BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pertumbuhan positif ekonomi nasional tidak lepas dari dukungan sistem keuangan. Menurut Mahardika (2015:27) sistem keuangan merupakan sistem yang berfungsi untuk mendukung sektor riil dalam menghasilkan barang dan jasa. Sektor riil tersebut berfungsi untuk menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat. Salah satu pemeran dalam sistem keuangan adalah lembaga keuangan yang diantaranya terdapat bank. Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Bank memfasililitasi pihak yang mengalami surplus dana dengan pihak yang mengalami defisit dana. Fasilitas tersebut diberikan dengan memenuhi kebutuhan pihak yang mengalami defisit dana dengan memberikan bunga kepada pihak yang mengalami surplus dana dan pihak bank. Berdasarkan penggunaan skema bunga dalam kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, menurut Mahardika (2015:27) Bank dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: Bank dengan skema bunga (konvensional) dan Bank Syariah. Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Prinsip Syariah tersebut adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Bila meninjau jenisnya, terdapat perbedaan antara BUS dan BPRS di mana BUS merupakan Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Lalu lintas pembayaran tersebut diantaranya terdiri dari jasa transfer (pengiriman) 1
uang, melakukan inkaso, menerbitkan kartu kredit, mendiskonto, mengeluarkan cek, Automated Teller Machine (ATM), pembayaran gaji karyawan dan Save Deposit Box (SDB). Jenis Bank Syariah lainnya adalah BPRS, yaitu Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BUS di Indonesia memiliki perkembangan yang cukup signifikan seiring dengan bermunculannya aturan-aturan terkait perbankan syariah. Ini terbukti bila meninjau pada periode tahun 1992-1998 yang hanya terdapat satu BUS, maka berdasarkan data terakhir yang didapatkan oleh peneliti dari website resmi Bank Indonesia, yaitu hingga bulan Desember 2014 jumlah BUS di Indonesia menjadi 12 BUS. Bertambahnya jumlah BUS tersebut diikuti dengan semakin luasnya jaringan BUS di Indonesia yang hingga bulan Desember 2014 mencapai 2.151 unit kantor dengan pertumbuhan rata-rata 11,42% per tahun dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Sedangkan BUK justru mengalami penurunan jumlah bank sebanyak tiga BUK dalam kurun waktu tiga tahun terakhir dan membuat jumlah bank menjadi 119 dengan jumlah kantor yang hanya tumbuh rata-rata 9,56% per tahun. Tabel 1.1 berikut ini menyajikan jaringan kantor BUS dan BUK selama tahun 2012-2014. Tabel 1.1 Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan Konvensional Indonesia Keterangan 2012 2013 2014 Bank Umum Syariah Jumlah Bank 11 11 12 Jumlah Kantor 1.734 1.987 2.151 Bank Umum Konvensional Jumlah Bank 120 120 119 Jumlah Kantor 16.625 18.558 19.948 Sumber: Bank Indonesia, 2015 (data yang telah diolah) Meningkatnya jumlah bank dan kantor BUS yang beroperasi di Indonesia ini memberikan dampak yang positif bagi perkembangan industri perbankan syariah. Peningkatan ini memberikan kemudahan bagi masyarakat Indonesia 2
untuk dapat menikmati layanan dari perbankan syariah. Kemudahan tersebut dapat meningkatkan efektivitas BUS dalam melakukan fungsi utamanya sebagai penghimpun dan penyaluran dana, sehingga memungkinkan BUS dapat memperoleh profitabilitas yang lebih tinggi. Berdasarkan gambaran umum yang telah dijelaskan oleh peneliti pada paragraf-paragraf sebelumnya, maka objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah BUS selama periode tahun 2012-2014. Data terkait objek tersebut peneliti peroleh dari Laporan Tahunan masing-masing BUS dan Bank Indonesia. 