VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu

dokumen-dokumen yang mirip
V. EVALUASI MODEL. BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model.

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat

Diterima 3 Januari 2012, disetujui 7 Juni 2012 ABSTRACT. Keywords: Macroeconomic policy, external factor, natural forest, degradation, deforestation

1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada hambatan. Hal tersebut memberi kemudahan bagi berbagai negara untuk

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang. dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Nominal perbandingan antara mata uang asing dengan mata uang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal 2.2 Harga Minyak Mentah Dunia

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

SEBUAH TEORI MAKROEKONOMI PEREKONOMIAN TERBUKA

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT

SURVEI PERSEPSI PASAR. Triwulan IV

Bab 5 PEREKONOMIAN TERBUKA

SURVEI PERSEPSI PASAR

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

Kondisi Perekonomian Indonesia

BAB V PENUTUP. a. Korelasi (hubungan) antar variabel independen : signifikansi sebesar < Artinya setiap kenaikan inflasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

III. KERANGKA PEMIKIRAN. deforestasi dan degradasi hutan. Model yang dibangun diharapkan dapat menjelaskan

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

Kondisi Paritas Internasional

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

Pengaruh Pasar Terhadap Industri Kehutanan Nasional

Keseimbangan Ekonomi Empat Sektor. Oleh: Ruly Wiliandri, SE., MM

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

VII. SIMPULAN DAN SARAN

Perkiraan Kondisi Ekonomi Makro Triwulan IV Perkiraan Tw. I Perkiraan Kondisi Ekonomi Realisasi

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Permintaan uang mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

Analisis Perkembangan Industri

I. PENDAHULUAN. Literatur terbaru meneliti hubungan antara guncangan minyak dan output

Transkripsi:

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL 6.1. Dampak Kebijakan Makroekonomi Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu penawaran uang, dan kebijakan fiskal, yaitu pengeluaran pemerintah. Dampak penawaran uang dan pengeluaran pemerintah disajikan pada Gambar 28. Gambar 28 menunjukkan peningkatan penawaran uang akan menurunkan suku bunga, sebaliknya peningkatan pengeluaran pemerintah meningkatkan melalui produk domestik bruto dan tingkat harga umum (indeks harga). Perubahan suku bunga selanjutnya mempengaruhi perekonomian, deforestasi dan degradasi hutan. Hasil simulasi dampaknya disajikan untuk masing-masing blok, yang terdiri dari: (1) blok makroekonomi, (2) blok deforestasi, dan (3) blok degradasi hutan. Penawaran Uang ( - ) Suku Bunga Nominal Indeks Harga Penerimaan Pajak ( - ) Suku Bunga ( - ) Riel ( - ) ( - ) Rp/USD Pengeluaran Pemerintah Investasi Konsumsi Ekspor Bersih ( - ) Produk Domestik Bruto Gambar 28. Diagram Dampak Kebijakan Makroekonomi terhadap Perekonomian

