Simulasi Perencanaan Site Outdoor Coverage System Jaringan Radio LTE di Kota Bandung Menggunakan Spectrum Frekuensi 700 MHz, 2,1 GHz dan 2,3 GHz

dokumen-dokumen yang mirip
Wireless Communication Systems. Faculty of Electrical Engineering Bandung Modul 14 - Perencanaan Jaringan Seluler

Estimasi Luas Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada Teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access)

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

ABSTRACT. : Planning by Capacity, Planning by Coverage, Okumura-Hatta, Software Atoll

Perencanaan Jaringan 3G UMTS. Kota Bekasi, Jawa Barat. Aldrin Fakhri Azhari

ABSTRACT. Keywords : LTE, planning capacity, Planning Coverage, Average Signal Level


BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

ANALISIS IMPLEMENTASI JARINGAN CDMA20001X EVDO REV-A DI KOTA MALANG

Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN CAKUPAN AREA LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI DAERAH BANYUMAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Kebutuhan Base Station Jaringan Fixed WiMAX Berdasarkan Demand Site

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE

Makalah Seminar Tugas Akhir PENINGKATAN KAPASITAS SEL CDMA DENGAN METODE PARTISI SEL

ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI WILAYAH KOTA BANDA ACEH DENGAN FRACTIONAL FREQUENCY REUSE SEBAGAI MANAJEMEN INTERFERENSI

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) 1800 MHz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TIME DIVISION DUPLEX (TDD) 2300 MHz DI SEMARANG TAHUN

Journal of Informatics and Telecommunication Engineering

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)1800 Mhz DI WILAYAH MAGELANG MENGGUNAKAN BTS EXISTING OPERATOR XYZ

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih

ABSTRAK. Kata kunci : LTE-Advanced, signal level, CINR, parameter, dense urban, urban, sub urban, Atoll. ABSTRACT

Gambar 1 1 Alokasi Penataan Ulang Frekuensi 1800 MHz[1]

PERENCANAAN BASE STATION UNTUK JARINGAN SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK BERBASIS WCDMA DI WILAYAH SUB URBAN

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TIME DIVISION DUPLEX (TDD) 2300 MHz DI SEMARANG TAHUN

Analisis Penggunaan Frequency Band 400 MHz dan 700 MHz untuk Layanan Broadband PPDR di Indonesia

Analisis Jaringan LTE Pada Frekuensi 700 MHz Dan 1800 MHz Area Kabupaten Bekasi Dengan Pendekatan Tekno Ekonomi

PERENCANAAN SISTEM JARINGAN RADIO SELULER CDMA DENGAN MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0

DAFTAR ISTILAH. Besarnya transfer data dalam komunikasi digital per satuan waktu. Base transceiver station pada teknologi LTE Evolved Packed Core

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung. Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengukuran Coverage Outdoor Wireless LAN dengan Metode Visualisasi Di. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Perencanaan Integrasi Jaringan LTE- Advanced Dengan Wifi n Existing pada Sisi Coverage

ANALISA PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION INDOOR DI STASIUN GAMBIR ANALYSIS OF LONG TERM EVOLUTION INDOOR NETWORK PLANNING IN GAMBIR STATION

ESTIMASI CAKUPAN JARINGAN WIMAX DAN ANALISIS PERFORMANSINYA UNTUK DAERAH MAKASSAR, MAROS, SUNGGUMINASA, DAN TAKALAR

PERENCANAAN JARINGAN LTE FDD 1800 MHZ DI KOTA SEMARANG MENGGUNAKAN ATOLL

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015

LAPORAN SKRIPSI ANALISIS DAN OPTIMASI KUALITAS JARINGAN TELKOMSEL 4G LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI AREA PURWOKERTO

IMPLEMENTASI FUZZY EVOLUTIONARY ALGORITHMS UNTUK PENENTUAN POSISI BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)

