akan makanan yang bergizi dan seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perawatan bagi yang menderita penyakut ketuaan, kebutuhan sosial dan rekreasi. Penghasilan usia lanjut pada umumnya berasal dari pensiun, tabungan, bantuan dari anak atau anggota keluarga lainnya. Secara ekonomis, penduduk usia lanjut dapat diklasifikasikan kepada tingkat ketergantungan atau kemandirian mereka. Dalam kaitan ini penduduk usia lanjut dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu kelompok lanjut usia yang sudah uzur, pikun (senile) yaitu mereka yang sudah tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka; kelompok lanjut usia yang produktif, yaitu mereka yang mampu memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan tidak tergantung pada pihak lain; kelompok lanjut usia yang miskin (destitute) yaitu termasuk mereka yang secara relative tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, seperti pekerjaan atau pendapatan yang tidak dapat menunjang kelangsungan kehidupannya (Wirakartakusumah, 1994).

Masalah sosial, memasuki masa tua ditandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik dengan anggota keluarga, anggota masyarakat maupun teman kerja sebagai akibat terputusnya hubungan kerja karena pensiun. Disamping itu kecenderungan meluasnya keluarga inti atau keluarga batih (nucleus family) daripada keluarga luas (extended family) juga akan mengurangi kontak sosial usia lanjut. Perubahan nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tantanan masyarakat individualistik, berpengaruh bagi para usia lanjut yang kurang mendapatkan perhatian, sehingga sering tersisih dari kehidupan masyarakat dan terlantar. Kurangnya kontak sosial ini menimbulkan perasaan kesepian, murung. Kontak sosial ini sangat berguna bagi usia lanjut agar memiliki kesempatan untuk saling bertukar informasi, saling belajar dan saling bercanda. Masalah kesehatan, pada usia lanjut terjadi kemunduran sel-sel karena proses penuaan yang berakibat pada kelemahan organ, kemunduran fisik, timbulnya berbagai macam penyakit degeneratif. Masa tua ditandai oleh penurunan fisik dan rentan terhadap berbagai penyakitt. Kerentanan terhadap penyakit ini disebabkan oleh menurunnya fungsi berbagai organ tubuh. Kebutuhan psikologis merupakan kebutuhan akan rasa aman (the safety needs); kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki serta rasa kasih sayang (the belongingness and love needs); kebutuhan akan aktualisasi diri (the need for self actualization). Kebutuhan akan rasa aman meliputi kebutuhan akan keselamatan, seperti keamanan, kemantapan, ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut, kecemasan, kakalutan, ketertiban dan sebagainya.

2.2.4 Perubahan pada lansia 1. Perubahan fisik Proses menjadi dua disebabkan oleh faktor biologis yang terdiri atas 3 fase, yaitu (1) fase progresif, (2) fase stabil, dan (3) fase regresif. Dalam fase regresif, mekanisme lebih kearah kemunduran yang dialami oleh sel, komponen terkecil dari tubuh manusia. Penurunan pada aspek fisik meliputi perubahan pada kerangka tubuh, tulang menjadi keras dan mudah patah. Sistem syaraf pusat berkurang yang mengakibatkan menurunnya kecepatan belajar dan mengingat, sehingga usia lanjut mudah lupa. Kulit kehilangan elastisitasnya, kering dan keriput sehingga tidak tahan panas dan dingin. Organ alat indera mengalami penurunan fungsi sehingga menurun dalam sensitifitas dan efisiensinya. Penurunan pada aspek fisik meliputi perubahan pada kerangka tubuh, tulang menjadi keras dan mudah patah. Sistem syaraf pusat berkurang yang mengakibatkan menurunnya kecepatan belajar dan mengingat, sehingga usia lanjut mudah lupa. Kulit kehilangan elastisitasnya, kering dan keriput sehingga tidak tahan panas dan dingin. Organ alat indera mengalami penurunan fungsi sehingga menurun dalam sensitifitas dan efisiensinya. Kecepatan motorik menurun, sehingga kecepatan reaksi dan koordinasi gerak kurang baik dan terkesan lamban. Gejalanya yaitu mudah merasa lelah, gerakan lamban