110 6.1.1. Blok Makroekonomi Hasil simulasi skenario dampak perubahan kebijakan makroekonomi disajikan pada Tabel 16. Dari Tabel 16 diketahui bahwa secara empiris model memprediksi kenaikan penawaran uang (MS) sebesar 23.12% menurunkan suku bunga nominal (r) sebesar 10.47% 32, suku bunga riil (R) 53.637%, dan paritas suku bunga (UIP=R-R US ), 251.76%. Model memprediksi penurunan R menyebabkan nilai tukar (e) meningkat (terdepresiasi) sebesar 20.30%. Simulasi model menunjukkan bahwa hasil akhir peningkatan penawaran uang sebesar 23.12% adalah meningkatkan penerimaan pajak (T), pengeluaran pemerintah (G) dan investasi (I) berturut-turut sebesar 3.57%, 2.63% dan 2.63%, serta ekspor bersih (NX) 33, konsumsi ( C) dan produk domestik bruto (PDB) berturut-turut 45.16%, 0.28% dan 2.29%. Peningkatan PDB sebesar 2.29% menyebabkan permintaan tenaga kerja meningkat 0.51%, indeks harga meningkat 0,61%, dan jumlah pengangguran menurun 8.16%. Sebaliknya sesuai teori peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 17.56% menaikkan suku bunga nominal (r ) sebesar 3.03%, suku bunga riel (R) 15.53%, dan paritas suku bunga (UIP), 72.92%. Peningkatan R menyebabkan nilai tukar Rupiah (e) menurun (terapresiasi) sebesar 0.60%. Hasil akhir peningkatan pengeluaran pemerintah 17.56% adalah meningkatkan T dan I berturut-turut sebesar 2.01% dan 1.0%, dan sebaliknya menurunkan NX dan C berturut-turut sebesar 10.89% dan 0.08%. Nilai PDB meningkat 1.39%, yang menyebabkan permintaan tenaga kerja meningkat 0.36%, indeks harga meningkat 0.37%, dan jumlah pengangguran menurun 5.74%. 32 Jika output riel tetap, ekspansi moneter jangka pendek menurunkan suku bunga dan nilai tukar overshoot depresiasi jangka panjangnya, sebaliknya jika output riel merespon permintaan agregat, perubahan suku bunga dan nilai tukar akan tertekan (Dornbusch,1976). Namun depresiasi mata uang tidak selalu menyebabkan ekspansi output (Amato et al, 2005). 33 Penurunan suku bunga mendepresiasi nilai tukar. Baek et al (2006) menunjukkan tidak terdapat bukti yang kuat berlakunya teori kurva J dari perdagangan produk pertanian Amerika Serikat dengan Jepang, Kanada dan Meksiko tapi terdapat bukti yang kuat dari perdagangan produk nonpertanian dengan negara maju (Jepang dan Kanada) dan dari perdagangan dengan negara berkembang (Meksiko). Rey (2006) menunjukkan hasil yang berbeda mengenai pengaruh volatilitas nilai tukar terhadap ekspor: empat negara (Algeria, Egypt, Tunisia, and Turkey) berhubungan negatif dan dua negara (Israel and Morocco) berhubungan positif. Mckenzie (1998) menyatakan dampak volatilitas nilai tukar berbeda antar sektor barang yang diperdagangkan. Kasus ekspor hasil hutan Amerika Serikat menunjukkan kebijakan mata uang yang stabil dalam jangka panjang mempromosikan ekspor hasil hutan meskipun dalam jangka pendek beberapa hasil hutan memperoleh manfaat dari volatilitas nilai tukar jangka pendek (Sun dan Zhang, 2003). Klein dan Shambaugh (2006) menunjukkan pengaruh signifikan nilai tukar tetap dalam perdagangan bilateral antara a base country dan a pegging country. Dengan kata lain, bukti empiris menunjukkan nilai tukar mempengaruhi ekspor, yang berarti juga ekspor bersih. Penelitian ini menunjukkan ekspor bersih juga dipengaruhi oleh PDB dan harga minyak mentah.

Tabel 16. Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi terhadap Perekonomian Blok Makroekonomi Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi No. Peubah Endogen Nilai Dasar MS G Naik Naik 23.12% 17.96% (%) (%) 1 Suku Bunga Nominal (%) 14.0-10.47 3.03 2 Suku Bunga Riil ( %) 2.7-53.63 15.53 3 Paritas Suku Bunga ( %) 0.6-251.76 72.92 4 Nilai Tukar (Rp/USD) 6720.1 20.30-0.60 5 Penerimaan Pajak (Rp miliar) 129024.0 3.57 2.01 6 Pengeluaran Pemerintah (Rp miliar) 98336.6 2.63 17.96 7 Investasi Swasta (Rp miliar) 330995.0 2.63 1.00 8 Ekspor Bersih (Rp miliar) 31354.4 45.16-10.89 9 Konsumsi Rumah Tangga (Rp miliar) 740155.0 0.28-0.08 10 PDB ( Rp miliar) 1200841.0 2.29 1.39 11 Indeks Harga Konsumen 75.2 0.61 0.37 12 Permintaan Tenaga Kerja ( juta jiwa) 82.3 0.51 0.36 13 Jumlah Pengangguran (juta jiwa) 5.2-8.16-5.74 Keterangan: MS = Penawaran Uang ; G = Pengeluaran Pemerintah ; PDB = Produk Domestik Bruto 111 6.1.2. Blok Deforestasi Dampak peningkatan penawaran uang (23.12%) dan pengeluaran pemerintah (17.96%) mempengaruhi deforestasi untuk areal HTI, sawit, karet dan padi. Pengaruh keduanya dapat melalui saluran suku bunga dan saluran nilai tukar. Saluran suku bunga dapat mempengaruhi secara langsung sebagai harga input kapital, sedangkan pengaruh nilai tukar secara tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap harga input dan output tradable. Dalam penelitian ini, pengaruh nilai tukar dianalisis hanya dalam kaitannya dengan suku bunga 34 dan peubah makroekonomi yang lain. 34 Menurut Frankel (1986), penurunan penawaran uang nominal adalah penurunan penawaran uang riel jangka pendek, yang menyebabkan kenaikan suku bunga riel sehingga menurunkan harga riel komoditas, dan hasil penelitian Reziti (2005) menunjukan variabilitas harga produk pertanian berkaitan dengan fluktuasi produk domestik bruto (PDB) riel. Penelitian ini menganalisis pengaruh langsung perubahan suku bunga riel terhadap penawaran dan permintaan komoditas serta pengaruh

