BAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III MODEL SISTEM CLOSED-LOOP POWER CONTROL PADA CDMA

BAB III PERANCANGAN MODEL KANAL DAN SIMULASI POWER CONTROL DENGAN MENGGUNAKAN DIVERSITAS ANTENA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

Politeknik Negeri Malang Sistem Telekomunikasi Digital Page 1

SISTEM KOMUNIKASI CDMA Rr. Rizka Kartika Dewanti, TE Tito Maulana, TE Ashif Aminulloh, TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

BAB III PEMODELAN SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI

CDMA LAPORAN TUGAS AKHIR

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Multiple Access

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

Kuliah 5 Pemrosesan Sinyal Untuk Komunikasi Digital

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].

TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI ORTHOGONAL FREQUENCY AND CODE DIVISION MULTIPLEXING (OFCDM) PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS OLEH

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak

Gambar 1. Blok SIC Detektor untuk Pengguna ke-1 [4]

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA GODARD

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA LEAST MEAN FOURTH BASED POWER OF TWO QUANTIZER (LMF-PTQ)

Dasar Sistem Transmisi

Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC

PENGARUH FREQUENCY SELECTIVITY PADA SINGLE CARRIER FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) Endah Budi Purnomowati, Rudy Yuwono, Muthia Rahma 1

HAND OUT EK. 475 SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL

TUGAS AKHIR ANALISA KENDALI DAYA TERHADAP LAJU KESALAHAN BIT PADA SISTEM CDMA

IMPLEMENTASI MULTIPATH FADING RAYLEIGH MENGGUNAKAN TMS320C6713

1. Adaptive Delta Modulation (ADM) Prinsip yang mendasari semua algoritma ADM adalah sebagai berikut:

STUDI BIT ERROR RATE UNTUK SISTEM MC-CDMA PADA KANAL FADING NAKAGAMI-m MENGGUNAKAN EGC

Simulasi Dan Analisa Efek Doppler Terhadap OFDM Dan MC-CDMA

HAND OUT EK. 462 SISTEM KOMUNIKASI DIGITAL

Code Division multiple Access (CDMA)

BAB V HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

Introduction to spread spectrum (SS) Alfin Hikmaturokhman,MT

BAB II NOISE. Dalam sistem komunikasi, keberhasilan penyampaian informasi dari pengirim

KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T

BAB II DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori Teknologi Radio Over Fiber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Kata kunci : Spread spectrum, MIMO, kode penebar. vii

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

STUDI PENERAPAN DEMODULASI NONKOHEREN PADA DIVERSITAS KOOPERATIF

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

fading konstan untuk setiap user dengan asumsi perpindahan mobile station relatif

Perancangan MMSE Equalizer dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

BAB II DASAR TEORI. sesuai dengan sinyal pemodulasinya. Modulasi ada dua macam, yaitu modulasi

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.2 Agustus 2016 Page 1654

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

6.2. Time Division Multiple Access (TDMA)

Analisis Kinerja Kombinasi Sistem CDMA-OFDM dengan MIMO

Analisis Performansi WCDMA-Diversitas Relay pada Kanal Fading

MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 2, Desember 2009

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISISNYA

Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

TUGAS KOMUNIKASI DIGITAL CODE DIVISION MULTIPLE ACCES

Presentasi Tugas Akhir

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading

BAB II SISTEM WCDMA. spektrum tersebar, yaitu Direct Sequence Spread Spectrum (DS-SS). Dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang 1.2. Perumusan Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC- CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

KINERJA SISTEM MUD-PIC MULTICARRIER CDMA DENGAN MODULASI QPSK

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. perang ataupun sebagai bagian dari sistem navigasi pada kapal [1].

