Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 ANALISIS USAHATANI JAGUNG TERHADAP KOMPONEN TEKNOLOGI PETANI PADA LAHAN SAWAH di KABUPATEN GOWA DAN TAKALAR Margaretha SL, Syuryawati dan Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Pengembangan jagung untuk memanfaatkan potensi lahan yang tersedia, akan cepat jika petani merasa memperoleh keuntungan sesuai yang diharapkan. Untuk itu diperlukan teknologi budidaya yang memberikan: (a) produktivitas tinggi per satuan luas lahan, (b) biaya produksinya efisien, dan (c) kualitas produknya tinggi agar jagung yang dihasilkan kompetitif. Penelitian ini dilakukan di desa Kampoeng Beru, kecamatan Polongbangkeng Selatan. Kabupaten Takalar dan desa Palantikan, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa. Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika komponen-komponen teknologi yang ada ditingkat petani non kooperator pada tiga lokasi penelitian dikompilasikan, maka diperoleh varietas yang paling dominan adalah BISI-2 dengan jarak tanam 75 x 20 cm menggunakan pupuk 400 kg/ha urea + 200 kg/ha ZA. menghasilkan produksi rata-rata sebesar 5,18 t/ha dengan penerimaan usahatani sebesar Rp 11.564.500/ha. Kompilasi komponen teknologi (varietas, jarak tanam dan dosis pupuk) menunjukkan bahwa varietas Gumarang member hasil tertinggi yakni 8,44 t/ha dengan penerimaan usahatani sebesar Rp 21.100.000/ha. Dibandingkan dengan rata-rata hasil dan penerimaan petani kooperator yang hanya 5,18 t/ha dan Rp 11.564.500/ha, maka ke 5 varietas unggul yang diuji memberi hasil yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan komponen-komponen teknologi yang benar dan tepat dapat meningkatkan hasil/produksi antara 27% sampai 63% dan 41,81% sampai 82% untuk penerimaan usahatani. Kata kunci: analisis usahatani jagung, komponen teknologi, dan lahan sawah PENDAHULUAN Tanaman jagung mempunyai adaptasi yang luas dan relatif mudah dibudidayakan sehingga komoditas ini ditanam oleh petani di Indonesia pada lingkungan fisik dan sosial ekonomi yang sangat beragam. Menurut Kasryno (2002), sekitar 57% jagung dihasilkan dari lahan kering dan sisanya (43%) pada lahan sawah tadah hujan. Keberhasilan upaya pengembangan jagung untuk memanfaatkan potensi lahan yang tersedia, akan cepat jika petani merasa memperoleh keuntungan sesuai yang diharapkan. Untuk itu diperlukan teknologi budidaya yang memberikan: (a) produktivitas tinggi per satuan luas lahan, (b) biaya produksinya efisien, dan (c) kualitas produknya tinggi agar jagung yang dihasilkan kompetitif. Berdasarkan data BPS (2009), mengindikasikan bahwa upaya peningkatan luas tanam jagung (ekstensifikasi) horizontal sudah semakin sulit karena adanya 167
Margaretha SL.: Analisis Usahatani Jagung Terhadap. benturan kepentingan dengan komoditas lainnya. Perluasan tanam ke kawasan Indonesia bagian timur juga tidak mudah dilakukan kerena masalah ketersediaan tenaga kerja yang semakin terbatas. Salah satu alternatif perluasan tanam untuk meningkatkan produktivitas dan produksi per satuan waktu dapat ditempuh melalui peningkatan indeks pertanaman dari IP200 menjadi IP400. Balitsereal telah mulai melakukan uji coba penerapan IP400 jagung melalui tanam secara sisipan (memanfaatkan waktu 365 hari/tahun). Namun dari hasil uji coba tersebut masih banyak masalah-masalah yang harus dijawab untuk memudahkan nantinya dalam penerapan di tingkat petani, antara lain kesesuaian varietas, sistem pengaturan tanaman untuk memudahkan penanaman sisipan, dan takaran pupuk yang efisien spesifik lokasi terkait dengan IP400 pada lahan sawah. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di desa Kampoeng Beru, kecamatan Polongbangkeng Selatan. Kabupaten Takalar dan desa Palantikan, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa. Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini ditinjau dari aspek agronomi dan sosial ekonomi (sosek), Secara sosek penelitian ini menggunakan metode survei. Data primer diperoleh melalui daftar pertanyaan (questioner) pada 22 orang petani responden di Kabupaten Takalar dan 18 orang petani responden di Kabupaten Gowa yang dipilih secara acak berdasarkan metode acak sederhana /Simple Random Sampling. Data yang dikumpulkan meliputi identitas petani, harga dan jumlah input yang digunakan (benih, pupuk, dan jarak tanam) serta persepsi petani terhadap komponen teknologi yang ada ditingkat petani non kooperator dengan petani kooperator sebagai pembanding komponen teknologi (varietas unggul Bima 3, Lamuru, Bisma dan Gumarang), jarak tanam (sistem Legowo dengan jarak (100-50) x 20 cm) dan dosis pupuk yang digunakan 300 kg/ha Phonska dan 200 kg/ha Urea yang merupakan bagian dari penelitian agonomi. Data yang terkumpul kemudian ditabulasi untuk selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan R/C ratio. HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Petani Responden Identitas petani meliputi: umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, luas lahan dan status lahan sangat mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan untuk 168
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 mengadopsi suatu teknologi. Tabel 1 memperlihatkan identitas petani responden di Kabupaten Takalar dan di Kabupaten Gowa. Tabel 1. Identitas petani non kooperator di Kabupaten Takalar dan Kabupaten Gowa. Sulsel. 2013. Identitas Petani Kabupaten Takalar Kabupaten Gowa Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Umur (thn) 38 20-60 54 20 60 Pendidikan (thn) 9 6 12 6 0 12 Jumlah anggota keluarga (org) 3 0 6 5 0 7 Jumlah anggota keluarga yang aktif 2 0 4 4 0 6 dalam usahatani jagung (org) Luas lahan garapan (ha) 0,4 0,10 0,64 0,61 0,20 3,00 Status lahan Milik 18 82% 13 72% Sakap 4 18% 1 6% Sewa 0 0 4 22 % Sumber: Data primer (2013) Dari Tabel 1 di atas, terlihat bahwa petani di Kabupaten Gowa dengan umur yang lebih tua (54 thn) dan pendidikan yang lebih rendah (6 thn) lebih berani dalam mengambil resiko dalam berusahatani jagung, ini terbukti dari 22% petani, menyewa lahan usahatani jagung dengan harga rata-rata Rp 600.000 Rp 700.000/ha/MT, hal ini menunjukkan bahwa komoditas jagung merupakan salah satu komoditas yang menguntungkan. Petani di kabupaten Takalar rata-rata memiliki lahan lebih sempit yakni 0,4 ha dan memenuhinya dengan cara menyakap (18%). Hal ini senada dengan Sumarno et al. (2010) yang mengatakan bahwa kepemilikan lahan sawah yang sangat sempit, mendorong