PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY DI KECAMATAN GUBENG, KOTA SURABAYA DESIGN OF MATERIAL RECOVERY FACILITY AT GUBENG DISTRICT, SURABAYA CITY

dokumen-dokumen yang mirip
Perencanaan Material Recovery Facility Di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang

PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY KECAMATAN ARJASA, KABUPATEN JEMBER MATERIAL RECOVERY FACILITY DESIGN FOR ARJASA DISTRICT, JEMBER REGENCY

PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY DI KECAMATAN SUKOLILO- SURABAYA

PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY SECARA MANUAL DI TPA BULUSAN BANYUWANGI

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

KAJIAN PENGADAAN DAN PENERAPAN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST) DI TPA km.14 KOTA PALANGKA RAYA

STUDI EMISI KARBON DARI SAMPAH PEMUKIMAN DENGAN PENDEKATAN METODE US-EPA DAN IPCC DI KECAMATAN TEGALSARI SURABAYA PUSAT

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH DI TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU LAHUNDAPE KECAMATAN KENDARI BARAT KOTA KENDARI

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA)

SONNY SAPUTRA PEMBIMBING Ir Didik Bambang S.MT

PENGELOLAAN SAMPAH DI KAWASAN PURA BESAKIH, KECAMATAN RENDANG, KABUPATEN KARANGASEM DENGAN SISTEM TPST (TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU)

PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL )

PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY DI KECAMATAN SUKOLILO, KOTA SURABAYA DESIGN MATERIAL RECOVERY FACILITY IN SUKOLILO DISTRICT, SURABAYA CITY

Kata kunci : Sampah, Reduksi, daur ulang, kawasan komersial dan Malioboro

PERE CA AA MATERIAL RECOVERY FACILITY DI KECAMATA KEDU GKA DA G, KOTA MALA G DESIG OF MATERIAL RECOVERY FACILITY I KEDU GKA DA G DISTRICT, MALA G CITY

EVALUASI DAN OPTIMALISASI MASA PAKAI TPA SUNGAI ANDOK KOTA PADANG PANJANG

EVALUASI KAPASITAS LAHAN TPA LADANG LAWEH DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU PENERAPAN SISTEM CONTROLLED LANDFILL

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum

Pengaruh Stasiun Peralihan Antara Terhadap Pengelolaan Sampah Permukiman di Kecamatan Tambaksari, Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang

BAB III METODE PERENCANAAN

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS

OPTIMALISASI MASA PAKAI TPA MANGGAR KOTA BALIKPAPAN

Pengaruh Reduksi Sampah di Tempat Penampungan Sementara (TPS) terhadap Produksi Gas Rumah Kaca di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Kota Madiun

KAJIAN PENINGKATAN UMUR PAKAI TPA TANAH GROGOT DAN PEMANFAATAN SAMPAH DI KECAMATAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang

PROPOSAL PROYEK AKHIR. Yayuk Tri Wahyuni NRP Dosen Pembimbing Endang Sri Sukaptini, ST. MT

Potensi Pencemaran Lingkungan dari Pengolahan Sampah di Rumah Kompos Kota Surabaya Bagian Barat dan Pusat

PENGEMBANGAN FASILITAS PENGOLAHAN SAMPAH DI KECAMATAN KELAPA DUA KABUPATEN TANGERANG

EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL

Studi Timbulan Dan Reduksi Sampah Rumah Kompos Serta Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Di Surabaya Timur

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi

STUDI EMISI KARBON DARI SAMPAH PERMUKIMAN DENGAN PENDEKATAN METODE IPCC DI KECAMATAN TEGALSARI, SURABAYA PUSAT

Potensi Daur Ulang dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

BAB VI PEMBAHASAN Analisis Perkembangan Jumlah Penduduk. tahun kedepan atau sampai tahun Untuk mengetahui metoda proyeksi

TUGAS AKHIR Perencanaan Pengolahan Sampah Rumah Tangga di Kecamatan Rungkut Kota Surabaya YOANITA PUSPITA RATIH

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

Potensi Gas Rumah Kaca Pengelolaan Sampah Domestik di Kecamatan Rungkut Kota Surabaya

POTENSI PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU ZERO WASTE YANG BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG ABSTRAK

SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU

STUDI TERHADAP TIMBULAN SAMPAH PLASTIK MULTILAYER SERTA UPAYA REDUKSI YANG DAPAT DITERAPKAN DI KECAMATAN JAMBANGAN SURABAYA

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH B3 RUMAH TANGGA DI KECAMATAN TANDES KOTA SURABAYA

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK MENINGKATKAN PELAYANAN ASET DI KABUPATEN KARAWANG

Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

POTENSI EKONOMI TIMBUNAN SAMPAH DI TPA NGIPIK KABUPATEN GRESIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dari aktivitas institusi, hasil pertanian dan perkebunan serta sapuan jalan dapat dilihat

