SKRIPSI. Oleh : ELFIRA MALAHAYATI NIM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

SISKA DEVI BANGUN NIM.

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

BAB 1 PENDAHULUAN. terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies

HUBUNGAN MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA PETUGAS MALARIA PUSKESMAS DI DAERAH ENDEMIS DAN NON ENDEMIS MALARIA KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi

HALAMAN PENGESAHAN. Skripsi Dengan Judul :

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan

ISSN situasi. diindonesia

PERSEPSI TENTANG MUTU PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN POLIKLINIK GIGI DI PUSKESMAS MUTIARA KABUPATEN ASAHAN TAHUN Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh Pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting

OLEH : RUMITA ENA SARI

Hubungan Pengetahuan Masyarakat Pemelihara Anjing Tentang Bahaya Rabies Terhadap Partisipasi Pencegahan

: INDAH DOANITA HASIBUAN NIM.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINDAKAN IBU DALAM PENCARIAN PENGOBATAN DAN PEMULIHAN PENYAKIT PNEUMONIA

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

: TETTY LARISMA SIREGAR NIM

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETUGAS KUSTA DENGAN TINDAKAN PENENTUAN KECACATAN PENDERITA KUSTA PADA SEMUA PUSKESMAS DI KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2007 SKRIPSI

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA WABAH RABIES DI WILAYAH KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2012

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA,

PENGARUH KARAKTERISTIK IBU BALITA TERHADAP PARTISIPASI DALAM PENIMBANGAN BALITA (D/S) DI POSYANDU DESA BINJAI KECAMATAN MEDAN DENAI KOTA MEDAN TAHUN

: SAIRAMA HOTMARIA SARAGIH NIM

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER SERVIKS YANG DIRAWAT INAP DI RSU Dr.PIRNGADI MEDAN TAHUN SKRIPSI OLEH : FUTRI S NASUTION

STATUS GIZI BAYI DITINJAU DARI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF, PEMBERIAN MP-ASI DAN KELENGKAPAN IMUNISASI DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG TAHUN 2008.

HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1

BAB 1 PENDAHULUAN. Acuan Pembangunan kesehatan pada saat ini adalah konsep Paradigma

HUBUNGAN SOSIODEMOGRAFI, SIKAP DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN UNMET NEED KELUARGA BERENCANA DI DESA AMPLAS KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI DESA SORIK KECAMATAN BATANG ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian di seluruh dunia akibat rabies mencapai kisaran jiwa, terbanyak di daerah pedesaan Afrika

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA PASIEN ANAK DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI HINGGA DESEMBER 2009 KARYA TULIS ILMIAH.

Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tingkat Pendidikan, Dukungan Petugas Kesehatan, Tindakan Pencegahan Rabies

TESIS. Oleh CAHAYA PURNAMA SARI / AKK

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

BAB I PENDAHULUAN. informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut,

BAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan

KARAKTERISTIK PENDERITA CEDERA KEPALA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PADANGSIDIMPUAN TAHUN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP PEMILIK ANJING DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN RABIES DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ONGKAW KABUPATEN MINAHASA SELATAN

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

: RIO BATARADA HASIBUAN NIM.

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

DISTRIBUSI KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DAN KASUS RABIES DI KABUPATEN NGADA, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

ERWINA RAFNI HARAHAP NIM

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Infeksi saluran pernafasan akut sampai saat ini masih menjadi

PENGARUH PENGETAHUAN, PENGALAMAN, DAN MINAT TERHADAP PERSEPSI PENDERITA TENTANG PENYAKIT MALARIA DI KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG

SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG BALI TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PEMILIK ANJING DENGAN PEMELIHARAAN ANJING DALAM UPAYA MENCEGAH RABIES DI KECAMATAN SUMBUL KABUPATEN DAIRI

PENGARUH KARAKTERISTIK DAN PERSEPSI SUAMI TENTANG KB PRIA TERHADAP PARTISIPASI DALAM BER-KB DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN TAHUN 2010 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang

SKRIPSI. Oleh : DINI HANDAYANI

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan

HUBUNGAN FAKTOR GEOGRAFIS DAN SOSIAL BUDAYA DENGAN RENDAHNYA KUNJUNGAN K-4 01 PUSKESMAS KUTALIMBARU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2005 SKRIPSI.

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

SRI ENDA GUADEBA SITEPU NIM.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

PERILAKU SUPIR TAKSI MATRA TERHADAP PENCEGAHAN PENULARAN HIV DI KOTA MEDAN TAHUN 2008 SKRIPSI. Oleh : SONTI ERIKA MANIK NIM.

KARAKTERISTIK ORANG TERSANGKA RABIES DI KLINIK BESTARI MEDAN TAHUN 2011

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2006

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

KEBIJAKAN NASIONAL DAN STRATEGI PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT RABIES

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menular pada manusia. Oleh karena itu, rabies dikategorikan sebagai penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

CUT ZULIATI MULI /IKM

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

Transkripsi:

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMILIK ANJING TERHADAP PARTISIPASINYA DALAM PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI KELURAHAN KWALA BEKALA KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh : ELFIRA MALAHAYATI NIM. 041000302 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 0 9

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMILIK ANJING TERHADAP PARTISIPASINYA DALAM PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI KELURAHAN KWALA BEKALA KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh : ELFIRA MALAHAYATI NIM. 041000302 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 0 9

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul: PENGARUH KARAKTERISTIK PEMILIK ANJING TERHADAP PARTISIPASINYA DALAM PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI KELURAHAN KWALA BEKALA KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN TAHUN 2009 Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh: ELFIRA MALAHAYATI NIM. 041000302 Telah Diuji dan Dipertahankan Di Hadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 20 Juni 2009 Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji Ketua Penguji Penguji I Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si dr. Heldy B.Z, MPH NIP. 131996170 NIP. 131124052 Penguji II Penguji III Siti Khadijah Nst, SKM, M.Kes dr. Fauzi, SKM NIP. 132231812 NIP. 140052649 Medan, Juli 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dekan, dr. Ria Masniari Lubis, M.Si NIP. 131124053

ABSTRAK Kasus rabies di Kota Medan masih tinggi. Tahun 2006 terdapat 314 kasus gigitan hewan tersangka rabies, dan 317 kasus ditahun 2007. Sampai September 2008 telah terdapat 312 kasus gigitan HPR (Hewan Penular Rabies), di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan terdapat 7 kasus gigitan HPR pada tahun 2006, sebanyak 25 kasus ditahun 2007, dilaporkan 1 orang meninggal dan sampai pertengahan bulan September 2008 telah terjadi 14 kasus gigitan HPR. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian survey dengan tipe explanatory research. Bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik pemilik anjing (umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan, dan sikap) terhadap partisipasinya dalam program pencegahan penyakit rabies di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan tahun 2009. Populasi adalah seluruh pemilik anjing dengan jumlah sampel sebanyak 88 responden yang diambil secara random sederhana. Uji statistik yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap partisipasi dalam program pencegahan penyakit rabies adalah umur (p=0,020) dan sikap (p=0,003). Variabel yang tidak memiliki pengaruh terhadap partisipasi dalam program pencegahan penyakit rabies adalah pendidikan, pendapatan, dan pengetahuan (p>0,05). Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada Dinas Peternakan Kota Medan dan Puskesmas Medan Johor melakukan penyuluhan kepada masyarakat di Kelurahan Kwala Bekala agar dapat membangun sikap yang positif terkait dengan pencegahan penyakit rabies. Kata Kunci : Partisipasi, Rabies.

