KAJIAN KENYAMANAN JALUR PEJALAN KAKI DI KAWASAN KOTA LAMA SEMARANG

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2003 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2003 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

EVALUASI PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NO.8/2003 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN KOTA LAMA

BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.

PENATAAN KORIDOR JALAN LETJEN S. PARMAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN DI PURWOKERTO

6.1 Peruntukkan Kawasan

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian dinamika aktifitas di ruang pejalan kaki di Jalan

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kenyamanan adalah keadaan nyaman;kesejukan. Kolcaba (2003) menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM

6.3 Hasil Perubahan Elemen Kawasan

BAB 4. TINJAUAN UMUM KAWASAN KAMBANG IWAK PALEMBANG

PUSAT PERTOKOAN DENGAN KONSEP PEDESTRIAN MALL DI KOTA PALU

BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

Oleh : ANUNG NERNAWAN A

Oleh : ANUNG NERNAWAN A

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah

PRASARANA KOTA DI JALAN KOLONEL ATMO PALEMBANG

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ELEMEN ELEMEN PELENGKAP JALUR PEDESTRIAN TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

ARTIKEL PUBLIKASI PENGEMBANGAN KAWASAN KAMPUS UMS SEBAGAI DESTINASI WISATA KREATIF BERBASIS EDUKASI

LANDASAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR KEBONDALEM PURWOKERTO SEBAGAI KAWASAN WISATA BELANJA

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah

BAB II TINJAU PUSTAKA

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

Kajian Karakteristik Fisik Kawasan Komersial Pusat Kota

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. masyarakat dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:


LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

STUDI RUANG PARKIR UNIVERSITAS SULTAN FATAH (UNISFAT) DEMAK

Urban Space, Mall, dan City Walk Ruang Hijau Kota (Ruhiko) atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Threshold Space sebagai Pendekatan Desain Ruang Terbuka di Kawasan Kota Tua Jakarta

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

Perencanaan Kota TEORI URBAN DESIGN 3 (LINGKUNGAN DAN PENUNJANG)

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Taman Sekartaji merupakan salah satu taman kota bantaran sungai di

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III DESKRIPSI PROYEK

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

LANDASAN TEORI DAN PROGRAM

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TENTANG ASPEK PERANCANGAN KOTA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

MENCARI POTENSI WISATA KOTA LAMA SEMARANG

PENATAAN KORIDOR GATOT SUBROTO SINGOSAREN SURAKARTA SEBAGAI KAWASAN WISATA

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. pengguna kendaraan tidak bermotor dan pedestrian seperti terabaikan.

MENCARI POTENSI WISATA KOTA LAMA SEMARANG

BAB III: DATA DAN ANALISA

Penerapan Metode Consensus Design pada Penataan Kembali Sirkulasi Kampung Kota di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN dan ARAHAN PENATAAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan ekonomi kota dan urbanisasi serta globalisasi

Kompasiana Pembangunan Jalan Seperempat Dari Pertumbuhan Jumlah Kendaraan. Media Sosial Online. Jakarta Indonesia.

BAB V KONSEP PERANCANGAN

Transkripsi:

