Masjid Shirathal Mustaqim, Pesona Pusaka Arsitektur Tropis di Tepi Sungai Mahakam

dokumen-dokumen yang mirip
KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center

Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten

Sistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development

BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BANGUNAN BALAI KOTA SURABYA

Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain

Kondisi eksisting bangunan lama Pasar Tanjung, sudah banyak mengalami. kerusakan. Tatanan ruang pada pasar juga kurang tertata rapi dan tidak teratur

BAB III: TAHAP FINALISASI METODE PENELITIAN

TIPOLOGI GEREJA IMMANUEL DI DESA MANDOMAI. Abstraksi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Kampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta

BAB V : KONSEP. 5.1 Konsep Dasar Perancangan

KAJIAN OBJEK ARSITEKTUR JAWA TIMUR

BAB III KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. sejak berabad-abad silam dan beberapa diantaranya sekarang sudah menjadi aset

Bab IV. Konsep Perancangan

b. Pemanfaatan potensi Sungai Mahakam

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja

BAB III KOTA PALEMBANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Sejarah Pembangunan dan Renovasi pada Masjid Agung Bandung

BAB VI KESIMPULAN. Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Penelusuran Warisan Budaya Jakarta melalui Heritage Bangunan Masjid Al-Alam Marunda

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari.

BAB IV PERBANDINGAN PERSAMAAN DAN PERBEDAAN GAYA KALIGRAFI

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. Terakota di Trawas Mojokerto ini adalah lokalitas dan sinergi. Konsep tersebut

BAB III KONSEP PERANCANGAN INTERIOR

BAB VI HASIL PERANCANGAN

Masjid Tua Ternate, Warisan Berharga Sultan yang perlu dilestarikan

BAB V KONSEP PERANCANGAN

Ranggih Semeru. Analisis Bentuk Fasade dan Tata Ruang Masjid Agung Tuban

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

Alkulturasi Budaya Hindu-Budha pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

BAB III ELABORASI TEMA

Usaha Preservasi pada Masjid Jami Kalipasir, Tangerang, Banten

BAB I PENDAHULUAN. kota Jakarta pada akhirnya menuntut tersedianya wadah fisik untuk menampung

PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB ANALISIS BENTUK TAMANSARI III.1. TAMANSARI. GAMBAR III.1. Umbul Winangun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli

BAB VI HASIL PERANCANGAN Hasil Perancangan Tata Masa dalam tapak. mengambil objek Candi Jawa Timur (cagar budaya)sebagai rujukannya, untuk

BAB II KAJIAN LITERATUR

IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG

1. ASPEK PENAMPAKAN SIMBOL KULTURAL

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010)

b e r n u a n s a h i jau

Architecture. Modern Aesthetic. Neoclassic Style Teks: Widya Prawira Foto: Bambang Purwanto. Home Diary #009 / 2015

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta

Architecture. White Simplicity in. Neoclassic. Home 80 #006 / Diary

BAB V KONSEP. mengasah keterampilan yaitu mengambil dari prinsip-prinsip Eko Arsitektur,

ISLAMIC CENTRE BAB I PENDAHULUAN

Unsur-Unsur Budaya pada Arsitektur Masjid Agung Darussalam, Bojonegoro

Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta

KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Rumah Tinggal Dengan Gaya Arsitektur Bali Modern Di Denpasar

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sudirman Thamrin, dan kini sudah menyebar pertumbuhan bangunan

BAB 1 PENDAHULAN I.1. LATAR BELAKANG. Latar Belakang Proyek. Jakarta adalah Ibukota dari Indonesia merupakan kota yang padat akan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota Negara

KONSEP PERANCANGAN PEDESTRIAN PADA KAMPUNG WISATA TENUN SAMARINDA

Studi Dokumentasi Area Siti Inggil Keraton Kasepuhan Cirebon

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB V KONSEP PERANCANGAN. konsep dasar yang digunakan dalam Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Boom Di

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Perubahan pada Menara Masjid Sunan Ampel Surabaya Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban

Penerapan Tema Cablak pada Rancangan Rumah Budaya Betawi

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. bangunan masjid. Masjid merupakan bangunan yang penting dan tidak dapat

KARYA DESAIN MASJID ASH-SHIDDIIQI YOGYAKARTA. Harry Kurniawan, ST, M.Sc

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN

BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN. 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

ORNAMEN DAN BENTUK RUANG RUMAH TINGGAL DI KAWASAN KAMPUNG AL MUNAWAR 13 ULU PALEMBANG

KARAKTER VISUAL FASADE BANGUNAN KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Nasional yang dilindungi pemerintah, di mana bangunan ini merupakan pusat

Gambar 7 : Interpretasi Tema Sumber : Kbbi.web.id

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewajiban umat Islam untuk melaksanakan shalat, rukun kedua dari agama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan Pariwisata Dalam Pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. Arti kata Vernakular itu sendiri berasal dari bahasa latin yaitu verna yang

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D

BAB 5 KONSEP. Gambar 5.1 Konsep. Sumber: Analisa Penulis, 2014

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB 3 METODE PENELITIAN

Transkripsi:

TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Masjid Shirathal Mustaqim, Pesona Pusaka Arsitektur Tropis di Tepi Sungai Mahakam Anna Rulia Sejarah dan Teori Arsitektur/Kota, Program Studi Arsitektur, Politeknik Negeri Samarinda Abstrak Pusaka arsitektur merupakan saksi hidup perkembangan sebuah kota. Ia bertutur tentang peradaban serta manusia-manusia yang melintaskan hidup disekitarnya. Demikian pula dengan masjid Shirathal Mustaqim yang merupakan cikal bakal berdirinya kota Samarinda. Terletak di kawasan tepi Sungai Mahakam, masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya ibukota Kalimantan Timur. Meskipun usianya sudah mencapai 122 tahun masjid ini belum banyak dikenal apalagi menjadi perbincangan di dunia arsitektur. Akibatnya, keberadaannya sebagai pusaka arsitektur mulai terabaikan. Karena itulah penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran terhadap kondisi masjid yang terletak di waterfront Mahakam. Penelitian ini sendiri bersifat kualitatif. Data-data dikumpulkan melalui survery, observasi serta dokumentasi. Data selanjutnya dianalisis dengan metode deskriptif analitik. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan akan kekayaan arsitektur pusaka Indonesia, terutama yang terletak pada kawasan muka air atau waterfront. Kata-kunci : masjid, kawasan, pusaka arsitektur, waterfront Pengantar Kawasan pusaka sejatinya adalah bagian yang amat penting dalam sebuah kota karena ia merupakan kekayaan budaya dalam bentukan yang terukur (tangible). Kota tanpa kawasan pusaka masa lalu seperti manusia tanpa masa lalu. Kawasan pusaka yang ada di sebuah kota merupakan cerminan perjalanan hidup kota tersebut dari waktu ke waktu. Seiring berjalannya waktu, kota pun terus-menerus berkembang. Menempati lokasi-lokasi baru, membentuk pusat-pusat aktivitas baru (nodes) dan meninggalkan bagian kota yang tua menjadi terpinggir dan terlupakan. Padahal, perlindungan pusaka arsitektur amat penting. Pada prinsipnya, aspek yang perlu dilindungi sesuai dengan Piagam Athena 1931 adalah adalah monument historis yang mempunyai makna signifikan baik sejarah, ilmu pengetahuan, cultural dan lain-lain (Mulyandari, 2011). Awalnya obyek yang dilindungi hanya meliputi bangunan namun dikembangkan lagi dalam Piagam Burma (1994) yakni meliputi tempat (place) dan aspek cultural. Perlindungan pusaka arsitektur amat penting bagi masa lalu, masa kini dan masa depan sebuah kota. Tercatat sebagai salah satu Negara maritime terbesar di dunia, amat wajar jika di Indonesia banyak sekali peninggalan sejarah yang terletak pada kawasan waterfront. Demikian pula dengan Masjid Shirathal Mustaqim. Berada di tepian Mahakam, masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kota Samarinda. Seiring berjalannya waktu, kawasan ini seperti tenggelam dalam hiruk pikuk pembangunan di Kota Tepian. Perkembangan kota selama beberapa dekade berlangsung dengan pesat di sisi lain kota (terpisah oleh sungai Mahakam) membuat kawasan ini menjadi terlupakan. Pada saat pusat kota sudah tidak mampu lagi menampung kelajuan pembangunan, perkembangan mengarah ke sisi Samarinda Seberang di mana terdapat masjid Shirathal Mustaqim menjadikan Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 D - 1