BAB III METODE PERENCANAAN

1. Pendahuluan ABSTRAK:

STUDI EMISI KARBONDIOKSIDA (CO2) DAN METANA (CH4) DARI KEGIATAN REDUKSI SAMPAH DIWILAYAH SURABAYA BAGIAN SELATAN

PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU PERUMAHAN KOTA CITRA GRAHA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA LISA STUROYYA FAAZ

TUGAS PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH SEMESTER GANJIL 2016/2017

STUDI EMISI KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) DAN METANA (CH 4 ) DARI KEGIATAN REDUKSI UTARA

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

Lay out TPST. ke TPA. Pipa Lindi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengelolaan Sampah Organik Rumah Pemotongan Hewan, Industri Tahu, Peternakan, dan Pasar di Kecamatan Krian, Kabupaten. Sidoarjo.

Kata kunci : analisa kesetimbangan massa, peran serta masyarakat, lembaga motivator dan lembaga pengelola sampah mandiri.

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA KEDIRI MENGGUNAKAN SOLID WASTE MANAGEMENT TOOL (SWMT)

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH DI KECAMATAN BUBUTAN SURABAYA

POTENSI PENERAPAN PRINSIP 3R DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PENGELOLAAN SAMPAH KANTOR SECARA TERPADU: (Studi Kasus Kantor BPPT)

BAB III STUDI LITERATUR

III. METODOLOGI PENELITIAN

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

Karakteristik dan Komposisi Sampah di TPA Buku Deru-Deru, Takome Kota Ternate dan Alternatif Pengelolaannya

BAB I PENDAHULUAN. tidak diperlukan lagi. Pengelolaan sampah merupakan kegiatan dalam upaya

Timbulan dan Pengurangan Sampah di Kecamatan Klojen Kota Malang

PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH SEMESTER GANJIL 2015/2016

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN GAYUNGAN SURABAYA STUDY ON HOUSEHOLD HAZARDOUS WASTE MANAGEMENT IN GAYUNGAN DISTRICT, SURABAYA

OLEH : SIGIT NUGROHO H.P

PERENCANAAN TEKNIS PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU STUDI KASUS KELURAHAN JABUNGAN, KECAMATAN BANYUMANIK, KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah.

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB 4. HASIL YANG DICAPAI. 4.1 Proyeksi Timbulan Sampah dan Perkiraan Masa Layanan TPA Muara Fajar Kota Pekanbaru

ABSTRAK. Kata Kunci : Kabupaten Tabanan, Peran serta masyarakat, pengelolaan sampah, TPS 3R

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

EVALUASI UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA DARI SEGI PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK

PLANNING OF MATERIAL RECOVERY FACILITY (MRF) FOR SURABAYA ZOO AND RESIDENTIAL AREA IN WONOKROMO DISTRICT AT SURABAYA CITY

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA STUDY ON HOUSEHOLD HAZARDOUS WASTE MANAGEMENT AT WONOKROMO DISTRICT SURABAYA

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

STUDI KARAKTERISTIK SAMPAH KANTOR WALIKOTA MAKASSAR DAN ALTERNATIF PENGOLAHANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK. menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan plastik kemudian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY DI KECAMATAN GUBENG, KOTA SURABAYA DESIGN OF MATERIAL RECOVERY FACILITY AT GUBENG DISTRICT, SURABAYA CITY RIZKY MEGA dan YULINAH TRIHADININGRUM Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya email: rizkymega@yahoo.com Abstrak Kecamatan Gubeng mempunyai luas wilayah sebesar 654,73 ha dan jumlah penduduk pada Tahun 2009 mencapai 154.608 jiwa. Volume sampah yang ada di sembilan LPS di Kecamatan Gubeng sebesar 172 m3/hari. Pengelolaan sampah yang ada menunjukkan belum adanya upaya reduksi. Hal tersebut yang mendasari dilakukan perencanaan Material Recovery Facility (MRF) dengan skala kelurahan. Laju timbulan sampah pada Kecamatan Gubeng sebesar 0,32 kg/orang.hari atau 2,26 L/orang.hari.. LPS yang layak dikembangkan menjadi MRF adalah LPS Bratang Binangun luas lahan 160 m 2. MRF berupa bangunan berlantai dua dengan luas 152,57 m2.. Hasil analisis finansial dengan menggunakan metode Net Present Value (NPV) menunjukkan MRF ini layak untuk direalisasikan. MRF di Kecamatan Gubeng dapat mereduksi emisi karbon sebesar 273, 96 MTCE/tahun dibandingkan dengan menimbun sampah di LPA. Kata kunci : Emisi Karbon, LPS, MRF, Pengelolaan Sampah Abstract The total area of Gubeng District is about 654,73 ha and the population in 2009 reached 154.608 inhabitants. Waste volume in the nine of transfer stations (Lahan Pembuangan Sementara, LPS) in the Gubeng District reached 172 m3/day. Existing waste management shows a lack of reduction efforts. This is the basis to design the Materials Recovery Facility (MRF) with villages scale in Gubeng District. The rate of solid waste in the Gubeng District is 0.32 kg/person.a day or 2.26 L/person.a day. The transfer station which proper to be develop as a MRF is Bratang Binangun Transfer Station with total area 160 m2. The MRF is a two floors building with total area is 152, 57 m2. Financial analysis using the Net 1

