Ngadeni Empu Keris dari Gunung Kidul

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN ESTETIKA DAN PROSES PEMBUATAN KERIS KARYA SUTIKNO KANTHI PRASOJO KELURAHAN KLEDUNG KRADENAN KECAMATAN BANYUURIP KABUPATEN PURWOREJO JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. bangsa yang kaya akan kebudayaan dan Adat Istiadat yang berbeda satu sama lain

Wujud Cerita Panglima Besar dalam Masyarakat Desa Sei Nagalawan. merupakan panglima yang tinggal di Desa Sei Nagalawan. Tokoh Panglima Besar

PERUBAHAN ORIENTASI MATA PENCAHARIAN PENGRAJIN LOGAM DESA CIBATU KECAMATAN CISAAT KABUPATEN SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi ketika seseorang pengunjung melakukan perjalanan. Pariwisata secara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Loyalitas Tanpa Batas, Elizabeth Catur Yulia Sri Wahyuni.

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

PELESTARIAN KERIS SEBAGAI SALAH SATU WARISAN BUDAYA JAWA DI KOTA KEDIRI TAHUN 2015 ARTIKEL SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna

Hari ini kesunyian ku bertambah parah, tiada lagi yang bisa ku lakukan, tak ada lagi yang bisa ku harapkan,

Bereguh, Alat Musik Aceh yang tertinggal.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kanayatn yaitu pada zaman Kayo (memotong kepala lawan) sekitar ratusan tahun yang

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. siaran yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi masyarakat dalam memberi

BAB V PERJALANAN KARIR MENUJU DUNIA RETAIL

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. mengenal ketoprak. Ketoprak berasal dari kata tok dan prak yaitu bunyi dari kentongan

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (sastrawan), dan pembaca karya sastra. Oleh karena itu, karya sastra memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kaya akan karya seni budaya. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan sebagai destinasi wisata nasional dalam Masterplan Kementerian

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan,

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Iklan pada dasarnya adalah proses penyampaian pesan atau informasi kepada sebagian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai negarad, pariwisata

PERPINDAHAN PEKERJAAN DARI PETANI KE PENGRAJIN Ravik Karsidi

BAB I PENDAHULUAN. orang, dengan agama manusia dapat membedakan dan memilih mana yang baik dan

PEREMPUAN DALAM AMSAL 31:10-31 (Studi Antropologi Budaya Terhadap Kedudukan dan Peran Perempuan Dalam Amsal 31:10-31)

BAB I PENDAHULUAN. tentang isu kemerosotan nilai-nilai yang terkandung dalam keluarga cukup

Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR

ABSTRAK. Kata Kunci : Budaya, Feature, Nusantaraku, Produser, Rasulan. xii + 82 halaman; 17 gambar; 10 tabel Daftar acuan: 14 ( )

Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

Merupakan salah satu bentuk konstruksi sintaksis yang tertinggi. Secara tradisional: suatu rangkaian kata yang mengandung pengertian dan pikiran yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan sistem CBT (Community Based Tourism) terhadap kondisi berdaya

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membuat film dokumenter

MODEL PENDIDIKAN PETUALANGAN BERBASIS LINGKUNGAN ALAM DALAM PENGEMBANGAN INTEGRITAS PEMUDA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

TUGAS AKHIR LINGKUNGAN BISNIS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

SINGKAWANG (23/8/2016)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EKSISTENSI SANGGAR TARI KEMBANG SORE PUSAT - YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati

Buah Kejujuran Putri Amanda Karimatullah LL

Nama : Diana Lusi Rinasari NIM : Makul : Ilmu Pendidikan BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

BAB II LATAR BELAKANG DOKTER SOEDARSO

note AQUARIUS THE SEED FINDING PURPOSE AND HAPPINESS IN LIFE AND WORK OLEH : JON GORDON JOHN WILEY & SONS, INC. 146 HALAMAN ISBN-13 :

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Salah satu bentuk peninggalan budaya yaitu aksara nusantara.