ABSTRACT Rabies cases in Medan is still high. In 2006 there were 314 suspected rabies cases, and 317 cases in 2007. Until September 2008 there were 312 cases of bites HPR (Hewan Penular Rabies), at Kwala Bekala village, of Medan Johor Sub district in Medan District there were 7 cases of bites HPR, 25 cases in 2007, 1 person was reported dead and up to mid-september 2008 there were 14 cases of bites HPR. This kind of research was a survey with the type explanatory research that aims to explain the influence of the characteristics of the dog owner's (age, education, income, knowledge, and attitude) on participation in the prevention of rabies programs at Kwala Bekala village, of Medan Johor Sub District in Medan district, in 2009. The population were all of dog owners with the samples were 88 respondents and took by a simple random. The statistic test was used multiple linear regression. The results of research shows that the variables which have significant influence on participation in the prevention of rabies programs are age (p=0.020) and attitude (p=0.003). The variables which have no influence on participation in the prevention of rabies programs are education, income, and knowledge (p>0.05). Based on the results of the research, it is suggested that the Medan District Cattle-breeding Office and Medan Johor Health Centre to do health promotion for community at Kwala Bekala village in order to build a positive attitudes related to the prevention of rabies. Keywords: Participation, Rabies.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Elfira Malahayati Tempat/tanggal Lahir : Medan / 22 Oktober 1985 Jenis Kelamin Agama Anak ke Status Perkawinan Alamat Rumah : Perempuan : Islam : 5 dari 5 bersaudara : Belum Menikah : Jl. Binjai Km. 12 Komp. Palem Kencana, Jln. Palem Raya Blok.I No.8 Sunggal, Deli Serdang. Riwayat Pendidikan : 1. 1989-1991 : TK Bungong Keupula Lhokseumawe 2. 1991-1997 : SD Negeri Bertingkat Lhokseumawe 3. 1997-2000 : SLTP Negeri 1 Lhokseumawe 4. 2000-2003 : SMU Negeri 4 Binjai 5. 2004-2009 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dengan segala ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM-USU). 2. Ibu Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM-USU, Dosen Penasehat Akademik, Dosen Pembimbing I sekaligus Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini. 3. Bapak dr. Heldy B.Z, MPH, selaku Dosen Pembimbing II dan Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan bantuan, pengarahan, dan bimbingan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Ibu Siti Khadijah Nst, SKM, M.Kes, selaku Dosen Penguji II dan Bapak dr. Fauzi, SKM selaku Dosen Penguji III yang telah banyak memberi masukan dan saran-saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini. 5. Seluruh dosen dan staf di FKM USU, yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menjalani pendidikan. 6. Bapak Pulungan Harahap, SH, M.Si selaku Camat di Kecamatan Medan Johor Kota Medan dan Bapak Enoh P. Tavip, S.Sos, selaku kepala Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian. 7. Kepala Puskesmas Medan Johor, Kepala Puskesmas Pembantu Kwala Bekala dan seluruh staf yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian. 8. Teman-teman stambuk 2004, khususnya Dinda, Yuli, Vara, Naomi, Al Kautsar, Sofian, dan Yesayas. Teman-teman seperjuangan di Departemen AKK, abang dan kakak (Zai, Sadat, Telpa, Rika, Nelly, Cepti, Wiwik), Laina, Ninit, Tina, Nea, Komala, Fitri, Mitha, Roni, dan Imron yang telah banyak memberikan dukungan, nasehat, dan semangat bagi penulis. 9. Teman-teman semasa di SMP (Nanda dan Ega) dan di SMA, Andi, Popo, Muthia, Enita, Aron dan Vendra yang telah banyak membantu menyemangati penulis. 10. Sahabat tercinta, Imel, Yana, Wiwid, Dita, dan Fiqa, yang telah banyak membantu penulis, tidak pernah bosan memberikan masukan, nasehat, motivasi, serta semangat kepada penulis. Terima kasih untuk persahabatan yang telah terjalin indah.

11. Teristimewa, untuk kedua orang tua tercinta, Mama (Hj. Zuraima) dan Papa (H. Syahrial Nupin) yang telah memberikan segalanya kepada penulis, doa, kasih sayang, perhatian, bimbingan dan dorongan baik secara moril dan materil sehingga penulis mampu menyelesaikan segala masalah yang dihadapi, serta tidak pernah mengeluh dalam membiayai pendidikan penulis. Untuk abang dan kakak (Iswadi Syahrial, S.Sos, Febri Yanti, Amd, Desri Wiana, M.Hum, Juliandrie Papandro, S.H), untuk keponakan tersayang Yudha, Rara, dan Shila. Terima kasih atas perhatian, kasih sayang, motivasi, dan bantuannya baik secara moril dan materil. Untuk Umi, Ibu, dan juga Thiya. Terima kasih atas segala bantuan dan support yang tiada henti. Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Medan, Juni 2009 Penulis, ELFIRA MALAHAYATI