Present Value (NPV) indicates MRF is feasible to be realized.. MRF in the Gubeng District can reduce carbon emissions by 273, 96 MTCE / year compared to the garbage generate in the landfill. Key word: carbon emmision, MRF, transfer stations, waste management 1. Pendahuluan Kecamatan Gubeng merupakan salah satu kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar di Kota Surabaya. Data Kecamatan Gubeng pada Tahun 2009 menyebutkan jumlah penduduk 154.608 jiwa dan luas wilayah 654,73 Ha. Dilihat dari jumlah jiwa yang ada di Kecamatan Gubeng, maka kepadatan penduduk rata-rata sebesar 23.614 jiwa/km 2. Jumlah ini sudah sangat jauh melewati jumlah ideal kepadatan rata-rata nasional per km 2, yaitu sebesar 250 jiwa/km 2. Volume sampah yang masuk di 9 LPS yang ada di Kecamatan Gubeng per harinya sebesar 172 m 3 (DKP Surabaya, 2010). Besarnya sampah yang dihasilkan, belum adanya penanganan sampah secara terpisah maupun upaya reduksi dari sumber menjadi permasalahan dalam penanganan sampah permukiman. Sampah yang saat ini dihasilkan sebenarnya mempunyai potensi ekonomi apabila dikelola dengan baik. Salah satu metode pengelolaan sampah yang bermanfaat adalah dengan menampung dan mengolah sampah secara terpadu melalui Material Recovery Facilty (MRF). Pada MRF selain terdapat fasilitas untuk pemilahan sampah menurut komposisinya, juga dilengkapi dengan fasilitas komposting dan gudang penyimpanan sampah daur ulang. Pengolahan sampah organik yang berasal dilakukan dengan cara komposting karena dinilai mudah untuk menyerap keterlibatan masyarakat serta memberikan keuntungan. Penanganan sampah dengan MRF dapat memberi keuntungan lingkungan dan ekonomi, juga dapat meminimalkan jumlah sampah yang ditimbun dan dibakar. Pengelolaan sampah dengan MRF dapat mengurangi potensi emisi karbon dalam hal ini CH 4 dan CO 2 yang mencemari udara. 2

Tujuan dalam perencanaan ini : 1. Mengidentifikasi laju timbulan dan komposisi sampah permukiman Kecamatan Gubeng. 2. Melakukan evaluasi kondisi eksisting LPS di Kecamatan Gubeng untuk dikembangkan fungsinya menjadi MRF 3. Mengidentifikasi desain MRF yang sesuai untuk sampah permukiman di Kecamatan Gubeng. 4. Melakukan analisis finansial MRF di Kecamatan Gubeng. 5. Mengidentifikasi potensi reduksi emisi karbon oleh MRF di Kecamatan Gubeng. Sampah Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat (UU No.18 Tahun 2008). Berbagai definisi yang ada memberikan pengertian bahwa sampah adalah sesuatu hasil buangan yang tidak bermanfaat sebagai akibat dari aktifitas manusia dan cenderung memberikan dampak negatif terhadap lingkungan apabila tidak dikelola dengan benar. Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan sebagai (Suprihatin, Prihanto dan Gelbert, 1996): a. Sampah Organik Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun. b. Sampah Anorganik Sampah anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis 3

ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng. Pemilahan harus dilakukan untuk membedakan atau menggolongkan sampah sesuai jenis dan manfaatnya. Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah atau merubah bentuk menjadi lebih bermanfaat, antara lain dengan cara pembakaran, pengomposan, penghancuran, pengeringan dan pendaur ulangan (SNI T-13-1990-F). Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu: a. Penanganan setempat Penanganan yang dilakukan sendiri oleh penghasil sampah dengan cara mengubur sampah di halaman rumahnya atau dengan cara lain yang masih dapat dibenarkan dalam usaha pemusnahan sampah. b. Penanganan terpusat Penanganan sampah yang dilakukan secara komunal pada suatu area tertentu, sehingga memerlukan sistem manajemen yang lebih kompleks dalam banyak aspek dan faktor yang berkaitan dengan perencanaan pengelolaan sampah dan berpengaruh terhadap sistem pengelolaan sampah perkotaan. Pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia umumnya menggunakan sistem penanganan terpusat. Pemerintah kota yang diwakili oleh Dinas Kebersihan setempat menangani penyediaan 4