PENENTUAN CAKUPAN DAN KAPASITAS SEL JARINGAN UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS)

Optimasi Penempatan Node B UMTS900 pada BTS Existing Menggunakan Algoritma Genetika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jurnal Elektro Telekomunikasi Terapan Desember 2016

Analisis Kinerja Metode Power Control untuk Manajemen Interferensi Sistem Komunikasi Uplink LTE-Advanced dengan Femtocell

DAFTAR SINGKATAN. xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya dunia teknologi telekomunikasi dan informasi sejalan dengan kebutuhan akan kecepatan dan

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

ANALISIS PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN METODE SOFT FREQUENCY REUSE DI KAWASAN TELKOM UNIVERSITY

ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI JARINGAN UPLINK 4G-LTE DENGAN METODE INNERLOOP POWER CONTROL DI PT TELKOMSEL

BAB I PENDAHULUAN. (browsing, downloading, video streaming dll) dan semakin pesatnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan WiFi sebagai teknologi jaringan tanpa kabel yang dapat mengakses internet dengan kecepatan tinggi



BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan LTE (Long Term Evolution). LTE merupakan teknologi yang

ANALISIS PERENCANAAN JARINGAN Wi-Fi BERBASIS n DENGAN BALON UDARA DI KOTA BANDUNG

Planning cell site. Sebuah jaringan GSM akan digelar dikota Bandung Tengah yang merupakan pusat kota yang memiliki :

BAB II TEORI DASAR. dimana : λ = jumlah panggilan yang datang (panggilan/jam) t h = waktu pendudukan rata-rata (jam/panggilan)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Perencanaan Cell Plan di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Menggunakan Software Mapinfo

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

Pengaruh Penggunaan Skema Pengalokasian Daya Waterfilling Berbasis Algoritma Greedy Terhadap Perubahan Efisiensi Spektral Sistem pada jaringan LTE

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

ANALISA PERENCANAAN LAYANAN DATA JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) INDOOR PADA TERMINAL 3 KEBERANGKATAN ULTIMATE BANDARA SOEKARNO-HATTA

Pengukuran Model Propagasi Outdoor dan Indoor Sistem WiMAX 2.3GHz di Lingkungan Kampus ITB

ANALISIS PENGARUH MODEL PROPAGASI DAN PERUBAHAN TILT ANTENA TERHADAP COVERAGE AREA SISTEM LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN SOFTWARE ATOLL

BAB III PEMODELAN SISTEM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM KOMUNIKASI SATELIT PERBANDINGAN PERHITUNGAN LINK BUDGET SATELIT DENGAN SIMULASI SOFTWARE DAN MANUAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

ANALISIS PERFORMANSI PENERAPAN CARRIER AGGREGATION DENGAN PERBANDINGAN SKENARIO SECONDARY CELL PADA PERANCANGAN JARINGAN LTE-ADVANCED DI DKI JAKARTA

BAB III PERANCANGAN SISTEM

ANALISIS RSCP PADA HSDPA DAN HSUPA DI WILAYAH KOTA MALANG

Jl. Telekomunikasi, Dayeuh Kolot Bandung Indonesia

ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE

Transkripsi:

