BAB I PENDAHULUAN. akan berubah entah itu memerlukan proses yang lambat ataupun cepat.

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI KASUS TENTANG PERUBAHAN SOSIAL DI SUMBA TIMUR TERHADAP PERSYARATAN GELAR KEBANGSAWANAN TESIS. Diajukan Kepada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB III PERGESERAN GELAR KEBANGSAWANAN DI SUMBA TIMUR

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1. Pendahuluan. kepada manusia lainnya. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa mengenai perjumpaan budaya Sabudan

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. (stratifikasi sosial), yang mana terdiri dari kelas atas, kelas menengah dan

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. tersebut memiliki kaitan erat dengan cara pandang orang Sabu tentang sesama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

BAB VI PENUTUP. 1. Masyarakat Sumba terbagi dalam tiga (3) kelas sosial, yaitu Maramba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Besarnya jumlah mahar sangat mempengaruhi faktor hamil di luar nikah. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kepribadian seseorang. Tidak hanya pakaian sehari-hari saja

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif sering disebut penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan

BAB I PENDAHULUAN. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1976, p. 5

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA GEREJA DAN PERUBAHAN SOSIAL TESIS

KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai jika didekati dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena,

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. lain, mulai dari lingkungan lokal (keluarga) sampai ke lingkungan sosial luar (masyarakat).

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB III HASIL PENELITIAN. 1. Keadaan Geografis Sumba Timur Kecamatan Rindi - Desa Haikatapu 1. Gambar 1. Peta Pulau Sumba

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

Pdt. Dr. Retnowati, M. Si Pdt. Totok S. Wiryasaputra, Th.M

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Pemberdayaan ekonomi yang baik tidak hanya bergerak dalam aspek-aspek. ekonomi saja, tetapi juga dalam aspek-aspek lainnya.

BAB 3 METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. Agama seperti yang kita ketahui bahwa dalam perspektif umat merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Bogdan dan taylor (dalam Moleong, 2009) Peneliti memilih

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Dariyo, 2002 (dalam Godam,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan satu bagian dalam proses kehidupan

BAB III METODE PENELITIAN. angka atau kuantitas. Oleh karena itu, dengan mengacu kepada ciri-ciri tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. mempunyai keinginan untuk hidup bersama dan membina rumah tangga yaitu. dengan melangsungkan pernikahan atau perkawinan.

Pendampingan Pastoral Holistik di Megachurch (Sebuah Studi Tentang Pendampingan Pastoral Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan di Semarang)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

Bab 3 METODE PENELITIAN. mengenai komunikasi interpersonal menantu dan ibu mertua pada pasangan

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak bersentuhan dengan titah dan perintah agama atau kewajiban yang

I. PENDAHULUAN. Suku Lampung terbagi atas dua golongan besar yaitu Lampung Jurai Saibatin dan

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan perguruan tinggi disuatu daerah seringkali akan mempengaruhi

BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN

BAB VII RAGAM SIMPUL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Desa Hilir Tengah, Kecamatan Ngabang,

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya dilindungi oleh Undang-undang Dasar Dalam penjelasan Undangundang

TESIS PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM KELUARGA DENGAN ORANG TUA BEDA AGAMA DI JEMAAT GKMI SALATIGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

PENGARUH KEARIFAN LOKAL TERHADAP SIKAP ETNIS NIAS DALAM MENGHADAPI PARA PENDATANG DI KOTA GUNUNGSITOLI

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, dimana banyak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang. terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku

BAB I PENDAHULUAN. ada sebagian kecil orang yang memilih untuk hidup sendiri, seperti Rasul Paulus

BAB V PENUTUP. tentang tradisi doi menredalam proses peminangan adat masyarakat Bugis Bone