DAFTAR ISI Halaman Pengesahan. i Abstrak. ii Abstrack... iii Daftar Riwayat Hidup iv Kata Pengantar v Daftar Isi.. viii Daftar Tabel xi Daftar Gambar xiii BAB I PENDAHULUAN. 1 1.1 Latar Belakang. 1 1.2 Perumusan Masalah. 9 1.3 Tujuan Penelitian. 10 1.4 Manfaat Penelitian... 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 11 2.1 Rabies.. 11 2.1.1 Pengertian... 11 2.1.2 Cara Penularan 11 2.1.3 Pola Penyebaran. 12 2.1.4 Tipe dan Tanda-tanda Penyakit Rabies pada Hewan dan Manusia... 13 2.1.5 Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Kasus Rabies... 16 2.2 Kebijakan Program dan Strategi Pemberantasan Rabies. 16 2.2.1 Pemberantasan Rabies secara Nasional.. 16 2.2.2 Upaya pemberantasan Rabies di Sumatera Utara... 17 2.2.3 Program Pencegahan dan Pemberantasan Rabies oleh Direktorat Kesehatan Hewan Departemen Pertanian... 18 2.2.4 Program Pencegahan Rabies oleh Direktorat Jenderal PPM&PL Departeman Kesehatan... 19 2.3 Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies.. 20 2.4 Perilaku 21 2.4.1 Perilaku Kesehatan. 21 2.4.2 Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies. 22 2.5 Partisipasi Masyarakat. 25 2.6 Kerangka Konsep penelitian 27 2.7 Hipotesis Penelitian. 28 Hal

BAB III METODE PENELITIAN 29 3.1 Jenis Penelitian. 29 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 29 3.3 Populasi dan Sampel 29 3.3.1 Populasi... 29 3.3.2 Sampel. 30 3.4 Metode Pengumpulan Data.. 30 3.5 Definisi Operasional. 31 3.6 Aspek Pengukuran... 32 3.6.1 Variabel Bebas 32 3.6.2 Variabel Terikat... 33 3.7 Teknik Analisa Data. 33 BAB IV HASIL PENELITIAN. 34 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian 34 4.1.1. Geografis dan Demografis. 34 4.2 Gambaran Program Pencegahan Penyakit Rabies di Kelurahan Kwala Bekala... 36 4.3 Karakteristik Responden.. 37 4.3.1. Variabel Umur 37 4.3.2. Variabel Pendidikan... 38 4.3.3. Variabel Pendapatan.. 38 4.3.4. Variabel Pengetahuan. 38 4.3.5. Variabel Sikap 43 4.3.6. Variabel Partisipasi 46 4.4 Hasil Uji Bivariat. 49 4.5 Hasil Uji Analisis Regresi Linear Berganda 50 BAB V PEMBAHASAN... 52 5.1 Variabel Karakteristik Pemilik Anjing yang Berpengaruh Terhadap Partisipasinya Dalam program Pencegahan Penyakit Rabies... 52 5.1.1. Variabel Umur 52 5.1.2. Variabel Sikap 53 5.2 Variabel Karakteristik Pemilik Anjing yang Tidak Berpengaruh Terhadap Partisipasinya Dalam program Pencegahan Penyakit Rabies... 54 5.2.1. Variabel Pendidikan... 54 5.2.2. Variabel Pendapatan.. 55 5.2.3. Variabel Pengetahuan 56 5.3 Partisipasi Pemilik Anjing Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies... 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 61 6.1 Kesimpulan.. 61 6.2 Saran. 62 DAFTAR PUSTAKA.. 63 LAMPIRAN 1. Kuesioner Penelitian 2. Master Data dan Hasil-Hasil Pengolahan Statistik 3. Surat Permohonan Izin Peninjauan Riset 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian

DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Distribusi Kasus Gigitan HPR di Kota Medan Menurut Kecamatan Tahun 2006 dan 2007... 4 Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Umur, Pendidikan, Pendapatan... 32 Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Pengetahuan dan Sikap... 33 Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Terikat... 33 Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin... 34 Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian... 35 Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 35 Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama... 36 Tabel 4.5. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Umur... 37 Tabel 4.6. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Pendidikan... 38 Tabel 4.7. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Variabel Pendapatan.. 38 Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Pengetahuan Tentang Penyakit Rabies 39 Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan Tentang Penyakit Rabies di Kelurahan Kwala Bekala Tahun 2009. 42 Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Sikap Terhadap Pencegahan Penyakit Rabies.. 43 Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Terhadap Pencegahan Rabies di Kelurahan Kwala Bekala Tahun 2009... 46 Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Kegiatan Partisipasi dalam Pencegahan Penyakit Rabies.. 47 Tabel 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Partisipasi dalam Pencegahan Penyakit Rabies di Kelurahan Kwala Bekala Tahun 2009.. 48 Hal

Tabel 4.14. Hasil Uji Statistik Korelasi Pearson Mengenai Hubungan Karakteristik Pemilik Anjing dengan Partisipasinya dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies.. 50 Tabel 4.15. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Variabel Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies.. 51

DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 2.1. Pola Penyebaran Rabies di Lapangan... 13 Gambar 2.2. Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies... 20 Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian. 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit anjing gila atau yang dikenal dengan nama rabies merupakan suatu penyakit infeksi akut pada susunan syaraf pusat, yang disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan melalui gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) yaitu anjing, kucing, dan kera. Penyakit ini menular kepada manusia karena gigitan binatang-binatang tersebut. Penyakit ini apabila menunjukkan gejala klinis pada hewan dan manusia selalu diakhiri dengan kematian, sehingga mengakibatkan timbulnya rasa cemas dan takut bagi orang yang terkena gigitan dan juga menimbulkan kekhawatiran serta keresahan bagi masyarakat pada umumnya (Depkes RI, 2000). Di Indonesia, kasus rabies pertama kali dilaporkan oleh Esser pada tahun 1884 pada seekor kerbau, kemudian oleh Penning tahun 1889 pada seekor anjing dan oleh Eilerls de Zhaan tahun 1894 pada manusia. Semua kasus ini terjadi di Propinsi Jawa Barat dan setelah itu penyakit rabies terus menyebar ke daerah Indonesia lainnya (Depkes RI, 2003). Daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies ada 17 propinsi yang meliputi: Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur) dan Pulau Flores. Kasus terakhir yang terjadi adalah di Propinsi Bali dan Propinsi Maluku (Kota Ambon dan Pulau Seram) (Deptan RI, 2007). Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan 1 Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.

Propinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat telah dinyatakan bebas dari rabies melalui SK Menteri Pertanian No. 566 Tahun 2004 setelah dilakukan evaluasi dari hasil surveilans yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner Wates tidak ditemukan kasus rabies di Propinsi DKI Jakarta dan Banten sejak tahun 1996, dan Propinsi Jawa Barat sejak tahun 2001. Dengan diterbitkannya SK Mentan bebas rabies ini, maka seluruh Pulau Jawa telah bebas rabies karena Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta telah lebih dahulu dinyatakan bebas rabies berdasarkan SK Mentan No. 897 Tahun 1997 (Deptan RI, 2007). Daerah yang secara historis bebas rabies (belum pernah ada kasus rabies) adalah Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (kecuali Pulau Flores), Kalimantan Barat, Papua, Irian Jaya Barat, Maluku Utara, Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka-Belitung dan sampai saat ini tetap dapat dipertahankan bebas rabies. Meskipun demikian vaksinasi tetap harus dilaksanakan terutama di kabupatenkabupaten yang berbatasan langsung ke Pulau Sumatera (Deptan RI, 2007). Pada tahun 2000, Propinsi Maluku merupakan daerah yang dinyatakan bebas rabies oleh Dinas Kesehatan. Namun di tahun 2005 dan di bulan Juni 2008, ditemukan kembali adanya kasus rabies di propinsi ini tepatnya di daerah kota Ambon dan pulau Seram. Begitu pula dengan Propinsi Bali yang dulunya secara historis belum pernah terjangkit kasus rabies di bulan Oktober tahun 2008 dikejutkan dengan terjadinya empat kasus kematian akibat rabies serta dinyatakan sebagai daerah KLB rabies oleh Pemerintah Propinsi Bali yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Anton Apriyantono pada 1 Desember 2008. Hal ini membuktikan bahwa setiap daerah yang telah dinyatakan bebas rabies masih memiliki

kemungkinan untuk tertular rabies apabila program pencegahan dan pemberantasan rabies tidak dilakukan secara berkesinambungan (Soeharsono, 2008). Di Sumatera Utara kasus gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) tergolong tinggi, yaitu pada tahun 2004 kasus gigitan sebanyak 1.290 kasus; dari 9 spesimen hewan yang diperiksa 9 spesimen tersebut dinyatakan positif rabies. Pada tahun 2005 terjadi kasus gigitan sebanyak 1.430 kasus; dari 20 spesimen yang diperiksa 20 dinyatakan positif rabies. Pada tahun 2006 jumlah kasus gigitan meningkat menjadi 1.640 kasus, dari 6 spesimen yang diperiksa keenamnya dinyatakan positif rabies. Adapun kasus meninggal akibat rabies sebanyak 7 orang pada tahun 2004, tahun 2005 meninggal 5 orang, dan tahun 2006 meninggal sebanyak 7 orang. Pada tahun 2004, dari 1.290 kasus gigitan yang terjadi, terdapat sebanyak 1.012 orang (78,4%) penderita luka gigitan HPR yang mendapatkan Vaksin Anti Rabies (VAR). Tahun 2005, dari 1.430 kasus gigitan HPR, terdapat sebanyak 897 orang (62,7%) yang mendapatkan VAR, dan di tahun 2006 dari 1.640 kasus gigitan HPR, terdapat sebanyak 1.205 orang (73,5%) penderita gigitan yang mendapatkan VAR (Dinkes Prop. Sumut, 2007). Kota Medan termasuk salah satu daerah dengan kasus gigitan HPR yang tinggi. Pada tahun 2006 terjadi kasus gigitan HPR sebanyak 314 kasus, dan dari 6 spesimen yang diperiksa semuanya positif rabies. Pada tahun 2007 terjadi gigitan HPR sebanyak 317 kasus, dari 9 spesimen yang diperiksa semua dinyatakan positif rabies. Sampai akhir bulan September 2008 telah terjadi kasus gigitan HPR sebanyak 312 kasus, dan dari 3 spesimen yang diperiksa semuanya dinyatakan positif rabies.

Dari data tahun 2006 dan tahun 2007 dapat dilihat bahwa kasus gigitan HPR di Kota Medan mengalami peningkatan (Dinkes Kota Medan, 2008). Data dari Dinas Kesehatan Kota Medan mengenai distribusi kasus gigitan HPR di Kota Medan per kecamatan di tahun 2006 dan 2007 secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1 Distribusi Kasus Gigitan HPR di Kota Medan Menurut Kecamatan Tahun 2006, 2007 dan sampai September 2008. No Kecamatan Medan 2006 2007 September 2008 1. Amplas 20 14 10 2. Area 15 2 5 3. Barat 6 9 7 4. Baru 11 16 13 5. Belawan 2 4 0 6. Deli 3 1 1 7. Denai 23 20 18 8. Helvetia 29 25 19 9. Johor 14 38 24 10. Kota 7 12 9 11. Labuhan 10 3 1 12. Maimun 5 2 2 13. Marelan 0 5 2 14. Perjuangan 15 13 10 15. Petisah 18 29 15 16. Polonia 5 7 2 17. Selayang 23 23 20 18. Sunggal 21 18 20 19. Tembung 8 25 15 20. Timur 14 10 8 21. Tuntungan 65 41 38 Jumlah 314 317 236 Sumber: Laporan Tahunan Program P2 Rabies Kota Medan Tahun 2006, 2007 dan sampai September 2008. Di Kota Medan, Medan Johor merupakan salah satu kecamatan dengan kasus gigitan HPR yang cukup tinggi. Daerah yang berpenduduk 113.593 jiwa itu,

terjangkit rabies yang tersebar di 6 kelurahan, yaitu Kelurahan Gedung Johor, Kelurahan Pangkalan Mansyur, Kelurahan Kwala Bekala, Kelurahan Titi Kuning, Kelurahan Suka Maju, dan Kelurahan Kedai Durian (Dinkes kota Medan, 2007). Di Kecamatan Medan Johor pada tahun 2006 terjadi kasus gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) sebanyak 14 kasus. Pada tahun 2007 terjadi peningkatan kasus gigitan menjadi sebanyak 38 kasus, dan kecamatan ini menjadi kecamatan dengan kasus gigitan HPR tertinggi kedua setelah Kecamatan Medan Tuntungan, dan dilaporkan 1 orang meninggal akibat rabies di bulan April 2007. Sampai pada akhir bulan September 2008 terjadi kasus gigitan 24 kasus. Dari data tahun 2006 dan 2007 terlihat jelas bahwa terjadi peningkatan kasus gigitan HPR yang sangat tinggi. Oleh karena itu, penyakit rabies masih menjadi masalah yang serius di Kecamatan Medan Johor. Pada tahun 2006, dari 14 kasus gigitan HPR yang terjadi, terdapat sebanyak 10 orang (71,4%) penderita gigitan yang mendapatkan VAR. Tahun 2007, dari 38 kasus gigitan HPR, terdapat 27 orang (71%) penderita gigitan yang mendapatkan VAR, dan sampai akhir bulan September 2008 dari 24 kasus gigitan HPR, sebanyak 16 orang (66,6%) penderita gigitan HPR yang mendapatkan VAR (Dinkes kota Medan, 2008). Kelurahan Kwala Bekala merupakan kelurahan yang memiliki kasus gigitan HPR paling tinggi di Kecamatan Medan Johor. Pada tahun 2006 terjadi kasus gigitan HPR sebanyak 7 kasus. Pada tahun 2007 terjadi kasus gigitan HPR sebanyak 25 kasus, dilaporkan 1 orang meninggal pada bulan April 2007 dan sampai pertengahan bulan September 2008 telah terjadi 14 kasus gigitan HPR.