KAJIAN KENYAMANAN JALUR PEJALAN KAKI DI KAWASAN KOTA LAMA SEMARANG Sintia Dewi Wulanningrum 1 1 Jurusan Arsitektur, Universitas Tarumanagara, Jl. Let. Jend S. Parman No.1 Jakarta 11440 Email: sintiadewe@gmail.com ABSTRAK Jalur pejalan kaki merupakan jalur yang disediakan untuk untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan dan kenyaman. Sebagai salah satu destinasi wisata di kota Semarang, jalur pejalan kaki di Kota Lama Semarang menjadi salah satu faktor penting bagi wistawan, karena dengan adanya jalur pejalan kaki yang nyaman dapat mengurangi penggunaan kendaraan bermotor dan diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatan ke kawasan ini. Studi kasus berada di jalur pejalan kaki di kawasan kota lama Semarang yang dirasa masih kurang nyaman karena terdapat beberapa masalah antara lain letak pohon yang berada di jalur pedestrian; tidak terdapat shelter pejalan kaki dll. Indikator yang digunakan untuk mengetahui kenyaman di jalur pejalan kaki antara lain; sirkulasi, aksesibilitas, gaya alam, keamanan, kebersihan dan keindahan (Uterman,1984). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui zona jalur pejalan kaki yang paling nyaman di kawasan Kota Lama Semarang yang diklasifikasikan menjadi 5 segmen atau zona. Segmen/zona di kawasan ini anatara lain zona Soeprapto, Tawang, Tantular, Kepodang dan Cendrawasih. Metodologi penelitian menggunakan deduktif kualitatif mengenai kajian jalur pejalan kaki yang nyaman di kawasan kota Lama Semarang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa jalur pedestrian yang paling nyaman berada di jalur Soeprapto. Kata kunci : jalur pejalan kaki, kenyamanan, kota lama semarang 1. PENDAHULUAN Jaringan pejalan kaki yang aman, nyaman, dan manusiawi di kawasan perkotaan merupakan komponen penting yang harus disediakan untuk meningkatkan keefektifan mobilitas warga di perkotaan. Saat ini ketersediaan jaringan pejalan kaki belum dapat memenuhi kebutuhan warga baik dari segi jumlah maupun standar penyediaannya. Selain itu keterpaduan anta rjalur pejalan kaki dengan tata bangunan, aksesibilitas antar lingkungan, dan sistem transportasi masih belum terwujud. Sebagai salah satu daerah tujuan wisata, jalur pedesrtian di kawasan Kota Lama Semarang perlu diperhatiakan karena dapat mewujudkan jaringan pejalan kaki di kawasan perkotaan yang aman, nyaman, dan manusiawi sehingga mampu mendorong masyarakat untuk lebih senang berjalan kaki dan menggunakan transportasi publik, sehingga dapat mendukung terwujudnya ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Shirvani (1985) dan Lynch (1987) mengemukakan bahwa pedestrian bagian dari public space dan merupakan aspek penting sebuah urban space, baik berupa square (lapangan-open space) maupun street (jalan-koridor). Permasalahan yang ditemui di jalur pejalan kaki kawasan Kota Lama Semarang antara lain; masalah sirkulasi pejalan kaki yang terganggu karena adanya vegetasi yang berada di tengahtengah jalur sehingga mengurangi ruas jalur, bau yang kurang sedap yang timbul dari selokan terbuka, penerangan yang kurang optimal pada saat malam hari karena adanya lampu jalan dan lampu taman yang telah rusak. ARS-12