112 Dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa peningkatan penawaran uang sebesar 23.12% menurunkan suku bunga riel sebesar 53.63%. Sedangkan peningkatan pengeluaran pemerintah 17.96% meningkatkan suku bunga riel sebesar 15.53%. Bagaimana dampaknya terhadap tingkat deforestasi untuk areal HTI, sawit, karet dan padi disajikan pada Tabel 17. Dari Tabel 17 diketahui bahwa secara keseluruhan dampak penurunan suku bunga menyebabkan total deforestasi (untuk areal HTI, sawit, karet dan padi) meningkat sebesar 9.08%, terutama untuk areal karet (35.70%) dan padi (35.54%), sedangkan untuk areal HTI dan sawit menurun. Tingkat deforestasi untuk areal HTI dan sawit berturut-turut menurun sebesar 0.03 % dan 1.83%. Dari model diketahui bahwa penurunan tingkat deforestasi untuk areal HTI dan sawit menunjukkan pengaruh penurunan suku bunga lebih lemah dibanding pengaruh kenaikan harga input kayu HTI untuk kasus areal HTI, dan harga buah sawit untuk kasus areal sawit. Dalam model, kayu HTI diperlakukan sebagai input produksi pulp, dan buah sawit sebagai input produksi minyak sawit. Penurunan suku bunga menyebabkan harga kayu HTI dan sawit meningkat berturut-turut sebesar 0.17% dan 1.39%. Karena pengaruh penurunan suku bunga terhadap deforestasi areal HTI dan sawit lebih lemah dibanding pengaruh kenaikan harga input kayu HTI dan sawit, sebagai konsekuensinya tingkat deforestasi keduanya menurun. Sebaliknya dari Tabel 17 diketahui bahwa kenaikan suku bunga (15.53%) sebagai dampak peningkatan pengeluaran pemerintah (17.96%) menurunkan secara keseluruhan tingkat deforestasi untuk areal HTI, sawit, karet dan padi sebesar 3.27%. Tingkat deforestasi untuk areal HTI yang menurun menunjukkan pengaruh kenaikan suku bunga lebih kuat dibanding pengaruh penurunan harga kayu HTI (0.06). Tingkat deforestasi untuk areal sawit yang menurun menunjukkan langsung PDB riel terhadap permintaan, di samping menganalisis pengaruh langsung suku bunga terhadap tingkat deforestasi. Pengaruh suku bunga terhadap harga komoditas bergantung pada respon permintaan dan penawaran, sedangkan pengaruh PDB cenderung secara positif terhadap harga komoditas.

penurunannya lebih disebabkan oleh kenaikan suku bunga, dan harga buah sawit yang meningkat (0.33%). Sedangkan penurunan tingkat deforestasi untuk areal karet lebih disebabkan oleh pengaruh kenaikan suku bunga, karena harganya meningkat (0.34%). Tingkat deforestasi padi lebih disebabkan oleh kenaikan suku bunga dan penurunan harganya (0.40%). Tabel 17. Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi terhadap Deforestasi Blok Deforestasi Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi MS G No. Peubah Endogen Nilai Dasar Naik 23.1% Naik 18.0% 113 A Deforestasi untuk Areal HTI (%) (%) 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) 291.3-0.03-0.17 2 Penawaran Kayu HTI (ribu m3) 3972.5 5.79-1.64 3 Permintaan Kayu HTI (ribu m3) 3972.5 5.79-1.64 4 Harga Kayu HTI (Rp ribu /m3) 345.4 0.17-0.06 B Deforestasi untuk Areal Sawit 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) 257.3-1.83-0.04 2 Penawaran Buah Sawit (ribu ton) 29153.6 8.16 1.95 3 Permintaan Buah Sawit (ribu ton) 29153.6 8.16 1.95 4 Harga Buah Sawit (Rp/kg) 330.3 1.39 0.33 C Deforestasi untuk Areal Karet 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) 38.6 35.70-10.29 2 Penawaran Karet (ribu ton) 1606.3 3.11-0.67 3 Permintaan Karet DN (ribu ton) 205.1 23.60-5.07 4 Penawaran Ekspor Karet (ribu ton) 1401.2 0.11-0.03 5 Harga Karet Dalam Negeri (Rp/kg) 7098.9-1.58 0.34 D Deforestasi untuk Areal Padi 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) 167.4 35.54-12.01 2 Penawaran GKG (ribu ton) 48295.8 0.96 0.42 3 Permintaan GKG (ribu ton) 48295.8 0.96 0.42 4 Harga GKG (Rp/kg) 1339.3-0.91-0.40 E Total Deforestasi (ribu ha) 754.6 9.08-3.27 Keterangan: MS = Penawaran Uang ; G = Pengeluaran Pemerintah ; DN = Dalam Negeri; GKG = Gabah Kering Giling