Masjid Shirathal Mustaqim, Pesona Pusaka Arsitektur Tropis di Tepi Sungai Mahakam kekhawatiran akan keberlangsungan kehidupan kawasan pusaka ini. Pelestarian Pusaka Arsitektur di Indonesia Indonesia terkenal sebagai Negara yang kaya akan budaya. Dengan lebih dari 17.000 pulau serta lebih dari 300 bahasa, kekayaan budaya Indonesia tersebar sampai ke pelosok nusantara. Pelestarian pusaka arsitektur sebenarnya bukan merupakan hal baru. Hal ini dapat dilihat dengan ditetapkannya UU nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Merujuk pada UU tersebut maka pusaka arsitektur dapat dikategorikan sebagai bangunan dan kawasan cagar budaya baik terletak di darat maupun di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan atau kebudayaan. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa untuk meningkatkan potensi nilai, informasi dan promosi dapat dikembangkan melalui berbagai langkah, salah satunya adalah penelitian. Karena itu, penulis mengangkat isu ini dengan tujuan untuk menyampaikan informasi tentang keberadaan pusaka arsitektur yakni Masjid Shirathal mustaqim yang terletak di tepi Sungai Mahakam Samarinda. Hal ini amat penting untuk mengingatkan semua pihak berkaitan dengan penyelamatan asset-aset arsitektur pusaka yang terletak pada kawasan muka air (waterfront) yang merupakan tantangan besar bagi Negara maritime seperti Indonesia. Metode Metode pengumpulan data yang digunakan, adalah survei, observasi, dokumentasi serta studi literatur. Dua metode pertama dilakukan untuk pendataan aspek-aspek arsitektural Masjid Shirathal Mustaqim. Metode dokumentasi dilakukan untuk perekaman data baik berupa foto maupun pengambaran dengan computer. Ketiga metode tersebut dilakukan untuk memberikan deskripsi yang lengkap tentang obyek penelitian. Data yang kedua dilakukan untuk mendapatkan literatur yang berkaitan dengan sejarah kawasan serta kajian tentang pusaka arsitektur. Selanjutnya, untuk analisis data, metode yang digunakan adalah deskriptif analitik sesuai dengan tujuan penelitian. Deskripsi ditampilkan melalui hasil pengumpulan data untuk kemudian dianalisis menjadi hasil penelitian. Diharapkan ulasan mengenai pusaka arsitektur ini akan tersampai dengan baik. Sejarah Masjid Shirathal Mustaqim dan Kota Samarinda Berdasarkan dari hasil studi literature diketahui sejarah bangunan ini dimulai pada tahun 1880, ketika Said Abdurachman bin Assegaf dengan gelar Pangeran Bendahara, seorang pedagang muslim dari Pontianak, datang ke Kesultanan Kutai. Ia memilih kawasan Samarinda Seberang sebagai tempat tinggalnya dan ditanggapi oleh Sultan Kutai saat itu, Aji Muhammad Sulaiman setelah melihat ketekunan dan ketaatan Said Abdurachman dalam menjalankan syariat Islam menjalankan syariat Islam. Selanjutnya pada tahun 1881 keempat soko guru mulai didirikan. Meliputi luas bangunan sekitar 625 m² dan lahan seluas 2.028 meter persegi, pembangunan masjid memakan waktu sekitar sepuluh tahun. Lokasi dari Masjid ini berada di Samarinda Seberang tepatnya berada di pertigaan antara Jalan Pangeran Bendahara dan Jalan Penguhulu. Bagian muka masjid adalah tepian Sungai Mahakam yang membelah kota Samarinda. Sungai ini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat hingga saat ini. Masjid sendiri sampai tahun 1972 merupakan tempat ibadah utama bagi umat Islam di Samarinda. Seiring dengan perkembangan waktu, jumlah masjid di Samarinda pun semakin meningkat dengan gaya yang makin beragam, tidak bisa dipungkiri membuat masjid pusaka ini semakin terpinggirkan. Gambar 1. Lokasi masjid Shirathal Mustaqim D - 2 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013