berkembangnya sistem penyakap oleh pemilik lahan kepada petani tanpa lahan. Pola Tanam Usahatani Pola tanam merupakan tata urutan tanaman pada sebidang lahan selama periode satu tahun. Secara implisit, dalam pola tanam terdapat pengertian upaya peningkatan intensitas pertanaman untuk meningkatkan produksi dan pendapatan. Menurut Arief (2009), pola tanam memanfaatkan dan memadukan komponen agroklimat, tanah, tanaman, hama dan penyakit, keteknikan dan sosial ekonomi yang tersedia. Pada lahan sawah tadah hujan, jagung ditanam pada musim kemarau segera setelah panen padi pada saat kondisi tanah masih lembab, dan sebaiknya sumur 169
Margaretha SL.: Analisis Usahatani Jagung Terhadap. dibuat untuk menjamin ketersediaan air bagi tanaman, sedang pada lahan sawah irigasi dengan air terbatas, pola tanam padi-jagung-jagung (Bahtiar et al. 2005). Pola tanam pada lahan sawah di Kabupaten Takalar umumnya padi-jagungjagung-bero (45%) disusul dengan pola tanam padi-jagung-bero (32%) selebihnya padi-kacang tanah- bero (4%) dan padi-jagung-jagung-jagung (IP 400) sebanyak 4 orang (19%). IP 400 yang diterapkan petani sangat ditentukan oleh ketersediaan air tanah dan penggunaan benih jagung manis genjah, Bonanza dengan umur panen 3 bulan. Pola tanam pada lahan Sawah di Kabupaten Gowa umumnya padi-jagungjagung-bero (50%) disusul padi-jagung-bero (44%) dan padi-jagung-kacang hijau-bero (6%). Petani belum mengenal/memanfaatkan lahan dengan 4 kali pertanaman (IP 400) karena takut hujan. Balitsereal, telah memperkenalkan pemanfaatan lahan dengan empat kali tanam (IP 400) melalui perbaikan jarak tanam dari 75 x 20 cm menjadi (100-50) x 20 cm dengan tanaman sisipan dimana 14 hari sebelum jagung pertanaman pertama dipanen, jagung kedua ditanam, demikian pula penanaman jagung ketiga dilakukan pada 14 hari sebelum pertanaman jagung kedua dipanen dan penanaman jagung keempat ditanam, 14 hari sebelum pertanaman jagung ketiga dipanen. Penerapan IP 400 ini dikawal dengan teknologi budidaya jagung yang tepat antara lain pengunaan varietas unggul, jarak tanam (populasi tanam) dan dosis pupuk yang digunakan (Margaretha et al. 2011) Varietas Unggul Jagung Varietas unggul baik hibrida maupun komposit, berperan besar dalam peningkatan produksi, pengendalian hama dan penyakit, sesuai dengan lingkungan serta keinginan petani. Makin banyak varietas yang tersedia ditingkat petani, makin besar peluang mereka memilih varietas yang akan dikembangkan. Varietas jagung yang dominan ditanam pada lahan sawah di Kabupaten Takalar, dapat dilihat pada Tabel 2. 170
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 Tabel 2. Persepsi dan varietas jagung yang ditanam petani pada lahan sawah di Kabupaten Takalar dan Gowa. MK I, 2013. Varietas yang digunakan n % Umur Preferensi petani Varietas Kabupaten Takalar Pertiwi-3 2 9 102 hari Bantuan dari pemerintah (BLBU) Bonanza (Jagung Manis, panen muda) 6 27 90 hari Umur genjah Tersedia saat tanam Menguntungkan Mudah dipasarkan Benih disiapkan pembeli Enak dipelihara BISI-2 10 45 102 hari Harga benih murah Hasilnya bagus (Berat timbangannya Tahan penyakit Menguntungkan Tersedia di pasar Pioneer 1 4 100-113 hari Tersedia di pasar Kabupaten Gowa Pioneer 1 6 118 