1.2 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang dianut dalam ASEAN vision 2020. Ini mengartikan bahwa MEA akan membentuk sistem perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN. Kebijakan ini telah direncanakan jauh hari sebelumnya, namun karena kebutuhan yang mendesak khsusnya dalam hal kerja sama bilateral dan penguatan negaranegara ASEAN dari serangan produk luar negeri maka diajukanlah implementasi MEA paling lambat pada tahun 2015. Tujuannya adalah untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN, sehingga dengan MEA diharapkan akan mampu mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi antara negara ASEAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi bagian dari MEA, sehingga Indonesia harus siap menghadapi era bebas perekonomian ala MEA. Indonesia harus meleburkan batas teritorial negaranya dalam satu pasar bebas yang diperkirakan akan menjadi tulang punggung perekonomian di kawasan Asia setelah Cina. Seluruh industri akan berkompetisi dalam pasar MEA, untuk itu Indonesia perlu untuk melakukan pembenahan pada industri-industrinya, khususnya industri yang memiliki potensi dibandingkan negara lain yang dapat bersaing dan dapat diterima oleh negara ASEAN lainnya. Salah satu industri yang memiliki potensi tersebut menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dr. Halim Alamsyah (2012) adalah industri perbankan syariah. 3
Perbankan syariah di Indonesia memiliki potensi pertumbuhan yang besar. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi kiblat perkembangan industi keuangan dan perbankan syariah di ASEAN bahkan dunia. Keunggulan tersebut, masih belum dapat dimaksimalkan oleh BUS di Indonesia dalam memperoleh profitablitas yang lebih tinggi. Sebagaimana entitas bisnis lainnya, profitabilitas merupakan salah satu indikator kinerja entitas yang diharapkan dapat dicapai BUS. Menurut Kasmir (2012:196) rasio profitabiltias merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Return on Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas. Menurut Kasmir (2012:201) ROA adalah rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan itu. Selain itu, ROA memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan efektivitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan. Analisis profitabilitas yang relevan dipergunakan dalam meneliti profitibalitas perbankan adalah ROA. Menurut Meythi (2005:259) alasan penggunaan ROA dikarenakan Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan yang lebih mementingkan aset yang dananya berasal dari masyarakat. Disamping itu ROA merupakan metode pengukuran yang paling obyektif yang didasarkan pada data akuntansi yang tersedia dan besarnya ROA dapat mencerminkan hasil dari serangkaian kebijakan perusahaan terutama perbankan. Berdasarkan Tabel 1.2 yang peneliti peroleh dari Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan menunjukkan bahwa ROA BUS selalu mengalami penururnan setiap tahunnya selama periode 2012-2014. Tabel 1.2 berikut menyajikan ROA BUS selama periode 2012-2014. 4
Tabel 1.2 Return on Asset Bank Umum Syariah (Miliar Rupiah) Pertumbuhan Keterangan 2012 2013 2014 Rata-Rata Return on Asset 1,94% 1,58% 0,41% -46,30% Laba Sebelum Pajak 2.397 2.573 822-30,36% Rata-Rata Total Aset 123.667 162.544 198.248 26,70% Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, 2015 (data diolah) Tabel 1.2 tersebut menunjukkan ROA BUS yang dihitung dengan menggunakan laba sebelum pajak yang dibagi dengan total aset. Perhitungan tersebut sesuai Lampiran 14 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/30/DPNP tahun 2011. Menurut Darmadi (2013) dasar penggunaan laba sebelum pajak yang digunakan untuk menghitung ROA, karena dengan menggunakan laba sebelum pajak dapat diketahui aktivitas operasi yang merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba tanpa terpengaruh keputusan perpajakan dan pendanaan. Berdasarkan tabel tersebut, dapat diidentifikasikan bahwa rata-rata penurunan ROA selama periode 2012-2014 adalah sebesar 46,30%. Hal tersebut disebabkan karena tingginya pertumbuhan total aset yang tanpa diikuti pertumbuhan laba sebelum pajak. Menurunnya ROA pada BUS menujukkan bahwa kurang maksimalnya