Bangunan-bangunan Pada Kawasan Anna Rulia Masjid ini merupakan sebuah kompleks yang terdiri dari bangunan utama dilengkapi oleh bangunan-bangunan pendukung. Bangunan pendukung berfungsi sebagai rumah kaum, tempat wudhu dan tempat pembelajaran Alquran (TPA). Seluruh bangunan menggunakan gaya arsitektur tropis khas Kalimantan dengan konstruksi kayu dan atap sirap. Gambar 4. Perspektif masjid Gambar 2. Situasi masjid Bangunan Utama Bangunan utama masjid merupakan bangunan paling besar yang dapat menampung sekitar 660 jamaah. Bangunan ini merupakan bangunan asli yang sampai saat ini masih berdiri. Luasan bangunan utama adalah 17m x 17m. Dengan pelebaran pada sisi teras maka luasan bangunan menjadi 20m x 20m. tinggi bangunan sekitar 19m. Pada bagian tengah terdapat 4 kolom utama yang berdimensi 50x50 dan kolom-kolom pendukung yang berukuran lebih kecil. Seluruh dari bangunan ini menggunakan material kayu dan didalam bangunan masjid ini terdapat 1 buah mimbar dan lemari brankas yang terletak didepan tempat imam. Gambar 5. Denah Tempat Wudhu Terletak di sisi belakang masjid, bangunan tempat bersuci ini memiliki ruang terpisah bagi laki-laki dan perempuan. Bangunan ini merupakan bangunan tambahan yang memilki luas 5m x 8m. Selain tempat wudhu juga terdapat toilet di dalamnya. Gambar 3. Tampak depan Gambar 6. Tempat wudhu Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 D - 3

Masjid Shirathal Mustaqim, Pesona Pusaka Arsitektur Tropis di Tepi Sungai Mahakam Rumah Kaum Bangunan ini berfungsi sebagai rumah tinggal bagi kaum yang merawat masjid ataupun yang telah berjasa pad masjid tersebut. Bangunan ini telatak dibelakang masjid dan berada disebelah tempat wudhu. Memiliki tiga bagian rumah untuk 3 kepala keluarga. masjid. Dan disebelahnya digunakan untuk menaruh keranda jenazah. Bangunan ini terletak disebelah kanan bangunan sekretariat Gambar 8. Pendopo Gambar 7. Rumah kaum Bangunan TPA Bangunan ini terletak disebelah tempat wudhu di mana di sore hari anak-anak ramai untuk pergi mengaji. Dulu bangunan ini sempat menjadi pusat ajaran islam di Samarinda sangatlah ramai anak-anak mengaji. Tetapi sejalan beriringnya waktu semakin banyak masjid dan TPA yang dibangun maka TPA di Masjid ini mulai berkurang dan menjadi sepi. Sekretariat Bangunan sekretariat masjid ini berfungsi sebagai kesekretariatan Masjid. Selain itu bangunan ini berfungsi untuk menampung kegiatan IRMA serta ruang di sebelah kanan berfungsi untuk menampung barang-barang peninggalan dari masjid sejak awal di bangun. Gambar 9. Sekretariat Menara Gambar 8. Bangunan TPA Pendopo Di bagian lain dari wilayah masjid ini terdapat sebuah bangunan pendopo yang berfungsi menampung kegiatan-kegiatan yang ada pada D - 4 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 Sama seperti bangunan utama (masjid), menara ini juga merupakan bangunan asli yang masih berdiri. Menara ini dibangun atas bantuan seorang 1901 Henry Dasen, seorang saudagar kaya berkebangsaan Belanda pada tahun 1901. Ia memberikan sejumlah hartanya untuk pembangunan menara masjid berbentuk segi delapan yang mengecil pada bagian ujungnya, setinggi 21 meter. Angka 21 sendiri tidak mengandung arti khusus namun ketinggian tersebut berhasil membuat vocal point pada kawasan. Ketinggian