lahan untuk lahan penampungan sementara (LPS) dan lahan pembuangan akhir (LPA) serta transportasi sampah antara LPS dan LPA. LPS dalam sistem pengelolaan sampah perkotaan mempunyai peran yang penting dan perencanaan ini memanfaatkan lahan LPS untuk dikembangkan fungsi dan bentuknya menjadi MRF. Menurut SNI 19-2454-2002 tentang Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan yang dimaksud dengan LPS atau depo pemindahan sampah adalah tempat memindahkan sampah yang dilengkapi dengan container pengangkut dan atau kantor bengkel. LPS sebagai fungsinya dalam lokasi pemindahan sampah mempunyai beberapa tipe yang dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1. Tipe Pemindahan Sampah No 1. Uraian Luas Lahan Transfer Depo Tipe 1 > 200 m 2 Transfer Depo Tipe 2 200 m 2 Transfer Depo Tipe 3 10 20 m 2 2. Fungsi - Tempat pertemuan peralatan pengumpul dan pengangkutan sebelum pemindahan - Tempat penyimpanan atau kebersihan - Bengkel sederhana - Kantor wilayah /pengendali - Tempat pemilahan - Tempat pengomposan - Tempat pertemuan peralatan pengumpul dan pengangkutan sebelum pemindahan - Tempat parkir gerobak - Tempat pemilahan - Tempat pertemuan gerobak & kontainer (6 10 m 2 ) - Lokasi penempatan kontainer komunal (1-10 m 2 ) 3. Daerah - Baik sekali untuk - Daerah yang Pemakai daerah yang mudah sulit mendapat mendapat lahan lahan yang kosong dan daerah protokol Sumber : SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan. 5

Material Recovery Facility Material Recovery Facility (MRF) merupakan fasilitas untuk mendaur ulang material yang masih memiliki nilai dan juga digunakan untuk keperluan lain. Daur ulang sampah merupakan kegiatan untuk memilah sampah menjadi bagian-bagian sampah, dimana sampah yang dipilh sebagian dapat digunakan kembali (reuse), sebagian dapat didaur ulang (recycling) dari residu yang tidak bermanfaat lagi. MRF adalah suatu alternatif hemat biaya ketika sistem daur ulang yang tidak legal tidak mempertunjukkan sukses jangka panjang (Davila dan Chan, 2004). Beberapa tahapan yang dilakukan sebelum mendesain MRF (Tchobanoglous, Theisen dan Vigil,1993), yaitu : 1. Analisis Kelayakan Analisis kelayakan merupakan suatu tahap untuk menentukan layak atau tidaknya suatu lahan untuk MRF 2. Perancangan Awal Perancangan awal meliputi pembuatan diagram alir material, mass balance material, loading rate material dan layout dari komponen fisik MRF. 3. Perancangan Akhir Tahap perancangan akhir merupakan persiapan akhir dari MRF dan spesifikasi fasilitas yang akan digunakan untuk evaluasi penawaran oleh kontraktor serta perkiraan biaya akhir. Kompos Pengomposan adalah proses dekomposisi terkendali secara biologis terhadap limbah padat organik diubah menyerupai tanah seperti halnya humus atau mulsa. Kompos telah dipergunakan secara meluas selama ratusan tahun dalam menangani limbah pertanian sekaligus sebagai pupuk alami tanaman (Jorgensen dan Johsen, 1989, dalam Basyuni, 2002). 6

Teknik pengelolaan sampah perkotaan yang sedang dikembangkan oleh pemerintah dan swasta adalah Unit Daur Ulang dan Produksi Kompos (UDPK). Pengomposan melalui metoda usaha daur ulang dan produksi kompos umumnya menggunakan metoda komposting aerobik, yaitu dengan open windrow. Teknik open windrow terdiri dari pemilahan sampah, penyusun tumpukan, pemantauan, pembalikan, penyiraman, pelepasan dan pemasangan kembali terowongan, pencatatan, pematangan, penyaringan, pengemasan dan penyimpanan (CPIS, 1992). Potensi Reduksi Emisi Karbon Akibat Pengelolaan Sampah Proses degradasi sampah dapat menghasilkan gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) sebagai gas rumah kaca (GRK) penyebab pemanasan global dan perubahan iklim. Pengelolaan sampah perkotaan dengan baik memberikan banyak keuntungan untuk mereduksi emisi GRK khususnya karbon (US EPA, 2009). Terdapat beberapa pilihan dalam upaya pengelolaan sampah, seperti reduksi di sumber, daur ulang, pembakaran dengan incenerator dan penimbunan pada pembuangan akhir. Setiap opsi pengelolaan sampah tersebut mengakibatkan emisi karbon, tentunya dengan beragam jenis polutan serta kadarnya. Untuk menentukan metoda pengelolaan sampah yang terbaik untuk meminimisasi emisi, diperlukan adanya analisis perbandingan efek karbon pada setiap metoda. Penentuan emisi dengan rumus di bawah ini : (1 ton komponen sampah A x FE daur ulang komponen sampah A) - (1 ton komponen sampah A x FE landfilling komponen sampah A) =Potensi Reduksi Karbon (MTCE) (1) (1 ton komponen sampah A x FE komposting komponen sampah A) - (1 ton komponen sampah A x FE landfilling komponen sampah A) =Potensi Reduksi Karbon (MTCE) (2) 7