Tinjauan Kebijakan Pembangunan Kawasan Kota Lama Menurut RTBL Kota Lama Berdasarkan RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) Kawasan Kota Lama yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 8 tahun 2003, menjelaskan bahwa Kawasan Kota Lama Semarang merupakan warisan sejarah pertumbuhan Kota Semarang yang memiliki nilai arsitektural, estetis, ilmu pengetahun dan budaya yang tinggi sehingga perlu dilestarikan dan ditata kembali secara terarah untuk menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Visi Kota Lama Semarang adalah Terwujudya Kawasan Kota Lama sebagai Kawasan Historis yang Dinamis dan Hidup untuk Kegiatan Sosial, Ekonomi, Wisata dan Budaya. Kota Lama merupakan bagian Kota Semarang yang dulu merupakan kota yang dibatasi oleh benteng de Vijthoek. Dilihat dari pemanfaatan ruangnya, Kawasan Kota Lama ditetapkan berdasarkan komposisi fungsi kawasan yaitu : fungsi Hunian; fungsi Perdagangan dan Perkantoran; fungsi Rekreasi dan Budaya. Pemanfaatan ruang tersebut terbagi dalam 5 segmentasi tata guna lahan yang meliputi: Segmen I / zona 1 dengan tema Budaya, berlokasi di Jl. Letjend Suprapto Rencana peruntukan ruang : Konservasi fungsi Gereja Blenduk sebagai gereja Kristen tertua di Semarang dan Taman Srigunting; Fungsi-fungsi lama yang bernilai sejarah dan atau sesuai dengan tema kawasan wisata budaya; Museum; Cafe pendukung kegiatan budaya; Restoran tradisional khas semarang; Pentas atau festival budaya; Bank; Galler; Pasar seni; Fasilitas dan perdagangan pasar cinderamata; Fasilitas lingkungan; Bisnis menengah keatas di khususkan bagi yang berhubungan dengan kegiatan budaya; Ruang Terbuka Umum Segmen II dengan tema Rekreatif, berlokasi disekitar Jl. Tawang, Jl. Merak, Jl. Garuda, Jl. Nuri, Jl. Srigunting dan Jl. Cendrawasih Rencana peruntukan ruang : Pasar rakyat atau bazaar yang tertata; Jasa; Permukiman; Fasilitas social; Kantor biro perjalanan pariwisata; Pusat rekreasi anak; Fasilitas lingkungan; Ruang terbuka umum dan kolam rekreasi Segmen III dengan tema Komersial dan Perkantoran berlokasi disekitar Jl. Mpu Tantular, Jl. Nuri dan Jl. Garuda, sisi utara Jembatan Berok sampai batas rencana jalan tembus sejajar jalur kereta api tawang ke Jl. Kolonel Soegiono Rencana peruntukan Ruang : Fungsi-fungsi lama yang bernilai sejarah dan atau sesuai dengan tema kawasan wisata budaya; Café dan pujasera; Perkantoran; Bank; Pedagang eceran; Panggung seni; Pertokoan, jasa; Penginapan; Permukiman bertingkat; Restoran; Ruang terbuka umum; Parkir; Rekreasi tepian sungai; Toko cinderamata Segmen IV dengan tema Perkantoran, Komersial dan Perdagangan Tradisional, berlokasi disekitar Jl.Mpu Tantular sisi Selatan, Jl.Kepodang dan Kawasan Jurnatan Rencana peruntukan ruang : Fungsi-fungsi lama yang bernilai sejarah dan atau sesuai dengan tema kawasan wisata budaya; Kegiatan bazaar; Pasar tradisonal yang tertata; Bank; Rumah makan; Pertokoan, penginapan; Toko cinderamata; Kantor; Rekreasi air; Ruang terbuka dan taman-taman; Pasar ikan hias dan pameran unggas Segmen V dengan tema Perdagangan Modern, Pendidikan dan Perkantoran, berlokasi disekitar Jl. Haji Agus Salim, Bundaran Jurnatan, Jl. MT. Haryono. Jl. Ronggowarsito, Jl. Widoharjo dan sebagian Jl. Cendrawasih Rencana peruntukan Ruang ARS-13

Fungsi-fungsi lama yang bernilai sejarah dan atau sesuai dengan tema kawasan wisata budaya; Gereja Gedangan dan Susteran; Pertokoan; Perkantoran; Perdagangan kecil; Pendidikan; Jasa; Fasilitas sosial Gambar 1. Peta kawasan Kota Lama Semarang (Sumber: Bapeda Semarang,2013) TUJUAN Untuk mengkaji segmen/ zona yang memiliki jalur pedestrian paling nyaman berdasarkan paramater. MANFAAT Sebagai rujukkan untuk meningkatkan kenyamanan jalur pejalan kaki pada kawasan wisata sehingga mampu mengurangi penggunaan kendaraan bermotor dan meningkatkan jumlah kunjungan wisata. BATASAN PENELITIAN Penelitian hanya dibatasi pada 4 segmen/ zona yaitu segmen 1 letjen Soeprapto, segmen 2 jalur Tantular, segmen 3 jalur Tawang, segmen 4 jalur Kepodang dan segmen 5 jalur Cendrawasih. 2. KAJIAN PUSTAKA Menurut John Fruin( 1979 ) Berjalan kaki merupakan alat untuk pergerakan internal kota, satu satunya alat untuk memenuhi kebutuhan interaksi tatap muka yang ada didalam aktivitas komersial dan kultural di lingkungan kehidupan kota. Berjalan kaki merupakan alat penghubung antara moda moda angkutanyang lain. Menurut Amos Rapoport( 1977 ) Dilihat dari kecepatannya moda jalan kaki memiliki kelebihan yakni kecepatan rendah sehingga menguntungkan karena dapat mengamati lingkungan sekitar dan mengamati objek secara detail serta mudah menyadari lingkungan sekitarnya. ARS-14

