Gambar 1. Struktur kulit secara makroskopis (Suardana et al., 2008)

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Struktur Kulit Ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP SIFAT FISIKO-KIMIA MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK PENYAMAKAN KULIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PENYAMAKAN KULIT DENGAN MINYAK BIJI KARET.

Kemiri berasal dari Maluku dan tersebar ke Polynesia, India, Filipina, Jawa, Australia dan kepulauan Pasifik, India Barat, Brazil dan Florida.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH JUMLAH BAHAN PRETANNING DAN MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) TERHADAP MUTU KULIT SAMOA. Oleh: ZAINI FAHROJI F

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi Biji Karet

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bukan hidup untuk makan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjaga

PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Teknik Penyamakan Kulit Ikan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PENGARUH WAKTU OKSIDASI TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PROSES PENYAMAKAN MINYAK YANG DIPERCEPAT DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA SKRIPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

III. BAHAN DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

PENDAHULUAN. yaitu kerupuk berbahan baku pangan nabati (kerupuk singkong, kerupuk aci,

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR PADA PENYAMAKAN KULIT SAMOA TERHADAP MUTU KULIT SAMOA

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

4 Pembahasan Degumming

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

reversible yaitu kulit awetan harus dapat dikembalikan seperti keadaan semula (segar). Untari, (1999), mengemukakan bahwa mikro organisme yang ada pad

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

PENDAHULUAN. LatarBelakang. Menurut data Ditjennak (2012) pada tahun 2012 pemotongan tercatat

III. METODE PENELITIAN

FISIKO- KIMIA MINYAK BIJI KARET

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kulit

BAHAN PENYEGAR. Definisi KAKAO COCOA & CHOCOLATE COKLAT 10/27/2011

BAB I PENDAHULUAN.

PENENTUAN KONSENTRASI BAHAN PENYAMAK ALDEHIDA DAN MINYAK BIJI KARET UNTUK PENYAMAKAN KULIT SAMOA PADA SKALA PILOT PLANT SKRIPSI

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

Pengeringan Untuk Pengawetan

PENYAMAKAN KULIT. Cara penyamakan melalui beberapa tahapan proses dan setiap tahapan harus berurutan tidak bisa di balak balik,

PENYAMAKAN KULIT BULU DOMBA DENGAN METODE KHROM DALAM UPAYA PEMANFAATAN HASIL SAMPING PEMOTONGAN TERNAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN TUGAS AKHIR GALUH CHYNINTYA R.P. NIM

ALUR PROSES PENYAMAKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

BAB 1 PENDAHULUAN. jalan beragam. Contoh yang paling sering ditemui adalah pecel lele dan gorengan.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sumber Daya Genetik Ternak dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh,

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

2. STRUKTUR RAMBUT. Gambar 1.2 Struktur Rambut Sumber web :

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

BAB III KOMPOSISI KIMIA DALAM SEL. A. STANDAR KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan Mampu Memahami Komposisi Kimia Sel.

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KULIT Kulit adalah bagian terluar dari struktur manusia, hewan atau tumbuhan. Pada hewan atau manusia kulit adalah lapisan luar tubuh yang merupakan suatu kerangka luar, tempat bulu tumbuh. Kulit berfungsi melindungi badan atau tubuh dari pengaruh pengaruh luar, misalnya panas, pengaruh yang bersifat mekanis, kimiawi, serta merupakan alat penghantar suhu (Suardana et al., 2008) Menurut Judoamidjojo (1974), struktur kulit hewan dapat dibedakan secara makroskopis dan mikroskopis (histology). Secara makroskopis, kulit hewan dibagi atas beberapa daerah yaitu daerah krupon (croupon), kepala dan leher, serta daerah kaki, ekor dan perut. Secara mikroskopis, kulit hewan terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan epidermis, korium, dan subkutis. Keterangan : A,B Bagian kepala dan leher ; C,D Krupon ; EF Ekor, perut, dan kaki Gambar 1. Struktur kulit secara makroskopis (Suardana et al., 2008) Pembagian kulit secara makroskopis adalah pembagian yang mengacu kepada bagian bagian kulit yang pada umumnya disamak dan menunjukkan 3