hari Tidak ada yang lain DK (77 dan 99) 9 50 98 hari Tahan bulai Daya tumbuh dan hasil baik Tidak ada pilihan lain NK 22 6 33 98 hari Hasil baik Harga benih murah Tersedia saat tanam BISI-2 2 11 103 hari Bagus Tersedia saat tanam Sumber: Data primer, 2013 dan Aqil, M. et al. (2012) Dari Tabel 2, terlihat bahwa varietas yang dominan di Kabupaten Takalar adalah BISI-2 (45%) dengan persepsi/alasan harga benih murah sedang di kabupaten Gowa, varietas DK (77 dan 99) dengan persepsi/alasan tahan bulai, daya tumbuh dan hasil baik, tidak ada pilihan lain. Varietas unggulan Balitsereal/BALITBANGTAN seperti Bima 3, Lamuru, Bisma. dan Gumarang tidak/belum dikenal petani. Promosi varietasvarietas hasil Badan Litbang Pertanian sangat diperlukan sehingga varietas nasional dikenal, diminat oleh para petani, disamping dapat diperoleh dengan harga yang murah dan sesuai/spesifik lokasi serta iklim/musim di Indonesia. Badan Litbang Pertanian (2008) mengemukakan bahwa makin banyak varietas yang tersedia di tingkat petani, makin mudah bagi mereka memilih varietas yang akan dikembangkan, sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat. Analisis usahatani dari berbagai varietas, dapat dilihat pada Tabel 3.. 171
Margaretha SL.: Analisis Usahatani Jagung Terhadap. Tabel 3. Analisis usahatani jagung antar varietas di Kabupaten Gowa dan Takalar. Provinsi Sulawesi Selatan. MK I, 2013. Varietas Produksi (t/ha) Penerimaan Biaya Saprodi Keuntungan R/C ratio Kabupaten Takalar Pertiwi 5,900 15.020.000 2.614.480 13.405.520 5,74 Bonanza Ditaksir 17.000.000 2.764.686 14.235.314 6,15 Pioneer 0,500 502.000 2.760.913-2.258.913 0,18 NK 33 4,136 11.167.200 2.760.240 8.406.800 4,05 Bisi-2 5,419 12.142.240 2.760.422 9.381.818 4,40 Kabupaten Gowa Pioneer 6,000 13.200.000 1.507.000 11.693.000 8,76 DK 77 7,390 18.475.000 3.719.349 14.755.651 4,97 DK 99 6,515 16.352.650 2.579.830 13.772.820 6,34 NK 22 4,933 12.500.000 3.555.750 8.944.250 3,52 BISI-2 6,500 16.250.000 3.647.875 12,602.125 4,45 Sumber: Data primer (2013) Pada Tabel 3, terlihat bahwa produksi jagung tertingggi di Kabupaten Takalar diperoleh dari varietas Pertiwi yakni 5,90 t/ha sedang di Kabupaten Gowa dari varietas DK 77 yakni 7,39 t/ha. Varietas BISI-2 walau dominan ditanam di Kabupaten Takalar, hanya memberi keuntungan sebesar Rp 9.381.818/ha dan Rp 12.602.125/ha di Kabupaten Gowa. Keuntungan tertinggi (Rp 14.235.310/ha) diperoleh dari varietas Bonanza (Jagung Manis) dengan nilai R/C 6,15 sedang di Kabupaten Gowa keuntungan tertinggi (Rp 14.755.650/ha) diperoleh dari Varietas DK 77. Secara umum, varietas yang digunakan sudah efisien dalam memanfaatkan sarana produksi, terlihat dari nilai R/C > 1 Jarak Tanam Populasi tanaman adalah salah satu cara untuk mendapatkan hasil optimum. Kepadatan tanaman anjuran adalah 66.667 tanaman/ha, yang dapat dicapai dengan jarak tanam antar baris 75 cm dan 20 cm dalam barisan dengan satu tanaman per lubang atau 40 cm dalam baris dengan dua tanaman per lubang (Akil M dan Hadijah AD, 2007). Jarak tanam di lokasi penelitian sangat bervariasi dari 50 x 30 cm dengan 2 biji per lubang sampai 80 x 40 cm dengan 2 biji per lubang bahkan ada yang tidak teratur. Apa persepsi petani terhadap jarak tanam yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa jarak tanam yang banyak digunakan di Kabupaten Takalar adalah 75 x 20 cm, 1 biji/lubang (20%) dengan alasan/persepsi kebiasaan, disusul jarak tanam 75 x 40 cm, 2 biji/lubang (15%) dengan persepsi/alasan tenaga kerja yang digunakan kurang tetapi hasil yang diperoleh banyak. Di Kabupaten Gowa, 172
