TEKNOLOGI TATA AIR DI LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA PERTANIAN OLEH. Ir. LINDUNG, MP Widyaiswara Balai Pelatihan Pertanian Jambi

dokumen-dokumen yang mirip
MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK

Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI.

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan

PENGELOLAAN AIR DI TINGKAT PETANI PADA LAHAN GAMBUT BERBASIS MASYARAKAT KASUS : UPT LAMUNTI, KAWASAN PLG KALIMANTAN TENGAH.

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN

TUGAS MANDIRI MATA KULIAH PEGELOLAAN AIR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN

Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

Lahan pasang surut dikenal sebagai lahan yang bermasalah

INOVASI TEKNOLOGI PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN RAWA LEBAK PENDAHULUAN

3. Kualitas Lahan & Kriteria Pengembangan

AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 2 SEPTEMBER 2012 ISSN

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

Tata at Ai a r Rawa (Makr

HIDROLOGI LAHAN PASANG SURUT DI KALIMANTAN SELATAN UNTUK MENDUKUNG PERTANIAN : PERUBAHAN KUALITAS AIR (KEMASAMAN DAN DAYA HANTAR LISTRIK)

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

BAB I UMUM. A. Pendahuluan

PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH ABSTRAK

PERCEPATAN PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN RAWA BERKELANJUTAN DAN LESTARI

Jeruk Siam Banjar: Andalan Pendapatan bagi Petani Lahan Rawa Pasang Surut

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan

Kegiatan Agronomis untuk Meningkatkan Potensi Lahan Lebak menjadi Sumber Pangan

PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK TAMBAK. SITI YULIAWATI DOSEN KOPERTIS WILAYAH I Dpk UNIVERSITAS DHARMAWANGSA MEDAN

PRODUKTIVITAS PERTANAMAN JAGUNG DI LAHAN PASANG SURUT KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI

PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PENAMPILAN DELAPAN GALUR PADI DI LAHAN LEBAK TENGAHAN PADA MUSIM KEMARAU ABSTRAK

Model Neraca Air Pola Padi-Padi dan Padi-Kedelai di Lahan Rawa Pasang Surut

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

TATA SALURAN. TIK : Mahasiswa akan dapat memahami Sistem Tata Saluran dgn Kolam Pasang, dan dapat mendimensi saluran PENGATURAN TATA AIR LAHAN PASUT

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

PENGELOLAAN TATA AIR LAHAN GAMBUT

Urgensi Pemilihan Varietas untuk Meningkatkan Produktivitas Padi di Lahan Rawa

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN

HUBUNGAN KEDALAMAN PIRIT DENGAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH DAN PRODUKSI KELAPA SAWIT (Elais guineensis)

Decision Support System (DSS) Pemupukan Padi Lahan Rawa

Kegiatan Agronomis untuk Meningkatkan Potensi Lahan Lebak menjadi Sumber Pangan

PENGELOLAAN LAHAN BASAH DI INDONESIA YANG BERKELANJUTAN

KAJIAN PENDUGA MUKA AIR TANAH UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN AIR PADA PERTANIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT: KASUS DI SUMATERA SELATAN NGUDIANTORO

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

Dinamika Waktu Tanam Tanaman Padi di Lahan Rawa Lebak Pulau Kalimantan

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

5/15/2012. Novitasari,ST.,MT

DRAINASE UNTUK MENINGKATKAN KESUBURAN LAHAN RAWA

Pemberian air pada lahan dengan sistem surjan

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGAIRAN PADI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 1 MARET 2012 ISSN

PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR DI RAWA LEBAK SEBAGAI USAHA PENINGKATAN INDEKS TANAM DI KABUPATEN MUARA ENIM

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Setitik Harapan dari Ajamu

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

HASIL DAN PEMBAHASAN

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

19 Oktober Ema Umilia

REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

KACANG TANAH DILAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DI PEDESAAN ABSTRAK

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2015 TENTANG

Husnain, Maswar, dan Wiratno Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

Peserta diklat diharapkan mampu memberikan air pada petakan tanaman padi pada setiap fase pertumbuhan padi.