Pada tahun 2006 tidak ada spesimen yang diperiksa karena anjing yang menggigit langsung dibunuh lalu dikubur atau dibuang. Hingga pertengahan bulan Mei 2007 terdapat 1 spesimen anjing peliharaan yang diperiksa dan dinyatakan positif. Berdasarkan data jumlah populasi anjing peliharaan di Kelurahan Kwala Bekala sebanyak 773 ekor (Profil Puskesmas Medan Johor, 2008). Menurut Kepala Puskesmas Pembantu Kwala Bekala, dari tahun 2006 sampai bulan September 2008 diketahui hewan penular rabies di wilayah ini adalah anjing. Selain anjing peliharaan, di daerah ini juga terdapat anjing-anjing liar yang sering terlihat berkeliaran walaupun jumlahnya diperkirakan tidak banyak. Sangat sulit membedakan antara anjing peliharaan dengan anjing liar di kelurahan ini sebab anjing peliharaan dibiarkan lepas berkeliaran oleh pemiliknya. Oleh karena itu, peran dari Pemda yang dalam hal ini adalah menangani dan mengeliminasi anjing liar yang dilakukan oleh Dinas Peternakan Kota Medan tidak terlihat. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh sektor peternakan adalah berfokus pada pemberantasan rabies pada hewan penular rabies. Peranan yang telah dilakukan oleh Dinas Peternakan Kota Medan dalam pencegahan penyakit rabies adalah melakukan vaksinasi, eliminasi dan mengobservasi anjing tersangka rabies. Menurut kepala bagian kesehatan hewan Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, kegiatan vaksinasi hewan anjing tidak dikenai biaya, namun dalam pelaksanaannya pemilik anjing harus membayar Rp. 15.000,- per satu ekor anjing peliharaan. Biaya ini ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah sebagai biaya operasional, dan jadwal vaksinasi dilakukan dua kali dalam setahun.

Program kegiatan yang dilakukan oleh sektor kesehatan adalah berfokus pada penanganan manusia korban gigitan hewan penular rabies. Peranan dari Dinas Kesehatan Kota Medan dalam pencegahan penyakit rabies adalah memberikan Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR) pada penderita gigitan HPR, sedangkan yang dilakukan oleh pihak Puskesmas adalah memberikan pertolongan pertama pada penderita luka gigitan HPR, penyuluhan mengenai pencegahan penyakit rabies, dan pendataan kepemilikan anjing peliharaan (Depkes, 2003). Menurut pegawai bagian pencegahan dan pemberantasan penyakit rabies Dinas Kesehatan Kota Medan, pemberian VAR atau SAR untuk penderita luka gigitan HPR hanya dapat dilakukan di Dinas Kesehatan saja. Vaksin tidak tersedia di seluruh Puskesmas di Kota Medan. Pemberian VAR dan SAR dilakukan secara gratis atau tidak dipungut biaya. Mengingat bahaya dan keganasan rabies terhadap kesehatan dan ketentraman hidup masyarakat, maka usaha pengendalian penyakit berupa pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan perlu dilaksanakan seintensif mungkin (Hiswani, 2003). Salah satu strategi yang dilakukan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan rabies adalah dengan meningkatkan penyuluhan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan Peran Serta Masyarakat (PSM), di mana yang menjadi sasaran adalah: individu, keluarga, dan masyarakat di daerah tertular rabies agar mampu melindungi diri dari rabies. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan

melakukan identifikasi pengetahuan, sikap, dan perilaku (tindakan) masyarakat tentang rabies (Depkes RI, 2003). Perilaku masyarakat yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah terjadinya risiko penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2000). Partisipasi masyarakat merupakan suatu hasil dari pemberdayaan masyarakat, yang memiliki beberapa konsep partisipasi dari kata lain untuk mobilisasi (misalnya partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan) sampai konsep pilihan tindakan berdasarkan kesadaran sendiri. Dari konsep partisipasi sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi proyek pembangunan sampai konsep partisipasi sebagai tujuan akhir pembangunan (Agusta, 2006). Perilaku, yang dalam hal ini adalah partisipasi pemilik anjing, sangat dipengaruhi oleh karakteristik manusia itu sendiri, oleh sebab itu dalam membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, maka intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis (Notoatmodjo, 2007). Dari segi teknis, pencegahan dan pemberantasan rabies dilakukan secara konsisten, namun dalam pelaksanaannya di lapangan tidak sederhana. Banyak aspekaspek non-teknis, baik berupa sosial budaya maupun tingkat pendidikan dan kondisi ekonomi masyarakat yang memengaruhinya. Aspek-aspek tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga pencegahan dan pemberantasan rabies di lapangan tidak mudah dilaksanakan (Deptan, 2002).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusra di Kabupaten Solok Sumatera Barat tahun 2007 menyebutkan bahwa pengetahuan dan sikap pemilik anjing tidak mempunyai kontribusi yang besar terhadap tindakannya dalam pencegahan penyakit rabies. Berbeda dengan hasil penelitian Yusra, hasil penelitian yang dilakukan oleh Efelina F. Lumbantoruan di Desa Namoriam Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2007 menyebutkan bahwa sikap pemilik anjing mempunyai kontribusi kuat dibandingkan dengan faktor pendidikan dan pengetahuan dalam pencegahan penyakit rabies. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang bagaimana pengaruh karakteristik pemilik anjing yang meliputi: umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan, dan sikap terhadap partisipasinya dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor tahun 2009. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi perumusan masalah adalah: Bagaimana pengaruh karakteristik pemilik anjing yang meliputi: umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan dan sikap terhadap partisipasinya dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor tahun 2009.