ini juga berguna agar suara muazin pada jaman dahulu bisa terdengar dari wilayah yang jauh. Menara itu berdiri tepat di samping masjid. Menurut cerita penduduk pendirian menara tersebut dilakukan karena saudagar ini menikah dengan seorang wanita setempat. Hingga kini menara tersebut tetap berdiri dan menjadi vocal point pada kawasan. Gambar 10. Menara Masjid Tipologi Arsitektur Bentukan masjid Shirathal Mustaqim dapat dilihat sebagai cerminan local wisdom masyarakat Samarinda dahulu. Local wisdom sendiri dapat dipahami sebagai gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang diikuti oleh anggota masyrakatnya (Sartini, 2004). Lokal wisdom tersebut mewujud dalam bentukan arsitektur yang selaras dengan lingkungan di mana ia berada. Menurut para penjaga masjid gaya dari menara ini masih mengadopsi gaya arsitektur Yaman yang digabung dengan Cina. Tetapi jika dilihat menara ini masih menggunakan ukiran Kutai yang terletak pada lisplang dan pagar menara. Sementara itu, bentukan arsitektur masjid memiliki beberapa kemiripan dengan masjid-masjid kuno yang ada di Kalimantan seperti Masjid Jami Sultan Syarif Abdurrahman di Pontianak serta Masjid Jami Aji Amir Hasanuddin di Tenggarong. Anna Rulia Secara keseluruhan bangunan memiliki gaya arsitektur tropis khas Kalimantan. Hal ini dapat dilihat dari material kayu yang digunakan sebagai material utama bangunan baik pada bangunan utama maupun bangunan pendukung. Hal ini dapat dimaklumi karena melimpahnya hasil hutan Kalimantan pada waktu dulu. Kayu digunakan mulai dari system pondasi, dinding, kolom, balok, rangka atap, kusen, serta pagar bangunan. Menara setinggi 21 meter pun terbuat sepenuhnya dari konstruksi kayu. Kayu yang digunakan adalah kayu ulin atau dikenal juga dengan kayu besi yang merupakan kayu kelas 1 khas Kalimantan. Pada bagian fasad bangunan masjid menggunakan pintu kupu-kupu yang sama dengan jendela yang digunakan, sehingga sirkulasi udara secara silang dapat berjalan dengan baik sehingga suhu dalam bangunan ini sangat nyaman dan sejuk. Pencahayaan secara alami pun amat optimal sehingga sama sekali tidak memerlukan lampu di siang hari. Atap bertingkat-tingkat memberi kesan monumental serta memberikan penghawaan yang baik bagi bangunan masjid. Pada tingkat pertama dan kedua atap berbentuk limas segi empat dan pada tingkat ketiga berbentuk prisma segi empat. Warna-warna yang digunakan dalam masjid ini antara lain hijau, kuning, hitam pudar pada fasad sementara pada interior warna-warna tersebut tetap hadir dengan ditambah dominasi warna putih pada permukaan dinding. Warna kuning dianggap melambangkan kemuliaan. Warna ini juga banyak digunakan pada artefakartefak kesultanan Kutai, Dayak serta Banjar. Kuning juga diambil sebagai analogi dari warna Sungai Mahakam yang berkilauan ditimpa sinar matahari. Warna hijau digunakan karena dianggap sebagai warna kenabian. Warna hijau juga merupakan representasi dari alam Kalimantan yang kaya akan hutan hujan tropis. Warna hitam pudar merupakan warna alami dari kayu ulin. Sementara putih merupakan symbol kesucian. Penggunaan warna ini juga member kesan luas dan bersih pada interior bangunan. Setiap tingkatnya diberi jendela yang berguna untuk ventilasi dan penerangan. Setiap tingkatan atap mesjid ini diperindah dengan lisplang (cornice) yang berbentuk seperti renda berbentuk setengah lingkaran. Penggunaan lisplang memang umum pada rumah-rumah tradisional Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 D - 5