114 6.1.3. Blok Degradasi Hutan Degradasi hutan alam areal HPH disebabkan oleh prasyarat dan prinsip pengelolaan hutan secara berkelanjutan tidak dipraktekkan di lapangan. Prasyarat yang dimaksudkan yaitu kejelasan property rights atas hutan yang dikelola, dan penegakan hukum atas property rights. Prasyarat yang lainnya yaitu harga kayu hutan alam tidak terdistorsi, dalam pengertian mencerminkan harga keekonomian kayu. Sedangkan prinsip yang dimaksudkan adalah bagaimana pengelolaan dilakukan sehingga ekosistem hutan tidak terdegradasi sempurna, misalnya menerapkan reduce impact logging dalam penebangan. Biaya yang dikeluarkan untuk mempraktekkan prasyarat dan prinsip pengelolaan tersebut umumnya diabaikan salah satunya karena suku bunga yang relatif tinggi 35. Penurunan suku bunga dihipotesiskan akan menurunkan degradasi hutan areal HPH. Tabel 18 menyajikan skenario dampak perubahan kebijakan makroekonomi terhadap degradasi hutan alam areal HPH. Dari Tabel 18 diketahui bahwa penurunan suku bunga riel dapat menurunkan degradasi. Model memprediksi penurunan suku bunga riel sebesar 53.637% dapat menurunkan tingkat deforestasi areal HPH sebesar 109.73% (dari rataan per tahun berkurang 801.0 ribu ha menjadi rataan per tahun bertambah 77.9 ribu ha). Di sisi lain, penurunan suku bunga akan menaikkan penawaran kayu ilegal sebesar 2.71%, dan kayu legal 2.10%. Permintaan kayu oleh industri kayu gergajian meningkat sebesar 102.57%, dan industri kayu lapis 7.93%. Model memprediksi kenaikan penawaran kayu (legal dan ilegal) menyebabkan harga kayu hutan alam menurun sebesar 2.84%. Sebaliknya dari Tabel 18 diketahui bahwa model memprediksi dampak peningkatan pengeluaran pemerintah (17.96%) yang menyebabkan kenaikan suku 35 Aspek kelembagaan dapat juga berpengaruh namun dalam penelitian ini diasumsikan eksogen. Mendelsohn (1994): poorlydefined property rights menjadi pendorong terjadinya deforestrasi; umumnya dimulai dari degradasi hutan sebelum deforestasi terjadi. Pelaksanaan otonomi daerah mendorong perambahan hutan yang menyebabkan deforestrasi (Prasetyo et.al, 2008). Harga nonrenewable resources dapat tidak meningkat jika terdapat inovasi teknologi di sisi permintaan dan penawaran yang dapat mengkompensasi pengaruh stok (Lin dan Wagner, 2007). Tidak terdapat hubungan jangka panjang antara harga kayu dan stok (Huhtala et al, 2000). Renewable resources memiliki peran terbatas dalam model-model pertumbuhan ekonomi (Brown, 2000). Dengan kata lain, biaya untuk pemanfaatan sumberdaya alam cenderung tertekan.

115 bunga sebesar 15.53% dapat menaikkan tingkat degradasi hutan areal HPH sebesar 31.74% (dari rataan per tahun berkurang 801.0 ribu ha meningkat menjadi 1055.20 ribu ha). Di lain pihak, kenaikan suku bunga menurunkan penawaran kayu ilegal sebesar 0.77%, dan kayu legal 0.58%. Sedangkan permintaan kayu oleh industri kayu gergajian menurun sebesar 2.80%, dan industri kayu lapis 1.15%. Model memprediksi penurunan penawaran kayu (legal dan ilegal) menyebabkan harga kayu hutan alam meningkat sebesar 0.78%. Tabel 18. Sekenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi terhadap Degradasi Hutan Blok Degradasi Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi No. Peubah Endogen Nilai Dasar MS G Naik Naik 23.12% 17.96% (%) (%) 1 Degradasi HA Areal Alam HPH( ribu ha) -801.0-109.73 31.74 2 Penawaran Kayu Ilegal (ribu m3) 10601.2 2.71-0.77 3 Penawaran Kayu HA (ribu m3) 15488.9 2.10-0.58 4 Permintaan Kayu HA oleh IKG (ribu m3) 10040.6 12.57-2.80 5 Permintaan Kayu HA oleh IKL (ribu m3) 14677.0 7.93-1.15 6 Harga Kayu Hutan Alam (Rp/m3) 698428.0-2.84 0.78 Keterangan: MS = Penawaran Uang ; G = Pengeluaran Pemerintah; HA=Hutan Alam ; IKG = Industri Kayu Gergajian; IKL = Industri Kayu Lapis. 6.2. Dampak Faktor Eksternal Faktor eksternal yang dianalisis adalah harga minyak mentah dunia, dan suku bunga rujukan Amerika Serikat. Dampak faktor eksternal terhadap perekonomian disajikan pada Gambar 29. Gambar 29 menunjukkan peningkatan harga minyak mentah dunia akan menaikkan pengeluaran pemerintah, dan pengeluaran pemerintah selanjutnya mempengaruhi produk domestik bruto (PDB). Selain mempengaruhi pengeluaran pemerintah, harga minyak mentah dunia juga

