Jika menertibkan monyet sudah, ditunggu aksi Gubernur Jokowi untuk menertibkan yang haram-haram

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tudingan sumber permasalahan dalam upaya mengurangi praktek prostitusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. HIV/AIDS menjadi epidemik yang mengkhawatirkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, Masjid telah mengalami perkembangan yang pesat,

A. PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang handal guna mendukung pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah perilaku yang menyimpang dari norma, selalu menjadi bahan yang

BAB I. merupakan jenis pekerjaan yang setua umur manusia itu sendiri.

I. PENDAHULUAN. kontra dalam masyarakat. Prostitusi di sini bukanlah semata-mata merupakan

BAB IV PENUTUP. Peneliti dengan judul Jaringan prostotusi di desa gempol. kualitatif yang menjadikan para pekerja seks komersial sebagai

Globalisasi, Kemajuan atau Kemunduran Zaman??

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masalah pelacuran di Indonesia merupakan salah satu masalah sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Komersial) merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan

Indonesia sebagai salah satu peserta ICPD, melaksanakan program KRR. Faktanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV ANALISA DATA. menguntungkan. Dimanapun dan kapanpun manusia itu menjalani proses

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.

BAB VI PENUTUP. penelitian dilapangan yakni penulis menemukan bahwa praktek prostitusi memberi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.Prostitusi di Indonesia bermula sejak zaman kerajaan-kerajaan jawa yang

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

suami yang sah dan melahirkan anak-anak serta mendidik untuk menjadi generasi yang berguna.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. dengan data sekunder dari internet dan buku, diketahui bahwa persepsi. keputusan rasional yang terdiri dari enam langkah.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menyediakan tempat atau memudahkan terjadinya praktek prostitusi. Dalam

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial terdiri dari laki-laki dan perempuan yang

BAB I PENDAHULUAN. apalagi dihapuskan. Walaupun demikian, dunia pelacuran setidaknya bisa mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. Lokalisasi pekerja seks komersial atau psk juga bisa disebut rumah bordir, ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan banyak hal tentang sisi gelap kehidupan manusia, tidak hanya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN IMS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Sebagai warga Bogor, tidakkah Anda bangga acara puncak kontes Miss World digelar di kota Anda?

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

Islam memiliki tatanan sosial yang paripurna untuk menjaga seluruh lapisan masyarakat.

mereaksi dengan cara yang khas pula terhadap situasi sosial yang ada. dengan perkembangan tehnologi industrialisasi dan urbanisasi.

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak terjadi pada laki-laki yang sering berganti - ganti pasangan.

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP BAGI WANITA PENGHUNI PANTI KARYA WANITA WANITA UTAMA SURAKARTA TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDS

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKALISASI KARAOKE SUKOSARI BAWEN

PROSES PELAYANAN SOSIAL BAGI WARIA MANTAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI YAYASAN SRIKANDI SEJATI JAKARTA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. commit to user 1

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL TENTANG HIV/AIDS DI KOTA GARUT TAHUN 2008

PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 88 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah moral merupakan masalah yang menjadi perhatian orang dimana

3740 kasus AIDS. Dari jumlah kasus ini proporsi terbesar yaitu 40% kasus dialami oleh golongan usia muda yaitu tahun (Depkes RI 2006).

I. PENDAHULUAN. manusia yang dicita-citakan tersebut harus dimulai pada usia anak-anak.

Bagaimana tanggapan Anda dengan digelarnya Pekan Kondom Nasional?

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhinya kebutuhan hidup baik kebutuhan jasmani, kebutuhan rohani maupun

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARI AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB III DESKRIPSI PERDA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN MENGGUNAKAN BANGUNAN ATAU TEMPAT UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN ASUSILA DI KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. administrasi negara. Hal ini terbuktikan dengan banyaknya tuntutan dari warga negara atau

BAB 1 : PENDAHULUAN. adalah penggunaan kondom pada hubungan seks risiko tinggi dan penggunaan

BAB III PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 1999 SERTA LOKALISASI DOLLY

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG PENERTIBAN DAN PENANGGULANGAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) DI KOTA SAMARINDA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Pelacuran merupakan salah satu fenomena sosial dalam masyarakat yang sangat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Indonesia, sejak tahun Kementerian Kesehatan telah mengembangkan model pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 1 TAHUN 2000 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PALU NOMOR 21 TAHUN 1998 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan bermanfaat bagi manusia tersebut. Kemajuan dunia informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan. Seperti yang tertera dalam Qur an surah Al-Isra ayat 32:

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

PERSEPSI MASYARAKAT SURABAYA PADA PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENUTUPAN GANG DOLLY OLEH TRI RISMAHARINI (WALIKOTA SURABAYA)