pemanfaatan dari keunggulan yang dimiliki oleh Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar dunia yang di mana akan memberikan potensi lebih besar bagi BUS dalam melakukan penghimpunan dan penyaluran dana.. Penyaluran dana yang diberikan oleh BUS yaitu berupa pembiayaan. Menurut Antonio (2011:60) pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Defisit unit tersebut merupakan pihak-pihak yang membutuhkan dana tambahan untuk memenuhi kebutuhannya. Bila melihat Tabel 1.3, dapat dilihat bahwa pembiayaan dengan akad murabahah memiliki komposisi terbesar setiap tahunnya selama periode 2012-2014. Ini membuktikan bahwa pembiayaan dengan akad murabahah merupakan pembiayaan yang paling diminati di Indonesia. Asisten Peneliti Divisi 5
Pengembangan Produk dan Edukasi Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Azwar Ramadhana Sonjaya, S.E (Purwadi, 2015) mengungkapkan, pembiayaan murabahah dapat melayani masyarakat yang ingin memiliki rumah, kendaraan bermotor, dan alat rumah tangga lainnya dengan skema jual beli yang cenderung aman bagi nasabah karena terhindar dari fluktuasi suku bunga. Berdasarkan pernyataan tersebut, tentu tidak mengherankan jika masyarakat Indonesia memiliki minat lebih tinggi terhadap pembiayaan murabahah. Tabel 1.3 berikut menyajikan komposisi pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah di Indonesia yang meliputi Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Tabel 1.3 Komposisi Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia (dalam miliar Rupiah) Pembiayaan 2012 2013 2014 Komposisi Komposisi Komposisi Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Musyarakah 27.667 39.874 49.387 18,76% 21,66% 24,78% Mudharabah 12.023 13.625 14.354 8,15% 7,40% 7,20% Murabahah 88.004 110.565 117.371 59,66% 60,05% 58,88% Salam 0 0 0 0,00% 0,00% 0,00% Istishna 376 582 633 0,25% 0,32% 0,32% Lainnya 19.435 19.476 17.585 13,18% 10,58% 8,82% TOTAL 147.505 184.122 199.330 100,00% 100,00% 100,00% Sumber: Bank Indonesia, 2015 (data yang telah diolah) Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang paling diminati di Indonesia dengan komposisi terbesar. Pembiayaan yang merupakan produk yang diberikan BUS merupakan sumber untuk memperoleh laba. Penyaluran produk yang semakin tinggi seharusnya diikuti dengan peningkatan laba BUS. Laba ini akan menjadi indikator penilaian dalam mengukur ROA. Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh pembiayaan murabahah terhadap profitabilitas BUS telah dilakukan oleh Bowo (2013), Riyadi dan Yulianto (2014), dan Abusharbeh (2014). Hasil penelitian Bowo (2013) menunjukkan bahwa secara parsial pembiayaan murabahah berpengaruh positif 6
terhapadap profitabilitas yang diproksikan melalui ROA pada Bank Muamalat Indonesia. Hasil penelitian tersebut didukung oleh hasil penelitian Abusharbeh (2014). Dalam penelitian Abusharbeh (2014) pada BUS di Indonesia menyatakan bahwa secara parsial pembiayaan murabahah mempunyai pengaruh positif terhadap ROA. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Riyadi dan Yulianto (2014) yang dilakukan pada BUS di Indonesia, menyatakan bahwa tidak berpengaruhnya pembiayaan jual beli yang diproyeksikan dengan pembiayaan murabahah terhadap ROA. Berdasarkan teori terkait pembiayaan murabahah di atas, peneliti memiliki gambaran mengenai pembiayaan murabahah yang dapat mempengaruhi profitabilitas secara sejalan, sehingga semakin tinggi pembiayaan murabahah akan meningkatkan profitabilitas BUS. Namun, fakta yang terjadi menunjukkan bahwa peningkatan pembiayaan murabahah pada BUS di Indonesia justru tidak disertai dengan peningkatan profitablitas BUS tersebut. Peningkatan pada jumlah pembiayaan membuktikan bahwa kebutuhan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah semakin tinggi. Semakin tinggi pembiayaan yang disalurkan berpotensi menimbulkan adanya pembiayaan yang bermasalah. Pembiayaan bermasalah merupakan resiko yang dihadapi oleh