116 mempengaruhi ekspor bersih. Sedangkan suku bunga Amerika Serikat mempengaruhi perekonomian melalui paritas suku bunga (UIP) 36. Pariras suku bunga selanjutnya mempengaruhi nilai tukar, dan nilai tukar mempengaruhi ekspor bersih, yang akhirnya mempengaruhi PDB. Hasil simulasi dampaknya disajikan untuk masing-masing blok, yang terdiri dari: (1) blok makroekonomi, (2) blok deforestasi, dan (3) blok degradasi hutan. Suku Bunga Amerika Serikat Suku Bunga Nominal Indeks Harga Harga Minyak Dunia Pengeluaran Pemerintah Suku Bunga Riel ( - ) Paritas Suku Bunga Produk Domestik Bruto ( - ) ( - ) Ekspor Bersih ( - ) Rp/USD Gambar 29. Diagram Dampak Faktor Eksternal terhadap Perekonomian 6.2.1. Blok Makroekonomi Simulasi terhadap harga minyak mentah dunia (oil P ) dilakukan untuk menganalisis dampak kenaikan harganya rataan per tahun (1980-2008) sebesar 7.0%, dan rataan lompatan kenaikan harganya sebesar 200% (tahun 1970-an, 233.3%; 1980an, 166.7%, dan 2000an, 200%. Sedangkan simulasi terhadap suku bunga rujukan Amerika Serikat (R US ) dilakukan untuk menganalisis dampak 36 Koefisien dugaan UIP sering di bawah -3 (Andrews et al, 2004 dalam Amato et al (2005), dan penelitian ini adalah -1.33. Bukti empiris menunjukkan kontraksi moneter menyebabkan apresiasi, peningkatan risk premium menyebabkan depresiasi nilai riel (Amato et al, 2005). Selaras Amato et al, penelitian ini menunjukkan ekspansi moneter menyebabkan depresiasi.

117 kenaikannya sebesar 1%, dan kenaikannya berdasarkan rataan per tahun periode 1980-2008 sebesar 5.0%. Dampak kenaikan harga minyak dan suku bunga Amerika Serikat secara berurutan disajikan pada Tabel 19 dan Tabel 20. Dari Tabel 19 diketahui bahwa model memprediksi kenaikan oil P sesuai dengan hipotesis akan menaikan pengeluaran pemerintah dan menurunkan ekspor bersih. Dengan kenaikan oil P sebesar 7%, pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 0.80%, dan ekspor bersih menurun sebesar 2.63%. Sedangkan lompatan kenaikan harga minyak sebesar 200%, model memprediksi pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 22.99%, dan ekspor bersih menurun sebesar 75.30%. Dampak kenaikan oil P cenderung menurunkan suku bunga. Kenaikan harga minyak sebesar 7% menurunkan suku bunga riel sebesar 0.05%, dan kenaikannya sebesar 200% menurunkan 1.35%. Hal ini menunjukkan bahwa net effect antara kenaikan pengeluaran pemerintah dan penurunan ekspor bersih cenderung menurunkan PDB. Dampak kenaikan harga minyak sebesar 7% terhadap PDB belum terlihat, namun dampak lompatan kenaikan hanganya sebesar 200% menyebabkan PDB menurun sebesar 0.09%. Konsekuensinya, kenaikan harga minyak mentah dunia cenderung menimbulkan jumlah pengangguran bertambah. Dari Tabel 19 diketahui bahwa model memprediksi kenaikan harga minyak sebesar 7% menyebabkan jumlah pengangguran bertambah sebesar 0.05%, dan kenaikannya sebesar 200% menyebabkan jumlah pengangguran bertambah sebesar 1.51%. Sedangkan dari Tabel 20 diketahui bahwa model memprediksi kenaikan suku bunga Amerika Serikat menurunkan paritas suku bunga, dan konsekuensinya nilai tukar Rupiah meningkat (terdepresiasi). Kenaikannya sebesar 1% menyebabkan nilai tukar Rupiah terdepresiasi sebesar 0.16%, dan kenaikannya sebesar 5%