2. Gambaran Umum Wilayah Perencanaan Umum Perencanaan MRF ini berlokasi di Kecamatan Gubeng, terletak di Kota Surabaya bagian timur dengan luas wilayah 654, 73 Ha. Wilayah administratif Kecamatan Gubeng terdiri dari enam Kelurahan, yaitu Kelurahan Airlangga, Kelurahan Barata Jaya, Kelurahan Gubeng, Kelurahan Mojo. Peta wilayah perencanaan pada Gambar 1. Jumlah penduduk Kecamatan Gubeng pada tahun 2009 adalah 154.608 jiwa. Jumlah Kepala Keluarga (KK) pada tahun 2009 mencapai 42.544 KK serta meliputi 63 Rukun Warga (RW) dan 516 Rukun Tetangga (RT). Penduduk yang bertempat tinggal di Kecamatan Gubeng terdiri atas berbagai tingkat ekonomi yaitu ekonomi atas, menengah dan bawah. Gambar 1 Peta Wilayah Perencanaan Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah Pengelolaan sampah di Kecamatan Gubeng terdiri dari pewadahan, pengumpulan sampah di LPS dan pembuangan akhir menuju LPA. Sistem pewadahan menggunakan pengumpulan komunal dan individual tidak langsung. Pengumpulan tidak langsung adalah pengumpulan sampah dari masing-masing tempat sampah komunal maupun dari masing-masing rumah ke lokasi pengumpulan sementara (LPS) dengan menggunakan gerobak. Pengelolaan sampah di Kecamatan Gubeng diserahkan kepada tiap-tiap RT dengan jadwal dan mekanisme yang berbeda. Frekuensi 8

pengambilan sampah rata-rata yang dilakukan oleh petugas sampah tiap RT adalah sekitar 2 3 hari. Jumlah LPS yang berada di wilayah Kecamatan Gubeng adalah sembilan LPS, yaitu LPS Kaliwaron, Mojo Arum, Bakti Husada, Srikana, Kangean, Pasar Pucang Anom, Kalibokor, Bratang, Barata Jaya Nginden. Jumlah kendaraan sampah (gerobak sampah) sebanyak 82 unit dan jumlah pasukan kuning yang tercatat sebanyak 136 orang. LPS di Kecamatan Gubeng, mempunyai luas lahan sekitar 80 225 m2 dengan jumlah sampah yang masuk berdasarkan data DKP Surabaya 2010 berkisar antara 14 55 m3. Sebagian besar LPS berada di sempadan badan air, yaitu LPS Kaliwaron, Srikana, Kangean, Kalibokor, Barata Jaya, Mojoarum; LPS terletak di tengah pemukiman adalah LPS Bakti Husada dan LPS Pasar Pucang Anom. Sedangkan LPS yang terletak di lokasi fasilitas umum milik pemerintah kota adalah LPS Bratang Binangun yang berada di kompleks Taman Flora (Kebun Bibit). 3. Hasil Perencanaan Timbulan, Komposisi dan Densitas Sampah Rata-rata. Jumlah penduduk mempengaruhi jumlah timbulan sampah yang terjadi. Perhitungan proyeksi penduduk di Kecamatan Gubeng menunjukkan kecenderungan pertumbuhan penduduk sesuai dengan metode geometrik. Metode geometrik digunakan untuk melakukan proyeksi penduduk Kecamatan Gubeng. Proyeksi penduduk dilakukan selama 10 tahun. Timbulan sampah merupakan jumlah sampah yang dihasilkan oleh sumber sampah tertentu yang dihitung dengan satuan waktu. Pada perencanaan ini timbulan sampah diperoleh melalui hasil pengukuran timbulan sampah yang dilakukan selama delapan hari dengan jumlah titik pengukuran sebanyak sembilan puluh satu rumah. Timbulan sampah didapatkan sebesar 0,32 kg/orang.hari atau 2,26 L/orang.hari. Densitas sampah rata-rata hasil pengukuran sebesar 141,59 kg/m 3. Komposisi sampah yang terdapat di Kecamatan Gubeng berdasarkan komponen sisa makanan (77,15%), kertas dan karton 9