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan Sosial sering menjadi tema utama dalam proses penelitian ilmiah. Proses perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat pun dapat dilihat dalam berbagai aspek termasuk aspek budaya di dalamnya, karena kebudayaan lambat laun akan berubah entah itu memerlukan proses yang lambat ataupun cepat. Kebudayaan itu sendiri merupakan bagian integral dari suatu masyarakat. Masyarakat pada umumnya bertumbuh dan berkembang sesuai dengan adat istiadat dan budaya mereka. Bagaikan kedua mata koin yang tidak bisa dipisahkan demikian pula masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam suatu tatanan kehidupan manusia. Manusia berinteraksi, bersosialiasi dengan manusia yang lainnya dipengaruhi dan tidak lepas dari lingkungan manusia itu lahir dan berkembang. Hal yang sama dapat dilihat dalam tatanan masyarakat Sumba. Masyarakat Sumba adalah masyarakat yang hidup sebagaimana masyarakat lain di Indonesia dengan berbagai adat istiadat dan kebudayaannya. Mereka tumbuh dan berkembang sesuai dengan adat istiadat, budaya, yang mana kemudian menjadi kebiasaan di mana mereka hidup. Masyarakat Sumba pada umumnya dan pada khususnya Sumba Timur, memiliki adat istiadat dan budaya yang masih terus dipertahankan sampai sekarang.

Masyarakat Sumba itu sendiri hidup dengan tradisi/budaya struktur social dalam sistem sosial masyarakat yang berkembang dan hadir dalam tataran praksis kehidupan masyarakat Sumba. Ditilik dalam sejarah, masyarakat Sumba itu dibagi ke dalam tiga (3) stratifikasi social yakni: golongan maramba (bangsawan), kabihu (orang merdeka), dan ata (hamba). Setelah masuknya kekristenan dan berkembangnya zaman, masyarakat di Sumba saat ini hanya mengenal dua (2) pembagian stratifikasi social yakni bangsawan (maramba) dan hamba (ata). Kelompok ini yang paling mencolok dalam masyarakat. Sementara golongan kabihu tidak begitu dikenal oleh masyarakat umum saat ini. Kelompok-kelompok ini belum termasuk dengan masyarakat Sumba dari rakyat jelata atau pendatang yang sudah hidup dan berdomisili di Sumba (orang-orang ini termasuk orang Sabu, Kupang, Flores dan berbagai pulau lainnya yang sudah meminang orang Sumba dan menetap di Sumba. Adapula orang Jawa yang karena tugas dan berdagang di Sumba). Pembagaian struktur dalam masyarakat sudah menjadi sistem yang mendarah daging dalam kehidupan masayarakat Sumba dan Sumba Timur pada khusunya. Di Sumba, golongan bangsawan ini memiliki gelar di depan namanya. Seorang laki-laki memakai gelar Umbu atau Tamu Umbu dan perempuan bergelar Rambu atau Tamu Rambu. 1 Golongan-golongan bangsawan mempunyai julukanjulukan tertentu, yang mengungkapkan kedudukan, tugas, wewenang dan kewajiban mereka di dalam masyarakat paraingu. 2 Oleh karena Sumba menganut sistem patriakal maka dengan sendirinya gelar kebangsawanan mengkuti garis ayah dan keturunan-keturunannya yang terus dijaga dan dipelihara. Walaupun gelar akan nama ini masih sangat dipertahankan sampai

sekarang oleh golongan strata atas maramba, menurut penulis terdapat pergeseran akan nama atau gelar bagi bangsawan yang bagi sebagian orang Sumba, khususnya yang berasal dari bukan golongan maramba menyandang atau menggunakan gelar tersebut. Orang bukan bangsawan terlihat menggunakan gelar tersebut. Keaslihan gelar maramba tersebut dipelihara dengan perkawinan antar bangsawan. Anak bangsawan hanya boleh menikah dengan keturunan bangsawan pula. Sumba mengenal dengan istilah perkawinan ana tuya. 3 Hal ini dilakukan dalam rangka memelihara persekutuan geneologis maka idealnya perkawinan masyarakat Sumba adalah perkawinan ana tuya. Selain itu pula untuk memelihara persekutuan, klan tertentu menjadi klan pengambil istri dan klan lainnya sebagai klan pemberi istri, misalnya klan A memberi anak perempuannya untuk kawin dengan laki-laki dari klan B dan klan B memberi anak perempuannya untuk kawin dengan laki-laki klan C dan klan C memberi anak perempuan kawin dengan laki-laki klan A. 4 Dalam kehidupan praksis di Sumba Timur pun, keberadaan bangsawan atau maramba ini sangat mencolok dibandingkan dengan hamba atau ata. Nampak dalam cara berpakaian mereka (perhiasan, sarung tradisional berkelas yang diperuntukkan bagi strata mereka), transportasi yang mereka gunakan, jabatan dalam pemerintahan kabupaten, kecamatan, pedesaan, kekayaan akan tanah, hewan-hewan dan berbagai asset lainya.!" #$%& ''(