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 jarak tanam yang dominan adalah 50 x 40 cm, 2 biji/lubang dan 75 x 40 cm, 2 biji/lubang sebanyak 28% dengan persepsi/alasan kebiasaan, tanamannya banyak dan mudah dipelihara. Keadaan ini merupakan peluang bagi teradopsinya teknologi baru, khususnya jarak tanam dengan sistem legowo (100-50) x 20 cm karena populasi tanaman tetap hanya teknik pengaturan tanaman yang berbeda. Tabel 4. Persepsi dan jarak tanam yang digunakan petani pada lahan sawah di Kabupaten Takalar dan Gowa. MK I, 2013. Jarak tanam Jumlah biji/lubang tanaman n % Persepsi petani terhadap jarak tanam yang digunakan Kab. Takalar 20 100 50 x 30 cm 2 1 5 Kebiassan 60 x 25 cm 1 1 5 Kebiasaan 60 x 40 cm 2 1 5 Kebiasaan 70 x 20 cm 1 2 10 Tenaga kerja kurang, hasilnya banyak 70 x 40 cm 2 1 5 Kebiasaan 75 x 20 cm 1 4 20 Enak/mudah dipelihara dan dipanen 75 x 40 cm 2 3 15 Kebiasaan 80 x 25 cm 1 1 5 Bagus dipelihara dan dipanen 80 x 30 cm 2 2 10 Tenaga kerja kurang 80 x 40 cm 2 2 10 Kebiasaan Tidak teratur 0 1 5 Sesuai informasi pada kemasan benih Kab. Gowa 18 100 50 x 40 cm 2 5 28 Kebiasaan dan tanamannya banyak 50 x 50 cm 2 1 6 Kebiasaan 60 x 50 cm 2 1 6 Kebiasaan dan tanamannya banyak 70 x 20 cm 1 2 11 Bagus 70 x 50 cm 2 1 6 Kebiasaan 75 x 20 cm 1 5 28 Bagus dan enak dipelihara 75 x 30 cm 2 1 6 Bagus, teratur dan enak disemprot 75 x 50 cm 2 1 6 0 100 x 50 cm 2 1 6 Buahnya besar Sumber: Data primer (2013) Pada Tabel 4 juga menunjukkan bahwa secara umum, persepsi petani terhadap jarak tanam yang digunakan umumnya karena kebiasaan yakni 6 orang (30%) di Kabupaten Takalar dan 4 orang (22%) di Kabupaten Gowa. Merubah perilaku kebiasaan memerlukan waktu yang lama, terutama di Kabupaten Gowa, dimana ratarata petani berumur 54 tahun dengan status lahan sewa (22%), sangat memperhatikan resiko dalam mengadopsi suatu teknologi (antara lain jarak tanam dengan sistem legowo, (100-50) x 20 cm). Hal ini senada dengan Margaretha et al. (2005) bahwa faktor umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan keluarga dan luas lahan, secara bersama-sama berpengaruh sangat nyata terhadap pendapatan usahatani jagung. Pendapatan usahatani jagung dari berbagai jarak tanam, dapat dilihat pada Tabel 5. 173
Margaretha SL.: Analisis Usahatani Jagung Terhadap. Keuntungan usahatani dari berbagai jarak tanam yang diperlihatkan Tabel 5, berkisar antara Rp 1.502.761/ha (negatif) sampai Rp 18.606.300/ha di Kabupaten Takalar, sedang di Kabupaten Gowa berkisar antara Rp 6.318.500/ha Rp 23.138.615/ha. Di Kabupaten Takalar, keuntungan usahatani tertinggi diperoleh dari jarak tanam 75 x 40 cm sebesar Rp 16.797.290/ha, sedang di kabupaten Gowa dari jarak tanam 50 x 40 cm, 2 biji/lubang yakni sebesar Rp 10.216.010/ha. Keuntungan dari jarak tanam 75 x 20 cm hanya berkisar Rp 8.688.590/ha di Kabupaten Takalar dan Rp 