Masjid Shirathal Mustaqim, Pesona Pusaka Arsitektur Tropis di Tepi Sungai Mahakam di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Desain lisplang memang sederhana karena sesuai dengan ajaran di mana tidak menggunakan bentukan-bentukan yang menyerupai manusia ataupun binatang (Sjahbandi, 1996). Atap mesjid ini memakai bahan sirap sementara kayu ulin digunakan pada dinding dibagian tingkat atap mesjid ini. Warna khas dari atap didapat dari warna alami sirap yaitu hitam pudar. Warna hijau digunakan pada lisplang sementara pada dinding. Pada atap tingkat ke-3 terdapat ukiran pada ujungnya. Atap siring pernah direnovasi total karena faktor usia. Hal ini wajar mengingat sirap merupakan lembaran ulin setebal 3 mm sampai 5 mm yang rentan retakan jika lama digunakan. Atap jenis ini saat ini termasuk material yang jarang digunakan. Selain mahal seiring menipisnya persediaan kayu, juga rentan jika terjadi kebakaran. Hal ini dapat dilihat sebagai suatu keuntungan dalam arti kekhasan material yang digunakan yang membuatnya berbeda dari bangunan-bangunan disekitarnya yang kebanyakan menggunakan material genteng dan seng. Di samping itu keuntungan dari atap sirap adalah memberi kesejukan bagi ruangan di bawahnya. Kompleks bangunan masjid ini ditetapkan sebagai cagar budaya di masa pemerintahan walikota Achmad Amins. Namun sayangnya hal ini tidak dibarengi dengan rencana tata bangunan dan lingkungan yang mendukung posisi kawasan tersebut sebagai penanda kota lama Samarinda. Posisinya yang jauh dari pusat perkembangan kota saat ini membuatnya terpinggirkan. Apalagi semenjak berdirinya kompleks Islamic Center Samarinda yang juga berdiri di tepi Sungai Mahakam di sisi yang berbeda serta seolah menjadi magnet baru bagi penanda kota Samarinda. Kesimpulan Dari uraian di atas dapat dilihat Kompleks Masjid Shirathal Mustaqim sebagai pusaka arsitektur yang terletak di tepian sungai Mahakam. Dengan gaya arsitektur tropis yang mengadaptasi iklim Kalimantan dengan baik, Masjid Shirathal Mustaqim merupakan pusaka arsitektur yang mempesona di tepian Mahakam. Namun sayingnya, bentuknya yang khas serta adaptif terhadap iklim tropis tidak menjadi rujukan bagi masjid-masjid baru yang ada di kota Samarinda. Selain itu, juga disadari masih banyak lagi kekayaan arsitektur pusaka yang terdapat di tepian Sungai Mahakam. Diharapkan penelitian ini bisa membuka wawasan untuk penelitian selanjutnya berkaitan dengan pelestarian pusaka arsitektur yang berada pada kawasan waterfront baik di Kalimantan Timur maupun di seluruh Indonesia. Daftar Pustaka Mulyandari, Hestin. (2011). Pengantar Arsitektur Kota. Yogyakarta: Penerbit Andi. Sartini, (2004). Menggali Kearifan Lokal Nusantara: Sebuah Kajian Filsafati. Jurnal Filsafat Jilid 37 Nomor 2. Sjahbandi, H. (1996). Wujud Arti dan Fungsi Puncakpuncak Kebudayaan Lama dan Asli di Kalimantan Timur. Samarinda: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Perlindungan Cagar Budaya Gambar 11. Perspektif kawasan masjid D - 6 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013