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

BAB V MODEL PELESTARIAN NYANYIAN MBUE-BUE PADA MASYARAKAT MUNA SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan kaum perempuan pada tahap dewasa dini pada saat ini secara umum

BAB 2 DATA DAN ANALISIS Perang Wanara dan Raksasa. satu ksatria yang sangat ditakuti oleh lawannya.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Ku anfusakum wa ahlikum naaro... Penggalan al-qur an surat at-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangannya Keraton Kasunanan lebih dikenal daripada Keraton

Mengenal Sosok Panutan dalam Perkembangan Karakter Pramuka Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Fendra Pratama, 2014 Perkembangan Musik Campak Darat Dari Masa Ke Masa Di Kota Tanjung Pandan Belitung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kota Sibolga adalah daerah yang multikultural karena dihuni oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Doli Nirwansyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERKEMBANGAN TRADISI UPACARA BERSIH DESA TANJUNG SARI DI DESA DLIMAS KABUPATEN KLATEN TAHUN

JARGON DALAM FORUM KASKUS DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ALTERNATIF MATERI PEMBELAJARAN PENULISAN SLOGAN

Lampiran 1 INSTRUMEN PENELITIAN

, 2015 ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA RAGAM TULIS DALAM SURAT PRIBADI MAHASISWA KOREA DI YOUNGSAN UNIVERSITY

YAYASAN PAMULANGAN BEKSA SASMINTA MARDAWA. Theresiana Ani Larasati

BAB 1 PENDAHULUAN. kearah yang lebih baik dengan didukung oleh kemajuan teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dari negara

DAFTAR WAWANCARA. Daftar pertanyaan wawancara untuk pemilik usaha Family Doorsmeer. 1. Apa promosi yang dilakukan Family Doorsmeer?

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

BAB I PENDAHULUAN. sektor penting dalam pembangunan perekonomian bangsa-bangsa di dunia (Naude

Jangan Menyerah, Andalah Pemenangnya

Kata Mereka tentang KUMCER Pasir

BAB V KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN IMPLIKASI. transformatif nilai-nilai religi dan budaya dalam pendidikan sejarah di Sekolah

MENJADI ORANG TUA YANG TERUS BELAJAR

Teguran Allah kepada Musa. Ditulis oleh Wiki

PROLOG. Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau. Sambung menyambung menjadi satu, itulah Indonesia

Dahulukan Hal yang Harus Didahulukan. 10/28/2013 Softskills 1

Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2014 SAJARAH CIJULANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisai ini, media merupakan suatu alat yang tidak pernah lepas dari

MEMBANGUN KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat

Transkripsi:

Ngadeni Empu Keris dari Gunung Kidul Oleh: Unggul Sudrajat, SS Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Badan Pengembangan Sumber Daya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif unggul_sudrajat@yahoo.com Tidak banyak yang mengenal sosok yang sudah mendekati senja ini, bahkan bagi masyarakat Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri. Keberadaannya saat ini seakan terlupakan oleh massa dan zaman. Padahal apabila ditelisik lebih dalam, ada banyak ruang pengetahuan yang dapat disampaikannya sebagai bagian kekayaan budaya yang harus dilestarikan dan disebarkan kepada semua khalayak. Masa muda telah dilaluinya dengan beragam petualangan hidup, makan asam garam kehidupan, berjibaku dalam denting palu dan percikan api yang seringkali mengenai tubuh kurusnya. Diusianya yang telah beranjak 78 tahun, Parto Sentono atau yang lebih sering dipanggil dengan Mbah Ngadeni masih dengan sigap meniti bilah keris yang sedang dibuatnya. Tidak banyak memang aktivitas empu Ngadeni saat ini, masyarakat sekitarnya lebih banyak 1