dan kurang lincah, kerampingan tubuh berkurang bahkan menghilang, terjadi timbunan lemak terutama dibagian pinggul. 2. Penurunan berbagai fungsi indrawi a. Penglihatan Penurunan fungsi penglihatan, terutama pada objek dengan tingkat penerangan yang rendah, juga menurunnya sensitivitas terhadap warna. Masalah penglihatan medium sering kali dapat diatasi dengan bantuan kacamata, perawatan medis atau bedah, atau perubahan pada lingkungan. Kebanyakan gangguan penglihatan (termasuk kebutaan) disebabkan oleh katarak, degenerasi macular yang disebabkan usia, glaukoma, dan retinopati diabetes (komplikasi diabetes yang tidak berhubungan dengan usia). b. Pendengaran Kemampuan pendengaran juga berkurang sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan syaraf. Pendengaran pada laki-laki menurun lebih awal dan lebih cepat daripada perempuan. Salah satu membedakannya berhubungan dengan kebiasaan merokok, sering mendengar suara keras yang banyak terjadi ditempat kerja (biasanya lakilaki), pada orang tua adanya tekanan darah tinggi atau stroke yang merusak jaringan otak. c. Kulit

Pada usia 40 tahunan hal ini menjadi nyata, dan muncul garis-garis di seputar mata. Seacara berangsur-angsur kulit kehilangan elastisitasnya dan mulai kendur, terutama pada wajah, tangan dan kaki, sesudah 50 tahunan timbul noda atau bintik hitam yaitu kumpulan pigmen dibawah kulit meningkat. Pembuluh darah dikulit menjadi lebih nampak karena jaringan lemak yang menipis. d. Perasa Fungsi alat perasa juga menurun sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan tunas perasa yang terletak dilidah dan dipermukaan bagian dalam pipi. Berhentinya syaraf perasa ini terus-menerus sejalan dengan bertambahnya usia. Kemampuan penciuman juga menurun. Indera peraba mengalami penurunan kepekaan karena kulit semakin kering dan keras. e. Keropos Tulang Ketika terjadi akumulasi sel-sel baru pada jaringan luar, tulang membesar, tetapi kandungan mineralnya menurun sehingga menjadi keropos. Hal ini terjadi sejak usia 30 tahunan secara berangsur-angsur dan dipercepat pada usia 50 tahunan, khususnya pada perempuan. Perempuan menyimpan cadangan mineral tulang lebih sedikit daripada laki-laki. f. Membau dan mengcecap Penurunan dalam hal membau dan merasakan akan lebih terasa bagi mereka yang kurang baik daripada yang kondisi kesehatan lebih baik.

g. Aktivitas seksual dan fungsi reproduksi Bagi usia lanjut kegiatan seksual tetap perlu dilakukan meski mengalami berbagai penurunan dan perubahan. Perubahan fisik dan psikis dalam kehidupan suami istri mungkin mempengaruhi kegiatan seksual, namun bukan untuk menghentikannya. Produksi hormon seks pada lakilaki dan perempuan menurun. Dorongan untuk melakukan aktivitas seksual lebih besar pada laki-laki daripada perempuan. Meskipun timbulnya dorongan aktivitas seksual tidak lagi sekuat ketika masa muda, aktivitas seksual berjalan normal, namun karena kondisinya diperlukan stimulan untuk membantu timbulnya dorongan seksual tersebut. 3. Penurunan kondisi kesehatan Masalah kesehatan ini bersumber dari berbagai fungsi organ tubuh seperti jantung, ginjal, paru dan kekebalan tubuh. Penyakit tersebut adalah infeksi, jantung, osteoporosis, tekanan darah tinggi, stroke dan juga diabetes atau sakit gula. 4. Penurunan fungsi kognitif Terjadi perubahan ketika seseorang memasuki usia lanjut. Kesulitan dengan fungsi ingatan atau dalam mengekspresikan secara verbal atau berbicara merupakan bentuk-bentuk penurunan fungsi kognitif. Penurunan efisiensi dalam berfikir, dalam hal perhatian, jumlah informasi yang dapat dilakukan oleh kerja ingatan (memori), penggunaan strategi memori, dan pengungkapan kembali memori jangka panjang.

2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian mengenai gambaran coping pada lanjut usia ini terlebih dahulu akan menyajikan pengertian coping, faktor yang mempengaruhi coping yaitu kesehatan fisik, keyakinan atau pandangan yang positif, keterampilan dalam memecahkan, keterampilan sosial, dukungan sosial, dan materi. Strategi coping ada dua yaitu problem focused coping dan emotional focused coping. Problem focused coping dibagi menjadi tiga yaitu konfrontatif (confrontative coping), mencari dukungan sosial (seeking social support), merencanakan pemecahan masalah (planful problem solving). Sedangkan emotional problem coping di bagi menjadi lima yaitu mengontol diri (self control), melepaskan diri (distancing), penilaian kembali secara positif (possitive reappraisal), menerima tanggung jawab (aceepting responsibility), dan menghindar (escape atau avoidance).