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim

DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI

BAB III DISCRETE FOURIER TRANSFORM SPREAD OFDM

SISTEM TRANSMISI MULTICARRIER ORTHOGONAL CDMA Sigit Kusmaryanto

ANALISA TRAFIK PADA JARINGAN CDMA

KINERJA SISTEM MULTIUSER DETECTION SUCCESSIVE INTERFERENCE CANCELLATION MULTICARRIER CDMA DENGAN MODULASI M-QAM

UNJUK KERJA KODE-KODE PENEBAR DIRECT SEQUENCE CDMA PADA KANAL MULTIPATH FADING

PENGARUH ERROR SINKRONISASI TRANSMISI PADA KINERJA BER SISTEM MIMO KOOPERATIF

ANALISIS KINERJA SISTEM MIMO-OFDM PADA KANAL RAYLEIGH DAN AWGN DENGAN MODULASI QPSK

BAB III Perencanaan Jaringan VSAT Pada Bank Mandiri dengan CDMA

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER PADA SISTEM KOMUNIKASI DENGAN ALGORITMA STOP AND GO

BAB II SISTEM KOMUNIKASI

Transkripsi:

BAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH 2.1 Multipath fading pada kanal nirkabel Sinyal yang ditransmisikan pada sistem komunikasi bergerak nirkabel akan mengalami banyak gangguan akibat pengaruh kanal nirkabel yang tidak sempurna. Gangguan utama yang ditimbulkan oleh kanal ini disebabkan oleh sinyal dari pengirim yang melalui lebih dari satu jalur/lintasan sebelum sampai di penerima. Karena melalui banyak lintasan, fenomena ini lazim disebut sebagai propagasi lintasan jamak (multipath propagation). Propagasi multipath ini timbul karena adanya proses difraksi, refleksi, dan hamburan (scattering) pada sinyal yang ditransmisikan. Amplitudo, fasa, dan sudut datang dari masing-masing lintasan akan bervariasi saat tiba di penerima. Sinyal yang diterima oleh BS adalah kombinasi dari sinyal-sinyal dengan amplitudo dan fasa (delay waktu) yang berbeda-beda ini. Saat bersuperposisi, sinyal-sinyal tersebut bisa saling menguatkan (konstruktif) atau malah saling melemahkan (destruktif) sehingga amplitudo sinyal yang diterima akan berfluktuasi. Fluktuasi sinyal ini masih ditambah lagi dengan faktor redaman propagasi akibat jarak lintasan (propagation path loss). Total fluktuasi ini dapat dituliskan sebagai total redaman (path loss) yang dirumuskan L t = L p (d) + m(t) + β(t). (2.1) dengan L p (d) adalah redaman propagasi rata rata sebagai fungsi dari jarak antara pengirim dan penerima, m(t) adalah variasi dari L p (d) akibat shadowing, dan β(t) fluktuasi akibat fading, masing-masing dalam domain db. 6

Redaman total pada persamaan (2.1) di atas dapat dikategorikan sebagai redaman propagasi large scale dan redaman propagasi small scale [2]. Suku pertama L p (d) dan suku kedua m(t) dari persamaan di atas mendefinisikan redaman large scale, yang menggambarkan redaman propagasi yang relatif konstan pada daerah yang luas dan interval waktu yang cukup lama. Suku terakhir, β(t) menggambarkan fluktasi yang cepat dan drastis dari amplitudo dan fasa sinyal sebagai akibat dari multipath fading. Redaman propagasi large-scale pada kondisi ideal, yang berarti sinyal yang tiba pada penerima hanya menempuh satu lintasan langsung dapat dirumuskan dalam decibel (db) sebagai 10.. (2.2) L d0 adalah path loss rata-rata pada jarak referensi d 0, n adalah eksponen path loss yang nilainya bergantung pada frekuensi carrier, tinggi antena dan keadaan lingkungan propagasi. Jika redaman propagasi large scale hanya berdampak pada amplitudo sinyal rata-rata, redaman propagasi skala kecil mengandung informasi mengenai dua hal. Yang pertama adalah fluktuasi amplitudo akibat superposisi sinyal yang diterima dari berbagai jalur (kanal time variant), sedangkan yang kedua adalah terjadinya dispersi waktu (time spreading) pada sinyal yang diterima sebagai akibat dari perbedaan waktu kedatangan sinyal dari lintasan yang berbeda. Selain pada domain waktu, keduanya juga dapat dievaluasi pada domain frekuensi. Pada domain waktu, ada dua hal yang diamati. Pertama, sebaran waktu tunda (delay) dari kedatangan sinyal masing-masing lintasan yang disebut dengan istilah time spreading of the signal. Kedua, perubahan kanal dari waktu ke waktu yang dikenal juga dengan istilah time varying of the channel. Sedangkan pada domain frekuensi, pengamatan pertama adalah selektivitas frekuensi dari kanal terhadap bandwidth sinyal, dan yang berikutnya adalah selektivitas waktu dari kanal terhadap periode simbol yang dikirim. Domain frekuensi dan domain waktu dihubungkan dengan transformasi Fourier. 7