(6,09%), logam (0,65%), kaca a (4,24%), kebun (7,44%), karet (0,75%), kain (1,48%), kayu (0,39%) dan residu (1,91%). Komposisi sampah plastik adalah PETE (6,68%), HDPE (35,61%), PVC (0,55%), LDPE (7,51%), PP (6,06%), PS (2,48%) dan plastik jenis lain/other (41,12%). Komponen sampah rata-rata dan komponen sampah plastik rata-rata ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3. (a) (b) Gambar 2 (a) Komposisi Sampah Rata-Rata Kecamatan Gubeng dan (b) Komponen Sampah Plastik Rata-rata Kecamatan Gubeng. Evaluasi Kondisi Eksisting Prototipe MRF Kota Surabaya Upaya penanganan permasalahan sampah dilakukan pemerintah Kota Surabaya dengan membangun 13 Rumah Kompos (RK) yang tersebar di seluruh wilayah Surabaya. Selain itu, juga terdapat sejenis Unit Daur ulang dan Produksi Kompos (UDPK) di daerah Jambangan. Fungsi RK tersebut utamanya adalah mengurangi beban penimbunan sampah di LPA Benowo, namun pada pelaksanaannya RK ini juga mempunyai beberapa fungsi lain yakni sebagai sarana edukasi masyarakat, menciptakan lapangan angan kerja bagi lingkungannya, produk daur ulang serta sampah lapak yang dijual kembali dapat menjadi keuntungan. Sebelum melakukan perancangan MRF di Kecamatan Gubeng, perlu dikaji dulu kinerja prototype pengolahan sampah yang sudah ada untuk menentukan jenis dan fungsi MRF yang akan direncanakan. Prototype otype yang akan dikaji adalah jenis UDPK Jambangan dan RK Bibis Karah yang 10

semula lahannya hanya berfungsi sebagai LPS. Kajian prototype MRF di Kota Surabaya selengkapnya pada Tabel 2. 2) Volume Sampah 3) Metode Pengolahan sampah organik 4) Penampung Lindi 5) Kapasitas pengolahan 6) Lahan efektif pengomposan Tabel 2 Hasil Perbandingan Prototype Pengolahan Sampah di Surabaya Komponen RK Bibis Karah UDPK Jambangan 1) Luas Lahan - Berada di kawasan pemukiman Bibis Karah - 25 m 3 /hari - Open Windrow sebanyak 14 sel - Sumur penampung lindi - Sampah organik yang diolah 3 m 3 /hari -1m 2 dapat mengolah kompos sebanyak 26 kg. Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan pada Kajian Prototype MRF di Surabaya - Berada di Kawasan pemukiman Jambangan - 13 m 3 /hari - Komposter drum UNESA sebanyak 15 drum dan 3 Komposter Angin berkapasitas 4 m 3, 4 m 3 dan 6 m 3 - Sumur penampung lindi - Sampah organik yang diolah 100 kg/hari - 1 komposter drum dapat mengolah kompos sebanyak 20 kg. Pengolahan sampah di Kecamatan Gubeng dengan menggunakan MRF, direncanakan memanfaatkan lahan LPS yang dikembangkan fungsinya menjadi MRF. Kajian evaluasi pola prototype MRF di Surabaya ini diperlukan dalam perencanaan sebagai acuan dalam merencanakan MRF di lahan LPS. Sesuai efektifitas lahan pengolahan dan kesamaan bentuk, MRF yang direncanakan akan mengacu kepada fungsi dan bentuk MRF sesuai RK Bibis Karah. Evaluasi Kondisi Eksisting LPS Kecamatan Gubeng Perencanaan ini memanfaatkan lahan LPS yang ada di Kecamatan Gubeng. LPS yang dipilih untuk dikembangkan fungsinya menjadi MRF yaitu LPS mempunyai luasan lahan yang sama atau lebih dari luasan lahan RK Bibis Karah sebesar 117 m 2. Tabel 3 menunjukkan penilaian kelayakan pengembangan LPS. LPS yang dinilai layak dan cocok untuk direncanakan pengembangannya di Kecamatan Gubeng adalah LPS Bratang Binangun yang terletak di wilayah administratif Kelurahan Barata 11

Jaya. LPS ini mempunyai lahan yang mencukupi apabila dikembangkan menjadi MRF dengan luas lahan 160 m 2 dan lokasi yang sesuai (tidak berada di tengah pemukiman dan sempadan badan air). Tabel 3 Kelayakan Pengembangan LPS menjadi MRF LPS Luas Lahan (m 2 ) Kelayakan Pengembangan Kaliwaron Bakti Husada Srikana Kangean Ps Pucang Anom Kalibokor Bratang Binangun Barata Jaya Mojo Arum 80 130 225 150 100 150 160 120 125 X X X Keterangan : *) : tanda berarti layak dan tanda X berarti tidak layak dikembangkan. *) Lahan yang Dibutuhkan Untuk MRF LPS Bratang Binangun dalam pengembangannya menjadi MRF direncanakan melayani 75% dari jumlah penduduk Kelurahan Barata Jaya. Jumlah timbulan sampah pada tahun perencanaan yang masuk ke MRF mencapai 5,34 ton/hari atau 37 m 3 /hari. Pengelolaan sampah yang terjadi di MRF adalah menjual kembali sampah kering layak jual dan melakukan komposting untuk sampah organik. Melalui penentuan recovery factor dan perhitungan mass balance jumlah sampah organik yang diolah menjadi kompos sebesar 1,24 ton/hari. Sampah kering yang layak dijual jumlahnya sebesar 0,759 ton/hari melalui proses pemilahan, pengepakan dan penyimpanan pada MRF. MRF direncanakan merupakan bangunan berlantai dua dengan luas total 152,57 m2. Pembagian ruang dan luas lahan terdapat pada Tabel 4. Lantai dasar terdiri dari lahan pemilahan sampah, lahan pengomposan dan areal parkir kontainer residu. Gudang penyimpanan barang lapak dan produk kompos, kantor, gudang penyimpanan alat dan toilet berada di lantai atas. 12