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Seminar Nasional Lahan Sub- Optimal Palembang, 8-9 Oktober 2015

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Tabel Posisi titik acuan (BM, dalam meter) di lokasi MIFEE

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DIES NATALIS KE-52 FAKULTAS PERTANIAN UNLAM

Potensi Usahatani Jagung di Lahan Rawa Lebak Kalimantan Selatan

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS KACANG HIJAU SEBAGAI TANAMAN SELA DI ANTARA KELAPA PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT PROVINSI JAMBI

SUSUTAN MUKA AIR TANAH PADA LAHAN GAMBUT NON PASANG SURUT AKIBAT PENAMBAHAN SALURAN SUB TERSIER

Sistem Usahatani Jagung pada Lahan Pasang Surut di Kalimantan Selatan (Kasus di Desa Simpang Jaya Kecamatan Wanaraya Kabupaten Barito kuala)

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN I-1

KARAKTERISTIK LAHAN PASANG SURUT DARI ASPEK TANAH. Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

MENGENALI HAKEKAT LAHAN RAWA SEBAGAI DASAR PENGEMBANGANNYA UNTUK BUDIDAYA TANAMAN PANGAN *)

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

1) Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Cimanggu- Bogor 2) Institut Pertanian Bogor ABSTRACT

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA RAWA

Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial

HIDROSFER IV. Tujuan Pembelajaran

DRAINASE LAHAN PERTANIAN

Transkripsi:

TEKNOLOGI TATA AIR DI LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA PERTANIAN OLEH Pendahuluan Ir. LINDUNG, MP Widyaiswara Balai Pelatihan Pertanian Jambi Pengelolaan lahan gambut harus dilakukan secara hati-hati dan terencana dengan baik, agar tidak terjadi kerusakan, karena pemulihan lahan gambut yang rusak membutuhkan waktu yang lama. Pengelolaan lahan rawa gambut untuk pertanian hendaknya diutakan pada areal lahan gambut yang telah mengalami kerusakan, namun memiliki potensi pemanfaatanyang tinggi dengan batas kedalaman tidak lebih dari satu meter. Kegiatan pertanian dengan membuka lahan baru, apalagi yang masih berhutan harus dihindari. Pengelolaan air merupakan kunci keberhasilan dalam budidaya pertanian di lahan rawa pasang surut/gambut. Pemanfaatan gerakan pasang dan surut untuk pengairan dan pengatusan (irigasi dan drainase) terhadap lahan sudah dikenal seiring dengan dibukanya rawa yang oleh petani dengan membuat saluran-saluran masuk menjorok dari pinggir sungai ke arah pedalaman yang disebut dengan parit kongsi (handil, bahasa kalimantan). Dorongan pasang dimanfaatkan untuk memasukan air sepanjang handil dan petakan sawah. Pasang tunggal (purnama) yang merupakan puncak pasang dapat meluapi lahan untuk wilayah tipe luapan A dan B. Lama genangan hanya 4-5 jam dengan selang waktu seiring dengan posisi peredaran bulan. Sistem pengairan dan pengatusan yang diterapkan petani yang memanfaatkan hanya satu saluran handil (tersier) untuk masuk dan keluarnya air disebut aliran dua arah (two follow system). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pola aliran satu arah (one follow system), yaitu dengan menentukan secara terpisah antara saluran masuk dan keluar dengan memasang pintu air (flapgate) pada masing-masing muara saluran sehingga terjadi aliran searah diperoleh hasil padi lebih tinggi dibandingkan dengan aliran dua arah. Pengaruh pengaturan air pada skala mikro (tersier) ini pada dasarnya dipengaruhi oleh kondisi pengaturan air pada skala makro. Dengan kata lain,