Pada gambar 2.1 (a) ditunjukkan sebaran delay sinyal untuk masing-masing lintasan saat tiba di penerima akibat tidak samanya waktu sampai semua komponen multipath tiba di penerima. Time spreading dimodelkan dengan menggunakan multipath intensity profile, S(τ) terhadap delay waktu, τ. Multipath delay spread (τ m ) didefinisikan sebagai selisih maksimum waktu antara kedatangan komponen pertama sinyal dengan komponen sinyal yang paling terakhir tiba. Jika τ m >> T s dengan T s adalah periode simbol, akan terjadi fenomena ISI (inter symbol interference) dan kanal tersebut dikategorikan sebagai frequency selective fading. Sedangkan jika τ m << T s disebut sebagai kanal flat fading. Gambar 2.1 Redaman propagasi small-scale: (a) Profil intensitas lintasan jamak (multipath intensity profile), (b) fungsi korelasi dari frekuensi (spaced-frequency correlation function), (c) fungsi korelasi dari waktu (spaced-time correlation function), (d) spektrum daya Doppler (Doppler power spectrum). [2] 8

Pada domain frekuensi, multipath intensity profile dapat ditransformasi Fourier untuk menghasilkan fungsi korelasi dari frekuensi (spaced-frequency correlation function) seperti pada gambar 2.2 (b). Digunakan suatu parameter yang disebut channel coherence bandwidth, W 0, untuk mendefinisikan suatu rentang frekuensi dimana kanal akan melewatkan semua komponen spektrum sinyal dengan penguatan (gain) yang tetap. Nilai W 0 ini bergantung pada nilai τ m [6] yaitu untuk korelasi frekuensi 90 % : W 0 = 1/50τ m, (2.3) dan untuk korelasi frekuensi 50 % : W 0 = 1/5τ m. (2.4) Untuk mengevaluasi konsep time varying of the channel, pada domain waktu digunakan parameter channel coherence time, T 0. T 0 didefinisikan sebagai rentang waktu dimana nilai fungsi korelasi waktunya (spaced-time correlation function) adalah konstan, sehingga pada rentang ini kanal diprediksi akan memberikan gain yang sama atau respon kanal tergolong time-invariant. Time varying ini dapat diartikan sebagai akibat dari pergerakan (perubahan jarak) antara pengirim dan penerima. Dengan konsep time-varying of the channel, maka kanal akan diklasifikasi menjadi kanal fading cepat (fast fading) dan fading lambat (slow fading). Kanal fast fading terjadi jika nilai T 0 << T s dan sebaliknya slow fading jika T 0 >>T s, dengan T s adalah durasi simbol. Transformasi Fourier dari spaced-time correlation function menghasilkan sebaran Doppler (Doppler spread) atau pelebaran spektrum sinyal (spectral broadening). Nilai frekuensi Doppler maksimum, f D, dapat dianggap sebagai laju fading (fading rate) atau besaran yang menunjukkan kecepatan gerak MS. Kondisi fast fading terjadi jika f D >> W, dan sebaliknya jika f D << W maka kanal tergolong slow fading. Perbandingan antara symbol rate yang diwakili oleh bandwith sinyal, W dengan fading rate menjadi penentu apakah suatu kanal akan tergolong slow fading atau fast fading. 9