DINAS KESEHATAN KOTA MOJOKERTO PUSKESMAS KEDUNDUNG Jl. BY PASS KEDUNDUNG, TELP.(0321) MOJOKERTO

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan untuk dikembangkan (Ali, 2000: 13). Dalam hal ini,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PERANAN POLISI DALAM PELAKSANAAN PENERTIBAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN. Peraturan Daerah Nomor 03 tahun 2003 tentang Penyakit

DINAMIKA KOGNISI SOSIAL PADA PELACUR TERHADAP PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 23 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBERANTASAN MAKSIAT

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

ARTIKEL PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

III. METODE PENELITIAN. menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan

Transkripsi:

Jika menertibkan monyet sudah, ditunggu aksi Gubernur Jokowi untuk menertibkan yang haram-haram. Tidak ada yang tahu bagaimana perasaan para monyet di Jakarta yang tak bisa beraksi lagi. Sedih atau justru gembira karena akan berpindah ke kebun binatang. Yang jelas mereka tak lagi bisa bergaya ala Sarimin pergi ke pasar yang mengundang senyum dan tawa. Entah bagaimana pula perasaan anak-anak balita yang kehilangan hiburan merakyat itu. Tapi yang sudah ketahuan adalah perasaan para pemilik topeng monyet itu. Mereka sedih karena kehilangan mata pencahariannya. Ya, topeng monyet dianggap melanggar Pasal 302 KUHP karena bukanlah hewan peliharaan dan habitatnya bukan di perkotaan. Monyet lebih baik hidup di alam bebas. Selain itu, para monyet ditertibkan karena bisa menularkan penyakit kepada manusia seperti rabies atau TBC. Begitu pula sebaliknya, manusia dapat menularkan penyakit ke monyet. Tak hanya itu, menjamurnya topeng monyet mengamen di pinggir jalan Kota Jakarta dianggap mengganggu ketertiban umum dan keindahan kota. Karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI bertekad membebaskan Jakarta dari topeng monyet 2014. Seluruh monyet yang dipekerjakan sebagai topeng monyet akan dibeli dan ditampung di Taman Margasatwa Ragunan untuk konservasi Lebih Bahaya Tentu, banyak pihak mendukung kebijakan untuk mengembalikan monyet ke habitatnya. 1 / 5

Terlebih jika diniatkan untuk menjaga kelestarian binatang tersebut dan upaya preventif penyebaran penyakit melalui perantara monyet. Yang dibutuhkan hanyalah memberi solusi bagi para pengamen topeng monyet tersebut. Dan itu sudah dipikirkan Pemprov DKI Jakarta. Dengan membeli monyet milik pengamen dan bukan sekadar merampasnya, diharapkan pengamen bisa mencari usaha lain dengan sedikit modal tersebut. Meski mungkin tak mudah bagi para pengamen, karena mereka tentunya sudah cukup lama mendapatkan rezeki dari topeng monyet. Tapi mau tak mau memang harus mencari solusi baru untuk membuka pintu nafkah. Nah, jika menertibkan monyet sudah, ditunggu aksi Gubernur Jokowi untuk menertibkan yang haram-haram. Misalnya menertibkan para pelacur yang masih menjamur, tempat hiburan maksiat, miras, dll. Bukankah semua kemaksiatan tersebut jauh lebih besar bahayanya dibanding topeng monyet? Jika monyet mengganggu ketertiban umum, keberadaan pelacur juga mengganggu syahwat kaum lelaki. Jika monyet menyebarkan rabies atau TBC, pelacur lebih membahayakan karena berpotensi menyebarkan penyakit menular seksual (PMS), termasuk di dalamnya HIV/Aids yang mematikan. Demikian pula eksistensi tempat hiburan malam yang menjadi lokasi dugem, pesta miras, narkoba hingga pesta seks. Semua itu menyebarkan penyakit sosial berupa kemerosotan moral yang sangat membahayakan umat manusia, khususnya generasi muda. Sudah selayaknya jika hal tersebut menjadi perhatian besar agar segera dienyahkan dari Jakarta. Ya, bisakah Jakarta menjadi kota yang bersih dari kemaksiatan? Bisakah Jakarta bebas pelacuran? Jakarta sebagai ibukota negeri Muslim terbesar di dunia jangan malah menjadi ikon suburnya dunia gemerlap alias maksiat dan kemudian ditiru seluruh kota-kota besar (bahkan kecil) di pelosok negeri ini. Buktinya, dunia malam ala Jakarta sekarang sudah merambah ke berbagai daerah. Jakarta seharusnya menjadi mercusuar tegaknya nilai-nilai kehidupan religius mengingat posisinya sebagai ibukota negeri muslim terbesar di dunia. Jika Jakarta menjadi kota bebas maksiat, niscaya kota-kota lain bisa diciptakan hal yang sama. Dan Jakarta akan berkah jika 2 / 5

