BAB I PENDAHULUAN. mengetahui adanya makanan (Ship, 1996). mengalami gangguan penghidu (Doty et al, 2006). Di Austria, Switzerland

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1 Mahasiswa pendidikan dokter FKIK UMY. 2 Bagian THT FKIK UMY

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

Hasma Idris Nohong, Abdul Kadir, Muh. Fadjar Perkasa

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. melindungi manusia dari lingkungan yang berbahaya seperti kebakaran,

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Hidung adalah salah satu dari lima panca indera. yang dimiliki manusia.fungsinya adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bermotor, pembangkit tenaga listrik, dan industri. Upaya pemerintah Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB I PENDAHULUAN. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Nitrogen, 20% Oksigen, 0,93% Argon, 0,03% Karbon Dioksida (CO 2 ), dan

BAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

BAB I PENDAHULUAN. gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi paru dan penurunan kualitas hidup manusia. 2 Penyakit paru

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kesehatan manusia. Hal ini disebakan karena gas CO dapat mengikat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. Pengertian Perubahan Materi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan, udara sebagai komponen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pada bertambahnya jumlah pencemar di udara (Badan Pusat Statistik, 2013).

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN FILTER ASAP PADA INCINERATOR SAMPAH (RJ01)

BAB I PENDAHULUAN. (pengindraan) eksoreseptor, yaitu sistem visual (penglihatan), sistem auditory

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya hujan asam adalah senyawa Sulfur dan Nitrogen Oksida yang

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bensin diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Produk minyak bumi

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk dapat menyelesaikan permasalahan pencemaran udara yang terjadi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.5

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB VI. Fungsi Indera Penciuman

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

Gas dan Debu. Pada Tambang Bawah Tanah

Gangguan fungsi penghidu dan pemeriksaannya

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB I PENDAHULUAN. Polusi atau pencemaran udara adalah proses masuknya polutan kedalam

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 3. MELAKUKAN PENGAMATANLatihan Soal 3.2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

Gambaran fungsi penghidu dengan Sniffin sticks pada pasien rinitis alergi

BAB I PENDAHULUAN. udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya

No. kuesioner. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Lama Bekerja : 5. Sumber Informasi :

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia memiliki panca indera, dan salah satunya adalah penghidu. Penghidu adalah salah satu fungsi organ hidung (Guyton, 2003), dan merupakan bagian dari nervus cranial yaitu olfaktorius dan memiliki peranan penting pada manusia untuk mengetahui sensasi dari bau tertentu. Disamping itu dengan menghidu dapat mendeteksi adanya bahaya, serta mengetahui adanya makanan (Ship, 1996). Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS 16;18 Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 1,4% penduduk mengalami gangguan penghidu (Doty et al, 2006). Di Austria, Switzerland dan Jerman sekitar 80.000 penduduk pertahun ke bagian THT dengan keluhan gangguan penghidu (Hummel et al, 2010). Hilangnya kemampuan penghidu dapat membahayakan seseorang karena menyebabkan tidak mengetahui adanya bahaya seperti bau gas bocor, kebakaran, asap dan sebagainya. Juga dapat mempengaruhi nafsu makan dan mood seseorang.

2 Kemampuan penghidu seseorang dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu Normosmia (kemampuan menghidu normal), Anosmia (hilangnya kemampuan menghidu), Agnosia (tidak dapat menghidu 1 macam odoran), Parsial Anosmia (tidak dapat menghidu beberapa macam odoran), Hiposmia (penurunan kemampuan menghidu baik secara kualitas maupun sensitifitas), Disosmia (persepsi bau yang salah, termasuk parosmia dan phantosmia) dan Presbiosmia (penurunan kualitas penghidu karena faktor usia) (Hummel et al, 2011). Penurunan kualitas penghidu pada manusia dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu gangguan transpor odoran, gangguan sensoris dan gangguan saraf. Gangguan transpor disebabkan pengurangan odoran yang mencapai epitelium olfaktorius, misalnya pada inflamasi kronik dihidung. Gangguan sensoris disebabkan kerusakan langsung pada neuroepitelium olfaktorius, misalnya pada infeksi saluran nafas atas, atau polusi udara toksik. Gangguan saraf disebabkan kerusakan pada bulbus olfaktorius dan jalur sentral olfaktorius, misalnya pada penyakit neurodegenaratif atau tumor intracranial (Raviv et al, 2006) (Costanzo et al, 2006). Penyebab yang paling sering pada gangguan penghidu adalah adanya obstruksi nasal dan paparan zat toksik secara terus menerus. Seperti pada pekerja yang setiap hari berhadapan langsung dengan bau menyengat efek dari tempat bekerja seperti pengecoran logam, SPBU dsb. Penelitian yang dilakukan di Yogyakarta oleh Aufa dan Soewito (2010) menunjukan bahwa 37,5% dari responden pekerja SPBU dan orang normal