118 menyebabkan nilai tukar Rupiah terdepresiasi sebesar 0.78%. Depresiasi nilai tukar rupiah tersebut menyebabkan ekspor bersih meningkat berturut-turut sebesar 0.23% dan 1.15%. Suku bunga riel dalam negeri meningkat sebesar 0.09% jika suku bunga Amerikat Serikat meningkat 1%, dan meningkat 0.47% jika suku bunga Amerikat Serikat meningkat 5%. Model memprediksi hasil akhir kenaikan suku bunga Amerika Serikat adalah penerimaan pajak, pengeluaran pemerintah, investasi, dan PDB meningkat. Kenaikan suku bunga rujukan Amerika Serikat sebesar 1% menyebabkan penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah meningkat sekitar 0.01%, sedangkan investasi dan PDB juga meningkat sekitar 0.01%. Kenaikan suku bunga rujukan Amerika Serikat sebesar 5% menyebabkan penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah meningkat lebih tinggi berturut-turut sekitar 0.06% dan 0.04%, sedangkan investasi dan PDB meningkat berturut-turut sekitar 0.03% dan 0.04%. Konsumsi menurun karena pengaruh kenaikan suku bunga lebih kuat dibanding kenaikan sebagai konsekuensi asumsi pendapatan dibelanjakan yang eksogen. Indeks harga meningkat sebesar 0.002% jika kenaikan suku bunga Amerika Serikat meningkat sebesar 1%, dan jika meningkat 5%, indeks harga meningkat sebesar 0.01%. Permintaan tenaga kerja meningkat sebesar 0.002% jika kenaikan suku bunga Amerika Serikat meningkat sebesar 1%, dan jika meningkat sebesar 5%, permintaan tenaga kerja meningkat sebesar 0.01%, yang menyebabkan jumlah pengangguran berkurang berturut-turut sebesar 0.04% dan 0.18%.

Tabel 19. Skenario Dampak Perubahan Harga Minyak Mentah Dunia terhadap Perekonomian Blok Makroekonomi Skenario Dampak Perubahan Harga Minyak Dunia 119 oil P No. Peubah Endogen Nilai Dasar Naik* 7.0% Naik** 200.0% (%) (%) 1 Suku Bunga Nominal (%) 14.0-0.01-0.27 2 Suku Bunga Riil ( %) 2.7-0.05-1.36 3 Paritas Suku Bunga ( %) 0.6-0.22-6.40 4 Nilai Tukar (Rp/USD) 6720.1 1.26 35.94 5 Penerimaan Pajak (Rp miliar) 129024.0 0.00-0.13 6 Pengeluaran Pemerintah (Rp miliar) 98336.6 0.80 22.99 7 Investasi Swasta (Rp miliar) 330995.0 0.00-0.05 8 Ekspor Bersih (Rp miliar) 31354.4-2.63-75.30 9 Konsumsi Rumah Tangga (Rp miliar) 740155.0 0.00 0.01 10 PDB ( Rp miliar) 1200841.0 0.00-0.09 11 Indeks Harga Konsumen 75.2 0.00-0.03 12 Permintaan Tenaga Kerja ( juta jiwa) 82.3 0.00-0.09 13 Jumlah Pengangguran (juta jiwa) 5.2 0.05 1.51 Keterangan: * Rataan kenaikan periode 1980-2008; ** Rataan lompatan kenaikan tahun 1970- an (233.3% ; USD 3 ke USD 10 per barel), 1980an (166.7%; USD 15 ke USD 40 per barel) dan 2000an (200%; dari USD 30 ke USD 90 per barel). oil P = Harga Minyak Mentah Dunia

120 Tabel 20. Skenario Dampak Perubahan Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat terhadap Perekonomian Blok Makroekonomi Skenario Dampak Perubahan Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat No. Peubah Endogen Nilai Dasar Naik 1.0% Naik 5.0% (%) (%) 1 Suku Bunga Nominal (%) 14.0 0.019 0.092 2 Suku Bunga Riil ( %) 2.7 0.091 0.471 3 Paritas Suku Bunga ( %) 0.6-3.258-16.258 4 Nilai Tukar (Rp/USD) 6720.1 0.156 0.780 5 Penerimaan Pajak (Rp miliar) 129024.0 0.011 0.057 6 Pengeluaran Pemerintah (Rp miliar) 98336.6 0.009 0.043 7 Investasi Swasta (Rp miliar) 330995.0 0.005 0.027 8 Ekspor Bersih (Rp miliar) 31354.4 0.229 1.146 9 Konsumsi Rumah Tangga (Rp miliar) 740155.0 0.000-0.002 10 PDB ( Rp miliar) 1200841.0 0.008 0.039 11 Indeks Harga Konsumen 75.2 0.002 0.011 12 Permintaan Tenaga Kerja ( juta jiwa) 82.3 0.002 0.011 13 Jumlah Pengangguran (juta jiwa) 5.2-0.037-0.180 Keterangan: R US = Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat (Federal Fund Rate) R US 6.2.2. Blok Deforestasi Dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa kenaikan harga minyak sebesar 7.0% menurunkan suku bunga riel dalam negeri sebesar 0.05%, dan jika kenaikannya 200%, menurunkan 1.35%. Sedangkan kenaikan suku bunga Amerika Serikat sebesar 1% menaikkan suku bunga riil dalam negeri sebesar 0.09%, dan jika kenaikannya 5% menaikkan 0.47%. Bagaimana dampaknya terhadap deforestasi disajikan pada Tabel 21 dan Tabel 22. Dari Tabel 21 dan Tabel 22 dapat diketahui bahwa perubahan suku bunga riel dalam negeri karena perubahan harga minyak mentah dunia maupun suku bunga rujukan Amerika Serikat lebih berdampak terhadap tingkat deforestasi untuk