BUS dalam menyalurkan pembiayaan. Resiko pembiayaan bermasalah ini diukur dengan mengunakan Non Performing Financing (NPF). Menurut Rivai, et al. (2012:618) NPF adalah pembiayaan yang tidak lancar atau pembiayaan yang di mana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang diperjanjikan, misalnya persyaratan mengenai pengembalian pokok pinjaman, peningkatan margin deposit, peningkatan agunan, dan sebagainya. Berdasarkan pengertian tersebut menunjukkan bahwa NPF merupakan pembiayaan yang berpotensi untuk tidak kembali dan menimbulkan kerugian bagi BUS dan pada akhirnya akan mempengaruhi ROA BUS. Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh NPF pada BUS atau Non Performing Loan (NPL) pada bank konvensional terhadap profitabilitas telah dilakukan sebelumnya oleh Sabir et al. Bilal et al. (2013), Riyadi dan Yulianto (2014), Muliawati dan Khoiruddin (2015), Suardita dan Putri (2015), dan Sriyana 7
(2015). Berdasarkan hasil penelitian Muliawati dan Khoiruddin (2015), NPF memiliki pengaruh positif terhadap ROA. Hasil penelitian tersebut didukung oleh hasil penelitian Suardita dan Putri (2015) yang dilakukan pada bank konvensional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menyatakan bahwa NPL memiliki pengaruh positif terhadap ROA. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Riyadi dan Yulianto (2014) dan Sriyana (2015) yang dilakukan pada BUS di Indonesia, menyatakan bahwa NPF tidak berpengaruh terhadap ROA. Kemudian penelitian Bilal, et al. (2013) yang dilakukan pada bank konvensional di Pakistan menyatakan bahwa NPF memiliki pengaruh negatif terhadap ROA. Berdasarkan teori terkait NPF di atas, peneliti memiliki gambaran mengenai NPF yang dapat mempengaruhi profitabilitas secara berlawanan, sehingga semakin rendah NPF akan meningkatkan profitabilitas pada BUS. Namun, fakta yang terjadi menunjukkan bahwa penurunan NPF pada beberapa BUS di Indonesia justru tidak disertai dengan peningkatan profitablitas BUS tersebut. Penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh BUS membutuhkan sumber dana. Sebagai salah satu lembaga keuangan yang menjalankan peran intermediasi di Indonesia, BUS melakukan penghimpunan dana dari masyarakat berupa Dana Pihak Ketiga (DPK). Dari DPK inilah, BUS memperoleh dana yang kemudian digunakan untuk menyalurkan pembiayaannya. Untuk mengukur kinerja BUS khususnya yang berkenaan dengan pelaksanaan peran intermediasi adalah dengan menggunakan Finance to Deposit Ratio (FDR). Menurut Mahardika (2015:180), FDR merupakan perbandingan antara jumlah dana yang disalurkan di sisi lending dengan dana yang yang dihimpun di sisi funding. Rasio ini mengukur tingkat penyaluran dana di sisi lending dengan menggunakan dana yang dihimpun di sisi funding. Berdasarkan definisi tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi FDR menunjukkan efektivitas BUS dalam menghimpun dan menyalurkan dananya, sehingga semakin tinggi FDR maka akan menghasilkan laba yang lebih tinggi. Tingginya laba tersebut akan membuat ROA menjadi lebih tinggi, dengan demikian besar kecilnya rasio FDR suatu bank akan mempengaruhi besar kecilnya ROA. 8
Penelitan yang berkaitan dengan pengaruh FDR pada BUS atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada bank konvensional terhadap profitabilitas BUS telah dilakukan sebelumnya oleh Al-Qudah dan Jaradat (2013), Sabir et al. (2013), Riyadi dan Yulianto (2014), Mokoagow dan Fuady (2015), Muliawati dan Khoiruddin (2015), Suardita dan Putri (2015), dan Sriyana (2015). Hasil penelitian Suardita dan Putri (2015) yang dilakukan pada bank konvensional yang terdaftar di BEI menyatakan bahwa LDR memiliki pengaruh positif terhadap ROA. Hasil penelitian tersebut didukung oleh hasil penelitian Riyadi dan Yulianto (2014) dan Sriyana (2015) pada BUS di Indonesia yang menyatakan bahwa FDR memiliki pengaruh positif terhadap ROA. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Muliawati dan Khoiruddin (2015) pada BUS di Indonesia menyatakan bahwa FDR berpengaruh negatif terhadap ROA. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Al-Qudah dan Jaradat (2013) pada bank konvensional di Jordania, yang menyatakan LDR memiliki pengaruh negatif terhadap ROA. Kemudian hasil penelitian Mokoagow dan Fuady (2015) menyatakan bahwa FDR tidak berpengaruh terhadap ROA pada BUS di Indonesia. Berdasarkan teori terkait FDR di atas, peneliti memiliki gambaran mengenai FDR yang dapat mempengaruhi profitabilitas secara sejalan, sehingga semakin tinggi FDR akan meningkatkan profitabilitas pada BUS. Namun, fakta yang terjadi menunjukkan bahwa peningkatan FDR pada beberapa BUS di Indonesia justru tidak disertai dengan peningkatan profitablitas BUS tersebut. Berdasarkan latar belakang yang peneliti paparkan di atas, merupakan hal yang menarik bagi peneliti untuk meneliti apakah pembiayaan murabahah, NPF dan FDR pada BUS berpengaruh secara simultan maupun secara parsial terhadap profitabilitas BUS. Adanya perbedaan antara teori dengan yang terjadi di lapangan memberikan motivasi kepada peneliti untuk melakukan penelitian. Selain itu, penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki inkonsistensi dalam hal hasil penelitian. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul untuk penelitian ini, yaitu Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Syariah (Studi Empiris pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2012-2014). 9
1.3 Perumusan Masalah Perbankan syariah di Indonesia memiliki potensi pertumbuhan yang besar khususnya dalam menghadapi MEA. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi kiblat perkembangan industi keuangan dan perbankan syariah di ASEAN bahkan dunia. Keunggulan tersebut, masih belum dapat dimaksimalkan oleh BUS di Indonesia dalam memperoleh profitablitas yang lebih tinggi. Analisis profitabilitas yang relevan adalah dengan menggunakan Return on Asset (ROA). ROA adalah rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan itu (Kasmir, 2012:201). ROA pada perbankan diproyeksikan menggunakan laba sebelum pajak yang dibagi dengan total aset sesuai dengan Lampiran 14 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/30/DPNP tahun 2011. ROA pada hampir seluruh BUS di Indonesia mengalami penurunan setiap tahunnya selama periode 2012-2014. Penurunan ROA ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu pembiayaan murabahah, Non Performing Finance (NPF) dan Finance to Deposit Ratio (FDR). Namun, faktorfaktor tersebut justru memberikan dampak yang tidak sejalan dengan teori dan penelitian yang ada. Selain itu, hasil penelitian yang menganalisis mengenai pengaruh pembiayaan murabahah, NPF, dan FDR terhadap profitabilitas yang diproksikan melalui ROA menunjukkan hasil yang inkosistensi. Inkonsistensi tersebut menyebabkan adanya keraguan peneliti dalam menentukan keyakinan terhadap hasil dari penelitian. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dibahas sebelumnya, maka pertanyaan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pembiayaan murabahah, rasio Non Performing Financing (NPF), Financing to Deposit Ratio (FDR), dan profitabilitas pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2012-2014? 10
2. Bagaimana pengaruh pembiayaan murabahah, rasio Non Performing Financing (NPF), dan Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap profitabilitas secara simultan pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2012-2014? 3. Bagaimana pengaruh pembiayaan murabahah terhadap profitabilitas secara parsial pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2012-2014? 4. Bagaimana pengaruh rasio Non Performing Finance (NPF) terhadap profitabilitas secara parsial pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2012-2014? 5. Bagaimana pengaruh Finance to Deposit Ratio (FDR) terhadap profitabilitas secara parsial pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2012-2014? 