BAB IV PROTOKOL STUDI KASUS. fisioterapi. Dengan ditetapkannya problematika fisioterapi selanjutnya dapat

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN STATUS KLINIK Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi D III Fisioterapi

BAB III PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI. dilakukan pada tanggal 5 Februari 2016 secara auto anamnesis yaitu

BAB III PELAKSANAAN STUDI KASUS. De Quervain Syndrome Dextra, meliputi: (1) pengkajian data, (2) pelaksanaan

Nama Mahasiswa : Fitriyanti NIM : J Tempat Praktek : RS. AL. Dr. Ramelan Surabaya Pembimbing : Deddy Herman. P. SST.

LAPORAN STATUS KLINIK

LAPORAN STATUS KLINIK D III FISIOTERAPI FISIOTERAPI MUSKULOSKELETAL. Program Studi Fisioterapi

BAB III PROSES FISIOTERAPI

BAB III PELAKSANAAN STUDI KASUS. A. Pengkajian Fisioterapi. fisioterapi pada kasus carpal tunnel syndrome perlu dilakukan beberapa tahapan

Oleh: ANANG RAFIK SETIYANTO J

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD SUKOHARJO

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT BILATERAL DI RSUD SUKOHARJO

PROTOKOL STUDI KASUS. : RSUP Dr.SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN. : Tn. Biran Kusdomo. : Delanggu RT 03, RW 11,klaten

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam studi kasus ini, seorang pasien perempuan dengan inisial Ny. NF

LAPORAN STATUS KLINIK

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU SINISTRA. DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J

BAB III PELAKSANAAN STUDI KASUS. anamnesis. Anamnesis dilakukan dengan cara tanya jawab, dilakukan untuk

CASE REPORT SESSION LOW BACK PAIN OLEH : Dani Ferdian Nur Hamizah Nasaruddin PRESEPTOR: Tri Damiati Pandji,dr.,Sp.

PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASCA GIPS FRAKTUR RADIUS 1/3 DISTAL SINISTRA DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

BAB III PELAKSANAAN STUDI KASUS. tata urutan tindakan fisioterapi (assasment) yang meliputi, anamnesis,

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN

Hasil Evaluasi Nyeri Tekan Menggunakan Skala VDS

Disusun oleh : FITRIA NUR CANDRARINI NIM : J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar BelakangMasalah. bagian bawah adalah tungkai. Dan lutut merupakan salah satu sendi utama

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

BAB III PROSES FISIOTERAPI

PENGARUH TERAPI LATIHAN SETELAH PEMBERIAN TERAPI GABUNGAN ULTRASOUND DAN TENS PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT KRONIS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. klinis, histologist, dan radiologi. Penyakit ini bersifat asimetris, tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat

PENATALAKSANAAN SHORT WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU DEXTRA DI RSOP dr. SOEHARSO SURAKARTA

PENATALAKSANAAN SINAR INFRA MERAH DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU BILATERAL DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

CASE REPORT SESSION OSTEOARTHRITIS. Disusun oleh: Gisela Karina Setiawan Abednego Panggabean

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berwawasan kesehatan sebagai strategi nasional menuju Indonesia

BAB III PROSES FISIOTERAPI. riwayat penyakit, baik berupa anamnesis maupun pemeriksan. Sistematika

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CAPSULITIS ADHESIVA DEXTRA DI RUMKITAL dr. RAMELAN SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN MIOGENIK DI RST. Dr. SOEJONO MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. sekedar jalan-jalan atau refreshing, hobi dan sebagainya. Dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010),

PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS POST OPERASI FRACTURE COLLES DISERTAI DISLOKASI ULNA DEXTRA DI RST Dr.

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi sehat jasmani, rohani, dan sosial. Tidak hanya bebas dari

BAB ² PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU UNILATERAL

: Pensiunan PNS angkatan laut. : Waru surabaya

BAB I PENDAHULUAN. osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa dan dapat juga disebabkan

PENATALAKSANAAN SINAR INFRA MERAH DAN TERAPI LATIHAN PADA POST ORIF PEMASANGAN PLATE AND SCREW PADA FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL SINISTRA DI RSUD SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari

BAB I PENDAHULUAN. fungsionalnya. Kompleksnya suatu gerakan dalam aktifitas seperti. tulang-tulang yang membentuk sendi ini masing-masing tidak ada

PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN MWD DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP DENGAN TENS DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA OA LUTUT

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang (Helmi,2012). Klasifikasi

B AB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga. kecelakaan lalu lintas adalah fraktur.

BAB I PENDAHULUAN. Knee joint atau sendi lutut adalah salah satu sendi yang mempunyai fungsi

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian akan dilakukan pada bulan Januari - Februari 2014

yang sangat penting dalam aktifitas berjalan, sebagai penompang berat tubuh dan memiliki mobilitas yang tinggi, menyebabkan OA lutut menjadi masalah

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASIEN DENGAN KONDISI OSTEOARTHRITIS GENUE SINISTRA DI RSU AISYIYAH PONOROGO

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA OSTEOARTHRITIS KNEE SINISTRA DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHRITIS GENU BILLATERAL DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. punggung antara lain aktifitas sehari-hari seperti, berolahraga, bekerja, dan

OSTEOARTHRITIS GENU (

Presentasi Kasus Spinal Cord Injury

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA SCOLIOSIS VETEBRA THORACAL 7 LUMBAL 1 DI RSAL DR.RAMELAN

BAB I PENDAHULUAN. tersebut ringan atau berat sehingga dalam proses penyembuhan pasien. buruk dari rawat inap atau long bed rest.

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS OSTEOARTHRITIS. KNEE SINISTRA DI RSUD Dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS OSTEOARTHRITIS KNEE SINISTRA DI RST Dr. SOEDJONO MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran sehingga dapat memperbaiki kualitas kesehatan para penduduk

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRAKTUR FEMUR 1/3 PROXIMAL DEXTRA DI PUSKESMAS KARTASURA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia menjadi. semakin tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi. Diajukan Oleh: : LINA WULANINGSIH

BAB I PENDAHULUAN. kondisi dimana terjadi kerusakan bentuk dan fungsi dari tulang tersebut yang. dapat berupa patahan atau pecah dengan serpihan.

PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASKA OPERASI PERTROKANTER FEMUR DEKSTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW

Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J

BAB I PENDAHULUAN. Osteoartritis (OA) penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertropi.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang memanjakan kehidupan manusia. Sehingga akifitas fisik. mengalami peningkatan yang begitu pesat.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai hasil yang optimal. Upaya kesehatan yang semula dititikberatkan pada

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS ISCHIALGIA SINISTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED DAN MC. KENZIE DI RSUD SUKOHARJO

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA TENDINITIS PATELLARIS SINISTRA DI RST Dr. SOEDJONO MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyusun menggunakan VDS, goniometer, dan interview. untukmenentukanhasil data yaitu sebagai berikut :

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN POST

Blanko Kuisioner Neck Disability Index (NDI)

BAB I PENDAHULUAN. beratnya latihan dan kontak badan antar pemain bertumpu pada fisik. Oleh

BAB III LAPORAN KASUS REHABILITASI MEDIK DOKUMEN MEDIK

BAB I PENDAHULUAN. sangat berperan penting sebagai penopang berat badan dalam aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keluhan dan gangguan. Hal ini terjadi karena kurangnya

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan usia dan atau mengalami gangguan akibat dari injuri atau sakit.

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CERVICAL ROOT SYNDROME DI RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis (OA) merupakan salah satu penyakit muskuloskeletal yang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tahun dengan diagnosa medis CTS dextra diperoleh permasalahan berupa

BAB I PENDAHULUAN. bisa bertambah dengan munculnya kelemahan otot quadriceps dan atropi otot.

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHRITIS LUTUT DEKSTRA. DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. gerak: nyeri cukup berat, sedangkan pada terapi ke-6 didapatkan hasil bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh: ILSA ROVIATIN AGUSTINA J Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

BAB I PENDAHULUAN. emosional setelah menjalani rutinitas yang melelahkan sepanjang hari. Hal

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS OSTEOARTHRITIS (OA) GENU BILATERAL DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

Transkripsi:

BAB IV PROTOKOL STUDI KASUS A. Pelaksanaan Studi Kasus 1. Proses Pemecahan Masalah Fisioterapi Melalui pengenalan penyakit, pemeriksaan umum dan khusus, penulis mendapatkan data yang menjadi bahan analisa untuk menentukan problematika fisioterapi. Dengan ditetapkannya problematika fisioterapi selanjutnya dapat ditentukan intervensi modalitas, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. A. Dokumentasi Nama : Sriharyani RM : 704218 Umur : 72 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan Alamat Diagnosis : Ibu Rumah tangga : Ringin Anon Krmat Magelang : OA Genu Sinistra Berdasarkan proses fisioterapi yang dilaksanakan pada penderita Osteoartritis Genu Sinistra, maka setelah dilakukan terapi dengan IR, TENS, dan terapi latihan sebanyak 6 kali, nyeri sudah berkurana, nilai skala VDS menunjukkan nyeri diam tetep 1,untuk nyeri gerak dari 4 menjadi 2,untuk nyeri tekan dari 3 menjadi 2. Kekuatan otot (MMT) fleksor dan ekstendor knee 4, dan luas gerak sendi meningkat dari 105 o menjadi 120 o untuk aktif dan 110 o menjadi 125 o untuk pasif, sepasme pada otot quadriceps lutut berkurang,aktifitas fungsional dimana pasien berhasil berdiri dari posisi duduk dimana hasil dari T6. Rotgen tanggal : 6 Desember 2009 28

Terdapat Osteofit pada lutut bagian kiri disertai penipisan cairan sendi synovial pada sendi lutut bagian kiri sehingga menimbulkan penyempitan jarak pada sendi lutut tersebut. B. Terapi Umum Dokter : Medika Mentosa Radin 2 x 1 Renadinac 2 x 1 Neurodex 2 x 1 Rehab medik: Fisioterapi C. Rujukan Fisioterapi dari Dokter Mohon diberikan program fisioterapi path Ny. Sriharyani dengan diagnosis Osteoartritis Genu Sinistra. III. Segi Fisioterapi A. Pemeriksaan Autoanamnesis, 13 Januari 2010 1. Anamnesis a. Keluhan utama Penderita mengeluh nyeri lutut kiri terutama bila digunakan untuk aktivitas jongkok berdiri, berdiri lama dan untuk aktivitas jalan jauh. b. Riwayat penyakit sekarang Didapatkan kurang lebih satu setenaah bulan rang lalu pasien merasakan adanya bunyi "kretek" pada lutut kirinva saat digunakan untuk berjalan. Setelah itu pasien merasakan nyeri yang semakin bertambah, nyeri dirasakan terus menerus dan semakin bertambah bila pasien melakukan akrtivitas jongkok berdiri, duduk ke berdiri, berdiri terlalu lama, dan berjalan. Pasien lalu berobat

ke RST dr. Soejono Magelang dan di terapi tiga kali seminggu di poliklinik fisioterapi. c. Riwayat penyakit dahulu Riwayat Trauma (-) Riwayat Hipertensi (-) Riwayat Diabetes Mellitus (-) Riwayat Jantung (-) d. Riwayat pribadi Pasien adalah seorang ibu Rumah tangga, pasien memiliki hobi memasak e. Riwayat keluarga Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit seperti yang diderita oleh pasien. f. Anamnesis sistem (1) Kepala dan leher Tidak didapatkan adanya pissing, sakit kepala dan kakis leher pada pasien. (2) Sistem kardiovaskuler Sakit dada tidak dikeluhkan oleh pasien (3) Sistem respirasi Keluhan seperti sesak napas, batuk dan asma tidak dirasakan oleh pasien. (4) Sistem gastrointestinalis Pasien tidak mengeluh mual, muntah dan Buang Air Besar (BAB) pada pasien normal terkontrol. (5) Sistem urogenitalis Pasien mampu mengontrol Buang Air Kecil (BAK) normal dan terkontrol. (6) Sistem Muskuloskeletal