Dalam kehidupan rumah pun peralatan makan seperti piring, sendok, gelas dan lain-lain juga dipisahkan dari golongan hamba atau ata. Sama halnya juga dengan rakyat jelata yang merupakan masyarakat pendatang sangat berbeda terutama dalam hal pakaian perhiasan mahal, sandang maupun papan yang bercirikan ketradisonalitas kebangsawanan orang Sumba pun berbeda. Hal ini bukan saja tampak dalam kehidupan keseharian, dalam acara-acara adat misalnya perkawinan, kematian, biasanya perbedaan yang mencolokpun nampak. Seperti pakaian, perhiasan, alat-alat transportasi yang digunakan. Ketika tamu yang di undangpun datang mereka juga di suguhkan gelas untuk minuman atau piring untuk makanan sesuai dengan kedudukan mereka dalam stratifikasi masyarakat. Biasanya bagi bangsawan gelasnya besar dan sangat berbeda. Lain halnya dengan golongan yang dianggap hamba atau ata yang mendampingi tuannya diberi gelas kecil yang berbeda dengan tuannya. Namun ada berbagai peristiwa yang didengar dan dialami oleh penulis dimana ada perbedaan perlakuan terhadap undangan saat upacara adat, entah kematian atau pernikahan dalam masyarakat Sumba Timur. Di mana pada saat menyuduhkan makanan dan minuman, bagi undangan yang berasal dari masyarakat luar Sumba Timur, dalam hal ini orang Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Jawa, Kupang, dan etnis lainnya juga diberikan perlakuan yang sama seperti bangawan tanpa melihat keaslian atau kemurnian gelar kebangsawanan mereka yang menurut penulis mereka berasal bukan dari golongan strata atas atau maramba. Adapun diantara mereka yang memiliki profesi sebagai dosen, pendeta, pengusaha dan lain-lain diberikan perlakuan yang sama sesuai dengan maramba. Selain itu ada kecenderungan para sopir diberikan suguhan layaknya hamba. Dalam

hal peralatan makan dan minum mereka berbeda dengan bosnya yang diperlakukan sama dengan maramba. Terdapat perubahan pula dalam hal perkawinan. Masyarakat Sumba Timur yang berasal dari golongan bangsawan atau maramba, banyak menerima perkawinan anak mereka dengan orang yang berasal dari luar Sumba, khususnya orang China, Amerika, Bali, Jawa, dan adapula dari silsilah keturunan orang tersebut bukan asli bangsawan atau bangsawan murni. Sudah terjadi kawin-mawin atau bahkan salah satu orang tuanya berasal dari golongan orang biasa dan hamba atau ata. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa penulis mengangkat masalah ini. Dilihat dari perlakuan mereka, perlakuan atau penyajian peralatan yang sama diberikan karena undangan yang datang, berpendidikan tinggi dosen, pejabat-pejabat dalam pemerintahan. Sehingga timbulah keresahan penulis akan keadaan masyarakat Sumba Timur saat ini khusunya dalam gelar kebangsawanan yang sekarang dilihat dari pendidikan dan kedudukan. Berdasarkan hal inilah penulis mengangkat judul : Studi Kasus tentang Perubahan Sosial di Sumba Timur terhadap Persyaratan Gelar Kebangsawanan )

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan di atas, maka rumusan masalah yang diangkat adalah : Faktor faktor apa yang menyebabkan warga kelompok masyarakat tertentu mendapatkan perlakuan yang sama dengan kelompok bangsawan atau maramba? C. Tujuan Penelitian Mendiskripsikan faktor faktor apa yang menyebabkan warga kelompok masyarakat tertentu mendapatkan perlakuan yang sama dengan kelompok bangsawan atau maramba. D. Batasan Masalah Dalam tulisan ini, penulis hanya memfokuskan penelitian ini pada masyarakat Sumba Timur khususnya di daerah-daerah yang masih kental dengan budaya Sumba khususnya sistem stratifikasi dan daerah-daerah seputaran kota Waingapu yang sangat kelihatan implikasi perubahan ini. Hal ini dianggap dapat memperoleh keaslian gelar kebangsawanan dan perubahannya sampai sekarang. E. Defenisi Operasional Yang penulis maksudkan dengan perubahan social disini adalah adanya perubahan yang terjadi dalam masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Perubahan terhadap adanya perbedaan persepsi terhadap syarat seseorang dimasukkan kedalam (