mengenalnya sebagai petani, di samping juga membuat keris dan alat-alat pertanian. Garis Hidup Jalan menuju kediaman Empu Ngadeni di Dusun Grogol II, Rtt 05/ Rw 02, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul tidaklah terlalu sulit di tempuh. Dari Kota Wonosari, Ibu Kota Kabupaten Gunung Kidul, hanya berjarak kurang lebih 8 km atau sekitar 20 menit perjalanan menggunakan kendaraan pribadi. Hanya saja, ketiadaan informasi dan jejak sejarah yang pernah dilaluinya dalam pembuatan Tosan Aji menjadikannya tidak banyak diketahui oleh masyarakat pada umunya. Sebagai keturunan langsung dari Empu Karyo diwongso, seorang Empu dari Gunung Kidul, Ngadeni hingga di usia senjanya masih mampu membuat Tosan Aji khususnya keris dan beragam alat-alat pertanian lainnya. Pengetahuan membuat Tosan Aji khususnya keris diperolehnya langsung dari ayahnya, Karyo Diwongso yang tinggal di Desa Kajar II, yang telah membuat keris sejak muda hingga meninggalnya sekitar tahun 1990an. Desa Kajar, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul memang dikenal sebagai sentra industri logam di Kabupaten Gunung Kidul. Bahkan, Ibunda Presiden Amerika Serikat -Barrack Obama-, S. Ann Dunham, telah melakukan studi Antropologi yang cukup mendalam di Desa Kajar sebagai Desa penelitian utama sepanjang periode empat belas tahun antara Juni 1977 hingga tahun 1991. Hasil kajian yang kemudian menjadi disertasinya pada Jurusan Antropologi University of Hawaii at Manoa (UHM) yang berjudul Peasant Blacksmithing in Indonesia: Surviving and Thriving Against All Odds kini telah diterjemahkan dan dipublikasikan oleh kelompok penerbit Mizan dengan judul, Pendekar-Pendekar Besi Nusantara: Kajian Antropologi tentang Pandai Besi Tradisional di Indonesia (2008). 2

Bambang Harsrinuksmo dalam bukunya, Ensiklopedi Keris (2008), menuliskan bahwa Karyo Diwongso adalah adik dari Martodinomo, yang juga membuat keris. Keris-keris buatannya terbilang sederhana, baik bentuk maupun pamornya. Untuk bahan baku pembuatan keris menggunakan besi kejen kuno (mata bajak) atau sering disebut dengan istilah Besi Budo yang banyak ditemukan di sekitar tempat tinggalnya. Karyo Diwongso tidak mencampur bahan besi kejen kuno tersebut dengan logam lain, sehingga pamor yang diharapkan muncul adalah pamor tiban berasal dari bahan besi kejen kuno tersebut. Selepas Karyo Diwongso meninggal, Ngadeni diberikan amanah untuk meneruskan tradisi pembuatan keris. Dengan senang hati Ngadeni menerima tawaran tersebut dan menerimanya sebagai garis hidup yang telah ditakdirkan dan dilakoninya. Hal ini sudah disadarinya karena sejak kecil telah disampaikan perihal regenerasi ke empu an dari ayahnya kepada dirinya. Tradisi pembuatan keris tetap dijalaninya di kediamannya hingga sekarang, selepas perpindahannya dari Desa Kajar II. Nguri-Nguri Tradisi Ngadeni mulai belajar menekuni pembuatan Tosan Aji khususnya keris pada usia 23 tahun. Penempaannya sebagai seorang empu langsung dilakukan sendiri oleh Karyo diwongso, sehingga di bawah bimbingan ayahnya, Ngadeni belajar dengan menjadi panjak terlebih dahulu hingga akhirnya dipercaya mampu membuat keris sendiri. Ngadeni sengaja tidak membuat keris dalam jumlah banyak, hanya membuat berdasarkan pesanan saja. Dalam satu bulan rata-rata Mbah Ngadeni hanya mampu membuat 2-3 keris tergantung dari pesanan, karena untuk pembuatan sebilah keris rata-rata membutuhkan waktu sekitar 10 hingga 15 hari. Kadangkala bahkan membutuhkan waktu lebih dari satu bulan untuk membuat keris apabila pemesan menginginkan sebilah keris dengan laku yang khusus. 3