121 areal karet dan padi dibanding untuk areal HTI dan sawit. Sebagai contoh, kenaikan harga minyak sebesar 7.0% menyebabkan tingkat deforestasi untuk areal HTI dan sawit meningkat sangat kecil sehingga dapat diabaikan, sementara tingkat deforestasi untuk areal karet meningkat sebesar 0.03%, dan padi sebesar 0.06%. Lompatan kenaikan harga minyak sebesar 200% menyebabkan tingkat deforestasi untuk areal HTI dan sawit menurun berturut-turut 0.24% dan 0.08%, sementara untuk areal karet dan padi meningkat berturut-turut 0.94% dan 1.37%. Penurunan tingkat deforestasi untuk areal HTI disebabkan oleh pengaruh kenaikan harga kayu HTI (0.03%), sedangkan penurunan untuk areal sawit lebih disebabkan oleh kenaikan harga kayu HTI (persaingan lahan); sementara harga buah sawit menurun (0.03%). Peningkatan tingkat deforestasi untuk areal karet lebih disebabkan oleh pengaruh penurunan suku bunga riel; sementara harganya menurun (0.2%). Sedangkan peningkatan tingkat deforestasi untuk areal padi karena penurunan suku bunga riel dan kenaikan harganya (0.03%). Dari Tabel 22 diketahui bahwa kenaikan suku bunga riel akibat kenaikan suku bunga Amerika Serikat sebesar 1% menyebabkan tingkat deforestasi untuk areal karet dan padi menurun sekitar 0.06%, dan kenaikan suku bunga Amerika Serikat sebesar 5% berturut-turut menurunkan sebesar 0.32% dan 0.36%. Kenaikan suku bunga Amerika Serikat sebesar 1% tidak menyebabkan tingkat deforestasi untuk areal HTI dan sawit berubah, dan kenaikannya sebesar 5% hanya meningkatkan tingkat deforestasi untuk areal HTI yakni 0.03%, karena harganya tidak meningkat.

122 Tabel 21. Skenario Dampak Perubahan Harga Minyak Mentah Dunia terhadap Deforestasi Hutan Alam Blok Deforestasi Skenario Dampak Perubahan Harga Minyak Mentah Dunia oil P No. Peubah Endogen Nilai Dasar Naik* 7.0% Naik** 200.0% A Deforestasi untuk Areal HTI (%) (%) 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) 291.3 0.000-0.240 2 Penawaran Kayu HTI (ribu m3) 3972.5 0.010 0.259 3 Permintaan Kayu HTI (ribu m3) 3972.5 0.010 0.259 4 Harga Kayu HTI (Rp ribu /m3) 345.4 0.000 0.029 B Deforestasi untuk Areal Sawit 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) 257.3 0.000-0.078 2 Penawaran Buah Sawit (ribu ton) 29153.6-0.006-0.176 3 Permintaan Buah Sawit (ribu ton) 29153.6-0.006-0.176 4 Harga Buah Sawit (Rp/kg) 330.3 0.000-0.030 C Deforestasi untuk Areal Karet 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) 38.6 0.032 0.941 2 Penawaran Karet (ribu ton) 1606.3 0.019 0.411 3 Permintaan Karet DN (ribu ton) 205.1 0.146 3.072 4 Penawaran Ekspor Karet (ribu ton) 1401.2 0.000 0.021 5 Harga Karet Dalam Negeri (Rp/kg) 7098.9-0.007-0.204 D Deforestasi untuk Areal Padi 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) 167.4 0.060 1.374 2 Penawaran GKG (ribu ton) 48295.8-0.001-0.029 3 Permintaan GKG (ribu ton) 48295.8-0.001-0.029 4 Harga GKG (Rp/kg) 1339.3 0.000 0.030 E Total Deforestasi (ribu ha) 754.6 0.000 0.225 Keterangan: * dan ** periksa tabel sebelumnya; oil P = Harga Minyak Mentah Dunia ; DN = Dalam Negeri; GKG = Gabah Kering Giling