kualitas kulit. Daerah krupon adalah bagian terpenting dari kulit hewan karena bagian ini meliputi 55% dari seluruh kulit. Pada bagian ini, terdapat jaringan yang rapat dan kuat. Daerah kepala dan leher meliputi sekitar 23% dari seluruh kulit. Ketebalan kulit pada daerah kepala dan leher relatif lebih tebal dari daerah lainnya, tetapi mempunyai jaringan yang lebih longgar dari daerah krupon. Daerah kaki, perut dan ekor, meliputi 22% dari seluruh kulit. Pada daerah perut, ketebalan kulit relatif tipis dan jaringannya longgar, sedangkan daerah kaki kulit lebih tebal dan jaringan lebih padat (Judoamidjojo, 1974). Kulit hewan secara mikroskoskopis (histologis) dibagi berdasarkan struktur lapisan yang menyusun kulit. Kulit memiliki tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis, korium, dan subkutis. Lapisan epidermis juga disebut lapisan tanduk, yang berfungsi sebagai pelindung pada hewan hidup. Korium merupakan tenunan kolagen kulit yang merupakan bahan utama dalam proses proses penyamakan. Korium sebagian besar dibangun oleh serat kolagen yang merupakan benang benang halus yang berkelok kelok dalam berkas berkas yang terbungkus lembaran anyaman atau tenunan retikular. Lapisan subkutis merupakan tenunan pengikat longgar yang menghubungkan korium dengan bagian bagian lain dari tubuh. Hipodermis sebagian besar terdiri atas serat serat kolagen dan elastin. Keterangan :1. Rambut, 2. Lubang rambut, 3. Kelenjar lemak, 4. Kantong rambut, 5. Kelenjar keringat, 6. Sel lemak, 7.Pembuluh darah, 8. Syaraf, 9. Serat Collagen, 10. Tenunan lemak, Gambar 2. Penampang kulit (Suardana et al., 2008). 4

Komposisi kimia kulit terdiri dari dua golongan yaitu golongan protein dan golongan non protein. Protein berbentuk terdiri dari kolagen, elastin, dan keratin. Kolagen merupakan bagian terpenting dalam teknologi kulit, karena kolagen menjadi dasar susunan kulit samak dan dapat tahan terhadap enzim proteolitik. Protein tak berbentuk (globular protein) merupakan media bagi protein berbentuk, dapat larut dalam air dan mudah terdenaturasi karena pemanasan. Protein tak berbentuk terdiri dari albumin globulin. Golongan non protein terdiri dari air, lipid, dan bahan mineral. Persentase kandungan kimia dalam kulit yaitu: air 65%, lemak 1,8%, bahan mineral 0,2% dan protein 33% (Judoamidjojo, 1974) Air di dalam kulit ada dua macam yaitu air yang terikat dengan protein (polar) dan air yang bebas (kapiler). Air yang terikat kira kira 1/3 bagian, sedangkan air yang bebas 2/3 bagian. Bagian kulit secara makroskopis yang mengandung air paling banyak adalah bagian perut, sedangkan bagian yang paling sedikit adalah bagian krupon. Bagian kulit secara mikroskopis yang memiliki kandungan air paling banyak adalah korium. Lipid paling banyak terdapat pada bagian subkutis kulit. Hewan yang memiliki bulu tebal pada umumnya memiliki kandungan lemak yang lebih banyak. Bahan mineral dalam kulit terdiri dari K, Ca, Fe, P, dan umumnya sebagian garam klorida, sulfat, karbonat, dan fhosfhat ; sedikit SiO 2, Zn, Ni, As, Fe, dan S (Purnomo, 1985). B. TANAMAN KARET Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman yang telah dikenal luas oleh rakyat Indonesia. Tanaman karet termasuk ke dalam divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, kelas dycotyledone, ordo Euphorbiaceae, genus Hevea (Tim Penebar Swadaya, 1994). Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1 600 meter di atas permukaan laut, dengan suhu harian 25 30 o C. ph yang paling cocok untuk ditanami tanaman karet adalah 5 6 (Tim Penebar Swadaya, 1994). 5

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Tim Penebar Swadaya, 1994). Selain menghasilkan getah, tanaman karet juga menghasilkan biji (Iskandar, 1993). Gambar 3. Tanaman Karet Karet merupakan tanaman berbuah buni yang sewaktu masih muda buahnya terpaut erat dengan rantingnya. Buah karet dilapisi oleh kulit tipis berwarna hijau di dalamnya terdapat kulit tebal yang keras dan berkotak. Tiap kotak berisi sebuah biji yang dilapisi tempurung biji. Setelah tua, warna kulit buah berubah menjadi keabu abuan dan kemudian mengering. Pada waktunya pecah dan jatuh, bijinya lepas dari kotaknya. Tiap buah tersusun atas dua sampai empat kotak biji. Pada umumnya berisi tiga kotak biji dimana setiap kotak terdapat satu biji. Tanaman karet mulai menghasilkan buah pada umur lima tahun dan semakin banyak setiap pertambahan umurnya (Aritonang, 1986). 6