4 faktor yang mempengaruhi panjang atau jarak orang untuk berjalan kaki Menurut Unterman (1984) Waktu Berjalan kaki pada waktu-waktu tertentu mempengaruhi panjang atau jarak yang mampu ditempuh. Misalnya: berjalankaki pada waktu rekreasi memiliki jarak yang relatif, sedangkan waktu berbelanja terkadang dapat dilakukan 2 jam dengan jarak sampai 2 mil tanpa disadari sepenuhnya oleh si pejalan kaki. Kenyamanan Kenyamanan orang untuk berjalan kaki dipengaruhi oleh faktor cuaca dan jenis aktivitas. Iklim yang kurang baik akan mengurangi keinginan orang untuk berjalan kaki. Ketersediaan Kendaraan Bermotor Kesinambungan penyediaan moda angkutan kendaraan bermotor baik umum maupun pribadi sebagai moda penghantar sebelum atau sesudah berjalan kaki sangat mempengaruhi jarak tempuh orang berjalan kaki. Ketersediaan fasilitas kendaraan angkutan umum yang memadai dalam hal penempatan penyediaannya akan mendorong orang untuk berjalan lebih jauh dibanding dengan apabila tidak tersedianya fasilitas secara merata, termasuk juga penyediaan fasilitas transportasi lainnya seperti jaringan jalan yang baik, kemudahan parkir dan lokasi penyebaran, serta pola penggunaan lahan campuran (mixed use) dan sebagainya. Pola Tata Guna Lahan Pada daerah dengan penggunaan lahan campuran (mixed use) seperti yang banyak ditemui di pusat kota, perjalanan dengan berjalan kaki dapat dilakukan dengan lebih cepat dibanding perjalanan dengan kendaraan bermotor karena perjalanan dengan kendaraan bermotor sulit untuk berheni setiap saat. Persyaratan Teknis Fasilitas Pedestrian Kebutuhan fasilitas pejalan kaki biasanya terkosentrasi didaerah perkotaan, mengingat dinamika masyarakatnya yang cukup tinggi terutama dipusat-pusat keramaian seperti pusat perdagangan, stasiun, terminal, sekolahan, dan lain sebagainya. Hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan fasilitas pejalan kaki adalah : 1. Mudah dan jelas, fasilitas yang dibuat harus mudah diakses dan cepat dikenali 2. Nyaman dan aman, fasilitasnya harus dirancang yang menyenangkan dan aman dari sisi konstruksi dan lingkungan. 3. Sebaiknya menerus, langsung dan lurus ketempat tujuan Menurut Unterman (1984), terdapat unsur-unsur yang mempengaruhi kenyamanan (comfort) pada suatu pedestrian. Unsur-unsur tersebut adalah sirkulasi, aksesibilitas, gaya alam dan iklim, keamanan, kebersihan,dan keindahan. Sirkulasi, yaitu perputaran atau peredaran. Adapun aspek-aspek yang terkait dengan sirkulasi pejalan kaki adalah dimensi jalan dan jalur pedestrian, tempat asal sirkulasi dan tempat tujuan sirkulasi pejalan kaki, maksud perjalan, waktu hari dan volume pejalan kaki. Aksesibilitas, yaitu derajat kemudahan dicapai oleh orang, terhadap suatu objek, pelayanan ataupun lingkungan. Adapun ketentuan-ketentuan yang harus terpenuhi dalam suatu rute perjalanan, meliputi : a. Peniadaan Hambatan dan Halangan b. Lebar dan Bebas c. Kawasan Laluan dan Istirahat ARS-15