Adanya nyeri gerak pada saat fleksi lutut kiri, adanya spasme pada otot quadriceps lutut kiri, dan adanya penurunan kekuatan otot fleksor maupun ekstensor pada lutut kiri. (7) Sistem Nervorum Pasien tidak mengeluh rasa kesemutan sepanjang tungkainya dan tidak ada rasa nyeri menjalar pada sepanjang tungkai kirinya. 2. Pemeriksaan Subjektif a. Tanda-tanda vital (1) Tekanan darah : 100/160 mm/hg (2) Denyut nadi : 75 kali/menit (3) Pernapasan : 24 kali/menit (4) Temperatur : 37 o C (5) Tinggi badan : 156 cm (6) Berat badan : 64 kg b. Inspeksi (1) Inspeksi statis Kondisi umum pasien baik, ekspresi wajah saat diam tidak menunjukkan adanya rasa nyeri, tidak ada bengkak, warna lutut kiri normal (sama dengan lutut kanan), tidak ada atrofi maupun deformitas pada lutut kiri dan pasien memakai knee decker pada lutut kiri. (2) Inspeksi dinamis Ekspresi wajah pasien menunjukkan adanya rasa nyeri saat aktivitas jalan berdiri dari posisi duduk dan jongkok berdiri, dan pola jalan normal pada pasien cenderung mengambil langkah perlahan-lahan.

c. Palpasi Suhu lokal pada kiri normal (sama dengan lutut kanan), ada nyeri tekan pada medial lutut kiri, tidak ada pitting odeme, dan terdapat spasme pada otot quadriceps lutut kiri. d. Perkusi Tidak dilakukan. e. Auskultasi Tidak dilakukan f. Gerakan dasar (1) Gerak pasif Anggota Gerak Bawah (AGB): lutut kiri digerakkan tidak dapat full ROM untuk arah gerak fleksi, didapatkan nyeri pada akhir gerakan, end fell lunak dan adanya krepitasi. (2) Gerak aktif Anggota Gerak Bawah (AGB): lutut kiri bergerak tidak full ROM untuk arah gerakan fleksi, didapatkan nyeri gerak, adanya penurunan kekuatan otot dan krepitasi. (3) Gerak aktif melawan tahanan Pasien mampu melawan tahanan minimal, disertai adanya nyeri dan tidak full ROM. g. Kognitif, Intra Personal dan Inter Personal Kognitif : atensi dan memori baik, pasien mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh terapis. Intra Personal : baik, motivasi ingin sembuh tinggi Inter Personal : baik, pasien mampu berinteraksi dengan lingkungan aktivitas di

dalam rumah sakit dan pasien dapat bekerja sama selama pemberian terapi. h. Kemampuan fungsional dan lingkungan aktivitas (1) Fungsional Dasar a. Pasien kesulitan saat jongkok berdiri b. Pasien kesulitan jalan terlalu jauh c. Pasien kesulitan saat naik turun tangga (2) Fungsional Aktivitas a. Pasien mengalami kesulitan dalam sholat saat sujud dan duduk diantara 2 sujud b. Pasien mengalami kesulitan saat melakukan self care, aktivitas rumah tangga dan kerja karena nyeri pada lutut kiri. (3) Lingkungan aktifitas a. Pasien adalah seorang Ibu Rumah tangga b. Keluarga mendukung program terapi c. Lingkungan RST dr.soejono mendukung kesembuhan pasien. d) Tes stabilitas Pada OA terjadi kerusakan pada tulang rawan, sehingga kerja otot dan ligamen yang berfungsi untuk menjaga stabilitas lutut semakin berat sehingga apabila hal tersebut dibiarkan terus menerus dalam waktu lama, maka ligamen akan menjadi kendor dan sendi lutut menjadi tidak stabil. Hal tersebut menjadi indikator dilakukan tes stabilitas sendi lutut (de Wolf, 1974). Tes stabilitas sendi lutut ini meliputi: 1) Tes laci sorong Posisi penderita berbaring terlentang di atas bed, tungkai kiri penderita ditekuk dan lutut yang kanan lurus. Terapis duduk di tepi bed, sambil menekan atau menduduki kaki pasien yang lututnya ditekuk. Kedua

tangan terapis memberikan tarikan ke arah anterior dan posterior secara bergantian. Pemeriksaan ini untuk mengetahui stabilitas ligamen cruciatum anterior (bila tarikan ke arah anterior) dan ligamen cruciatum posterior (bila tarikan ke arah posterior) (de Wolf, 1974). Hasil pemeriksaan ini adalah pada ligamen cruciatum anterior maupun ligamen posterior pada lutut dalam Batas normal. Hasil tes negatif (-) Gambar 4.1 Laci sorong ke arah anterior (de Wolf, 1990) Gambar 4.2 Laci sorong ke arah posterior (de Wolf, 1990) 2) Tes hypermobilitas valgus Posisi pasien tidur telentang di atas bed, tungkai bawah kiri pasien di luar bed dalam keadaan lurus. Terapis berada di samping pasien, tangan kanan terapis berada di lateral lutut kiri pasien, tangan terapis yang lain berada di atas pergelangan kaki pasien, gerakannya tangan kanan mendorong lutut ke arah valgus. Pemeriksaan ini untuk mengetahui

stabilitas ligamen collateral medial (de Wolf, 1974). Hasil dari pemeriksaan ini adalah ligamen collateral medial lutu kiri tidak mengalami gangguan. Hasil tes negatif (-). Gambar 4.3 Hipermobilitas Valgus (de Wolf, 1990) 3) Tes hypermobilitas varus Posisi pasien tidur terlentang di atas bed, tungkai bawah kiri pasien di luar bed dalam keadaan lurus. Terapis berada di samping pasien, tangan kiri terapis berada di medial lutut kiri pasien, gerakan tangan kin mendorong lutut ke arah varus. Pemeriksaan ini untuk mengetahui stabilitas ligamen collateral lateral (de Wolf, 1974). Hasil dari pemeriksaan inii adalah ligamen collateral lateral lutut kiri tidak mengalami gangguan. Hasil tes negatif (-) Gambar 4.4 Hipermobilitas Varus (de Wolf, 1990)