Tabel 4 Pembagian Ruang dan Luas Lahan Pada MRF Kecamatan Gubeng Komponen Luas (m 2 ) 1. Pemilahan 15,72 2. Pengomposan 101,2 3. Gudang Penyimpanan Barang 12,6 Lapak dan Produk Kompos 4. Kantor 9 5. Areal Parkir 8 6. Gudang Alat 3 7. Toilet 3 TOTAL 152,57 Sumber : Hasil Perhitungan Kebutuhan Luas Lahan MRF Kecamatan Gubeng Pekerja yang Dibutuhkan dalam Perencanaan MRF Pekerja dalam operasional MRF terdiri dari pekerja pemilah, pekerja pengomposan dan pekerja administrasi. Diperlukan 5 orang pekerja pemilah untuk memilah 5,34 ton sampah dalam kondisi terpisah antara sampah basah dan sampah kering. Proses pengomposan membutuhkan 7 orang pekerja dengan pembagian kerja 2 orang untuk proses pencacahan, pengayakan dan pengemasan produk kompos. Proses pengomposan dan pematangan kompos pada lahan seluas 92 m2 membutuhkan 5 orang pekerja. Penentuan jumlah pekerja pada proses pengomposan ini berdasarkan acuan jumlah pekerja prototipe RK Bibis Karah. Melakukan pembukuan administrasi dan keuangan operasional MRF adalah tugas pekerja administrasi yang direncanakan jumlahnya 1 orang. Kebutuhan pekerja pada operasional MRF seluruhnya berjumlah 13 orang. Pekerja direncanakan diambil dari pekerja eksisting di LPS Bratang-Binangun. Analisis Ekonomi Keuntungan dan kerugian yang terjadi dalam operasional MRF dengan melakukan analisis ekonomi yang terdiri dari perhitungan modal tetap, biaya operasional MRF, perhitungan rencana penerimaan dan analisis kelayakan. 13

Kebutuhan modal tetap terdiri atas modal pembangunan dan modal peralatan tetap. Pembangunan MRF direncanakan dilakukan di LPS Bratang Binangun dengan kepemilikan lahan adalah Pemerintah Kota Surabaya. Perhitungan pada analisis kebutuhan modal pembangunan MRF berlantai dua ini mengacu pada HSPK Kota Surabaya 2010. Peralatan yang diperkirakan tahan selama periode operasional 10 tahun diantaranya mesin pencacah, mesin pengayak, sekop, timbangan, wheel barrow, pompa air serta kebutuhan kantor. Modal pembangunan yang dibutuhkan yaitu sebesar Rp 480.037.422,00 dengan modal peralatan tetap sebesar Rp 20,375,000.00. Maka total modal tetap yang dibutuhkan yaitu sebesar Rp 500.412.422,00. Biaya operasional terdiri dari biaya peralatan tahunan, biaya kemasan kompos, biaya pembelian bahan bakar untuk mesin pencacah dan pengayak, biaya listrik dan air. Total biaya operasional MRF per tahun adalah sebesar Rp. 211.957.860,00. Pemasukan MRF berasal dari penjualan sampah kering layak jual dan produk kompos. Pemasukan dari penjualan barang lapak mencapai Rp 226.731.000,00/tahun. Produk kompos dijual dengan pembagian kemasan kompos halus 2 kg dan 10 kg, kompos kasar 10 kg. Sebanyak 10 % dari produk kompos direncanakan diserahkan ke pihak PKK Kelurahan Barata Jaya. Hasil pemasukan dari penjualan produk kompos sebesar Rp. 115.740.000,00/tahun. Perhitungan laba-rugi tiap tahun dalam periode operasional 10 tahun menunjukkan bahwa operasional MRF memberikan keuntungan. Keuntungan atau laba dalam operasional MRF mencapai Rp. 130.513.140,00/tahun. Kelayakan pengadaan MRF di Kecamatan Gubeng ditentukan melalui perhitungan Net Present Value (NPV). Perhitungan NPV pada i = 13,5 % menghasilkan angka NPV > 0, hal ini berarti MRF di Kecamatan Gubeng layak untuk direalisasikan. Modal awal MRF diperhitungkan akan terjadi pengembalian pada operasional MRF tahun ke 5. 14