C. BIJI KARET Bobot biji karet sekitar 3 5 gram tergantung dari varietas, umur biji, dan kadar air. Biji karet berbentuk bulat telur dan rata pada salah satu sisinya (Nadarajapillat dan Wijewantha, 1967). Biji karet terdiri atas 45 50% kulit biji yang keras berwarna coklat dan 50 55% daging biji yang berwarna putih (Nadarajah, 1969). Biji karet segar terdiri atas 34,1% kulit, 41,2% isi dan 24,4% air, sedangkan biji karet yang telah dijemur dua hari terdiri atas 41,6% kulit, 8% kadar air, 15,3% minyak dan 35,1 % bahan kering (Nadarajapillat dan Wijewantha, 1967). Tabel 1. Komposisi kimia daging biji karet Komponen Persentase a) Persentase b) Kadar air Protein kasar Serat kasar Lemak kasar Kadar abu 14,5 22,5 3,8 49,5 3,5 7,6 21,7 2,8 39,0 3,1 Sumber : a) Bahasuan (1984) di dalam Aritonang (1986) b) Stosic dan Kaykay (1981) di dalam Aritonang (1986) Gambar 4. Biji karet D. MINYAK BIJI KARET Minyak biji karet merupakan salah satu jenis minyak mengering (drying oil), yakni minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika terkena oksidasi dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan 7

membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Penggolongan minyak biji karet ke dalam kelompok minyak mengering berdasarkan jumlah bilangan iod yang dimiliki yaitu lebih dari 130 (Ketaren, 1986). Kandungan minyak dalam daging biji karet atau inti biji karet 45 50 persen dengan komposisi 17 22 persen asam lemak jenuh yang terdiri atas asam palmitat, stearat, arakhnidat, serta asam lemak tidak jenuh sebesar 77 82 persen yang terdiri atas asam oleat, linoleat, dan linolenat (Hardjosuwito dan Hoesnan, 1976). Komposisi asam asam lemak di dalam minyak biji karet disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi asam asam lemak pada minyak biji karet Komponen Persentase Asam palmitat 11 Asam stearat 12 Asam oleat 24 Asam linoleat 35 Asam linolenat 17 Sumber : Eckey (1954) E. EKTRAKSI MINYAK DENGAN CARA PENGEPRESAN Ekstraksi minyak atau lemak adalah suatau cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Ekstraksi tersebut bermacam macam, yakni rendering (dry rendering dan wet rendering), mechanical extraction, dan solvent extraction (Ketaren, 1986). Pengepresan mekanis merupakan suatau cara ekstraksi minyak atau lemak terutama untuk bahan yang berasal dari biji bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30 70 %). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan, serta tempering atau pemasakan (Ketaren, 1986) 8

Dua cara umum dalam pengepresan mekanis, yaitu pengepresan hidrolik (hydraulic pressing) dan pengepresan berulir (expeller pressing). Pada cara pengepresan hidrolik, bahan dipres dengan tekanan sekitar 140,6 kg/cm 2. Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan, dan kandungan minyak dalam bahan asal. F. PENYAMAKAN KULIT Penyamakan adalah proses mengubah sifat kulit yang tidak stabil (kulit mentah) menjadi stabil terhadap perlakuan perlakuan tertentu seperti aksi bakteri, zat kimia, dan perlakuan fisik (Purnomo, 1985). Menurut Fahidin (1970), proses penyamakan kulit secara garis besar meliputi proses prapenyamakan, proses penyamakan, proses pascapenyamakan, dan proses penyelesaian. Proses prapenyamakan meliputi proses perendaman, pengapuran, buang kapur, pelumatan (bating), dan pemikelan. Perendaman merupakan awal proses dalam proses prapenyamakan yang bertujuan untuk rehidrasi kulit kering, membersihkan kulit dari kotoran, menghilangkan garam atau bahan kimia lain yang semula digunakan sebagai bahan pengawet, dan melarutkan protein protein yang dapat larut untuk dibuang. Pengapuran bertujuan untuk menghilangkan bagian bagian yang tidak diperlukan dalam penyamakan seperti epidermis, bulu, kelenjar keringat dan lemak, serta menghilangkan zatzat kulit yang perlu dihilangkan. Kapur yang berlebih pada kulit yang berasal dari proses pengapuran perlu dihilangkan dengan tujuan agar tidak bereaksi dengan bahan penyamak. Proses ini disebut juga dengan proses buang kapur. Setelah proses buang kapur, proses selanjutnya adalah bating. Proses ini dilakukan untuk membuka tenunan kulit yang lebih sempurna. Proses akhir dari prapenyamakan adalah pemikelan. Pemikelan bertujuan untuk mengkondisikan agar kulit siap disamak pada ph yang mendekati ph dalam proses penyamakan. Proses penyamakan pada umumnya berlangsung pada ph rendah. 9