Fast fading berdampak pada terjadinya distorsi bentuk pulsa pada simbol yang dikirim serta penurunan rasio sinyal terhadap noise (SNR). Penurunan SNR ini juga terjadi pada kanal slow fading, akan tetapi teknik mitigasinya berbeda. Power control dapat digunakan untuk mengatasi slow fading, akan tetapi teknik ini tidak lagi efektif untuk fast fading, karena delay dari feedback power control yang lebih besar dari fading rate membuat perintah power control tidak lagi relevan dengan kondisi kanal saat itu. Fading skala kecil dirangkum pada tabel 2.1 Jenis Tabel 2.1 Fading skala kecil (small-scale fading) Domain Domain Dampak Waktu frekuensi Frequency selective fading τ m >> T s Wo << W ISI, penurunan SNR Flat fading τ m >> T s Wo << W Penurunan SNR Fast fading T o << T s f D >> W Distorsi bentuk pulsa, Penurunan SNR Slow fading T o >> T s f D << W Penurunan SNR 2.1.1 Kanal Fading Rayleigh Simulasi pada tugas akhir ini dimodelkan dengan menggunakan kanal frequency-non selective fading atau kanal fading Rayleigh. Persamaan matematis dari sinyal multipath fading yang terdistribusi Rayleigh yang diterima di penerima dapat diturunkan sebagai berikut [2]. Pertama, sinyal yang dikirimkan adalah : ( ) ( ) x t s t e π ( f t) j 2 c =. (2.5) 10

Simbol s(t) menandakan sinyal baseband kompleks dengan bandwidth W, f c adalah frekuensi carrier, dengan f c = c/λ, c adalah kecepatan cahaya dan λ adalah panjang gelombang sinyal. Pada penerima, sinyal yang diterima, y(t) adalah superposisi dari L buah sinyal yang masing-masing menempuh lintasan berbeda (multipath). Dapat dituliskan L j2 ( fc+ fd cos l) t fc l l ( τ l), (2.6) yt () = Cs t e π ψ τ l= 1 dengan C l adalah amplitudo sinyal yang tiba dari lintasan ke-l, τ l adalah delay pada lintasan ke-l, f D adalah frekuensi Doppler maksimum, dan ψ l adalah sudut arah komponen penghambur (scatterer) pada lintasan ke-l terhadap vektor kecepatan MS. Persamaan (2.6) dapat ditulis ulang menjadi dengan L yt () = s( t τ 0 ) Ce e l= 1 ( t) 2 ( f cos t f ) l d l c l jφ l () t j2π fct l (2.7) φ = π ψ τ (2.8) yang dapat dimodelkan sebagai variabel acak yang independen dan terdistribusi identik dalam rentang [0,2π]. Didefinisikan juga τ [ τ τ ] 0 min l, max l. Fluktuasi amplitudo dari sinyal baseband diuraikan pada bagian kedua persamaan (2.7) sebagai () L jφl() t jφl() t l α () (2.9) r t = Ce = t e l= 1 Jika jumlah lintasan (path) L sangat besar, maka berdasarkan teori Central Limit, r(t) akan mendekati peubah acak kompleks yang terdistribusi Gaussian sehingga α(t) akan memiliki probability density function (PDF) tipe Rayleigh yang dimodelkan secara matematis sebagai dengan f ( α) 2 α α = exp, α 0 2 2 σ 2σ (2.10) 11

2 2 2σ = E α (2.11) adalah daya rata rata dari sinyal yang diterima. 2.2 Code Division Multiple Access (CDMA) CDMA adalah bentuk aplikasi komersil dari teknik spread spectrum yang menggunakan teknik transmisi dengan bandwith yang jauh melebihi bandwith sinyal informasinya. Teknik menyebar sinyal sehingga mempunyai bandwith lebih lebar ini didasarkan pada hukum Shannon-Hartly untuk kapasitas sistem [6] 1 (2.12) dimana C adalah kapasitas kanal transmisi dalam bit/detik, W adalah bandwith transmisi (Hz), S dan N masing-masing adalah daya sinyal dan daya derau (watt). Berdasarkan (2.12), jika daya derau tidak dapat dikurangi, kapasitas sistem dapat ditambah dengan dua cara. Yang pertama ialah dengan menambah level daya sinyal S, atau dengan cara kedua yaitu dengan memperbesar bandwith transmisi, seperti yang diaplikasikan pada spread spectrum CDMA. Sistem CDMA mengaplikasikan konsep spread spectrum dengan melakukan proses spreading pada data simbol atau bit dengan menggunakan spreading sequence yang unik bagi tiap user. Spreading sequence ini adalah deretan kode yang telah diketahui hanya oleh pengirim dan penerima, sehingga di penerima data yang telah mengalami proses spreading dapat dikembalikan ke bentuk awal dengan cara mengkorelasikannya dengan spreading sequence user tersebut. Kode unik tersebut bisa merupakan data yang ortogonal (korelasinya 0) atau data acak dengan nilai kroskorelasi rendah. Pada sistem CDMA, tiap simbol di-spread dengan chip sepanjang M (M chip per simbol). Jumlah chip per simbol M ini disebut processing gain atau spreading factor dari sistem tersebut. Nilai M menggambarkan perbandingan antara bandwith sinyal setelah proses spreading dengan bandwith sinyal asli sebelum di-spread. 12