4) Tes hyperekstensi Posisi pasien tidur terlentang di atas bed dengan kedua tungkai lurus, terapis memfiksasi tungkai atas bagian distal atau atas lutut, tangan terapis yang satunya memegangi tungkai yang satu, tepatnya di atas pergelangan kaki dengan tarikan pelan ke atas. Tes ini ditujukan pada ligamen cruciatum anterior dan posterior, jika ligamen cruciatum kendor akan menambah sudut ekstensi lutut (de Wolf, 1974). Hasil dari pemeriksaan ini kedua ligamen sendi lutut kiri tidak mengalami gangguan. Hasil tes negatif (-). Gambar 4.5 Hiperekstensi (de Wolf, 1990) 5) Tes gravity sign Tes ini ditujukan pada ligamen cruciatum posterior, dinilai apakah ada perbedaan ketinggian antara kedua tuberositas tibia. Gravity sign yang positif menunjukkan adanya ruptur pada ligamen cruciatum posterior. Tes ini dilakukan dengan cara fleksi hip dan fleksi knee 900, fiksasi pada kedua tumit dan bagian depan paha di atas sendi lutut (de Wolf, 1974). Hasil dari pemeriksaan ini ligamen cruciatum posterior dalam keadaan baik. Hasil tes negatif (-)

Gambar4.6 Gravity sign (de Wolf, 1990) e) Pemeriksaan fungsional Pemeriksaan fungsional adalah suatu proses untuk mengetahui kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penilaian terhadap fungsional pasien dengan menggunakan skala jette". Berdasarkan skala ini status fungsional mempunyai tiga dimensi penilaian yang saling berkaitan yaitu: 1) nyeri: derajat nyeri saat melakukan aktivitas, 2) kesulitan: derajat kesukaran untuk melakukan aktivitas terdiri dari, 3) ketergantungan: derajat ketergantungan seseorang untuk melakukan aktivitas, meliputi: (1) berdiri dari posisi duduk, (2) berjalan lima belas meter, (3) naik turun tangga tiga trap (Parjoto, 2000). Dengan kriteria penilaian seperti pada tabel: Tabel 5.1 Skala Jette Bentuk Aktivitas Berdiri dari Posisi duduk Kemampuan Beraktivitas Nyeri Kesulitan Ketergantungan Nilai 1 : tidak nyeri 2 : nyeri 3 : nyeri sedang 4 : nyeri sangat 1 : sangat mudah 2 : agak mudah 3 : mudah juga tidak sulit 4 : agak sulit 5 : sangat sulit 1 : tanpa bantuan

Berjalan 15 Meter Naik tangga 3 trap Nyeri Kesulitan Ketergantungan Nyeri Kesulitan ketergantungan 2 : butuh bantuan alat 3 : butuh bantuan orang lain 4 : butuh bantuan alat dan orang lain 5 : tidak dapat melakukan 1 : tidak nyeri 2 : nyeri 3 : nyeri sedang 4 : nyeri sangat 1 : sangat mudah 2 : agak mudah 3 : mudah juga tidak sulit 4 : agak sulit 5 : sangat sulit 1 : tanpa bantuan 2 : butuh bantuan alat 3 : butuh bantuan orang lain 4 : butuh bantuan alat dan orang lain 5 : tidak dapat melakukan 1 : tidak nyeri 2 : nyeri 3: nyeri sedang 4: nyeri sangat 1: sangat mudah 2: agak mudah 3: mudah juga tidak sulit 4: agak sulit 5: sangat sulit 1: tanpa bantuan 2: butuh bantuan alat 3: butuh bantuan orang lain 4: butuh bantuan alat dan orang lain 5: tidak dapat melakukan Hasil pemeriksaan aktivitas fungsional dapat dilihat pada tabel: Tabel 5.2 Hasil Skala Jette No Indeks Fungsional Jette Hasil 1. Berdiri dari posisi duduk - Nyeri - Kesulitan - Ketergantungan 4 4 2 2. Berjalan 15 meter - Nyeri - Kesulitan - Ketergantungan 4 3 1

3. Naik tangga 3 trap - Nyeri - Kesulitan - Ketergantungan A. Pemeriksaan LGS sendi lutut. 3 3 1 Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) lutut. Pemeriksaan dilakukan dengan goneometer berdasarkan International Standart Orthopedic Measurrement (ISOM) dan diukur pada gerakan aktif maupun pasif. Titik patokan atau sumbu untuk mengukur fleksi dan ekstensi sendi lutut yaitu pada condylus lateralis femur. Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh informasi berupa LGS lutut kiri yang dapat dilihat pada tabel 5. 3 TABEL 5.3 PEMERIKSAAN LGS SENDI LUTUT Data Kanan Kiri LGS lutut aktif S 0 0 130 S 0 0 105 LGS lutut pasif S 0 0 130 S 0 0 110 a. Pemeriksaan derajat nyeri. Penulis menggunakan verbal desciptive scale (VDS) untuk mengukur derajat nyeri pada posisi statis maupun dinamis. VDS adalah cara pengukuran nyeri dengan tujuh skala penilaiannya yaitu 1 = tidak nyeri, 2 = nyeri sangat ringan, 3 = nyeri ringan, 4 = nyeri tidak begitu berat, 5 = nyeri cukup berat, 6 = nyeri berat dan 7 = nyeri hampir tak tertahankan (Parjoto, 2000).