1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik pemilik anjing yang meliputi: umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan dan sikap terhadap partisipasinya dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor tahun 2009. 1.4. Manfaat Penelitian a. Sebagai masukan bagi masyarakat di Kecamatan Medan Johor dalam meningkatkan perilaku hidup sehat terhadap pencegahan penyakit rabies. b. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dan Dinas Peternakan Kota Medan dalam proses pengambilan kebijakan dalam penanggulangan penyakit rabies. c. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Medan Johor dalam upaya penanggulangan penyakit rabies. d. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain dan sebagai bahan referensi di perpustakaan FKM USU.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rabies 2.1.1. Pengertian Penyakit rabies atau dikenal juga dengan penyakit anjing gila merupakan salah satu penyakit zoonosa (penyakit hewan yang dapat menular ke manusia) dan penyakit hewan menular yang akut dari susunan syarat pusat yang dapat menyerang hewan berdarah panas serta manusia yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit rabies menular pada manusia melalui gigitan hewan penderita atau dapat pula melalui luka karena air liur hewan penderita rabies. Hewan utama sebagai penyebar/penular rabies adalah anjing, oleh karenanya perhatian utama dalam upaya pemberantasan penyakit rabies adalah terhadap hewan tersebut. Penyakit ini menyerang otak dan selalu berakhir dengan kematian pada manusia maupun hewan, apabila telah timbul gejala klinis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dan dapat menginfeksi semua hewan menyusui (mamalia) walaupun ditularkan oleh anjing, serigala, kelelawar, dan carnivora lainnya (Depkes RI, 2000). 2.1.2. Cara Penularan Penyakit rabies disebabkan oleh virus Lysavirus dari family Rhapdoviridae. Virus rabies ini masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan melalui luka gigitan hewan penderita rabies dan luka terkena air liur hewan atau manusia penderita rabies, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan di dekatnya, Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan 11 Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2010.

kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut syaraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Masa inkubasi bervariasi yaitu antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya 2-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh virus sebelum mencapai otak. Sesampainya di otak, virus memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron sentral, kemudian ke arah perifer dalam serabut syaraf eferen dan pada syaraf volunteer maupun syaraf otonom. Virus ini menyerang hampir tiap organ dan jaringan dalam tubuh dan berkembangbiak dalam jaringan-jaringan seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya (Depkes RI, 2000). 2.1.3. Pola Penyebaran Penularan rabies di lapangan (rural rabies) berawal dari suatu kondisi anjing yang tidak dipelihara dengan baik atau anjing liar yang merupakan ciri khas yang ada di pedesaan yang berkembang sangat fluktuatif dan sulit dikendalikan, hal ini merupakan suatu kondisi yang sangat kondusif untuk menjadikan suatu daerah dapat bertahan menjadi daerah endemis rabies. Pada umumnya, manusia merupakan terminal akhir dari korban gigitan, karena sampai saat ini belum ada kasus manusia menggigit anjing. Sementara itu anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar dan anjing pelihara dapat saling menggigit satu sama lainnya. Apabila salah satu diantara anjing yang menggigit tersebut positif (+) rabies, maka akan terjadi kasus-kasus positif (+) rabies yang semakin tinggi (Depkes RI, 2000).

Secara alami dan yang sering terjadi, pola penyebaran rabies adalah seperti gambar di bawah ini: ANJING LIAR ANJING PELIHARAAN MENJADI LIAR ANJING PELIHARAAN MANUSIA Gambar 2.1. Pola Penyebaran Rabies di Lapangan (Departemen Pertanian, 2003) 2.1.4. Tipe dan Tanda-Tanda Penyakit Rabies Pada Hewan dan Manusia 1. Tipe Rabies Tipe rabies pada hewan penular rabies ada dua tipe dengan gejala-gejala sebagai berikut: a. Rabies Ganas Gejala-gejalanya adalah: Tidak menuruti lagi perintah pemilik, air liur keluar berlebihan, hewan menjadi ganas, menyerang atau menggigit apa saja yang ditemukan dan ekor dilengkungkan ke bawah perut di antara dua paha, kejangkejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari sejak timbul gejala atau paling lama 12 hari setelah penggigitan. b. Rabies Tenang Gejala-gejalanya adalah: Bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk, kejang-kejang berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat, kelumpuhan, tidak mampu menelan, mulut terbuka dan air liur keluar berlebihan, kematian terjadi dalam waktu singkat.

2. Tanda Rabies Pada Anjing dan Pada Manusia a. Tanda Rabies Pada Anjing Tanda rabies pada anjing: Menggonggong, menyerang secara tiba-tiba anjing tidak lagi kenal tuannya, banyak mengeluarkan air liur, menggigit segala sesuatu, kesulitan melihat, berjalan tanpa arah, rahang turun, tidak mampu menelan, makan tanah dan batang kayu, sukar bernafas, muntah, susah berjalan, kelumpuhan, ekor menggantung terletak di antara kedua kaki belakang (Hiswani, 2003). b. Tanda Rabies Pada Manusia a) Stadium Prodromal Gejala awal berupa demam, sakit kepala, malaise, sakit, kehilangan nafsu makan, mual, rasa nyeri di tenggorokan, batuk, dan kelelahan luar biasa selama beberapa hari (1-4 hari). Gejala ini merupakan gejala yang spesifik dari orang yang terinfeksi virus rabies yang muncul 1-2 bulan setelah gigitan hewan penular rabies. b) Stadium Sensoris Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada bekas luka gigitan dan secara bertahap terus berkembang menyebar ke anggota badan yang lain, kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsangan sensorik. c) Stadium Eksitasi Tonus otot-otot dan aktivasi simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan pupildilatasi. Bersama dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya. Keadaan yang

khas pada stadium ini adalah adanya macam-macam fobia, yang sangat sering diantaranya adalah hidrofobia (ketakutan terhadap air). Kontraksi otot faring dan otot-otot pernafasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsangan sensorik seperti meniupkan udara ke wajah penderita atau menjatuhkan sinar ke mata atau dengan menepuk tangan di dekat telinga penderita. d) Stadium Paralisis Predisposisi terjadinya ragam gejala klinis rabies pada manusia dipengaruhi antara lain oleh perbedaan galur virus yang menginfeksi, jenis hewan penular, dan letak gigitan di anggota badan (Budi Tri Akoso, 2007). Ditinjau dari segi jumlahnya, stadium paralisis rabies pada manusia dijumpai kurang lebih hanya sekitar seperlima dari kasus yang terjadi, tetapi untuk hewan merupakan gejala paling sering dijumpai sebelum terjadi kematian. Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala eksitasi, melainkan gejala-gejala paresis, yaitu otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot yang bersifat asenden, yang selanjutnya meninggal karena kelumpuhan otot-otot pernafasan (Depkes RI, 2000).