golongan kebangsawanan dari kurun waktu sebelumnya. Jadi adanya perubahan dalam waktu, keadaan yang berbeda dalam lingkup masyarakat Sumba Timur. Kebangsawanan di sini adalah golongan strata atas di Sumba khususnya Sumba Timur. Biasanya disebut golongan maramba atau bangsawan. F. Signifikansi Penelitian Dengan penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih kepada: 1. Pada Tataran Akademik Memberikan kontribusi pemikiran bagi Program Pasca Sarjana Magister Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya Wacana (PPs MSA UKSW), khususnya bagi mata kuliah program Agama Masyarakat dalam menyikapi berbagai kasus perubahan sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat 2. Pada Tataran Masyarakat Memberikan kontribusi kepada masyarakat terutama masyarakat Sumba khususnya Sumba Timur dalam melihat gejala sosial yang terjadi terkhususnya dalam proses perubahan dalam masyarakat akan sistem budaya yang banyak mengalami perubahan. G. Metode Penelitian 1. Pendekatan yang digunakan Berdasarkan rumusan masalah maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah fenomenologi, yaitu pengalaman subjektif atau *

pengalaman fenomenologikal, tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang. 5 Pendekatan yang digunakan yakni pendekatan kualitatif. 2. Teknik Pengumpulan data atau informasi 2.1 Data Primer Dalam penelitian ini penulis mempergunakan dua (2) teknik pengumpulan data yaitu dengan teknik pengamatan dan wawancara. ( A. Wawancara (Interview) Dalam melakukan wawancara penulis terlebih dahulu menentukan informan (pemberi informasi atau keterangan) yang menguasai persoalan penelitian yang telah dirumuskan, dan selanjutnya diadakan tanya jawab yang lebih mendalam dalam rangka untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Wawancara tersebut dilakukan secara tak terstruktur, yang dimaksudkan untuk menanyakan secara mendalam maksud, atau penjelasan dari informan kunci. 7 Wawancara dilakukan dengan ketua adat di Sumba Timur, pejabat-pejabat daerah (bupati, sekertaris daerah, pejabat-pejabat daerah lainnya) dan orang-orang bangsawan, orang merdeka, dan golongan paling bawah, yang diyakini mempunyai pengetahuan yang cukup akan kasus ini. Dalam melakukan wawancara penulis akan mengunakan alat bantu seperti tape recorder. ),-#&.$/01 21''* ( 3 45!6 #$. ''**' *,-#&.$/01 21''*7 +

B. Pengamatan (Observasi) Dalam penelitian penulis juga menggunakan pengamatan untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam hal ini penulis terlibat langsung dalam subjek yang diteliti (observasi partisipan). 8 2.2 Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dari berbagai buku dan dokumen lainnya, yang dipakai dalam membangun landasan teoritis yang akan menjadi tolak ukur untuk menganalisa hasil interpretasi data penelitian lapangan. 9 H. Tempat Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Kabupaten Sumba Timur, khususnya daerah Rindi Umalulu, daerah Pau dan Kecamatan Kota Waingapu. I. Garis Besar Penulisan Bab I Pendahuluan Pada bab pertama ini penulis akan menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, metode penelitian, dan garis besar penulisan. + 8* 7 #!9 $" /'') 7

Bab II Studi Kepustakaan Dalam bab ini penulis akan menguraikan teori-teori yang digunakan dalam penulisan tesis dan juga membahas secara dalam mengenai perubahan sosial. Bab III Pergeseran Gelar Kebangasawanan di Sumba Timur Pada bab ini penulis akan menguraikan secara terperinci hasil-hasil penelitian berdasarkan konteks di mana penelitian ini dilaksanakan. Bab IV Masyarakat Sumba Timur: Pergeseran Gelar Kebangsawanan dan Implikasinya Terhadap Perubahan Sosial Dalam bab ini dipaparkan analisa yang berkesinambungan antara kerangka konseptual dengan hasil penelitian di lapangan. Bab V Kesimpulan dan Saran Dalam bab ini penulis akan memaparkan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil-hasil penelitian yang diperoleh. '