TABEL 5.4 HASIL PEMERIKSAAN DERAJAT NYERI Nyeri Nilai Keterangan Nyeri diam 1 Saat posisi berbaring Nyeri gerak 4 Saat posisi jongkok berdiri Nyeri tekan 3 Pada medial knee f Diagnosa Fisioterapi Diagnosa fisioterapi merupakan upaya menegakkan masalah aktivitas gerak dan fungsi berdasarkan hasil data yang telah dirumuskan menjadi pernyataan yang logis dan dapat dilayani fisioterapi. Adapun tujuan dari diagnosis fisioterapi adalah untuk mengetahui problematika fisioterapi yang dihadapi oleh penderita serta untuk menentukan layanan fisioterapi yang tepat (Parjoto, 2000). Dari hasil pemeriksaan fisik fisioterapi yang telah dilaksanakan pada penderita osteoartritis lutut kiri ini didapatkan permasalahan atau problematika fisioterapi sebagai berikut: 1. Permasalahan kapasitas fisik yaitu: a) Adanya nyeri pada lutut kiri, nyeri terasa pada saat pasien berjalan jauh dan aktivitas jongkok-berdiri karena faktor degenerasi dan. b) Adanya penurunan kekuatan otot pada lutut kiri, karena inaktivitas oleh karena rasa takut atau nyeri. c) Adanya keterbatasan LGS pada saat gerakan fleksi lutut kiri dikarenakan adanya nyeri. d) Adanya spasme otot quadriceps lutut kiri.

2. Permasalahan kemampuan fungsional yaitu: a) Adanya kesulitan saat melakukan gerakan jongkok berdiri. b) Adanya kesulitan pada saat berjalan jauh. c) Adanya kesulitan saat melakukan sholat terutama saat sujud dan duduk diantara dua sujud. d) Adanya kesulitan pada saat naik turun tangga. b. Tujuan fisioterapi Fisioterapi pada kondisi osteoartritis lutut kiri ini mempunyai dua tujuan yaitu 1) tujuan jangka pendek, tujuan tersebut meliputi, a) mengurangi nyeri pada lutut kiri, b) meningkatkan kekuatan otot, c) meningkatkan luas gerak sendi, d) mengurangi spasme, 2) tujuan jangka panjang adalah meningkatkan kemampuan aktivitas fungsional dan melanjutkan tujuan jangka pendek. c. Pelaksanaan fisioterapi Penatalaksanaan fisioterapi harus dilakukan dengan metode atau cara yang tepat dan efektif berdasarkan problematik yang ada, penyebab dan kemampuan atau kondisi pasien saat itu, sehingga tujuan dari terapi dapat terlaksana dan hasil yang diharapkan dari program terapi dapat terwujud. Adapun pelaksanaan fisioterapi osteoartritis genu sinistra adalah: 1. Penatalaksanaan Sinar Infra Merah (IR) a) Persiapan alat Pastikan alat dapat berfungsi dengan baik, pastikan tombol pada posisi 0 atau off. Kontrol kabel bila ada yang leced terbuka, serta jenis lampu, besarnya watt. Pastikan alat sebelum digunakan telah dilakukan pemanasan. Pada karya tulis ini menggunakan generator non luminous dan dilakukan pemanasan terlebih dahulu selama 5 menit sebelum digunakan pada pasien (Sujatno, 1998).

b) Persiapan pasien Posisi pasien diatur seenak (comfortable) mungkin disesuaikan dengan daerah yang diobati. Posisinya bisa uduk, terlentang, atau tengkurap. Daerah yang diobati bebas dari pakaian serta dilakukan test sensibilitas terhadap panas dan dingin. Test ini bisa dilakukan dengan menggunakan tabung berisi air hangat dan dingin. Bila terjadi gangguan sensibilitas pangs dan dingin pada daerah tersebut, maka pengobatan dengan infra merah perlu dihindarkan (Sujatno, 1998). Dalam karya tulis ini pasien diposisikan berbaring terlentang dan pada bagian bawah lutut kiri di sanggah dengan bantal. c) Pelaksanaan terapi Posisi pasien comfortable agar selama terapi dapat rilexpada kondisi osteoartritis lutut kiri ini, posisi pasien adalah tidur terlentang, lalu bawah lutut kiri di sanggah dengan bantal. Sinar diletakkan tegak lurus di atas lutut kiri dengan jarak 45 cm (Sujatno, 1998). Disini parameter terapi yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: Posisi pasien : tidur terlentang Jarak lampu Waktu Besar watt Frekuensi : 45 cm sinar j atuh tegak lotus di area yang nyeri : 15 menit : 150 watt : selama 6 kali terapi 2. TENS 1. Penatalaksanaan TENS a) Persiapan alat Sebelum digunakan pastikan alat sudah dalam keadaan baik. Semua tombol dalam keadaan nol, menggunakan dua elektrode dan pet juga dalam keadaan basah (Parjoto 2003).

b) Persiapan pasien Sebelum dilakukan terapi, pasien diberitahu bahwa terapi ini bukan indikasi kemudian dijelaskan tujuan dari terapi ini. Jelaskan pula rasa yang akan ditimbulkan oleh alat ini. Dapat pula dijelaskan bahwa intensitas yang naik turun adalah untuk menstimulasi proses patofisiologi dari penyakitnya. Pakaian pada daerah yang akan diterapi harus dilepaskan, posisi penderita dipilih seenak mungkin agar selama terapi dapat rileks. Bersihkan kulit pasien dengan menggunakan air atau sabun (Parjoto, 2003). c) Pelaksanaan terapi 1) Terhadap alat Alat tersebut dalam keadaan siap pakai, pada saat menghubungkan unit TENS dengan pasien pastikan unit dalam keadaan mati. Penempatan kedua elektroda pada sisi medial dan lateral kedua lutut, kemudian difiksasi dengan perekat. Elektroda tidak boleh terlalu dekat antara satu dengan yang lainnya (± 1,5 inci), dan tidak boleh bersentuhan. Pengaturan gelombang yang masuk ke dalam jaringan dipengaruhi oleh intensitas, waktu dan frekuensi terapi, yang disesuaikan dengan kondisi pasien, hidupkan salah satu tombol sampai penderita merasakan adanya rangsangan. Setelah lima menit terapi berjalan periksalah penderita untuk mengetahui apa yang dia rasakan. Jika penderita tidak lagi merasakan adanya arus maka intensitas harus dinaikkan (Gersh, 1992). 2) Terhadap pasien Selama pengobatan fisioterapi harus mengontrol perasaan pasien, yang dapat bersifat subyektif. Jika selama pengobatan timbul rasa nyeri, maka dosis harus dikurangi dengan menurunkan intensitasnya. Bisa juga dengan mengurangi waktu pengobatan atau pengobatan diakhiri sebelum waktunya.