Simulasi Perencanaan Site Outdoor Coverage System Jaringan Radio LTE di Kota Bandung Menggunakan Spectrum Frekuensi 700 MHz, 2,1 GHz dan 2, GHz Nanang Ismail, Innel Lindra, Agung Prihantono Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati Jl. A.H Nasution No. 105 Bandung e-mail: nanang.is@uinsgd.ac.id, innellindra@yahoo.com, agungprihantono@gmail.com Abstrak Long Term Evolution (LTE) dirancang untuk memberi solusi terhadap peningkatan kebutuhan layanan komunikasi yang semakin cepat. Akan tetapi ketersediaan alokasi frekuensi untuk LTE telah penuh, sehingga harus dilakukan pengaturan ulang frekuensi agar teknologi LTE ini bisa digunakan. Ada beberapa opsi mengenai frekuensi yang akan digunakan, yaitu Televisi analog (700 Mhz), GSM (100 Mhz), G (2100 Mhz) dan WiMax (200 Mhz). Pada makalah ini dibuat suatu simulasi perencanaan site outdoor coverage system jaringan radio LTE menggunakan spectrum frekuensi 700, 2100, 200 MHz dengan target area kota Bandung dengan luas wilayah 167,7 Km 2, terdiri dari 0 kecamatan dan 155 kelurahan agar dapat melayani pelanggan hingga tahun 2014 atau 201 mendatang. Tahap pertama penelitian ini merupakan pengumpulan data jumlah penduduk dan peta digital kota Bandung untuk diolah hingga diperoleh estimasi jumlah penduduk kota Bandung tahun 2014 dan 201 serta pembagian tipe area untuk setiap kelurahan. Tahap kedua merupakan analisis nominal RF Planning yang terdiri dari analisis berdasarkan keperluan trafik dan keperluan analisis. Analisis keperluan cakupan dilakukan berdasarkan perhitungan anggaran daya (link budget) serta perhitungan jari-jari sel menggunakan model propagasi outdoor Okumura-Hatta, Walfish-Ikegami dan Standford University Interim. Analisis keperluan trafik didasarkan pada perhitungan kebutuhan trafik dan kapasitas site. Kedua hasil analisis tersebut kemudian dibandingkan dan hasil nominal RF planning yang terbanyak dipilih sebagai dasar perhitungan selanjutnya hingga diperoleh suatu rekomendasi perancangan jaringan radio LTE di kota Bandung. Tahap ketiga merupakan analisis peletakan site. Dari hasil perencanaan site outdoor coverage system jaringan radio LTE menggunakan frekuensi 2,1 GHz, 2, GHZ dan 700 MHz di kota Bandung diperoleh frekuensi yang paling cocok untuk teknologi LTE yaitu frekuensi 700 MHz menggunakan bandwidth 20 MHz, dengan jumlah site 27 buah untuk mencover area kota Bandung. Kata Kunci: Perencanaan, Propagasi, Site, LTE, Bandung. 1. Pendahuluan LTE adalah teknologi generasi keempat setelah GSM dan WCDMA. Indonesia bisa dikatakan negara yang tertinggal dalam dunia telekomunikasi, karena hingga saat ini pengimplementasian teknologi LTE di Indonesia belum juga terlaksana dikarenakan beberapa faktor. Beberapa faktor penghambatnya yaitu dari sisi pengguna mengingat masih mahalnya harga yang ditawarkan kepada masyarakat untuk dapat memiliki ponsel atau dongle yang bisa mengakses LTE. Selain itu masalah juga terjadi pada frekuensi yang akan digunakan untuk teknologi ini, mengingat hampir hampir semua frekuensi yang disediakan oleh pemerintah telah digunakan pada teknologi lainnya. Ada beberapa opsi mengenai frekuensi yang akan digunakan, yaitu UHV (700 Mhz), GSM (100 Mhz), G (2100 Mhz) dan WiMax (200 Mhz) [4]. Namun yang paling memungkinkan untuk digunakan oleh teknologi LTE adalah menunggu penyelesaian perpindahan frekuensi TELKA, Vol.2, No.1, Mei 2016, pp. 27~5 27