d. Kemiringan / Grades e. Curb Ramps pada Trotoar f. Ramps g. Permukaan dan Tekstur Gaya Alam dan Iklim, yaitu keadaan alam sekitar dan iklim yang terjadi pada suatu waktu. Keamanan (Safety), keamanan ditujukan bagi pejalan kaki baik dari unsur kejahatan maupun faktor lain misalnya kecelakaan. Elemen-elemen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan keamanan pedestrian meliputi : Desain jalan dan jalur pedestrian; Kecepatan dan kepadatan; Pemilihan perencanaan jalur pedestria yang berkesinambungan; Waktu. Kebersihan, sesuatu yang bersih yang akan menambah daya tarik juga kenyamanan bagi pejalan kaki. Keindahan,merupakan unsur kenyamanan yang mencakup masala kepuasan batin dan panca indera, sehingga sulit untuk menilai suatu keindahan pada setiap orang karena memiliki persepsi yang berbeda pula. 3. METODOLOGI Metodologi penelitian yaitu deskriptif kualitatif untuk mengetahui kenyamanan jalur pejalan kaki berdasarkan parameter kenyamanan jalur pejalan kaki menurut Unterman. Metode pengumpulan data melalui; data primer diperoleh dengan observasi lapangan dan data sekunder diperoleh melalui literatur yang berkaitan tentang kawasan kota lama dan kenyamanan jalur pejalan kaki. Teknik analisa menggunakan analisa scoring untuk mengetahui jalur pedestrian yang paling nyaman dilihat berdasarkan zona kawasan 4. PEMBAHASAN Pembagian Jalur di kawasan Kota Lama Semarang a. Jalur Letjen Soeprapto Sirkulasi pada Pedestrian di segmen suprapto, tergolong kurang baik karena jalur pedestrian yang cukup lebar yaitu 2 m-1m digunakan sebagai tempat parkir kendaraan. Parkir kendaraan di pedestrian dapat dilihat disisi utara yaitu di sekitar taman Srigunting dan disisi selatan SAMSAT. Akses menuju pedestrian ini juga tergolong mudah karena pada segmen 1, dilalui oleh angkutan umum dan bus trans semarang. Jalur hijau di sepanjang jalur masih kurang, hanya terdapat beberapa pepohonan terutama disekitar gereja Blenduk. Faktor keamanan di jalur pedestrian ini tergolong aman karena jalur ini merupakan salah satu jalur utama yang sering dilewati kendaraan dan merupakan destinasi utama di kawasan, dimana terdapat bangunan yang paling terkenal di Kota Lama Semarang yaitu Gereja Blenduk. Kebersihan di jalur ini cukup baik, hal ini didukung dengan adanya kantong-kantong sampah terutama di sekitar taman Srigunting. Faktor keindahan sangat baik, dimana terdapat bangunan tua disisi utara yang masih terawat misalnya Gereja Blenduk, gedung Telkom, IBC dll. ARS-16

Gambar 2. Kondisi jalur pedestrian di jalan Letjen Soeprapto (Sumber: Peneliti,2016) b. Jalan Tantular Sirkulasi pada Pedestrian di segmen Tantular terdapat disisi kanan dan kiri jalan dengan lebar 1 m, akan tetapi pada sisi barat jalan terdapat pohon yang berada di tengah-tengah pedestrian sehingga mengurangi luasaan jalur pejalan kaki. Akses menuju pedestrian ini juga tergolong mudah karena pada segmen 2, dilalui oleh angkutan umum.. Gaya alam di sepanjang jalur pedestrian jalur masih kurang, hanya terdapat beberapa pepohonan terutama disisi barat. Faktor keamanan di jalur pedestrian ini tergolong kurang aman karena kurangnya lampu penerangan dijalur ini.. Kebersihan di jalur ini kurang baik, Tempat sampah pada jalur Tantular masih kurang, tetapi sampah pada jalur ini tidak terlalu terlihat karena sebagian besar bangunan tidak digunakan sehingga mengurangi adanya sampah dari aktivitas di dalam bangunan. Faktor keindahan kurang baik, dimana Selokan pada jalur ini terbuka sehingga terkadang tercium bau yang kurang sedap di jalur ini serta terdapat selokan yang berlubang. Gambar 3. Kondisi jalur pejalan kaki di jalur Mpu Tantular ARS-17