1.5 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pembiayaan murabahah, rasio Non Performing Financing (NPF), Financing to Deposit Ratio (FDR), dan profitabilitas pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2012-2014. 2. Untuk mengetahui pengaruh pembiayaan murabahah, rasio Non Performing Finance (NPF), dan Finance to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh terhadap profitabilitas secara simultan pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2012-2014. 3. Untuk mengetahui pengaruh pembiayan murabahah terhadap profitabilitas secara parsial pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2012-2014. 4. Untuk mengetahui pengaruh rasio Non Performing Finance (NPF) terhadap profitabilitas secara parsial pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2012-2014. 5. Untuk mengetahui pengaruh Finance to Deposit Ratio (FDR) terhadap profitabilitas secara parsial pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2012-2014. 11
1.6. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara akademis maupun praktis. Adapun manfaat yang diharapkan dapat tercapai setelah dilakukannya penilitian ini, yaitu: 1. Aspek akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam bidang ilmu keuangan syariah dan dapat menjadi referensi bagi penelitian sejenis untuk melakukan penelitian selanjutnya terkait Bank Umum Syariah. 2. Aspek praktis Kegunaan praktis yang diharapkan dapat dicapai dalam penerapan pengetahuan sebagai hasil penelitian yang dilakukan adalah: a. Bagi Bank Umum Syariah di Indonesia Penelitian ini diharapkan dapat memberikan input alternatif manajerial terhadap berbagai pertimbangan pengelolaan pembiayaan yang berpengaruh pada pencapaian laba sehingga dapat meminimalisir kerugian dan meningkatkan profitabilitas perusahaan. b. Bagi Nasabah Deposan dan Nasabah Pembiayaan Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada nasabah deposan dan pembiayaan dalam menentukan pembelian, penjualan, atau mempertahankan investasinya pada Bank Umum Syariah di Indonesia berdasarkan tingkat profitabilitasnya. 1.7 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terdiri dari empat variabel bebas (variabel independen) dan satu variabel terikat (variabel dependen). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembiayaan murabahah, rasio Non Performing Financing (NPF), dan Financing to Deposit Ratio (FDR), sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah profitabilitas pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2012-2014. Penelitian ini akan membahas pengaruh pembiayaan murabahah, rasio Non Performing Financing (NPF), dan Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap profitabilitas Bank Umum Syariah periode 2012-2014 baik secara 12
simultan maupun parsial. Objek dalam penelitian ini adalah Bank Umum Syariah di Indonesia. 1.8 Sistematika Penulisan Tugas Akhir Perumusan sistematika penulisan penelitian ini untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai materi pembahasan dalam penelitian, sehingga dapat memudahkan pembaca untuk mengetahui maksud dilakukannya penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan secara umum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengungkapkan dengan ringkas, padat, dan jelas mengenai teoriteori bank, bank syariah, pembiayaan, finance to deposit ratio (FDR), non performing finance (NPF) dan profitabiltias serta penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang karakteristik penelitian, alat pengumpulan data, tahapan penelitian, populasi dan sampel, teknik analisis data, dan pengujian hipotesis. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini memberikan penjelasan mengenai hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian. BAB V KESIMPULAN Bab ini menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang dirumuskan secara kongkrit bagi berbagai pihak yang terkait dengan hasil penelitian. 13
14 Halaman ini sengaja dikosongkan