Simbol ke-n yang ditransmisikan oleh user ke-k di-spread dengan menggunakan spreading sequence unik milik user ke-k tersebut, 1,2,,. Masing-masing spreading sequence ini, yaitu 1, 2,, dan juga 1, 2,, telah dikenali oleh penerima. Gambar 2.2 Sinyal CDMA dengan modulator QPSK [1] Pada kanal uplink yang disimulasikan pada tugas akhir ini, spreading sequence yang digunakan adalah random spreading sequence yang mempunyai properti korelasi sebagai berikut, 1 0 (2.12) 0 dengan τ adalah ketaksinkronan chip pada berbagai periode chip, adalah konjugat kompleks dari c j, m adalah indeks chip untuk masing-masing simbol dan M adalah jumlah chip per simbol. Deretan simbol yang akan ditransmisikan dengan modulasi QPSK dari user ke-k dituliskan sebagai 13

, 1,2,,. (2.13) A k (n) adalah faktor skala amplitudo dari simbol, Ө kn /4, 3 /4 adalah fasa modulasi, dan B adalah jumlah simbol yang dikirimkan. Spread sequence ini kemudian dimodulasi oleh sinyal carrier dan difilter sebelum ditransmisikan melalui kanal. Akibat kanal fading transmisi, sinyal yang diterima pada sisi demodulator dari penerima dapat dinyatakan sebagai, (2.14) dengan adalah koefisien kanal fading dan n(t) adalah additive white Gaussian noise (AWGN), σ k adalah standar deviasi dari unit power spectral density AWGN yang dialami oleh user ke-k. Gambar 2.3 Sinyal CDMA dengan demodulator QPSK [1] Sinyal baseband yang diperoleh setelah sinyal yang diterima di-demodulasi dan difilter oleh penerima kemudian di-despread dengan menggunakan konjugat dari spreading sequence user ke-k. Hasilnya diintegrasikan selama selang waktu satu simbol, atau sama dengan sejumlah M chip untuk memperoleh nilai SIR yang dijadikan variabel feedback, γ k (n). Untuk kanal slow fading, SIR untuk user ke-k dapat dituliskan 14

1 (2.15) Faktor 1/M pada bagian penyebut persamaan (2.15) adalah hasil despread dari user j oleh kode spreader user k. Ekspresi pertama pada bagian penyebut tersebut adalah multiple access interference (MAI) dan yang kedua adalah noise termal. 2.2.1 Kanal Pada Sistem CDMA Pada sistem komunikasi seluler bergerak, kanal transmisi akan bersifat timevarying karena adanya mekanisme propagasi multipath serta efek Doppler. Kanal komunikasi dari BS ke MS disebut sebagai downlink atau forward link, sedangkan kanal komunikasi dari MS ke BS disebut sebagai uplink atau reverse link. Kanal Downlink CDMA Karena sinyal-sinyal pada kanal downlink sama-sama bersumber dari BS, maka pentransmisiannya dapat dilakukan secara sinkron kepada semua user. Sinyalsinyal ini akan mengalami perlakuan kanal yang sama karena melalui kanal multipath dan redaman lintasan propagasi yang sama. Akibatnya kode ortogonal bisa digunakan pada kanal downlink karena ortogonalitas bisa terjaga dan bisa dilakukan deteksi koheren pada sinyal [2]. 15