diterapkan syariah. Prioritas Mengapa pelacuran menjadi problem sosial yang harus diprioritaskan, karena transaksi prostitusi sungguh luar biasa. Berdasarkan perhitungan Biro Riset Infobank (birl), nilai transaksi prostitusi per bulan sekitar Rp 5,5 trilyun. Angka itu berdasarkan asumsi jumlah pekerja seks komersial (PSK) yang dikeluarkan beberapa lembaga seperti United Nations Development Programme (UNDP), Dinas Sosial, dan Komisi Penanggunalan AIDS (KPA), bahwa jumlah PSK di Indonesia sekitar 193.000-272.000. Angka ini tak berlebihan. Di luar Jawa seperti Bangka Belitung (Babel) saja, misalnya, Dinas Sosial merilis ada sekitar 7.441 PSK pada 2011.(infobank.news.com, 23/8/12). Di Surabaya, dari enam lokalisasi saja ada sekitar 2.027 orang dengan 612 mucikari per 2011. Jumlah itu termasuk mengalami penyusutan ketimbang 2009 yang mencapai 3.225 PSK dan 868 mucikari. Di tempat lokalisasi seperti itu per satu orang PSK rata-rata mendapat pelanggan dua hingga tiga orang dalam sehari. Untuk jumlah PSK, Jakarta mencatatkan angga tertinggi. Peramu nikmat di Ibukota Jakarta diperkirakan mencapai 23.000 hingga 27.000 orang. Angka itu belum termasuk jumlah PSK yang merangkap bekerja di tempat hiburan malam dan bekerja secara silently. Per 2011 pekerja hiburan malam di Jakarta mencapai 670.000 orang. Berdasarkan hasil penelusuran tim Infobank, pekerja hiburan malam banyak yang merangkap sebagai wanita prostitusi. Di beberapa panti pijat, misalnya, wanita-wanita muda yang berprofesi sebagai terapis juga merangkap sebagai peramu nikmat. Bahkan, nilai transaksinya jauh lebih besar daripada hasil yang diperoleh panti pijat tempatnya berpraktik. 3 / 5

Tentu saja, kondisi ini sangat meresahkan. Hal itu menyebabkan menjamurnya kemerosotan moral. Keberadaan mereka memberi peluang bagi para lelaki hidung belang. Akibat selanjutnya, kegoncangan rumah tangga karena suami yang suka jajan, penularan penyakit seksual dan termasuk kelahiran bayi-bayi tanpa nasab yang jelas. Bukan Mustahil Problem pelacuran menjadi salah satu penyakit sosial paling tua di kota-kota besar. Belum ada pemimpin negeri ini yang benar-benar mampu menumpas pelacuran tuntas hingga ke akar-akarnya. Padahal, bukan mustahil jika Jakarta khususnya dan Indonesia pada umumnya bisa bebas dari pelacuran. Dulu, Jakarta punya Kramat Tunggak yang merupakan lokalisasi pelacuran terbesar di Asia Tenggara. Tahun 1990-an, jumlah pelacurnya lebih dari 2.000 orang di bawah kontrol sekira 258 mucikari. Tempat ini juga menjadi sumber penghidupan bagi lebih dari 700 pembantu pengasuh, sekira 800 pedagang asongan, dan 155 tukang ojek. Belum lagi tukang cuci dan pemilik warung-warung makanan yang bertebaran di sekitarnya. Lahan lokalisasi juga terus berkembang hingga 12 hektare. Namun pada 1999, atas ide Gubernur Sutiyoso, lokalisasi ini ditutup dan dibangun Jakarta Islamic Centre di sana. Jadi, bukan tidak mungkin pelacuran bisa dihilangkan. Lagipula, para pelacur itu juga manusia. Sebagian dari mereka terjerumus di lembah hitam karena keterpaksaan. Desakan ekonomi, begitulah alasan klasiknya. Jika mereka dientaskan dan diberi kehidupan normal yang layak, naluri normal mereka niscaya tidak akan menolak. Terlebih jika usia semakin senja, akankah mereka melacur selamanya? Atau bahkan mewariskan profesinya itu pada anak cucunya? Sungguh kejam jika hal ini terus dibiarkan. Penghapusan pelacuran di Jakarta khususnya dan Indonesia umumnya, sangat penting agar tidak terjadi regenerasi prostitusi. Jangan sampai generasi muda yang saat ini begitu dekat dengan pergaulan bebas, mewarisi pelacuran sebagai pelampiasan. Bukankah sekarang sudah begitu banyak gadis-gadis remaja menjadi korban perdagangan manusia? Mereka terjerumus ke lembah hitam, menggantikan para pendahulunya yang semakin layu dan tak lagi laku. Naúzubillahiminzalik. Hentikan itu semua dengan menerapkan 4 / 5

syariah Islam.(kholda) 5 / 5