2 televisi analog (700 MHz) menjadi televisi digital pada 201. Jika ini selesai, maka frekuensi tersebut akan kosong dan bisa ditempati oleh frekuensi LTE [4]. Perencanaan ini bertujuan untuk merencanakan jaringan LTE yang mencakup analisis frekuensi LTE yang akan digunakan di indonesia, perencanaan untuk penempatan site enodeb berdasarkan kapasitas dan cakupan. Pada perencanaan berdasarkan kapasitas akan dilakukan perhitungan kapasitas enodeb dan OBQ (Offered Bit Quantitiy) sehingga bisa didapatkan jumlah site yang di butuhkan. Sedangkan pada perencanaan perdasarkan cakupan akan dilakukan perhitungan link budget yaitu mencakup perhitungan rugi-rugi lintasan pada masing masing tipe area sehingga bisa didapatkan jumlah site yang dibutuhkan. Penelitian ini dibuat dalam perencanaan yaitu plan A untuk frekuensi 2100 Mhz pada tahun 2014, plan B frekuensi 200 Mhz pada tahun 2014 dan plan C untuk frekuensi 700 Mhz pada tahun 201. Pada tiap frekuensi menggunakan bandwidth yang berbeda sesuai dengan ketersediaan frekuensi yang di tetapkan pemerintah, pada frekuensi 700 MHz menggunakan bandwidth 20 MHz, frekuensi 2100 MHz menggunakan 10 MHz, frekuensi 200 menggunakan 15 MHz. Pada tiap frekuensi menggunakan tiga tipe modulasi yang berbeda untuk membandingkan penggunaan modulasi mana yang dinilai paling baik. 2. Metodologi Penelitian Perencanaan jaringan secara umum bertujuan untuk membangun jaringan seefektif dan seefisien mungkin, oleh karena itu pada perencanaan ini banyak faktor yang harus diperhatikan. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah perkiraan penentuan alokasi frekuensi yang akan digunakan, karena saat ini pengalokasian frekuensi tersebut masih dalam perundingan oleh pemerintah. Selain itu hal lain yang harus diperhatikan yaitu permintaan untuk memenuhi kebutuhan yang akan datang, termasuk kapasitas dan coverage-nya. Adapun alur dari proses perencanaan LTE ini, seperti yang terlihat pada gambar 1 berikut ini. Gambar 1. Diagram alir perencanaan LTE

2 2.1. Alokasi Frekuensi Pada perencanaan ini perlu dilakukan alokasi frekuensi yang bertujuan untuk memperkirakan banwidth yang akan digunakan untuk frekuensi-frekuensi kerja yang digunakan pada perencanaan ini. Pada frekuensi 700 MHz alokasi bandwidth yang disediakan adalah pada frekuensi 64-06 MHz maka bandwidth yang disediakan adalah 112 MHz, diasumsikan frekuensi ini menggunakan teknologi TDD. Pada frekuensi 2100 mengambil dari pengalokasian bandwidth sebelumnya yang digunakan oleh teknologi G yaitu pada frekuensi 120 2170 MHz. Teknologi yang digunakan untuk frrekuensi ini diasumsikan adalah TDD yaitu antara frekuensi uplink dan downlink pada 120 2170 MHz. Pada frekuensi 200 MHz frekuensi yang disediakan adalah 200 2400 MHz, diasumsikan pada frekuensi ini menggunakan teknoogi TDD. Untuk Pengalokasian bandwidth-nya menggunakan tiga bandwidth yang berbeda berdasaarkan asumsi. Frekuensi kerja yang pertama adalah 700 MHz dan bandwidth yang digunakan adalah 20 MHz untuk uplink dan downlink. Kemudian frekuensi lain yang digunakan adalah pada frekuensi 2100 MHz dengan asumsi berdasarkan pembagian bandwidth pada G yaitu 10 MHz Uplink dan 10 MHz downlink. Untuk Frekuensi 200 MHz diasumsikan mendapat bandwidth 15 MHz untuk Uplink dan downlink. Parameter link budget arah uplink dan downlink ditunjukan pada Tabel 1 dan 2 di bawah ini : Tabel 1. Parameter Uplink Parameter Tanda Keterangan LTE 700 MHz Transmitter UE Tinggi Antena MS A Manufacturer Dependent Daya pancar (dbm) B 2 dbm Penguatan antena pemancar (dbi) C (-5)-10 dbi Body loss D 2-6 db EIRP E = A+B- C-D Receiver - enb Tinggi Antena enb F Manufacturer Dependent Penguatan antena penerima (dbi) G 15-21 dbi Cable loss H Connector loss I 0,42 db/buah Noise Figure J 4 db Thermal noise (dbm) K Receiver Noise (dbm) L = K+j SINR M Standar Implementation Margin N Standar Diversity gain O - db Interferensi Margin P 2 db MHA gain Q 2 db Soft Handover R 4 db Receiver Sensitivity (dbm) Propagasi MAPL Daya Diterima S = L+M+N-O T = E-S-N- H-I+G-Q+R U = B+C+H-I-T