Gambar 2.4 Model kanal downlink CDMA [2] Pada MS, user ke-k menerima simbol yang ditransmisikan dengan melakukan korelasi antara sinyal yang diterima dengan spreading sequence ke-k. Karena spreading sequence yang digunakan pada downlink diasumsikan ortogonal, secara teoritis tidak ada MAI pada sinyal hasil despreading sehingga hanya derau thermal yang akan menjadi komponen penginterferensi yang utama. Pada kondisi ini, user yang lokasinya makin jauh dari BS akan mengalami redaman propagasi yang makin besar, selain mengalami interferensi dari user dari sel lain yang tidak memakai kode yang ortogonal. Pada kasus seperti ini, dibutuhkan power control pada downlink agar user yang berada jauh dari BS beroperasi dengan level daya yang lebih tinggi daripada user yang berada dekat dengan BS Kanal Uplink CDMA Pada kanal uplink, transmisi secara sinkron dari user yang berlainan sangat sulit untuk dilakukan karena user memancarkan sinyal dari tempat dan waktu yang berlainan. Akibatnya, kode yang orthogonal tidak digunakan pada kanal uplink karena ortogonalitasnya tidak dapat terjaga. Sinyal dari user yang berbeda akan mengalami 16

mekanisme propagasi yang berbeda pula sehingga sinyal dari user akan menderita redaman lintasan propagasi dan fading yang berbeda-beda. Pada BS, hal ini akan mengakibatkan ketidakseragaman level daya yang diterima. Akibat kode yang tidak orthogonal dan ketidakseragaman level daya ini, MAI pun menjadi masalah yang signifikan pada kanal uplink CDMA [2]. Gambar 2.5 mengilustrasikan kanal uplink CDMA pada sistem komunikasi wireless. Pada BS, user ke-k mengartikan simbol yang diterima dengan melakukan korelasi antara sinyal yang diterima dengan spreading sequence user tersebut. Karena kroskorelasi spreading sequence antar user tidak bernilai 0, user ke-k akan mengalami MAI yang berasal dari user lainnya. Jika level daya yang diterima di BS tidak sama, receiver tidak bisa mendeteksi sinyal dari user yang lemah karena tertutup oleh interferensi dari user lain yang memiliki level daya yang lebih tinggi. Power control pada kanal uplink menjadi sangat penting untuk menjaga agar level interferensi bisa ditoleransi sehingga diperoleh peningkatan pada kapasitas kanal [7]. Kapasitas sistem CDMA akan optimum jika sinyal dari seluruh user diterima oleh BS dengan level daya yang sama [1], yang dapat didekati dengan menggunakan power control yang baik. Gambar 2.5 Model kanal uplink CDMA [2] 17

2.3 Power Control pada CDMA Tiga jenis algoritma power control pada CDMA dirancang untuk memperbaiki kinerja sistem. Open-loop power control ditujukan untuk mengatasi masalah perbedaan kekuatan daya pancar BS akibat perbedaan lokasi (near-far problem), closed-loop power control didesain untuk memitigasi gangguan akibat kanal fading Rayleigh, dan outer-loop power control dipakai untuk menentukan SIR target atau daya sinyal target yang digunakan oleh closed-loop power control. 2.3.1 Open-Loop Power Control Algoritma power control ini bekerja untuk menyamakan besar daya yang diterima oleh BS dari tiap user yang dapat berbeda-beda karena faktor jarak (near-far) dan shadowing. Pada open-loop power control, MS menentukan daya pancarnya dengan berdasarkan pada estimasi daya sinyal downlink. Proses ini tidak membutuhkan informasi feedback sehingga disebut open-loop. Hal ini dimungkinkan karena redaman propagasi large scale pada kanal uplink dan downlink dapat diasumsikan sama. 2.3.2 Closed-Loop Power Control Jika open-loop ditujukan untuk mengatasi dampak redaman large scale, closed-loop power control bertujuan untuk memitigasi dampak redaman small-scale, yang tidak berkorelasi antara kanal uplink dan downlinknya. Akibatnya, informasi feedback dari BS yang berupa rasio sinyal yang diterima terhadap interferensi (SIR) ataupun daya sinyal yang diterima mutlak diperlukan untuk mengestimasi kondisi kanal uplink agar MS dapat menyesuaikan daya pancarnya terhadap kondisi kanal saat itu. Pada tugas akhir ini digunakan closed-loop power control berbasis SIR karena dianggap lebih sesuai bekerja pada sistem CDMA yang interference-limited [2]. 18