Tabel 22. Skenario Dampak Perubahan Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat terhadap Deforestasi Hutan Alam Blok Deforestasi Skenario Dampak Perubahan Suku Bunga Amerika Serikat R US No. Peubah Endogen Nilai Dasar Naik* 1.0% Naik** 5.0% 123 A Deforestasi untuk Areal HTI (%) (%) 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) 291.3 0.000 0.034 2 Penawaran Kayu HTI (ribu m3) 3972.5-0.010-0.053 3 Permintaan Kayu HTI (ribu m3) 3972.5-0.010-0.053 4 Harga Kayu HTI (Rp ribu /m3) 345.4 0.000 0.000 B Deforestasi untuk Areal Sawit 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) 257.3 0.000 0.000 2 Penawaran Buah Sawit (ribu ton) 29153.6 0.012 0.058 3 Permintaan Buah Sawit (ribu ton) 29153.6 0.012 0.058 4 Harga Buah Sawit (Rp/kg) 330.3 0.000 0.030 C Deforestasi untuk Areal Karet 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) 38.6-0.063-0.317 2 Penawaran Karet (ribu ton) 1606.3 0.000-0.019 3 Permintaan Karet DN (ribu ton) 205.1 0.000-0.146 4 Penawaran Ekspor Karet (ribu ton) 1401.2 0.000 0.000 5 Harga Karet Dalam Negeri (Rp/kg) 7098.9 0.001 0.011 D Deforestasi untuk Areal Padi 1 Tingkat Deforestasi (ribu ha) 167.4-0.060-0.358 2 Penawaran GKG (ribu ton) 48295.8 0.002 0.012 3 Permintaan GKG (ribu ton) 48295.8 0.002 0.012 4 Harga GKG (Rp/kg) 1339.3 0.000-0.015 E Total Deforestasi (ribu ha) 754.6-0.027-0.106 Keterangan: * dan ** periksa tabel sebelumnya; oil P = Harga Minyak Mentah Dunia ; DN = Dalam Negeri; GKG = Gabah Kering Giling 6.2.3. Blok Degradasi Hutan Dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa kenaikan harga minyak sebesar 7.0% menurunkan suku bunga riel sebesar 0.05%, dan jika kenaikannya 200%, menurunkan 1.36%. Sedangkan kenaikan suku bunga Amerika Serikat sebesar 1% menaikkan suku bunga riil sebesar 0.09%, dan jika kenaikannya 5%

124 menaikkan 0.47%. Bagaimana dampaknya terhadap degradasi hutan areal HPH disajikan pada Tabel 23 dan Tabel 24. Dari Tabel 23 dan Tabel 24 diketahui bahwa model memprediksi, kenaikan harga minyak mentah dunia sebesar 7.0% dan 200% menurunkan tingkat degradasi areal HPH berturut-turut sebesar 0.1 dan 2.9%, sedangkan kenaikan suku bunga Amerika Serikat sebesar 1% dan 5% menaikkan tingkat degradasi areal HPH berturut-turut sebesar 0.2% dan 1.0%. Selain suku bunga, hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa sertifikasi hutan yang diminta oleh pasar internasional mendorong perusahaan HPH menerapkan prasyarat dan prinsip pengelolaan hutan secara berkelanjutan, terutama yang terintegrasi dengan industri kayu lapis. Saat ini luas areal hutan di Indonesia (sebagian besar areal HPH) yang telah tersertifikasi dengan skema internasional mencapai 904.1 ribu ha. Tabel 23. Skenario Dampak Perubahan Harga Minyak Mentah Dunia terhadap Degradasi Hutan Alam Areal HPH Blok Degradasi Skenario Dampak Perubahan Harga Minyak Mentah Dunia oil P No. Peubah Endogen Nilai Dasar Naik 7.0% Naik 200.0% (%) (%) 1 Degradasi HA Areal Alam HPH( ribu ha) -801.0-0.100-2.896 2 Penawaran Kayu Ilegal (ribu m3) 10601.2 0.002 0.076 3 Penawaran Kayu HA (ribu m3) 15488.9 0.002 0.063 4 Permintaan Kayu HA oleh IKG (ribu m3) 10040.6 0.022 0.653 5 Permintaan Kayu HA oleh IKL (ribu m3) 14677.0 0.058 1.679 6 Harga Kayu Hutan Alam (Rp/m3) 698428.0-0.004-0.112 Keterangan: oil P =Harga Minyak Mentah Dunia; HA=Hutan Alam ; IKG = Industri Kayu Gergajian; IKL = Industri Kayu Lapis

Tabel 24. Skenario Dampak Perubahan Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat terhadap Degradasi Hutan Alam Areal HPH Blok Degradasi 125 Skenario Dampak Perubahan Suku Bunga Amerika Serikat R US No. Peubah Endogen Nilai Dasar Naik 1.0% Naik 5.0% (%) (%) 1 Degradasi HA Areal Alam HPH( ribu ha) -801.0 0.187 0.961 2 Penawaran Kayu Ilegal (ribu m3) 10601.2-0.005-0.025 3 Penawaran Kayu HA (ribu m3) 15488.9-0.004-0.019 4 Permintaan Kayu HA oleh IKG (ribu m3) 10040.6-0.019-0.093 5 Permintaan Kayu HA oleh IKL (ribu m3) 14677.0-0.007-0.037 6 Harga Kayu Hutan Alam (Rp/m3) 698428.0 0.005 0.026 Keterangan: R US =Suku Bunga Rujukan Amerika Serikat (Federal Fund Rate); HA=Hutan Alam ; IKG = Industri Kayu Gergajian; IKL = Industri Kayu Lapis