(Sumber: Peneliti,2016) c. Jalur Tawang Pada segmen 3, lebar pedestrian adalah 1 m, selain itu pada sisi kanan jalan terdapat jalur pedestrian yang ditanami pohon ditengah-tengah jalur pejalan kaki sehingga mengurangi kenyamanan pejalan kaki. Akses menuju pedestrian ini juga tergolong mudah karena pada segmen 2, dilalui oleh angkutan umum.. Gaya alam di sepanjang jalur pedestrian jalur masih kurang, hanya terdapat beberapa pepohonan terutama di sekitar polder tawang. Faktor keamanan di jalur pedestrian ini tergolong kurang aman, meskipun karena terdapat lampu penerangan dan aktivitas 24 jam yaitu di sekitar stasiun Tawang, akan tetapi di sekitar polder Tawang, terdapat beberapa lampu taman yang rusak sehingga pada malam hari, penerangan di sekitar polder tawang masih kurang kurang baik. Tempat sampah di sepanjang jalur pedestrian ini masih kurang dan kondisinya kurang baik, tempat sampah banyak terdapat di polder Tawang Faktor keindahan cukup baik, terdapat keindahan visula seperti stasiun Tawang dan Polder Tawang, meskipun disepanjang barat jalur terdapat beberapa bangunan kuno yang tidak terawat. Gambar 4. Kondisi jalur pedestrian di jalur Tawang (Sumber: Peneliti,2016) d. Jalur Kepodang Sirkulasi di jalur pedestrian ini kurang baik karena terdapat lubang dibeberapa titik jalur serta terdapat jalan yang belum dipaving (berada di sebelah barat jalan Kepodang), sehingga mengurangi kenyamanan pejalan kaki Akses menuju pedestrian ini juga tergolong mudah karena pada segmen 2, dilalui oleh angkutan umum dan pribadi. Gaya alam di sepanjang jalur pedestrian jalur tidak baik karena tidak terdapat jalur hijau serta peneduh di sepanjang jalur sehingga ketika siang hari, pejalan kaki merasa kurang nyaman ketika berjalan disepanjang jalur ini. Masalah keamanan pejalan kaki di jalur pedestrian ini, dirasa masih kurang karena beberapa lampu jalan telah rusak sehingga saat malam hari, pejalan kaki merasa kurang nyaman karena penerangan yang kurang. Keindahan di sekitar jalur cukup baik, dapat dilihat dari pemandangan visual diepanjang jalur, akan tetapi adanya selokan yang terbuka mengurangi kenindahan visual jalur ini. ARS-18