0 Tabel 2. Parameter Downlink Parameter LTE 700 MHz Tanda Keterangan Transmitter - enb Daya pancar (dbm) A 4-4 dbm Penguatan antena pemancar (dbi) B 15-21 dbi Cable loss C Persamaan Connector loss D 0,42 db/buah Tinggi Antena enb E Manufacturer Dependent EIRP F = A+B- C-D Receiver - UE Tinggi Antena MS G Manufacturer Dependent Penguatan antena penerima (dbi) H (-5)-10 dbi Body loss I 2-6 db Noise Figure J 6-11 db Thermal noise (dbm) K Receiver Noise (dbm) L = K+ J SINR M Standar Implementation Margin N Standar Diversity gain P db Interferensi margin Q - db Control channel overhead Receiver Sensitivity (dbm) Propagasi MAPL Daya Diterima R S = L+M+N-P T = F-S-N- R+H-I U = E- T+G-H-I 1.0 db 2.2. Perencanaan Kapasitas 1) Offered Bit Quantity Untuk melakukan perkiraan kepadatan trafik pada LTE digunakan OBQ (Offered Bit Quantity). OBQ adalah total bit throughput per km 2 pada jam sibuk. Untuk menghitung OBQ digunakan persamaan 1 di bawah ini: OBQ = c T x σ x p x d x BHCA x BW (1) Keterangan : OBQ = Offered Bit Quantity, c T = Persentase berdasarkan tipe area (Building, Pedestrian, Vehicular), σ = Kepadatan pelanggan suatu daerah (user/km 2 ), p = Penetrasi pengguna tiap layanan (%), d = Durasi panggilan efektif (sec), BHCA = Busy hour call atemp, BW = Net user bit rate (Kbps). 2) Luas Area Cakupan Site Setelah didapatkan nilai keduanya maka dapat dihitung sesuai dengan persamaan 2 di bawah ini[2]: L = T offered / T offered site (2) Keterangan :