Potensi Reduksi Emisi Karbon Oleh MRF di Kecamatan Gubeng Pengelolaan sampah di Kecamatan Gubeng dengan menggunakan MRF diharapkan dapat membantu mengurangi emisi karbon akibat penimbunan sampah di LPA. Dari perhitungan diketahui bahwa dalam mengolah sampah di Kelurahan Barata Jaya, Kecamatan Gubeng sebesar 698,4 ton/tahun dengan menggunakan MRF diketahui dapat mengurangi emisi karbon sebanyak 171,05 MTCE/tahun. Dengan jumlah sampah yang sama, pengelolaan sampah dengan menimbun di LPA menghasilkan emisi karbon sebesar 102,9 MTCE/tahun. Untuk menentukan metode pengelolaan sampah yang terbaik untuk meminimisasi emisi, diperlukan adanya analisis perbandingan efek karbon pada setiap metode. Emisi karbon yang direduksi dapat dihitung dengan membandingkan emisi awal karbon yang dihasilkan dengan emisi oleh skenario alternatif dan mengalikan setiap emisinya dengan faktor emisi. Analisis perbandingan efek karbon menunjukkan bahwa emisi karbon yang dapat direduksi melalui metode MRF di Kelurahan Barata Jaya, Kecamatan Gubeng sebesar 273,96 MTCE/Tahun. 4. Kesimpulan Kesimpulan yang didapatkan dari hasil dan pembahasan perencanaan MRF di Kecamatan Gubeng adalah sebagai berikut: 1. Laju timbulan sampah pada Kecamatan Gubeng sebesar 0,32 kg/orang.hari atau 2,26 L/orang.hari. 2. LPS yang layak untuk dikembangkan fungsinya sebagai MRF adalah LPS Bratang Binangun dengan luas lahan sebesar 160 m 2. LPS ini dinilai mencukupi untuk direncanakan MRF sesuai dengan prototype MRF di Rumah Kompos Bibis Karah dengan luas lahan 117 m 2. 3. MRF di Kecamatan Gubeng ini melayani pengelolaan sampah di Kelurahan Barata Jaya, Kecamatan Gubeng. Jumlah sampah yang dihasilkan setiap harinya sebesar 5,34 ton. Sampah organik yang diolah menjadi kompos sebesar 1,24 ton/hari dan sampah kering yang dapat didaur 15

ulang sebesar 0,759 ton/hari. MRF direncanakan ini mempunyai luas lahan keseluruhan sebesar 152,57 m2, terbagi menjadi dua lantai lantai dasar dan lantai atas. Jumlah pekerja yang dibutuhkan dalam operasional MRF sebanyak 13 orang. 4. Analisis kelayakan MRF dilakukan dengan metode Net Present Value (NPV). Melalui perhitungan yang telah dilakukan, nilai NPV > 0 yang berarti MRF di Kecamatan Gubeng ini layak untuk direalisasikan. 5. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa emisi karbon yang dapat direduksi melalui MRF di Kelurahan Barata Jaya sebesar 273,96 MTCE/tahun. Nilai tersebut berlaku sebagai perbandingan pengelolaan sampah dengan melakukan penimbunan sampah di LPA. 5. Daftar Pustaka Anonim. A. Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Basyuni, Mohammad. 2002. Peran Organisasi Pengelolaan Lingkungan Hidup. Fakultas Pertanian, Program Ilmu Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. CPIS. 1992. Panduan Teknik Pembuatan Kompos dan Sampah: Teori dan Aplikasi. Center for Policy and Implementation Study (CPIS). Jakarta. Davila, E. dan Chan, N.B. 2004. Sustainable Pattern Analysis Of A Publicly Owned Material Recovery facility in a fast-growing urban setting under uncertainty. Journal of Environmental Management 2005; 75: 337 51 Departemen Pekerjaan Umum. 1995. SNI 19-3964-1995 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Departemen Pekerjaan Umum. 1990. SK SNI T-13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan. Departemen Pekerjaan Umum. 1990. SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan. 16

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Angka 2008. Jakarta. Kondisi LPS Kecamatan Gubeng. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. 2010. Suprihatin, A., Prihanto, D. dan Gelbert, M. 1996. Pengelolaan Sampah. PPPGT / VEDC. Malang. Tchobanoglous, G., Theisen, H. dan Vigil, S. 1993. Integrated Solid Waste Management: Engineering Principles and Management Issues. McGraw-Hill, Inc. Singapore. US EPA : Measuring Greenhouse Gas Emissions from Waste, Januari 1, 2009, diakses 13 Januari 2010, 21.00. <http://www.epa.gov/climatechange/wycd/waste/measureghg.html> 17