Gambar 5. Kondisi jalur pedestrian di jalur Kepodang (Sumber: Peneliti,2016) e. Jalur Cendrawasih Sirkulasi pada jalur pedestrian ini cukup nyaman dengan lebar jalur 1 m. Akses menuju pedestrian kurang baik karena tidak langsung dilewqati oleh angkutan umum dan hanya kendaraan pribadi yang bisa melewati jalur ini, sehingga jika pejalan kaki ingin menuju jalur ini harus jalan dulu dari jalan Suprapto atau jalur Tawang. Sedangkan gaya alam, pada jalur pedestrian ini cukup baik karena terdapat karena terdapat deretan pepohonan disisi kanan dan kiri jalur, meskipun vegetasinya masih kurang. Keamanan jalur pedestrian kurang baik, dimana terdapat lampu penerangan jalan disepanjang jalan, akan tetapi lampu taman yang berada di sekitar jalur beberapa telah rusak sehingga ketika malam hari penerangan kurang optimal. Kebersihan di jalur ini, cukup baik dimana jarang ditemui sampah disepanjang jalur dan sampah yang ada biasanaya sampah dari daun yang jatuh. Keindahan di sepanjang jalur cukup baik yaitu terdapat deretan bangunan kuno misalnya di sisi timur terdapat gedung Marabunta, sedangkan disisi barat hanya terdapat rumah warga dan gudang penyimanan barang. Gambar 6. Kondisi jalur pedestrian di jalur Cendrawasih (Sumber: Peneliti,2016) Berdasarkan hasil penelitian mengenai unsur-unsur yang mempengaruhi kenyaman jalur pejalan kaki di Kota Lama Semarang yang meliputi; sirkulasi, aksesibilitas, gaya alam dan iklim, keamanan, kebersihan,dan keindahan ( Uterman, 1984) adalah sebagai berikut ; Tabel 1. Kenyamanan Jalur Pedestrian Di Kawasan Kota Lama Semarang ARS-19

Indikator 1 2 3 4 5 Sirkulasi 2 2 2 2 3 Aksesibilitas 4 4 3 4 2 Gaya alam 3 2 3 1 3 Keamanan 4 2 3 2 2 Kebersihan 4 2 2 2 3 Keindahan 5 2 4 2 3 Total 22 14 17 13 16 (Sumber: Analisis Peneliti,2016) Keterangan : Kriteria scoring : 1. Tidak baik 2. Kurang baik 3. Cukup baik 4. Baik 5. Sangat baik 5. KESIMPULAN Jalur pedestrian yang paling nyaman berada di Jalur Soeprapto dimana jalur pejalan kaki memiliki lebar 2m 1,5 m; akses menuju jalur pedestrian mudah karena jalur dilewati oleh kendaraan umum dan pribadi; terdapat vegetasi terutama di sekitar taman; kebersihan di jalur ini juga baik, didukung dengan adanya kantong-kantong sampah; faktor keamanan di jalur pedestrian ini tergolong aman karena jalur ini merupakan salah satu jalur utama yang sering dilewati kendaraan dan merupakan destinasi utama di kawasan dan selain itu, keindahan di jalur ini sangat baik karena dimana terdapat bangunan kuno yang terkenal dan terawat; Gereja Blenduk, gedung Telkom, IBC dll. Untuk meningkatkan kenyamanan jalur pejalan kaki di Kota Lama Semarang dengan cara mengoptimalkan kualitas dan kuantitas sirkulasi melalui; penataan dan perbaikan jalur pedestrian; optimalisasi aksesibilitas jalur pejalan kaki; gaya alam melalui penambahan vegetasi dan penataan shelter bagi pejalan kaki; keamanan melalui optimalisasi penerangan jalan dan lampu taman; kebersihan melalui penambahan kantong-kantong sampah dan perbaikan selokan dan keindahan dengan cara optimalisasi fungsi serta konservasi bangunan. DAFTAR PUSTAKA Departemen Pekerjaan Umum. 1999. Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Umum, Keputusan Direktur Jenderal Bina Marg., PT. Mediatama Saptakarya. Jakarta. Shirvani, Hami., 1985. The Urban Design Process. Van Nostrand Reinhold Company. New York. Untermann, Richard K. 1984. Accommodating the Pedestrian. Adapting Towns and Neighborhoods for Walking and Bicycling, Van Nostrand Reinhold Company Inc. New York. ARS-20

Muafani, Pengaruh Street Furniture Jalur Pejalan Kaki Koridor Jalan Utama Pada Pusat Perdagangan Terhadap Kenyamanan Pengguna, Jurnal PPKM III (2014) Vol. 171-189 ARS-21