Algoritma closed-loop power control meliputi beberapa tahapan. BS mengestimasi SIR, γ est untuk masing-masing user. SIR estimasi ini dibandingkan dengan SIR target, γ t untuk menghasilkan sinyal error e(i). Sinyal error e(i) ini lalu dikuantisasi menjadi bit biner, yang disebut bit PCC (power control command) sebelum ditransmisikan ke MS. MS selanjutnya akan menentukan besar pengaturan daya yang diperlukan berdasarkan informasi bit PCC ini. Algoritma lebih lengkap dari closed-loop power control berbasis SIR ini diuraikan pada bab 3 bagian 2. 2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Power Control. Pada implementasinya, kinerja power control akan dipengaruhi beberapa parameter seperti step size, feedback delay dan error pada estimasi SIR. 2.4.1 Step-size Power update step size menyatakan besarnya perubahan daya yang dilakukan oleh MS pada setiap selang waktu power control. Step size ini dikuantisasi menjadi bit power control command (PCC) yang dikirimkan oleh BS kepada MS. Ada dua teknik umum kuantisasi informasi step-size ini. Yang pertama disebut variable-step power control, dimana informasi feedback step-size dikuantisasi menjadi beberapa bit PCC. Pada teknik ini, daya pancar MS diatur dengan step-size yang berbeda-beda, tergantung selisih antara SIR yang diterima dengan SIR target pada tiap selang waktu power control [7]. Keunggulan teknik ini ialah pada kemampuannya untuk mengatasi efek fading hanya dalam satu interval waktu power control, T p dengan beberapa bit PCC. Namun teknik ini tidak hemat bandwith, karena penggunaan beberapa bit PCC tiap interval power control. Pada frekuensi update power control yang cukup tinggi (1,5 khz untuk standar 3G), penggunaan beberapa bit PCC setiap interval power control akan memakan jatah bandwith yang lumayan besar. 19

Teknik kedua dimana informasi feedback dikuantisasi menjadi bit PCC tunggal disebut fixed-step power control. Jika SIR hasil estimasi (γ est ) lebih kecil daripada SIR target γ t, bit PCC -1 dikirimkan agar MS menaikkan daya pancarnya sebesar p db. Sebaliknya jika γ t lebih tinggi daripada γ est, bit PCC +1 dikirimkan agar daya pancar MS dikurangi sebesar p db. Setiap interval power control MS hanya akan dapat mengubah daya pancarnya sebesar + p db atau - p db. Akan tetapi penggunaan hanya 1 bit PCC ini akan sangat menghemat bandwith kanal downlink, jika dibandingkan dengan teknik variabel step-size. Besar nilai step size juga sangat menentukan kualitas power control. Jika step size yang digunakan terlalu kecil, power control tidak dapat memperbaiki selisih SIR yang besar yang dihasilkan oleh fading yang cepat dengan baik. Sebaliknya jika nilai step-size terlalu besar, dapat terjadi variasi nilai yang berulang-ulang di sekitar level target yang diinginkan karena terjadi pengaturan daya naik ataupun turun berkali-kali. Nilai step size sebesar 1 atau 2 db adalah nilai yang optimum untuk digunakan [2]. 2.4.2 Feedback Delay MS tidak dapat memperbaharui besar daya pancar langsung seketika setelah nilai SIR diestimasi oleh BS karena adanya faktor delay pada penyampaian bit informasi PCC kepada MS. Feedback delay dapat diartikan sebagai selang waktu yang dibutuhkan sejak BS mulai mengestimasi kondisi kanal sampai bit PCC diterima oleh MS untuk mengatur daya pancarnya. Proses estimasi SIR pada BS, pembandingan SIR estimasi dengan SIR target untuk menghasilkan bit PCC, serta waktu propagasi bit PCC dari BS ke MS adalah faktor penyebab terjadinya delay ini. Pada kondisi kanal yang berubah cepat seperti pada kanal multipath fading, delay dapat membuat perintah power control menjadi kadaluarsa karena kanal sudah berubah saat MS memperbaharui daya pancarnya. Oleh karena itu, proses estimasi SIR dan pemrosesan bit PCC harus dilakukan pada selang waktu yang sangat pendek. 2.4.3 Kesalahan (Error) pada Estimasi SIR 20