Proses penyamakan bertujuan untuk mengubah fibril fibril pada kolagen kulit menjadi lebih kuat dan stabil pada tingkat tertentu terhadap pengaruh kimia, fisis, dan biologis setelah berikatan dengan zat zat atau bahan penyamak. Menurut bahan penyamaknya, secara umum penyamakan terdiri dari penyamakan nabati, penyamakan mineral dan sintetis (Judoamidjojo, 1974). Proses pascapenyamakan meliputi proses pengetaman, netralisasi, pewarnan dasar, dan proses pelemakan. Pengetaman dilakukan untuk memperoleh ketebalan kulit yang dikehendaki dan meratakan permukaan kulit. Netralisasi dilakukan untuk menaikkan ph kulit yang sangat asam, sehingga reaksi pengikatan zat warna pada substansi kulit tidak terlau cepat dan zat warna sempat meresap ke dalam substansi kulit sebelum berikatan. Pewarnaan dasar adalah pemberian warna yang dapat meresap ke dalam jaringan kulit. Warna ini disesuaikan dengan warna cat yang akan digunakan. Proses akhir dalam proses pascapenyamakan adalah pelemakan untuk menghindari kulit menjadi kaku setelah dikeringkan. Proses penyelesaian meliputi pengeringan, pelemasan, penghampelasan, pengecatan, dan pengempaan panas. Proses pengeringan dilakukan untuk menghentikan semua proses kimia di dalam kulit. Proses pelemasan dilakukan untuk membuat kulit yang kaku akibat pengeringan menjadi lemas kembali. Penghampelasan bertujuan untuk meratakan permukaan rajah. Untuk memenuhi permintaan konsumen, pada kulit dilakukan proses pengecatan. Pada proses pengecatan, zat warna hanya melekat di permukaan kulit dalam bentuk lapisan tipis. Pada akhir proses kulit disetrika agar diperoleh kulit yang rapih. G. PENYAMAKAN MINYAK Prinsip dalam penyamakan minyak adalah memasukan minyak kedalam kulit agar dapat bereaksi dengan protein kulit (kolagen). Untuk maksud tersebut minyak harus diubah bentuknya menjadi minyak yang larut dalam air. 10

Salah satu minyak yang larut dalam air adalah dalam bentuk tersulfatasi atau tersulfonasi. Minyak tersulfatasi bersifat lebih polar sehingga larut dalam air dan berpenetrasi ke dalam jaringan kulit. Setelah meresap ke dalam jaringan kulit, bentuk tersulfatasi tadi dikembalikan lagi ke dalam bentuk minyak asalnya, yaitu dengan cara menghidrolisis senyawa sulfonat tadi dengan asam. Menurut Kirk dan Othmer (1970), minyak yang biasa disulfatasi dapat berasal dari minyak nabati, hewani, atau juga minyak mineral tertentu. Minyak yang tersulfatasi dengan baik adalah minyak yang banyak mengandung ikatan rangkap. 1. Pengaruh Jumlah Minyak dalam Penyamakan Minyak Minyak yang dibutuhkan dalam penyamakan tergantung dari jumlah bahan (kulit) yang akan disamak. Minyak tersebut akan melakukan crosslink dengan protein yang ada dikulit untuk membentuk kulit samak. (Suparno, 2006) Serat kolagen adalah komponen utama yang akan bereaksi dengan minyak sehingga kebutuhan minyak yang akan digunakan sebagai bahan penyamak disesuaikan dengan jumlah bahan (kulit) yang akan disamak. Kelebihan minyak dari kulit dihilangkan dengan pengepresan hidrolik dilanjutkan dengan pencucian akhir dalam air basa hangat. Kulit tersebut kemudian digantung untuk pengeringan dan kemudian dilanjutkan ke finishing (Sharpouse, 1981 ; Dewhurst, 2004). 2. Proses Oksidasi Selama Penyamakan Minyak Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Proses oksidasi tidak ditentukan oleh besar kecilnya jumlah lemak dalam bahan sehingga bahan yang mengandung lemak dalam jumlah kecilpun mudah mengalami proses oksidasi. Oksidasi spontan lemak tidak jenuh didasarkan pada serangan oksigen terhadap ikatan rangkap (ikatan tidak jenuh) sehingga memebentuk hidroperoksida tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam molekul trigliserida terdiri dari asam oleat (mengandung 1 ikatan rangkap), asam linoleat (2 ikatan rangkap), dan asam linolenat (3 ikatan rangkap) 11