kualitas air yang masuk ke saluran tersier atau petakan sawah tergantung pada kualiats air pada saluran sekunder. Pada lahan luapan C, maka pengelolaan air diarahkan pada konservasi air di musim kemarau dengan sistem tabat (dam overflow/stoplog), yaitu menahan air sehingga kecukupan air dapat dipenuhi saat musim kemarau dengan menutup tabat menjelang musim kemarau atau akhir musim hujan. Lahan Pasang Surut dan Sumber Air di Lahan Gambut Berdasarkan hidrotopografi wilayahnya sebagai cerminan dari pengaruh luapan pasang sungai/laut, maka wilayah pasang surut dibagi dalam empat tipe luapan, yaitu tipe A, B, C, dan D. (Noorsyamsi dan Hidayat, 1976: Widjaya Adhi, 1986; Kselik, 1990). Kementerian Pekerjaan Umum menggunakan istilah lahan katogori I untuk tipe A, selanjutnya kategori II, III dan IV untuk tipe B, C dan D. Batasan yang dimaksudkan dengan tipe luapan A, B, C dan D adalah sebagai berikut : Tipe A : Tipe B: Tipe C: wilayah pasang surut yang selalu mendapat luapan pasang baik pasang tunggal (purnama) maupun pasang ganda (perbani) serta mengalami pengatusan secara harian. Wilayah tipe luapan ini meliputi pesisir pantai dan sepanjang tepian sungai. wilayah pasang surut yang mendapat luapan hanya saat pasang tunggal (purnama), tetapi mengalami pengatusan secara harian. Wilayah tipe luapan ini meliputi wilayah ke pedalaman sejauh < 50-100 km dari tepian sungai. wilayah pasang surut yang tidak mendapat luapan pasang dan mengalami pengatusan secara permanen. Pengaruh ayunan pasang diperoleh hanya melalui resapan (seepage) dan mempunyai muka air tanah pada jeluk < 50 cm dari permukaan tanah. Tipe D : wilayah pasang surut yang tidak mendapat pengaruh ayunan pasang samasekali dan mengalami pengatusan secara terbatas. Muka air tanah mencapai jeluk > 50 cm dari permukaan tanah. Lahan gambut adalah salah satu jenis lahan rawa, dimana keberadaan air sangat dipengaruhi oleh hujan dan pasang surut (luapan) air sungai. Perilaku keduanya akan berpengaruh terhadap tinggi dan lamanya genangan air di lahan gambut dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap tingkat kesuburan lahan sera pola budidaya yang akan diterapkan di lahan tersebut. Lahan gambut yang sering menerima luapan air sungaisemata-mata hanya menerima curahan air hujan.

Teknologi Pengelolaan Air Di Lahan Gambut Pengelolaan air dilahan gambut bertujuan mengatur pemanfaatan sumber daya air secara kontinyu sehingga didapatkan produktivitas lahan yang optimal, dan mempertahankan kelestarian lahan tersebut. Ciri khas teknologi pengelolaan air di lahan gambut adalah pembuatan parit (saluran), dimana tujuannya adalah: Mengendalikan air tanah untuk keperluan budidaya. Artinya gambut tidak kering di musim kemarau, dan tidak tergenang di musim hujan. Keadaan tersebut dicapai melalui upaya membuat pintu air (flapgate) yang dapat mengatur tinggi permukaan air tanah gambut sekaligus menahan air keluar dari lahan. Memanfaatkan keberadaan air disaluran seagai media budidaya ikan. Mencuci asam organik dan asam anorganik serta senyawa lain bersifat racun terhadap tanaman, dan suplai air segar untuk memberikan oksigen Air di parit dapat berfungsi sebagai sekat untuk mencegah terjadinya kebakaran yang meluas Sebagai transportasi sarana produksi dan hasil panen. Teknologi pengelolaan air di lahan rawa (temasuk lahan gambut) adalah: Sistem parit/handil tepi sungai Sistem saluran model garpu di lahan pasang surut 1. Sistem parit/handil a. Ketentuan umum Parit dibuat dari pinggir sungai yang mengarah tegak lurus ke arah daratan (Gambar 1) Di kiri dan kanan parit dibuat pematang-pematang, yang biasanya digunakan juga sebagai jalan sekaligus sebagai tanda batas kepemilikan lahan. Parit dapat dipandang sebagai saluran sekunder, bila sungai dipandang sebagai saluran primer.