1 L = Luas area cakupan, T offered = Total offered trafic, T offered site = Total offered trafic site ) Jari-Jari sel Setelah didapatkan luas tiap site, maka bisa dihitung jari-jari sel enodeb yang dibutuhkan dengan menggunakan persamaan rumus sebagai berikut: d = L 0,75 2 Keterangan : d = Jari-jari, L = Luas area cakupan, 0,75 = 1 4 x π 4) Jumlah Site Setelah didapatkan luas tiap site dan jari-jari sel, maka bisa dihitung jumlah enodeb yang dibutuhkan dengan menggunakan persamaan rumus sebagai berikut[]: Jumlah site = Luas area / Luas radius site (4) 2.. Perencanaan Kapasitas 1) Luas Area Cakupan Pada perencanan berdasarkan kebutuhan cakupan jari-jari sel tergantung dari hasil perhitungan propagasi pada masing-masing frekuensi. Sedangkan untuk mencari luas cakupan seperti yang ditunjukan oleh persamaan 5 di bawah ini[7]: L = π x (Jari-jari sel) 2 (5) Keterangan : π =,14, L = Luas area 2) Jumlah site Setelah didapat luas total cakupan area, selanjutnya untuk mencari jumlah site digunakan persamaan 6 di bawah ini[7]: Luas total cakupan area Jumlah site = (6) luas area site Setelah didapatkan jumlah site pada perencanaan berdasarkan kapasitas dan cakupan, maka langkah selanjutnya adalah membandingkan kedua perencanaan tersebut dan mengambil jumlah site terbanyak untuk digunakan sebagai hasil akhir perencanaan.. Perancangan Simulasi Pada tahap ini merupakan tahap pembuatan program hitung yang dapat menghasilkan nominal RF planning yang digunakan sebagai rokemendasi pada tahap yang terakhir. Program hitung ini dibuat menggunakan microsoft excel 2007 dan bahasa pemrograman visual basic. Alasan pemilihan microsoft excel 2007 karena lebih mengefisiensikan waktu dalam pembuatannya dibandingkan harus menggunakan software pemrograman lainya yang lebih sulit dan memakan waktu dalam pembuatannya, microsoft excel merupakan salah satu software yang dapat melakukan perhitungan matematis kompleks. Kemudian alasan penggungaan visual basic karena mudah dalam pemrogramannya, dapat berinteraksi dengan microsoft excel. 4. Perencanaan Jaringan LTE 4.1. Coverage Planning Bentuk muka bumi mempengaruhi propagasi gelombang radio. Pembagian tipe daerah dibedakan berdasarkan struktur yang dibuat manusia (human-made structure) dan keadaan alami daerah, tipe-tipe tersebut antara lain: 1. Terrain C (daerah Rural), yaitu daerah yang jumlah bangunan sedikit dan jarang, alam terbuka. Contoh : Pedesaan ()

Downli nk Uplink Downli nk Uplink TELKA: Jurnal Telekomunikasi, Elektronika, Komputasi, dan Kontrol 2 2. Terrain B (daerah Suburban), jumlah bangunan yang mulai padat, tinggi rata-rata antara 12 20 m dan lebar 1 0 m. Contoh : pinggiran kota, kota- kota kecil.. Terrain A (daerah Urban), memiliki gedung-gedung yang rapat dan tinggi. Contoh : daerah pusat kota baik metropolis maupun kota menengah Detail pembagian wilayah ini dibahas lebih jelas di sub bab 2..2 Tipe ini akan menentukan model propagasi yang digunakan. Analisis pada tahap ini bertujuan untuk membagi area perancangan yaitu kota Bandung menjadi 2 kategori tipe area, urban dan suburban. Analisis penentuan tipe area kota Bandung menghasilkan data sebagai berikut: 1. Tipe area urban terdiri dari kelurahan dengan luas area 24,1 Km 2 dengan jumlah penduduk 4001 orang. 2. Tipe area suburban terdiri dari 75 kelurahan dengan luas area 142,4 Km 2 dengan jumlah penduduk 2024044 orang. Gambar 2 menunjukkan pembagian tiap kelurahan kota Bandung ke dalam tipe area urban dan suburban. Area Urban Area Suburban Gambar 2. Posisi site enode B di kota Bandung Berikut ini adalah hasil perhitungan MAPL untuk frekuensi 700, 2100 dan 200 Mhz berdasarkan tipe area dan berdasarkan tipe modulasi yaitu,, 16QAM, 64QAM. Tabel. Hasil perhitungan Maximum Allowable Pathloss (MAPL) Maximum Allowable Pathloss (MAPL) Urban Sub-Urban Tipe Modulasi Frekuen si (MHz) 16QAM 64QAM 16QAM 700 2100 12, 6 126, 2 117, 15, 7 12, 146, 6 140, 2 11, 14, 7 14, 11, 4 125, 0 116, 6 15, 0 12, 6 145,4 1,0 10,6 14, 142,5