Agar keris yang dihasilkan baik serta sesuai dengan harapan pemesannya, maka dilakukan ritual laku- sebelum memulai pembuatan kerisnya. Ritual atau Laku yang dijalankan adalah dengan cegah dhahar lawan nendro (mengurangi makan atau puasa dan sedikit tidur). Laku ini diakui menjadikannya lebih bijak dan peka dalam memahami kehidupan. Unsur tradisi hingga saat ini masih kental digunakan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pembuatan Tosan Aji misalnya dalam hal sesaji atau sajen. Sajen yang digunakan biasanya adalah menyan, buah-buahan seperti salak, apel, jeruk dan sego gudang, kembang, dll. Proses pembuatannya, berdasar pengakuannya, yang masih menggunakan cara-cara tradisional lengkap dengan laku spiritualnya menjadikannya banyak diburu pemesan seperti Dalang, Orang Pintar, hingga Pejabat untuk membuat keris karena dipandang keris buatannya mempunyai tuah yang baik bagi pemakainya. Bertahan dalam Asa Hingga saat ini, Ngadeni masih mengingat dengan jelas pertemuannya dengan Ngarso Dalem, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, pada saat dia bersama ayahnya Karyo diwongso mengikuti pameran di Ambarukmo sekitar tahun 1980an. Pada saat itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX berkenan meminta dibuatkan keris luk 9 oleh Karyo diwongso. Sayangnya, Ngadeni tidak ingat persis dhapur apa yang dibuat kala itu, namun selepas keris pesanan tersebut jadi lantas diserahkan dan diterima oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Karena 4

jasanya tersebut, Sri Sultan Hamengkubuwono IX memberikan tanda penghargaan dari Keraton Yogyakarta. Apresiasi pihak keraton terhadap hasil karya Karyo diwongso semakin menjadikannya bersemangat dalam membuat keris. Lain dulu lain sekarang, semakin minimnya pesanan Tosan Aji saat ini khusunya keris, menjadikannya lebih banyak menekuni pembuatan alat-alat pertanian yang secara pemenuhan kebutuhan ekonomi dapat segera dijual. Minimnya minat masyarakat untuk memiliki dan memesan keris menjadikannya harus mensiasati hidup dengan beragam cara. Setidaknya, Ngadeni lega karena salah seorang anaknya, Rubiyo, mau belajar menjadi seorang empu baru. Kendala yang dihadapi diantaranya ada yang memesan keris namun tidak membayar padahal keris yang dipesan telah jadi. Sehingga akhirnya keris tersebut kebutuhan keluarga yang seharusnya terpenuhi dari biaya pembuatan keris tersebut menjadi tidak ada. Selain itu, minimnya modal usaha yang dimiliki menjadikannya sangat bergantung terhadap pesanan yang tidak tentu datang tiap bulannya. Tentu saja, kondisi tersebut menjadikan pembuatan keris yang digelutinya saat ini berada di ujung tanduk. Walaupun terkendala pada banyak hal, Ngadeni tetap percaya bahwa segala yang dijalaninya saat ini adalah karunia dari proses kehidupan. Hasil penjualan dari setiap bilah keris yang dihargai Rp.500.000 tidak lagi dapat menopang kebutuhan hidupnya dengan istrinya, sehingga dia harus mencari 5

penghidupan yang lain. Walaupun demikian, kondisi tersebut tidaklah menyurutkan langkahnya dalam melestarikan tradisi pembuatan keris yang telah ditekuninya selama ini. Untuk itu, keberadaannya seyogianya perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak baik Pemerintah, seluruh insan perkerisan, dan masyarakat luas agar budaya perkerisan tetap lestari dan berkembang. Ayahnya, Karyo Diwongso selalu berpesan padanya agar, Kowe aja ngapusi, nak wong liya ngapusi ya ben (Kamu jangan berbohong, kalau orang lain yang berbohong terserah), begitu pesan yang dipegangnya dengan kuat hingga saat ini. Baginya, kejujuran dalam bertindak, bertutur, menjadikannya tidak silau akan kilau kemewahan dunia. Hidup baginya haruslah prasojo, sederhana, karena semua akan kembali padanya. Siapapun yang tidak jujur pada akhirnya akan menuai buah ketidak jujurannya tersebut. Nasihat ini seiring dengan ungkapan jawa, Ngunduh Wohing Pakarti, setiap insan akan menikmati buah dari perbuatan yang sudah dilakukan. Sehingga dalam keadaan apapun, kejujuran baginya adalah prinsip yang tidak lagi dapat ditawar. Semoga nasihat indah tentang kejujuran yang telah diajarkan oleh Alm. Empu Karyo Diwongso kepada Empu Ngadeni dapat menginspirasi keseharian kita, semoga. 6