Parit dibuat secara bertahap dan diselaraskan dengan kondisi perubahan lahan, pengaruh pasang surut (kedalaman permukaan air) dan, ketebalan gambut. Penerapan sistem parit, diawali dengan pembukaan lahan dengan merintis dan menebang pohon-pohon besar. Pekerjaan ini dimulai dari tepi sungai tegak lurus ke arah pedalaman. b. Ciri sistem parit Lahan usahatani umumnya berjarak 0,5 5 km dari tepi sungai ke arah pedalaman, atau sampai ke ketebalam gambut maksimum 1 meter. Di bagian tepi sungai dibuat pematang, karebna sudah ada tanggul sungai yang terbentuk secara alami, sehingga bila sungai pasang atau banjir, luapan air akan tertahan dan genangan pada lahan usaha yang ditimbulkan terbatas. Parit dibuat dengan fungsi ganda, yaitu sebagai saluran drainase (pembuangan) apabila air surut, dan sebagai saluran irigasi (memasukkan; mengairi) apabila air pasang. Aliran air dalam parit adalah bolak balik atau dua arah. Untuk mempertahankan keberadaan air di petakan lahan, maka pada parit dipasang tabat untuk mencegah keluarnya air sewaktu surut, tetapi sewaktu pasang, air dapat leluasa masuk dalam petakan. Untuk mencegah agar parit tidak tersumbat oleh endapan lumpur, maka diperlukan pekerjaan pembuangan/pengangkatan lumpur sebulan sekali. Lebar parit berukuran 5 meter dan semakin menyempit ke arah hulu parit. Pada kanan dan kiri parit dibuat pematang/tanggul untuk ditanami tanaman penguat (pohon buah-buahan) agar tanggul tidak longsor. Di atas pematang ini juga dapat dibuat ponsok. Pada setiap 500 meter dibuat parit cacing yang berfungsi untuk memasukkan dan mengeluaran air pada petakan pertanaman. Parit ini berukuran lebar dan dalam 1 meter.

Gambar 1. Pengelolaan air sistem parit/handil 2. Sistem saluran garpu Pengatuan tata air dengan sistem garpu (Gambar 2) dikembangkan oleh Universitas Gajah Mada (UGM) pada lahan pasang surut, yaitu lahan-lahan yang terletak di dataran pantai atau dataran dekat sungai; baik terpengaruh langsung maupun tidak langsung oleh pasang surut. Untuk mengatur air pasang surut, maka dibuat pintu-pintu air yang dikenal dengan flapgate yaitu pintu otomatis yang ketika air pasang, air akan mendorong pintu sehingga air dapat masuk ke dalam parit-parit petakan lahan. Sewaktu air surut, air akan tertahan di dalam parit-parit petakan lahan. Struktur tinggi/operasional pintu-pintu air tersebut disesuaikan dengan penggunaan lahannya, apakah untuk sawa, surjan, atau lahan kering.

Gambar 2. Pengelolaan air sistem garpu Kelemahan sistem garpu: - Biaya pembuatannya mahal karena dirancang untuk areal pertanian yang luas dan menggunakan alat-alat berat. - Lumpur yang mengendap dalam ruas-ruas saluran harus sering-sering diangkat agar tidak terjadi pendangkalan, ini akan mempersulit proses pergantian air segar. Jika pada saluran terdapat pirit yang telah teroksidasi dan tidak tercuci keluar, maka senyawa kuat yang terbentuk akan membahayakan tanaman di atasnya. Mengatasi kelemahan sistem garpu adalah adanya pembuatan saluran yang terpisah antara saluran irigasi (pemasukan air/inlet) dan saluran drainase (pengeluaran air/outlet), atau dikenal sebagai Sistem Aliran Satu Arah. Sistem aliran satu arah - Pada sistem ini (Gambar 3), setidaknya memerlukan 2 buah saluran tersier, yang sau berfungsi sebagai saluran irigasi (inlet) dan yang satu lagi sebagai saluran drainase (outlet).