Downli nk Uplink Downli nk Uplink 64QA M 16QA M 64QA M 16QA M TELKA: Jurnal Telekomunikasi, Elektronika, Komputasi, dan Kontrol Maximum Allowable Pathloss (MAPL) Urban Tipe Modulasi Frekuen si (MHz) Sub-Urban 64QAM 16QAM 64QAM 200 120, 1, 127, 5 11, 1 14, 147, 141, 5 1, 1 120, 2 12, 7 126, 117, 14,1 146,7 140, 11, 5.2. Analisis Perbandingan dan Rekomendasi Perancangan Analisis pada tahap ini merupakan bagian akhir dari analisis perencanaan pada LTE. keluaran dari analisis ini merupakan rekomendasi yang digunakan untuk melakukan perancangan jaringan radio LTE di kota Bandung. Parameter yang dibutuhkan dalam analisis ini adalah nominal site berdasarkan keperluan cakupan dan keperluan kapasitas. Nilai dari jumlah site berdasarkan keperluan cakupan akan dibandingkan dengan keperluan kapasitas dan diambil jumlah site terbanyak. Hal itu dikarenakan dengan memilih jumlah site terbanyak maka semakin kecil jari-jari sel yang dihasilkan. Jari-jari sel tersebut telah mempertimbangkan kedua aspek baik dari keperluan cakupan maupun kapasitas. Karena pada perencanaan cakupan modulasi menghasilkan jumlah site yang sedikit maka modulasi yang diambil adalah, begitu pula pada perencanaan kapasitas. Tabel 4. Perbandingan jumlah site berdasarkan cakupan dan kapasitas Bandwid th (MHz) Urban Suburban Perencanaan Kapasitas Jumla h site 10 4 2 4 22 10 15 5 2 2 14 10 20 4 2 1 2 11 Perencanaan Cakupan Jumla h site 10 10 22 60 21 46 12 15 1 2 41 57 20 2 4 1 2 5 16 Seperti yang terlihat pada tabel 4 diperoleh rekomendasi nominal RF planning perencanaan jaringan radio LTE kota Bandung sebagai berikut: 1) Pada frekuensi 700 MHz pada area jumlah site berdasarkan keperluan kapasitas lebih banyak dibandingkan dengan keperluan cakupan, begitu pula pada area sub-urban. Maka total site yang digunakan pada frekuensi 700 MHz adalah 4 site pada area urban dan 2 site pada area sub-urban. 2) Pada frekuensi 2100 MHz pada area urban jumlah site berdasarkan keperluan cakupan lebih banyak dibandingkan dengan keperluan kapasitas, namun pada area sub-urban kebutuhan kapasitas lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan cakupan. Maka total site yang digunakan pada frekuensi 2100 MHz adalah 10 site pada area urban dan 4 site pada area sub-urban. ) Yang terakhir pada frekuensi 200 MHz pada area urban jumlah site berdasarkan keperluan cakupan lebih banyak dibandingkan dengan keperluan kapasitas, begitu pula pada area sub-

4 urban. Maka total site yang digunakan pada frekuensi 200 MHz adalah site pada area urban dan 41 site pada area sub-urban. Tipe Area Urban Suburban Tabel 5. Rekomendasi perencanaan site Luas Area Frekuensi Jari-jari Jumlah Cakupan (MHz) sel (Km) site (Km^2) 700 1,504655 7,100072 4 2100 0,7475 2,47517771 10 200 0,1561 2,6241456 700 1,40507 6,112 2 2100 1,02614,06605 4 200 1,05251,4756547 41 Dari hasil rekomendasi site pada tabel 5 dapat dilihat bahwa perencanaan LTE menggunakan frekuensi 700 MHz memiliki jumlah site lebih sedikit, sehingga dianggap lebih effisien dibanding frekuensi lainnya. Oleh karena itu perencanaan yang akan digunakan adalah frekuensi 700 MHz. 5.. Analisis Peletakan Site Seperti yang telah di jelaskan pada diagram alir gambar 1, bahwa tahap ini merupakan tahap terakhir. Setelah kompoen pada tahap pertama yaitu peta dasar kota Bandung telah siap, dan komponen pada tahap kedua yaitu perhitungan nominal site telah didapatkan maka hal selanjutnya yang dilakukan adalah menentukan lokasi site dengan mempertimbangkan beberapa hal. Dari hasil visualisasi perencanaan LTE menggunakan frekuensi 700 MHz yang ada pada gambar didapatkan 27 site untuk mencakup kota Bandung dengan 12 site existing dan 15 jaringan baru. Gambar. Posisi site enode B di kota Bandung 6. Kesimpulan dan Saran 6.1. Kesimpulan Hasil perencanaan site outdoor jaringan radio LTE di kota Bandung menggunakan frekuensi 700, 2100 dan 200 MHz didapatkan:

