Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

dokumen-dokumen yang mirip
Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Subject 4. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

Subject 2 Income Tax Article 21

Subject 2 Income Tax Article 21

BAB II LANDASAN TEORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PENGANTAR. Dasar Hukum : UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun Presented by M.

Pajak. Definisi Pajak Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifat Menurut Sasaran Menurut Pengelola

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

Pokok-Pokok Ketentuan UU PPN. Sesuai dengan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012

BAB II LANDASAN TEORI

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

BAB II LANDASAN TEORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.03/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3),

KARYA ILMIAH WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB PPAT ATAS PAJAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) penerimaan negara, dan mendorong produk ekspor.

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

BAB II LANDASAN TEORI. dikemukakan para ahli sebagai berikut: a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (2002:1)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI

79/PMK.03/2010 PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn BM)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH 2009

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI JILID 2

PANITIA SUMPAH PEMUDA KOMITE NASIONAL PEMUDA INDONESIA KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2014

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

BAB II LANDASAN TEORI

FAKTUR PAJAK STANDAR

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 45/PMK.03/2009 TENTANG

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Definisi Pajak

BAB III PEMBAHASAN TENTANG EFEKTIVITAS PENERAPAN E-FAKTUR ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 8, NO 1, Edisi Februari 2016 (ISSN : )

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Nugraeni

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.04/2017 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VII FAKTUR PAJAK DAN PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol.

ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 151/PMK.011/2013 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

S-425/PJ.312/2006 PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS SPONSORSHIP

Objek Pajak. Objek PPN: Pasal 4 ayat 1. Objek PPN Pasal 16 C: Kegiatan Membangun Sendiri

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151/PMK.011/2013 Tanggal 11 November 2013

Transkripsi:

Subject 3 Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Presented By : Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic 2012 http://elearning.pnb.ac.id www.nyomandarmayasa.com

Subjects 1. Dasar Hukum PPN & PPnBM 2. Penyerahan BKP 3. PKP & Pengusaha Kecil 4. Objek dan Non Objek PPN 5. Faktur Pajak 6. Penyetoran dan Pelaporan PPN 7. Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) 8. Tax Refund (PPN Konsumsi LN) 9. Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan

Objective Memberikan Pemahaman Atas : Dasar Hukum PPN & PPnBM Penyerahan BKP PKP & Pengusahan Kecil Objek dan Non Objek PPN Faktur Pajak Penyetoran dan Pelaporan PPN Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) Tax Refund (PPN Konsumsi LN) Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan

Dasar Hukum PPN dan PPnBM

Dasar Hukum PPN & PPnBM 1. UU No. 8 Tahun 1983 2. UU No. 11 Tahun 1994 3. UU No. 18 Tahun 2000 4. UU No. 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga atas Undangundang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Pengertian dalam Pasal 1 1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang- Undang yang mengatur mengenai kepabeanan. 2. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini. 3. Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak. 4. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini. 5. Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak.

Pengertian dalam Pasal 1 6. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 7. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean. 8. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 9. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan Barang Kena Pajak Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.

Pengertian dalam Pasal 1 10. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini. 11. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. 12. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP. 13. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN & PPnBM yang dipungut menurut UU ini.

Pengertian dalam Pasal 1 14. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak. 15. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.

Pengertian Penyerahan

Pasal 1A (1) Penyerahan BKP a. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian; b. Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing); c. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang; d. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP; e. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan; f. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang; g. Penyerahan BKP secara konsinyasi; dan h. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP.

Pasal 1A (2) Tidak Termasuk Penyerahan BKP a. Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; b. Penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutang; c. Penyerahan BKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang; d. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah PKP; dan e. BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.

PKP & Pengusaha Kecil

Pasal 3 A (1) PKP & Pengusaha Kecil Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib : Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.

Pengusaha Kecil PMK 68/PMK.03/2010 Tgl 23 Maret 2011 (berlaku mulai 1 April 2010) mengenai Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai sesuai Pasal 3A (1) UU PPN No. 42 Tahun 2009. PMK 68/PMK.03/2010 Pasal 1 (1) Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Objek dan Non Objek PPN

Pasal 4 (1) Objek PPN a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; b. Impor BKP; c. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; d. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; f. Ekspor BKP Berwujud oleh PKP; g. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP; dan h. Ekspor JKP oleh PKP.

Pasal 4 A Non Objek PPN (2) BKP Non Objek PPN a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan d. Uang, emas batangan, dan surat berharga.

Pasal 4 A Non Objek PPN (3) JKP Non Objek PPN a. Jasa pelayanan kesehatan medis; b. Jasa pelayanan sosial; c. jasa pengiriman surat dengan perangko; d. Jasa keuangan; e. Jasa asuransi; f. Jasa keagamaan; g. Jasa pendidikan; h. Jasa kesenian dan hiburan; i. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan; j. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri; k. Jasa tenaga kerja; l. Jasa perhotelan; m. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum; n. Jasa penyediaan tempat parkir; o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam; p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan q. Jasa boga atau katering.