Gambar 3. Pengelolaan air pada tingkat petakan sawah - Kedua saluran tersier ini harus dilengkapi dengan pintu air otomatis (flapgate) yang dapat membuka dan menutup denga tenaga arus air. Saluran irigasi akan membuka ketika air pasang, dan akan menutup ketika air surut - Kondisi demikian diciptakan dengan meletakkan posisi pintu yang berlawanan arah (Gambar 4). - Tinggi rendahnya permukaan air dalam saluran diatur dengan mengatur pintu outlet (drainase). - Keuntungan sistem ini adalah terjadinya pergantian air segar di dalam saluran secara lebih lancar, potensi endapan lumpur di dalam saluran kuarter lebih kecl karena tercuci lebih mudah, serta penumpukan senyawa beracun dan air asam akan dapat dihindari.

Gambar 4. Sistem pintu air otomatis (flapgate) DAFTAR PUSTAKA Andriesse, J.P. 1988. Nature and Management of Tropical Peat Soils. FAO. Soil Bull. 59. Rome. 165 p. Balittra. 2001. 40 Tahun Balittra 1961-2001: Perkembangan dan Program Penelitian ke Depan. Balitrtra. Banjarbaru. 84 hlm. Beek, K.J., Blokhois, W.A., Driessen, P.M., Breemen, N. V. dan Pons, L.J. 1980. Problem Soils: Reclamatiuon and management. In Land Reclmation and Water Management. ILRI Publ. 27. Wageningen. The Netherland. P. 43-72. Ismail Inu G., Trip Alihamsyah., IPG Wijaya Adhi., Suwarno., tati Herawati., Ridwan Thahir., D.E. Sianturi. 1993. Sewindu Penelitian Pertanian Di Lahan Sawah 1985-1993. Proyek Penelitian Pertanian Pasang Surut dan Rawa SWAMP II. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Kasdi S., H. Suwardjo dan IPG Wijaya Adhi. 1994. Reklamasi Lahan Pasang Surut Bertanah Sulfat Masam di Kalimantan: Tinjauan Hasil Penelitian dan Pengembangan di Lahan Petani dalam Prosiding Temu Konsultasi Sumberdaya Lahan Untuk Pembangunan Wilayah Kalimantan. Palangkaraya 5-6 Oktober 1993. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Kosman, E. dan Jumberi, A. 1996. Tampilan potensi usahatani di lahan rawa lebak. Dalam B. Prayudi et al. (eds). Pros. Seminar Teknologi Sistem Usahatani Lahan Rawa dan Lahan Kering. Buku I. Balittra. Banjarbaru. Hlm : 75-90. Noor, M. 2004. Lahan Rawa: Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam. Rajawali Pers. Jakarta. 241 hlm.

Noorsyamsi, H. dan Hidayat, M. 1976. The tidal swamp rice culture in South Kalimantan. Contr. Centr. Res. Inst. Agric. Bogor 10:1-18. Pons, L. J., Breemen, N. V., and P.M. Driessen. 1986. Physiography of coastal sediment and development of potential soil acidity. In Acid Sulphate Weathering. SSSA Special Publ. No. 10. Madison. Wisconsin. USA. p. 1-18. Samingan, M.T. 1979. Beberapa catatan tentang vegetasi di daerah pasang surut Sumatera Selatan. Dalam Pros. Symp. Nasional III Pengembangan Daerah pasang surut di Indonesia. Buku III. Palembang, 5-9 Pebruari 1979. Dep. P.U IPB. Bogor. Widjaja Adhi, I.P.G. 1986. Pengelolaan lahan rawa pasang surut dan lebak. J. Litbang Pertanian 5. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Jambi, 28 Juni 2014. Lindung