3) Penentuan dosis Dalam pelaksanaan fisioterapi dengan menggunakan modalitas TENS harus memperhatikan hal-hal antara lain stimulasi yang meliputi: modifikasi pulsa, durasi pulsa, dan frekuensi pulsa. Selain itu juga harus memperhatikan intensitas, penempatan elektroda dan lamanya terapi, yang tidak kalah penting adalah metode aplikasi. (1) Paramater Stimulasi (a) Modifikasi pulsa Pada umumnya pulsa-pulsa digolongkan menjadi monophasic, biphasic, dan polyphasic. Dalam aplikasinya yang wring digunakan adalah pulsa monophasic. Pulsa monophasic akan selalu mengakibatkan pengumpulan listrik pulsa dalam jaringan sehingga akan terjadi reaksi elektro kimia dalam jaringan yang ditandai dengan rasa panas dan nyeri apabila penggunaan intensitas dan durasi terlalu tinggi (Kuntono, 2001). Dan pada penderita osteoartritis genu sinistra ini menggunakan biphasic simetris. (b) Durasi Pulsa Durasi pulsa sebanding (20-2000) mikro detik, maka besar durasi pulsa kemampuan mendepolarisasi saraf semakin kuat tetapi apabila terlalu besar akan terasa nyeri dan mendepolarisasi jaringan otot. Pada aplikasi klinis biasanya apabila durasi besar maka intensitas kecil dan sebaliknya untuk menghindari beban muatan yang berlebihan (Kuntono, 2001). Pada kondisi osteoartritis genu sinistra ini menggunakan durasi pulsa 50 mikro detik. (c) Frekuensi PulsaFrekuensi pulsa sering dikacaukan dengan pengertian frekuensi anus listrik. Frekuensi pulsa merupakan kecepatan / pulsa rate yang terjadi pada setiap detik sepanjang durasi arus listrik yang mengalir. Frekuensi pulsa dapat berkisar (1-200) pulsa per detik. Frekuensi pulsa juga

menyebabkan tipe respon terhadap motoris dan sensoris. Frekuensi pulsa sekitar (1-15) per detik menimbulkan kontraksi dan diikuti perasaan sensibilitas ketukan ringan. Pada frekuensi pulsa tinggi > 100 pulsa per detik menimbulkan respon kontraksi tetanik dan sensibilitas getaran sehingga otot menjadi cepat lelah (Kuntono, 2001). Pada kondisi osteoartritis genu sinistra ini menggunakan frekuensi 100 Hz d) Intensitas Pulsa Intensitas sangat berpengaruh di dalam menentukan besarnya muatan listrik dalam pulsa dan puncak arus listrik yang akan berhubungan Iangsung dengan penetrasi jaringan. Semakin tinggi puncak arus listrik akan semakin dalam penetrasinya selama daya hantar listrik pada jaringan sama. Dalam pelaksanaan stimulasi elektris penggunaan intensitas dan durasi pulsa yang tinggi akan menimbulkan reaksi elektro kimia yang besar ditandai dengan warna kemerahan dan rasa nyeri pada jaringan di bawah elektroda. Dengan alasan ini maka dosis stimulasi elektris secara subyektif ditentukan dengan kata toleransi pasien. Pada penderita osteoartritis genu sinistra ini intensitas pulsa yang diberikan adalah 27 MA. e) Penempatan elektrode Pada kasus osteoartritis lutut kiri ini adalah metode lokal dengan pemasangan elektrode pada sisi medial dan lateral kedua lutut. f) Lamanya terapi Lamanya terapi dengan modalitas TENS pada kasus osteoartritis genu sinistra berkisar 15 menit. g) Evaluasi sesaat setelah terapi 1) Terhadap pasien Jika terapi sudah selesai, fisioterapi memeriksa reaksi umum yang

ditemukan dan efek terapeutik yang dikehendaki. Kadang-kadang timbul respon fisiologis yang diupayakan sehingga upaya intervensi terhadap keluhan nyeri memberikan hasil yang optimal (Kuntono, 2001). Pada pasien setelah terapi tidak didapatkan reaksi elektro kimiawi di kulit yang berada di bawah elektroda berupa warna kemerah-merahan dan adanya penurunan nyeri pada lutut kiri. 2) Terhadap alat Setelah selesai semua diposisikan nol, pet dilepas dari kabel dan mesin harus dimatikan. Pelaksanaan TENS (Kuntono. 2001 a. Resisted active movement Adalah suatu bentuk latihan gerak dimana dalam melakukan gerakan diberikan tahanan dari terapis. Latihan ini dilakukan dengan posisi tidur tengkurap, posisi terapis disamping pasien memfiksasi. Tangan kiri terapis pada lutut atas dan tangan kanan pada pergelangan kaki. Terapis memberikan tahanan minimal dan pasien disuruh menggerakkan atau melawan gerakan tadi ke arah fleksi. Dilakukan secara bergantian kanan dan kiri 8 x 2 hitungan (Rodiah dan Priatna, 1997).