(Ketaren 1986). Secara umum, reaksi pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai berikut. Monoksida Peroksida R CH=CH R + O = O R CH CH R CH CH Asam lemak Oksigen O O O O R CH + CH R O O Gambar 5. Reaksi pembentukan peroksida (Ketaren, 1986) Asam lemak pada umumnya bersifat semakin reaktif terhadap oksigen dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap pada rantai karbon. Sebagai contoh, asam linoleat akan teroksidasi lebih mudah daripada asam oleat pada kondisi yang sama (Ketaren 1986). 3. Reaksi Minyak Dengan Kulit dalam Penyamakan Minyak Dasar penyamakan minyak modern adalah mengoksidasi minyak ikan yang sudah diaplikasikan pada kulit setelah penghilangan kapur (delimed pelt) dengan bantuan oksigen atmosfir pada kondisi terkendali. Bahan penyamak gliserida tak jenuh yang biasa digunakan adalah minyak cod dan minyak sardine. Asam asam lemak tersebut memiliki sampai enam ikatan ganda dalam rantai alifatiknya yang memberikan produk reaksi dari oksidasi dan polimerisasi untuk memberikan efek penyamakan minyak pada kondisi penyamakan normal (Sharpouse, 1985). Menurut Judoamidjojo (1981), penyamakan minyak berlangsung dalam dua fase, mula mula minyak diambil oleh kulit secara mekanis, kemudian dilanjutkan dengan proses oksidasi. Dalam proses pengikatan yang penting adalah terdapatnya paling sedikit dua ikatan rangkap dalam molekul. Pada proses oksidasi, ikatan rangkap mengambil dua atom oksigen dan membentuk peroksida. Sebagian dari peroksida dapat bereaksi dengan gugus amino dari kolagen. 12

H. KULIT SAMAK MINYAK Kulit samoa merupakan artikel kulit yang populer dalam perdagangan (Sharpouse, 1995). Permintaan akan kulit samoa di pasaran global terus meningkat (Krishnan et al., 2005). Kulit jenis tersebut biasanya dihasilkan baik dari kulit kambing atau domba setelah penghilangan kapur (delimed pelt) dan lapisan grain. Persyaratan persyaratan penting kulit samoa yang diperlukan menurut SNI disajikan dalam Tabel 1. Tabel 3. Persyaratan mutu kulit samoa menurut SNI 06 1752 1990 Parameter Sifat Kimia Kadar minyak Kadar Abu ph Satuan % % Persyaratan minimal maksimal Keteranga n 10 5 8 Sudah disarikan minyaknya Sifat Fisis Tebal Kekuatan tarik Kemuluran Kekuatan jahit Kekuatan sobek Penyerapan air 2 jam 24 jam Organoleptis Keadaan kulit Warna mm N/mm 2 % N/mm 2 N/mm % % 0,3 7,5 50 40 15 100 200 Halus 1,2 Kuning muda/mendekati putih Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1990) Seperti beledu 13

Kulit samoa memiliki sifat sifat yang istimewa, yakni memiliki berat jenis yang sangat rendah, absorpsi air yang tinggi, kelembutan, dan kenyamanan (Wachsmann, 1999). Penggunaan utama kulit samoa adalah sebagai alat pencuci, yang memiliki kelebihan diantaranya adalah kapasitas mengabsorpsi air yang tinggi, pengeluaran air dengan mudah, dan sebagian kotoran mudah dicuci dari kulit tersebut. Penggunaan lainnya adalah untuk pembuatan sarung tangan, untuk penyaringan air dari minyak bumi, dan orthopaedic leather (Sharpouse, 1995; John, 1996). 14