2.1.5. Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Kasus Rabies Menurut Levi (2004), tindakan pencegahan dan pemberantasan kasus rabies yang dapat dilakukan adalah: a. Anjing peliharaan, tidak boleh dilepas berkeliaran, harus didaftarkan ke kantor Kepala Desa atau Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat. b. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak lebih dari 2 meter. c. Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus (berongsong). d. Pemilik anjing harus memvaksinasi anjingnya. e. Anjing liar atau anjing yang diliarkan harus segera dilaporkan kepada petugas Dinas Peternakan atau pos kesehatan hewan untuk diberantas atau dimusnahkan. f. Kurangi sumber makanan ditempat terbuka untuk mengurangi anjing liar atau anjing yang diliarkan. g. Daerah yang terbebas dari penyakit rabies harus mencegah masuknya anjing, kucing, kera, dan hewan sejenis dari daerah tertular rabies. h. Masyarakat harus waspada terhadap anjing yang diliarkan dan segera melaporkan kepada petugas Dinas Peternakan atau posko rabies. 2.2. Kebijakan Program dan Strategi Pemberantasan Rabies 2.2.1. Pemberantasan Rabies secara Nasional Program pemberantasan rabies di Indonesia dilaksanakan melalui kegiatan terpadu secara lintas sektoral antara Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian,

dan Departemen Dalam Negeri berdasarkan SKB antara Menteri Kesehatan RI, Menteri Pertanian RI, Menteri Dalam Negeri No.279/SK/VIII/1978, No.522/KPTS/UM/8/78, No.143 Tahun 1978 tentang peningkatan pemberantasan penanggulangan rabies. Langkah operasional pembebasan rabies garis besarnya telah dituangkan dalam surat keputusan bersama tiga Direktur (Peternakan, PUOD, dan PPM & PLP) yang mencakup antara lain: a) Vaksinasi dan eliminasi hewan penular rabies. b) Penyuluhan dan peningkatan peran serta masyarakat. c) Pengamatan, penyelidikan, observasi, dan diagnosa hewan tersangka. d) Penertiban dan pengawasan pemeliharaan hewan penular rabies serta pengawasan lalu lintas hewan. e) Pertolongan orang yang digigit hewan penderita rabies. f) Peningkatan kerjasama pemberantasan antara negara tetangga (Depkes RI, 2003). 2.2.2. Upaya Pemberantasan Rabies di Sumatera Utara Kebijakan pemberantasan rabies dilakukan dengan alasan utama untuk perlindungan kehidupan manusia dan mencegah penyebaran ke hewan lokal dan satwa liar. Hal ini dapat dicapai dengan menjalankan gabungan atau kombinasi strategi di bawah ini: 1. Karantina dan pengawasan lalu lintas terhadap hewan penular penyakit. 2. Pemusnahan hewan tertular dan hewan yang kontak untuk mencegah sumber virus rabies yang paling berbahaya.

3. Vaksinasi semua hewan yang dipelihara di daerah tertular untuk melindungi hewan terhadap infeksi dan mengurangi kontak terhadap manusia. 4. Penelusuran dan surveilans untuk menentukan sumber penularan dan arah pembebasan dari penyakit. 5. Kampanye peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness) untuk memfasilitasi kerjasama masyarakat terutama dari pemilik hewan dan komunitas yang terkait (Depkes RI, 2000). 2.2.3. Program Pencegahan dan Pemberantasan Rabies oleh Direktorat Kesehatan Hewan Departemen Pertanian Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Peternakan adalah sebagai berikut: 1. Hindari kejadian penggigitan a. Anjing peliharaan diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter. b. Anjing peliharaan diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter dan moncongnya diberangus ketika hendak dibawa keluar rumah. c. Anjing peliharaan tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran. 2. Vaksinasi rabies pada anjing, kucing, kera/monyet peliharaan secara teratur setiap tahun. 3. Memberantas, memusnahkan atau mengeliminasi anjing liar atau yang berkeliaran dengan menggunakan umpan, misalnya bakso atau ikan yang diberi racun.

4. Dilakukan penangkapan anjing liar/berkeliaran di tempat umum selanjutnya dilakukan pembunuhan (Deptan, 2006). 2.2.4. Program Pencegahan Rabies oleh Direktorat Jenderal PPM & PL Departemen Kesehatan Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan adalah sebagai berikut: 1. Vaksinasi Anti Rabies pada manusia korban kasus gigitan hewan tersangka rabies melalui pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau kombinasi VAR dan Serum Anti Rabies (SAR) di Puskesmas dan Rumah Sakit. 2. Melaksanakan penyuluhan dan follow up pengobatan melalui kunjungan petugas Puskesmas ke tempat penderita. 3. Melakukan pelacakan kasus gigitan tambahan melalui Penyelidikan Epidemiologi (PE), dan melakukan rujukan penderita rabies ke Rumah Sakit guna perawatan intensif 4. Apabila terjadi kasus gigitan, diharapkan masyarakat dapat melakukan pertolongan pertama dengan: a. Mencuci luka gigitan dengan sabun atau detergen, dengan air mengalir selama 10-15 menit. b. Luka gigitan jangan diikat. Kemudian segera ke Puskesmas/RS terdekat dan laporkan kasus gigitan ke desa/kelurahan (Depkes RI, 2003).

2.3. Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies Kasus Gigitan Anjing, Kucing, dan Kera Hewan penggigit lari/hilang dan tidak dapat ditangkap, mati/dibunuh Hewan penggigit dapat ditangkap dan diobservasi 10-14 hari Luka risiko tinggi Luka risiko rendah Luka risiko tinggi Luka risiko rendah Segera diberi VAR & SAR Segera diberi VAR Segera diberi VAR & SAR Tdk diberi VAR, tunggu hasil Obs. Jika tdk dpt diperiksa di lab. Lanjutkan VAR Spesimen hewan dpt diperiksa di lab. Hewan sehat Hewan mati Hewan mati Hewan sehat Positif Negatif Stop VAR Beri/lanjutkan VAR Tdk divar VAR dilanjutkan Stop VAR Spesimen Otak hewan diperiksa di laboratorium Positif Negatif VAR dilanjutkan Stop VAR Gambar 2.2 Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies (Depkes RI, 2000)

2.4. Perilaku Perilaku dibentuk melalui suatu bentuk proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu: faktor intern dan ekstern. Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun nonfisik seperti iklim, manusia, sosio ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). 2.4.1. Perilaku Kesehatan Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Robert Kwick yang mengutip pendapat Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain tersebut diukur dari: a. Pengetahuan (knowledge) b. Sikap atau tanggapan (attitude)

c. Praktek atau tindakan (practice) Uraian dari ketiga domain tersebut adalah sebagai berikut: a. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). b. Sikap (attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Notoatmodjo, 2003). c. Praktek atau tindakan (practice) Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas, dukungan dari pihak lain, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). 2.4.2. Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing terhadap Partisipasinya dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies. Manusia adalah individu dengan jati diri yang khas yang memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik adalah sifat individu yang relatif tidak berubah,

karakteristik tersebut seperti: umur, jenis kelamin, suku bangsa, kebangsaan, pendidikan, dan lain-lain (Notoatmodjo, 2003). Menurut Notoatmodjo (2003), beberapa faktor individu (person) yang terkait kesehatan antara lain: a) Umur Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. Untuk kepentingan perbandingan WHO menganjurkan pembagian-pembagian umur menurut tingkat kedewasaan: 0-14 tahun : bayi dan anak-anak 15-49 tahun : orang muda dan dewasa 50 tahun ke atas : orang tua b) Jenis kelamin Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi di kalangan wanita, sedangkan angka kematian lebih tinggi di kalangan pria. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor intrinsik yang meliputi faktor keturunan yang terkait jenis kelamin atau perbedaan hormonal dan faktor-faktor lingkungan (lebih banyak pria penghisap rokok, minum-minuman keras, pekerja berat). c) Kelas Sosial Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan, penghasilan, tempat tinggal. Hal-hal ini dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan.

d) Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan juga dapat berperan di dalam timbulnya penyakit. e) Penghasilan Merupakan variabel yang dinilai hubungannya dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan penyakit. f) Golongan etnik/ Suku Berbagai golongan etnik dapat berbeda di dalam kebiasaan makan, susunan genetika, gaya hidup, dan sebagainya yang dapat mengakibatkan perbedaanperbedaan di dalam angka kesakitan atau kematian. Menurut Azwar (1988), kebutuhan dan tuntutan seseorang terhadap kesehatan amat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial budaya, dan ekonomi orang tersebut. Jika tingkat pendidikan baik, keadaan sosial budaya dan sosial ekonomi juga baik, maka secara relatif kebutuhan dan tuntutannya terhadap kesehatan akan tinggi. Hal ini sebaiknya akan ditemukan jika tingkat pendidikan, keadaan sosial budaya dan sosial ekonomi belum memuaskan. Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya. Latar belakang sosial, srtuktur sosial, dan ekonomi mempunyai pengaruh terhadap perilaku kesehatan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa banyak faktor karakteristik individu yang berhubungan atau berpengaruh terhadap perilaku kesehatan. Faktor karakteristik tersebut tidak dapat secara keseluruhan menjadi materi analisa penelitian ini, karakteristik individu yang diduga mempunyai pengaruh

terhadap perilaku yang dalam hal ini adalah partisipasi pemilik anjing dalam program pencegahan penyakit rabies dibatasi hanya pada karakteristik: (1) Umur, (2) Pendidikan, (3) Pendapatan, (4) Pengetahuan, (5) Sikap. 2.5. Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat merupakan suatu bentuk peran serta atau keterlibatan masyarakat dalam pencegahan penyakit rabies. Partisipasi masyarakat, yang dalam hal ini partisipasi pemilik anjing menunjukkan bukti bahwa pemilik anjing merasa terlibat dan merasa menjadi bagian dari pembangunan. Hal ini akan sangat berdampak positif terhadap keberhasilan pelaksanaan suatu program pembangunan (Depkes RI, 2003). Menurut Mikkelsen yang dikutip Ardian (2006) yang mengutip berbagai kajian FAO (Food Agriculture Organization) terdapat beragam arti kata partisipasi, antara lain: 1) Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada program tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan. 2) Partisipasi adalah pemekaan (membuat peka) pihak masyarakat untuk meninggalkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi programprogram pembangunan. 3) Partisipasi adalah suatu proses yang aktif yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk menggunakan hal itu.

4) Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring agar memperoleh informasi mengenai konteks sosial dan dampak-dampaknya. 5) Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri. 6) Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka. Menurut Notoatmodjo (2007), partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Di dalam partisipasi, setiap anggota masyarakat dituntut suatu kontribusi atau sumbangan yang diwujudkan dalam 4 M, yaitu manpower (tenaga), money (uang), material (benda-benda lain seperti kayu, bambu, beras, dan sebagainya), dan mind (ide atau gagasan). Syarat-syarat tumbuhnya partisipasi dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu: pertama, adanya kesempatan untuk membangun dalam pembangunan, kedua adalah adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu, dan ketiga adalah adanya kemauan untuk berpartisipasi. Untuk meningkatkan partisipasi, maka kesempatan, kemampuan, dan kemauan untuk berpartisipasi dalam pembangunan itu perlu ditingkatkan. Peningkatan partisipasi masyarakat adalah suatu proses dimana individu, keluarga, dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pencegahan penyakit di wilayahnya. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meyakinkan masyarakat

bahwa program ini perlu dilaksanakan oleh masyarakat untuk mengatasi masalah yang ada di lingkungannya. Kegiatan ini dapat meningkatkan rasa percaya diri masyarakat untuk ikut melaksanakan pembangunan. Peningkatan partisipasi masyarakat menumbuhkan berbagai peluang yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat untuk secara aktif berkontribusi dalam pembangunan, sehingga dapat menghasilkan manfaat yang merata bagi seluruh warga. Dengan demikian jelaslah bahwa partisipasi masyarakat khususnya kepala keluarga merupakan suatu syarat yang mutlak diperlukan demi keberhasilan program pembangunan. Suatu program akan dianggap tidak berhasil jika tidak melibatkan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, penting sekali dipertimbangkan meningkatkan partisipasi kepala keluarga dalam setiap program pembangunan (Depkes RI, 2003). 2.6. Kerangka Konsep Penelitian Adapun kerangka konsep dari penelitian ini adalah: Variabel Independen Karakteristik Pemilik Anjing: - Umur - Pendidikan - Pendapatan - Pengetahuan - Sikap Variabel Dependen Partisipasi Pemilik Anjing Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Definisi Konsep: 1. Karakteristik kepala keluarga adalah ciri dari individu yang melekat pada diri mereka yang dapat dibedakan satu individu dengan individu lainnya yang berhubungan dengan partisipasinya dalam program pencegahan penyakit rabies. Karakteristik ini meliputi umur, suku, pendidikan, pendapatan, pengetahuan, dan sikap. 2. Partisipasi dalam pelaksanaan pencegahan penyakit rabies adalah gambaran keikutsertaan pemilik anjing dalam pelaksanaan program pencegahan penyakit rabies yang meliputi pemberian vaksinasi pada anjing peliharaan, mengikat anjing dengan rantai yang tidak lebih dari 2 meter, mengikat anjing dengan rantai yang panjangnya tidak lebih dari 2 meter dan memberangus moncongnya ketika dibawa keluar rumah, dan melaporkan anggota keluarga ke pelayanan kesehatan terdekat bila terjadi kasus gigitan. 2.7. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep di atas, dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: Terdapat pengaruh karakteristik pemilik anjing (meliputi umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan, dan sikap) terhadap partisipasinya dalam program pencegahan penyakit rabies.