3. Terapi Latihan b. Resisted active movement Adalah suatu bentuk latihan gerak dimana dalam melakukan gerakan diberikan tahanan dari terapis. Latihan ini dilakukan dengan posisi tidur tengkurap, posisi terapis disamping pasien memfiksasi. Tangan kiri terapis pada lutut atas dan tangan kanan pada pergelangan kaki. Terapis memberikan tahanan minimal dan pasien disuruh menggerakkan atau melawan gerakan tadi ke arah fleksi. Dilakukan secara bergantian kanan dan kiri 8 x 2 hitungan (Rodiah dan Priatna, 1997) Gambar 4.9 Latihan Resisted Active Movement (Rodiah dan Priatna, 1997) Keterangan: 1 Pasien menggerakkan tungkai bawah ke arah fleksi dan ekstensi bergantian 2 Terapis memberikan tahanan yang berlawanan dengan arah gerakan pasien b. Terapi latihan dengan teknik Hold Relax a) Persiapan pasien Posisi pasien sewaktu latihan berbaring tengkurap di bed dengan posisi lutut kiri fleksi hingga 105 (batas nyeri) dan lutut kanan dalam posisi ekstensi. b) Pelaksanaan latihan 1) Prosedur latihan

Gerakan lutut kiri kearah fleksi hingga 105 atau sampai batas nyeri. Pada posisi tersebut beri tahanan pada daerah pergelangan kaki bagian belakang dan fiksasi pada femur bagian distal, lalu pasien di minta untuk meluruskan lututnya (ekstensi), dengan melawan tahanan dari terapis tanpa menimbulkan gerakan. Tahanan di berikan selama 5 detik. Besarnya tahanan disesuaikan dengan toleransi atau kekuatan kontraksi pasien. hemudian pasien diminta untuk rileks pada lutut kirinya, dan terapis menggerakkan lutut kiri pasien kearah fleksi secara perlahan-lahan untuk menambah LGS fleksi lutut. Dilakukan selama 3 kali pengulangan. 2) Waktu latihan Pada kondisi ini, pasien mampu berlatih selama 5 menit. 3) Frekuensi latihan Dilakukan oleh pasien selama 6 kali terapi. Keterangan: Gambar 4.10 Terapi latihan dengan metode Hold Relax (Rodiah 1997). I Gerakan sampai batas nyeri II Isometrik III Relaksasi IV Gerakan pasif untuk penambahan LGS c. Edukasi (1) Dianjurkan kepada pasien untuk membatasi mobilisasi (aktivitas) yang melibatkan pembebanan sendi lutut yang berlebihan seperti naik turun tangga, jalan

jauh, jongkok berdiri, (2) Dianjurkan kepada pasien untuk tetap menggunakan brace(knee decker) pada sendi lutut. Namun dianjurkan pula kepada pasien untuk mengganti brace (knee decker) dengan dynamic decker, (3) Dianjurkan kepada pasien agar rajin berolahraga untuk ketahanan tubuh yang tidak melibatkan pembebanan pada lutut seperti static bicycle dan renang, (4) Selalu kontrol ke dokter. d. Tindak Lanjut dan Evaluasi 1. Tindak Lanjut Setelah diadakan terapi pertama kali dan dievaluasi sesaat, selanjutnya bisa dipikirkan mengenai terapi selanjutnya apakah terapi yang pertama dapat dilanjutkan, diberhentikan atau mungkin perlu dilakukan modifikasi terapi selanjutnya.tindak lanjut dilakukan dengan cara mengamati apakah terapi pertama yang dilakukan menunj ukkan adanya perubahan atau tidak, dan selanjutnya perlu ditekankan dalam pemberian edukasi pada penderita osteoartritis lutut kiri agar dapat mendukung program dan keberhasilan terapi itu sendiri. 2. Evaluasi Evaluasi dilakukan 2 tahap, yakni evaluasi sesaat dan evaluasi terapi. Evaluasi yang dilakukan untuk kondisi osteoartritis lutut kiri ini hanya merupakan komponen yang menjadi pembahasan kasus pada karya tulis ilmiah ini, yaitu: 1) nyeri dengan skala VDS. 2) Luas gerak sendi dengan goniometer. 3) kekuatan otot dengan MMT, 3. Pemeriksaan spesifik untuk FTB Tanggal 13 Januari 2010 a. Pemeriksaan nyeri dilakukan dengan VDS (Vebal Discriptiv Scale) Nyeri Nilai Keterangan

Nyeri diam 1 Saat posisi berbaring Nyeri gerak 4 Saat posisi jongkok berdiri Nyeri tekan 3 Pada medial knee b. Pemeriksaan LGS (Lingkup Gerak Sendi) lutut kiri dengan Goneometer Lutut kiri scat pasif Lutut kiri saat aktif : S = 0 o 0 110 o : S = 0 o 0 105 o c. Pemeriksaan kekuataan otot dengan MMT (Manual Muscle Testing) Hasil dari MMT untuk: * Otot fleksor knee nilai 4 * Otot ekstensor knee nilai 4 d. Tes stabilitas sendi lutut kiri Laci sorong (-) Valgus (-) Varus (-) Gravity sign (-) Hipereskstensi (-) e. Skala Jette a. Berdiri dari posisi duduk 1. Nyeri 4 2. Kesulitan 4 3. Ketergantunsan 2 b. Berjalan 15 meter 1. Nyeri 4 2. Kesulitan 3 3. Ketergantungan 1

c. Naik turun tanva 1. Nyeri 3 2. Kesulitan 3 3. Ketergantungan 1 B. Interpretasi data dan diagnosis fisioterapi 1. Permasalahan kapasitas fisik ( Impairment ) a. Adanya nyeri pada lutut kiri b. Adanya keterbatasan luas gerak sendi (LGS) pada lutut kiri Adanya penurunan kekuatan otot fleksor dan ekstensor pada lutut kiri c. Adanya spasme otot quadriceps pada lutut kiri 2. Permasalahan kemampuan fungsional a. Gangguan aktivitas jongkok berdiri dan berjalan jauh b. Gangguan aktivitas naik turun tangga c. Gangguan aktivitas sholat saat sujud dan duduk diantara dua sujud 3. Disability Pasien tidak mampu untuk melakukan aktivitas sosial dimasyarakat, misalnya kerja bakti. 4. Program / Rencana Fisioterapi a. Tujuan (1) Jangka pendek a. Mengurangi nyeri pada lutut kiri b. Mengurangi spasme otot quadriceps pada lutut kiri Meningkatkan kekuatan otot fleksor dan ekstensor pada lutut kiri c. Meningkatkan LGS lutut kiri (2) Jangka panjang Meningkatkan ADL