Faktur Pajak

Faktur Pajak (Pasal 13-1a) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (1) harus dibuat pada: a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak. c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau d. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Faktur Pajak (Pasal 13) 2 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender. 2a Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan.

Penyetoran & Pelaporan

Penyetoran dan Pelaporan Pasal 15A (1) Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. (2) Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Penyetoran dan Pelaporan Pasal 15A (1) Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. (2) Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Ilustrasi

Ilustrasi 1. PKP ND pada tanggal 3 Desember 2012 membayar Down Payment Rp. 30 Jt kepada PKP KD atas pemesanan 20 Laptop @ Rp. 5 jt, (belum termasuk PPN). 2. Tanggal 10 Desember 2012, 20 Laptop diterima oleh PKP ND. 3. Tanggal 15 Desember 2012, PKP ND melunasi hutang pembelian laptop kepada PKP KD 4. Tanggal 20 Desember 2012, PKP ND menjual seluruh Laptop kepada Konsumen dengan total harga Rp. 130 Jt (sudah termasuk PPN), dengan pembayaran sebagian cash dan sebagian kredit dengan term of payment 2/10, n/30

Pertanyaan: 1. Kapan PKP KD membuat Faktur? 2. Kapan PKP ND membuat Faktur? 3. Buatlah jurnal (metode perpetual) untuk PKP ND selama masa Desember 2012! 4. Hitunglah besarnya PPN yang lebih atau kurang bayar masa Desember 2012! 5. Kapan batas akhir PKP ND menyetor PPN yang kurang bayar (jika ada) 6. Kapan batas akhir PKP ND melaporkan SPT masa PPN Desember 2012 Alternatif jawaban disertakan dasar hukumnya

PPN atas Kegiatan membangun Sendiri

KMS UU No. 18 Tahun 2000 Tentang PPN dan PPnBM Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan." UU No. 42 Tahun 2009 Tentang PPN dan PPnBM (1-4-2010) PMK 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku DPP : 40 % Tarif : 10 % Luas Bangunan : >= 300 M 2 PMK 163/PMK.03/2012 (22-11-2012) DPP : 20 % Tarif : 10 % Luas Bangunan : >= 200 M 2

Ilustrasi Tuan ND melakukan pembangunan sendiri mulai tgl 10 Oktober 2011, dengan luas 350 M 2 diatas tanah dengan harga perolehan Rp. 250.000.000,00., dengan rincian biaya sbb : Selama bulan Oktober 2011, biaya material Rp. 50.000.000,00, dalam biaya material terdapat PPN pembelian material sebesar Rp. 3.000.000,00 Selama bulan November 2011, biaya material Rp. 60.000.000,00, dalam biaya material terdapat PPN pembelian material sebesar Rp. 3.500.000,00 Selama bulan Desember 2011, biaya material Rp. 70.000.000,00, dalam biaya material terdapat PPN pembelian material sebesar Rp. 4.000.000,00 Bulan Januari 2012, membayar biaya tukang Rp. 40.000.000 Pertanyaan : 1. Apakah pembangunan sendiri tersebut terutang PPN membangun sendiri?, jelaskan! 2. Jika terutang PPN, berapa besarnya PPN yang terutang sesuai dengan masa pajaknya?

Tax Refund (PPN Konsumsi LN)

Tax Refund (PPN Konsumsi LN) Pasal 16 E UU No. 42 Tahun 2009 (1) PPN dan PPnBM yang sudah dibayar atas pembelian BKP yang dibawa ke luar Daerah Pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri dapat diminta kembali. (2) PPN dan PPnBM yang dapat diminta kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat: nilai PPN paling sedikit Rp500.000,00 dan dapat disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah; pembelian BKP dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebelum keberangkatan ke luar Daerah Pabean; dan Faktur Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), kecuali pada kolom NPWP dan alamat pembeli disi dengan nomor paspor dan alamat lengkap di negara yang menerbitkan paspor atas penjualan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri yang tidak mempunyai NPWP. (3) Permintaan kembali PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat orang pribadi pemegang paspor luar negeri meninggalkan Indonesia dan disampaikan kepada DJP melalui Kantor DJP di bandar udara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Tax Refund (PPN Konsumsi LN) (4) Dokumen yang harus ditunjukkan pada saat meminta kembali Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah: Paspor; Pas naik (boarding pass) untuk keberangkatan orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke luar Daerah Pabean; dan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c. (5) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Tax Refund (PPN Konsumsi LN) PMK 76/PMK.03/2010 (31 Maret 2010), berlaku mulai 1 April 2010 Pasal 3 (2) jo PMK 18/PMK.03/2011 (24 Januari 2011), berlaku mulai 24 Maret 2011) Pasal 3 (2) PPN atas perolehan Barang Bawaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dapat diminta kembali adalah PPN atas perolehan: Makanan, minuman, produk-produk tembakau; Senjata api dan bahan peledak; dan Barang yang dilarang dibawa ke dalam pesawat. Pasal 6 (1) PPN yang dapat diminta kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi syarat: Nilai PPN paling sedikit Rp500.000,00 Pembelian BKP dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebelum keberangkatan ke luar Daerah Pabean.

Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan

Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Pasal 9 (7) Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP yang peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu, kecuali PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (7a), dapat dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan. Pasal 9 (7a) Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan. Pasal 9 (7b) Ketentuan mengenai peredaran usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (7), kegiatan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (7a), dan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (7a) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan PMK 74/PMK.03/2010 (31-3-2010), berlaku mulai 1 April 2010. Pasal 2 PKP yang dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan adalah PKP yang mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp1.800.000.000,00 Pasal 7 Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yaitu sebesar: Pasal 9 60% (enam puluh persen) dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Jasa Kena Pajak; atau 70% (tujuh puluh persen) dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Barang Kena Pajak. Bagi PKP yang melakukan penyerahan JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah sama dengan 4% (empat persen) dari DPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2); Bagi PKP yang melakukan penyerahan BKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah sama dengan 3% (tiga persen) dari DPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).

Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan PMK 79/PMK.03/2010 (5-4-2010), berlaku mulai 1 April 2010. Pasal 3 Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yaitu sebesar: 90% dari Pajak Keluaran, dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran; 80% dari Pajak Keluaran, dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran. Pasal 5 PPN yang wajib disetor pada setiap Masa Pajak dihitung dengan cara Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dikurangi dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, yaitu sebesar: 1% (satu persen) dari DPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), bagi PKP yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a; 2% (dua persen) dari DPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), bagi PKP yang melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b.

Ilustrasi 1. PT. A (Toko Elektronik), adalah perusahaan yang berdiri pada Januari 2012, sampai dengan akhir bulan Juni 2012 peredaran usaha PT. A adalah Rp. 600.000.000. 2. Pada tanggal 10 Agustus 2012 PT A, melakukan pembelian BKP 66 Jt (sudah termasuk PPN) 3. Pada tanggal 25 Agustus 2012 PT A, melakukan penyerahan BKP sejumlah Rp. 77 Jt (sudah termasuk PPN) Pertanyaan: 1. Pada bulan Januari 2012, apakah PT A termasuk Pengusaha Kecil atau bukan?, jelaskan beserta dasar hukumnya! 2. Kapan paling lambat PT A, wajib dikukuhkan sebagai PKP? 3. Apakah PT. A, boleh menghitung PPN yang terutang dengan metode Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan? jelaskan beserta dasar hukumnya! 4. Anda sebagai calon Konsultan Pajak PT A, dimintai pendapat mengenai cara perhitungan PPN terutangnya, jelaskan saran anda?

SPT

Dasar Hukum SPT PMK 181/PMK.03/2007 Dirubah dengan PMK 152/PMK/.03/2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/Pmk.03/2007 Tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, Serta Tata Cara Pengambilan Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan. Pasal 14 : Ketentuan lebih lanjut mengenai: bentuk dan isi SPT serta keterangan dan/atau dokumen yang harus dilampirkan dalam SPT Per 44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Per 45/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (Spt Masa Ppn) Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan

Jenis SPT 1. Per 44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) SPT Masa PPN 1111 Faktur Pajak > 25 Menggunakan E_SPT 2. Per 45/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (Spt Masa Ppn) Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan SPT Masa PPN 1111 DM Faktur Pajak > 25 Menggunakan E_SPT

E_SPT

Summary & Questions

Summary 1. Dasar Hukum PPN & PPnBM adalah UU No. 42 Tahun 2009 2. PMK No. 68/PMK.03/2010 mengatur tentang Batasan Pengusaha Kecil. 3. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha merupakan Objek PPN 4. Jasa boga atau katering bukan merupakan Objek PPN

Questions 1. Sebutkan Dasar Hukum PPN & PPnBM? 2. Jelaskan Pengertian Penyerahan BKP? 3. Sebutkan Batasan Pengusaha Kecil? 4. Sebutkan Objek PPN? 5. Sebutkan Non Objek PPN?

References IKPI, 2012, Kumpulan Soal & Jawab Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak "A, B, & C", PT Cipta Bina Parama, Jakarta IKPI, 2011, Rangkuman Undang- Undang Perpajakan, PT Cipta Bina Parama, Jakarta Mardiasmo, 2011, Perpajakan, Edisi Revisi, Andi Yogyakarta Taf Consulting, 2008, Executive Tax Program Pendidikan Pajak Terapan Komprehensif Brevet A-B-C, PT. Taf Consulting, Jakarta

Thank You As long as we still keep our exciting goal in mind, we should not stop half way. In reality, there is no real success achieved without any failure. International Registered Tax Consultant www.nyomandarmayasa.com