5 1. Tipe modulasi yang paling baik digunakan untuk LTE adalah, karena penggunaan tipe modulasi menghasilkan jumlah site yang sedikit dibandingkan dengan tipe modulasi lainnya. 2. Dari segi implementasi penggunaan frekuensi 2100 dan 200 MHz lebih cocok untuk digunakan oleh teknologi LTE karena dapat digunakan pada tahun 2014, di bandingkan dengan frekuensi 700 MHz yang harus menunggu perpindahan frekuensi televisi analog ke digital di tahun 201.. Dari segi efisiensi, penggunaan frekuensi 700 MHz paling cocok digunakan pada teknologi LTE karena dinilai lebih efisien dalam penggunaan jumlah enode B untuk mengcover kota Bandung, yaitu 4 buah site dengan jari-jari site sebesar 1,5046545 Km untuk area urban dan 2 buah site dengan jari-jari site sebesar 1,4050714 Km untuk area sub urban. 6.2. Saran Beberapa saran yang bisa diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Untuk penelitian lanjutan dapat ditambahkan analisis mengenai frequency planning dan interferensi yang terjadi dalam perancangan jaringan radio LTE. 2. Perencanaan dapat dikembangkan dengan menggunakan frekuensi yang berbeda dan dihitung dari segi ekonominya.. Untuk penelitian lanjutan dapat dikembangkan dengan melakukan perencanaan pada sisi indoor. Daftar Pustaka [1]. Anisah, Ida. Analisis Link Budget Pada Teknologi Long Term Evolution (LTE), Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, 2012. [2]. Azis, S.G., Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Berdasarkan Node B UMTS Existing di Kota Denpasar, Institut Teknologi Telkom, 2011. []. Darlis, A.R. Pengukuran Model Propagasi Outdoor dan Indoor Sistem WiMAX 2, GHz di Lingkungan Kampus ITB. Prosiding Seminar Radar Nasional 2010., Yogyakarta, 2-2 April 2010., ISSN : 17-221, 2010. [4]. Guwindo, D.S. Forecasting Alokasi Spectrum Frekuensi Seluler di Surabaya, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, 2012. [5]. Hidayat, S.W. 4 Skenario 4G di Indonesia. Diakses pada 4 April 2015 dari http://tekno.kompas.com/read/2011/12/27/116276/ini.dia.4.skenario.4g.di.indonesia.ht ml, 2011. [6]. Prihantono, A. Tren Pengguna Seluler. Diakses tanggal 4 Februari 2015 dari http://agvengeance.blogspot.com/201/06/tren-pengguna-seluler.html. 201. [7]. Kurniawan, P. Perencanaan Ulang Site Outdoor Coverage System Jaringan Radio GSM 00 Dan 2100 Di Kota Semarang, Universitas Diponegoro Semarang, 2010. []. Pontus, Wijen, Analisis Tekno Ekonomi Implementasi Teknologi Long Term Evolution di DKI Jakarta. Jurnal Sarjana Institut Teknologi Bandung, 2012. []. Pramono, C. Pemodelan Kanal SUI Pada Sistem komunikasi WIMAX (Skripsi S1, Institut Teknologi Bandung, 2007.