b. Tindakan fisioterapi (1) Teknologi fisioterapi (a) Teknologi altematif - MWD - IR - TENS (b) Teknologi Terpilih - IR - TENS - TL (c) Teknologi yang dilaksanakan - IR - TENS - TL (2) Edukasi a) Dianjurkan kepada pasien untuk membatasi mobilisasi (aktifitas) yang melibatkan pembebanan sendi lutut yang berlebihan seperti naik turun tangga, jalan jauh, jongkok berdiri, b) Dianjurkan kepada pasien untuk tetap menggunakan brace (knee decker) pada sendi lutut. Namun dianjurkan pula kepada pasien untuk mengganti brace (knee decker) dengan dynamic decker, c) Dianjurkan kepada pasien agar rajin berolahraga untuk ketahanan tubuh yang tidak melibatkan pembebanan pada lutut seperti static bicycle dan renang, d) Dianjurkan kepada pasien untuk melakukan gerakan gerakan seperti yang ada pada lembaran kertas yang diberikan oleh terapis selama 2 kali sehari e) Selalu kontrol ke dokter.

c. Rencana evaluasi Evaluasi nyeri dengan skala VDS, LGS dengan geneometer, kekuatan otot dengan MMT, Spasme dengan Palpasi dan aktifitas fungsional dengan skala Jette. 4. Pelaksanaan fisioterapi Tanggal 13 Januari dan 14 Januari 2010 a. IR (Infra Red) Posisi pasien : tidur terlentang lutut yang nyeri di sanggah bantal. Jarak lampu Besar watt : 45 menit : 150 watt b. TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) Metode : lokal, electrode pada medial dan lateral lutut kiri. Posisi pasien : berbaring terlentang dengan lutut kiri disangga bantal Phase durasi Frekuensi : 50 Ms Bi-Symetris : 100 Hz Burst : - Frekuensi modulasi : 10 Hz Modulasi program : 6/6 Random modulasi : yes CC/CV Treatment time Intensitas : CC : 1 5 menu : 27 ma* * toleransi pasien

c. Terapi latihan a. Resisted active movement Adalah suatu bentuk Latihan gerak dimana dalam melakukan gerakan ditberikan tahanan dari terapis. Latihan ini dilakukan dengan posisi tidur tengkurap. posisi terapis disamping pasien memfiksasi. Tangan kiri terapis pada lutut alas dan tangan kanan pada pergelangan kaki. Terapis memberikan tahanan minimal dan pasien disuruh menggerakkan atau melawan gerakan tadi ke arah fleksi. Dilakukan secara bergantian kanan dan kiri 8 x 2 hitungan. b. Hold rileks Posisi pasien sewaktu Latihan adalah berbaring tengkurap di bed dengan posisi fleksi hingga 105 o (batas nyeri) dan lutut kanan dalam posisi ekstensi. Lalu perintahkan pasien untuk menggerakkan lutut (fleksi) hingga 105" atau sampai batas nyeri. Pada posisi tersebut beri tahanan pada daerah pergelangan kaki bagian belakang dan fiksasi pada femur bagian distal. Lalu pasien diminta untuk meluruskan lututnya (ekstensi) dengan melawan tahanan dari terapis tanpa menimbulkan gerakan, tahanan diberikan selama 5 detik, besarnya tahanan disesuaikan dengan kontraksi pasien, kemudian pasien rileks lalu terapis menggerakkan lutut kiri pasien ke arah fleksi secara perlahan-lahan untuk menambah LGS lutut kiri. Dilakukan sebanvak 3 kali penaulangan. 1) Terapi 1 (12 Januari 2010 a. IR b. TENS, untuk intensitasnya 27 MA (toleransi pasien) c. Terapi latihan 1. Resisted active movement 2. Hold rileks d. Metode dan pelaksanaan sama dan sudah terlampir di atas.

2) Terapi 2 (Januari 2010) a. IR b. TENS, untuk intensitasnya 30 MA (toleransi pasien) c. Terapi latihan: 1. Resisted active movement 2. Hold rileks d. Metode dan pelaksanaan sama dan sudah terlampir di atas. 3) Terapi 3 ( Januari 2010 a. IR b. TENS untuk intensitasnva 30 MA (toleransi pasien) c. Terapi latihan: 1. Resisted active movement 2. Hold rileks d. Metode dan pelaksanaan sama dan sudah terlampir di atas. 4) Terapi 4 ( Januari 2010) a. IR b. TENS, untuk intensitasnya 30 MA (toleransi pasien) c. Terapi latihan: 1. Resisted active movement 2. Hold rileks d. Metode dan pelaksanaan sama dan sudah terlampir di atas. 5) Terapi 5 ( Januari 2010) a. IR b. TENS, untuk intensitasnya 32 MA (toleransi pasien) c. Terapi latihan: 1. Resisted active movement

2. Hold rileks d. Metode dan pelaksanaan lama dan sudah terlampir di atas. 6) Terapi 6 Januari a. IR b. TENS, untuk intensitasnya 32 MA (toleransi pasien) c. Terapi latihan: 1. Resisted active movement 2. Hold rileks d. Metode dan pelaksanaan sama dan sudah terlampir di atas. 5. Prognosis Untuk prognose pada pasien Ny. Sriharyani pada kondisi osteoartritis genu sinistra adalah: (a) Quo ad vitam (b) Quo ad sanam (c) Quo ad cosmeticam (d) Qua ad fungsional = baik = baik = dubia at bonam = dubia at bonam 6. Hasil Akhir Terapi Pasien yang bernama Ny. Sriharyani dengan kondisi osteoartritis genu sinistra. setelah mendapatkan penanganan fisioterapi sebanyak 6 kali dengan menggunakan IR, TENS, dan Terapi latihan maka didapat hasil dimana adanya penurunan rasa nyeri, penunman spasme, peningkatan luas gerak sendi, kekuatan otot tetap sama.