3 mengalami gangguan penciuman. Hutapea (2003) menemukan bahwa pekerja industri pengolahan batu kapur di Yogyakarta juga mengalami gangguan penghidu karna paparan debu kapur tempat tersebut. Pada industri pengecoran logam mungkin juga termasuk tempat yang dapat menimbulkan penurunan daya penciuman. Dalam pengecoran logam terdapat beberapa proses, yang pertama adalah proses peleburan semua bahan utama agar mejadi cair kemudian proses penuangan dan proses penyetakan. Dalam proses peleburan ini terdapat beberapa bahan utama seperti besi, tembaga, alumunium dan plastik yang dididihkan sampai menjadi cairan secara bersamaan. Efek samping dari proses inilah yang dapat menimbulkan bau menyengat karena gas seperti karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO4), dioxin dan forin. Setelah cetakan dingin dilakukan penghalusan hasil cetakan dengan cara menggesekan pada logam tertentu yang berputar kencang. Hasil dari gesekan kedua logam ini juga menimbulkan bau menyengat seperti ban kendaraan yang mengerem pada aspal. Atas dasar tersebut diatas, peneliti ingin meneliti apakah pada pekerja pengecoran logam juga berpotensi terjadi gangguan penciuman dan obstruksi nasal. B. RUMUSAN MASALAH Apakah paparan bau menyengat pada pengecoran logam dapat mempengaruhi daya penciuman dan obstruksi nasal pada pekerja pengecoran logam di kecamatan Ceper?

4 C. TUJUAN PENELITIAN a. Tujuan umum : Untuk mengetahui pengaruh paparan bau menyengat pada daya penciuman dan kejadian obstruksi nasal pada pekerja pengecoran logam b. Tujuan khusus : Untuk mengetahui apakah paparan bau menyengat dapat menurunkan daya penciuman pada pekerja pengecoran logam. Untuk mengetahui apakah paparan bau menyengat dapat menyebabkan obstruksi nasal. D. MANFAAT PENELITIAN a. Manfaat bagi instansi terkait Dapat memberikan informasi bagi pemilik maupun pekerja perusahaan dalam rangka mencegah gangguan penciuman dan obstruksi nasal akibat bau nyengat pengecoran logam b. Manfaat bagi masyarakat Menambah wawasan masyarakat akan dampak dan bahaya paparan bau menyengat pada pengecoran logam c. Manfaat bagi peneliti Menambah pengetahuan dan pengalaman nyata tentang daya penciuman dan tingkat obstruksi nasal d. Manfaat bagi ilmu pengetahuan

5 Dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya dengan tema yang terkait E. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian tentang daya penciuman juga dilakukan peneliti berikut : a. Penelitian oleh Mahda Adil Aufa pada tahun 2010 yang berjudul Pengaruh Paparan Uap Bensin Terhadap Gangguan Penghidu pada Pekerja SPBU. Penelitian dilakukan untuk mengetahui efek paparan uap bensin di SPBU dengan melakukan sniffin sticks testmenggunanakan 6 zat penghidu berbeda pada 2 kelompok, yaitu kelompok I berisi 20 pegawai SPBU dan kelompok II berisi 20 orang mahasiswa UMY sebagai kelompok kontrol. Ditemukan bahwa pada kelompok I terdapat 15 orang (37,5%) dan 4 orang pada kelompok II (10%) yang mengalami penurunan daya penciuman. Sehingga terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok. b. Penelitian oleh Nurul Endah Ardianti,dkk pada 2012 dengan judul Gambaran Fungsi Penghidu dengan Sniffin Sticks pada Pasien Rinitis Alergi (RA). Penelitian dilakukan untuk mengetahui rerata nilai ambang, diskriminasi dan identifikasi (ADI) pada pasien RA intermiten dan persisten. Didapatkan perbedaan tidak bermakna pada ADI pasien RA intermiten maupun persisten dan sebanyak 45% dari seluruh pasien percontohan RA mengalami gangguan penghidu. c. Penelitian oleh Hasma Idris Nohong,dkk pada tahun 2014 dengan judul Perbandingan Fungsi Penghidu Penderita Rinosinusitis Kronis

6 Pre dan Post Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) Menurut Hasil CT Scan Menggunakan Sniffin Sticks Test. Penelitian ini membandingkan pasien sebelum dan sesudah BSEF dan didapatkan hasil yang signifikan pada nilai ambang, diskriminasi dan identifikasi (ADI) pada penderita rinosinusitis.

7