9.442.835/ha di kabupaten Gowa. Keuntungan ini, bukanlah yang terendah dibanding jarak tanam lainnya, apalagi secara keseluruhan usahatani jagung ditingkat petani sudah efisien karena memiliki nilai R/C >1 Tabel 5. Analisis usahatani antar jarak tanam jagung di Kabupaten Gowa dan Takalar. Provinsi Sulawesi Selatan, 2013. Jarak Tanam Produksi (t/ha) Penerimaan Biaya Saprodi Keuntungan R/C ratio Kab. Takalar 50 x 30 cm (2 biji) Ditaksir 5.000.000 3.404.500 1.595.500 1,47 60 x 20 cm 5,400 14.040.000 2.145.000 11.895.000 6,55 60 x 40 cm (2 biji) 0,500 6502.000 2.004.760-1.502.760 0,25 70 x 20 cm 4,136 20.833.600 1.987.700 18.845.900 10,48 70 x 40 cm (2 biji) 4,000 9.000.000 2.380.000 6.613.000 3,77 75 x 20 cm 4,677 11.680.130 2.991.550 8.688.580 3,90 75 x 40 cm ( 2 biji) 6,700 20.666.670 3.687.380 16.797.290 5,60 80 x 25 cm 4,917 12.291.670 2.644.235 9.647.435 4,65 80 x 30 cm (2 biji) Ditaksir 20.000.000 1.393.700 18.606.300 14,35 80 x 40 cm (2 biji) Ditaksir 8.000.000 3.701.500 4.289.500 2,16 Tidak teratur 6,400 16.000.000 3.515.050 12.484.950 4,55 Kab. Gowa 50 x 40 cm (2 biji) 5,195 12.978.500 2.762.490 10.216.010 4,70 50 x 50 cm (2 biji) 5,500 13.750.000 2.887.500 10.862.500 4,76 60 x 50 cm (2 biji) 7,500 18.750.000 5.027.000 13.723.000 3,73 70 x 20 cm (1 biji) 11,333 28.333.750 5.195.135 23.138.615 5,45 70 x 50 cm (2 biji) 4,000 9.800.000 3.481.500 6.318.500 2,81 75 x 20 cm (1 biji) 4,913 11.923.500 2.480.965 9.442.835 4,81 75 x 30 cm (2 biji) 8,000 20.000.000 3.938.000 16.062.000 5,08 75 x 50 cm (2 biji) 6,667 16.667.500 3.938.000 16.062.000 3,12 100 x 50 cm (2 biji) 5,000 12.500.000 3.625.600 8.874.400 3,45 Sumber: Data primer (2013) Dosis Pupuk Pemupukan secara berimbang dan rasional merupakan kunci utama keberhasilan peningkatan produktivitas jagung. Dalam praktek pemupukan, yang perlu diperhatikan adalah jenis pupuk dan takaran optimum pada jenis tanah dan lingkungan tertentu. Persepsi/alasan petani di lokasi penelitian memilih jenis dan takaran pupuk yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 6. 174
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 Tabel 6. Persepsi dan dosis pupuk yang digunakan petani pada lahan sawah di Kabupaten Takalar dan Gowa. MK I, 2013. Dosis Pupuk yang digunakan N % Persepsi Petani Kabupaten Takalar 20 100 167 kg/ha urea + 167kg/ha ZA 1 5 Harga pupuk mahal 200 kg/ha urea + 100 kg/ha ZA 1 5 Modal kurang 250 kg/ha urea + 75 kg/ha ZA 1 5 Pengalaman pribadi 250 kg/ha urea + 250 kg/ha ZA 1 5 Informasi dari sesama petani 313 kg/ha urea + 156 kg/ha ZA 1 5 Harga pupuk mahal 333 kg/ha urea + 167 kg/ha ZA 1 5 Pengalaman hasilnya bagus 333 kg/ha urea + 333 kg/ha ZA 1 5 Harga pupuk mahal 400 kg/ha urea + 200 kg/ha ZA 3 15 Harga pupuk phonska mahal 400 kg/ha urea + 300 kg/ha ZA 1 5 Kebiasaan 500 kg/ha urea + 250 kg/ha pupuk 1 5 Bagus bijinya kandang 400 kg/ha urea + 100 kg/ha phonska + 1 5 Informasi dari petugas peternakan 40 kg/ha ZA 400 kg/ha urea + 200 kg/ha phonska + 800 kg/ha pupuk kandang 1 5 Kebiasaan dan info dari sesama petani 500 kg/ha urea + 100 kg/ha phonska + 1 5 Kebiasaan 200 kg/ha ZA 600 kg/ha urea + 400 kg/ha phonska + 1 5 Harga pupuk phonska mahal 20 kg/ha ZA 667 kg/ha urea + 167 kg/ha phonska + 1 5 Harga pupuk mahal 167 kg/ha ZA 125 kg/ha ure + 125 kg/ha ZA + 125 1 5 Modal kurang kg/ha SP36 + 15 l/ha pupuk daun 300 kg/ha urea + 50 kg/ha ZA + 50 1 5 Informasi dari sesama petani kg/ha SP36 + 2 l/ha pupuk daun 500 kg/ha urea + 500 kg/ha phonska + 1 5 Modal kurang 500 kg/ha SP36 + 500 kg/ha ZA Kabupaten Gowa 18 100 200 kg/ha urea + 50 kg/ha phonska + 1 5 Harga pupuk mahal 100 kg/ha ZA 300 kg/ha urea + 100 kg/ha ZA 1 5 Harga pupuk phosnka mahal 334 kg/ha urea + 83 kg/ha ZA 1 5 Harga pupuk mahal 350 kg/ha urea + 100 kg/ha ZA 1 5 Harga pupuk mahal 350 kg/ha urea + 250 kg/ha ZA 1 5 Harga pupuk phonska mahal 417 kg/ha urea 1 5 Harga pupuk mahal 430 kg/ha urea + 71 kg/ha ZA 1 5 Harga pupuk mahal 500 kg/ha urea 1 5 Harga pupuk mahal 600 kg/ha urea 1 5 Harga pupuk mahal 600 kg/ha urea + 100 kg/ha ZA 1 5 Harga pupuk phonska mahal 600 kg/ha urea + 200 kg/ha ZA 1 5 Harga pupuk phonska mahal 667 kg/ha urea + 167 kg/ha ZA 1 5 Modal kurang 750 kg/ha urea + 125 kg/ha ZA 1 5 Kebiasaan, harga pupuk phonska mahal 750 kg/ha urea + 3 kg/ha phonska + 1 5 Harga pupuk mahal 7 kg/ha SP36 750 kg/ha urea + 200 kg/ha phonska + 1 5 Kebiasaan 50 kg/ha ZA 900 kg/ha urea + 100 kg/ha ZA 1 5 Kebiasaan 1.000 kg/ha urea 1 5 Kebiasaan Sumber: Data primer (2013) 175
Margaretha SL.: Analisis Usahatani Jagung Terhadap. Tabel 6 memperlihatkan bahwa penggunaan pupuk di Kabupaten Gowa lebih banyak dibanding Kabupaten Takalar, namun Kabupaten Takalar lebih variatif dalam penggunaan jenis pupuknya. Secara umum takaran yang diberikan sangat berlebihan terutama untuk jenis pupuk urea. Keadaan ini merupakan peluang bagi teradopsinya teknologi pemupukan dengan jenis dan takaran sebanyak 300 kg/ha phonska + 200 kg/ha urea, apalagi persepsi/alasan petani tidak menggunakan pupuk karena harga pupuk mahal/modal kurang (55% di Kabupaten Takalar dan 78% di Kabupaten Gowa). Banyaknya penggunaan pupuk urea + ZA antara lain disebabkan karena petani melihat 1) langsung reaksi tanaman setelah dipupuk (tanaman hijau), 2) harga pupuk urea dan ZA murah dan 3) konversi data dari luasan areal ke hektar. Seberapa besar pendapatan usahatani/keuntungan yang diterima petani dari penggunaan jenis dan dosis pupuk, dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa produksi dan keuntungan usahatani tertinggi diperoleh dari petani yang menggunakan jenis dan dosis pupuk sebanyak 400 kg/ha urea + 300 kg/ha ZA di Kabupaten Takalar yakni Rp 27.762.800/ha dengan produksi ditaksir karena varietas Bonanza yang digunakan dipanen muda sedang di kabupaten Gowa, produksi dan keuntungan usahatani tertinggi diperoleh dari petani yang menggunakan jenis dan dosis pupuk sebanyak 667 kg/ha urea + 167 kg/ha ZA dengan keuntungan Rp 35.424.230/ha dari produksi 16,67 t/ha. Walau demikian semua jenis dan takaran pupuk yang digunakan dilokasi penelitian sudah efisien karena memiliki nilai R/C >1. 176
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 Tabel 7. Analisis usahatani jagung antar dosis pupuk di Kabupaten Gowa dan Takalar. Provinsi Sulawesi Selatan, 2013. Dosis Pupuk Produksi (t/ha) Penerimaan Biaya Saprodi Keuntungan R/C ratio Kabupaten Takalar 167 kg/ha urea + 167 kg/ha ZA 8,833 22.083.340 1.854.765 20.228.575 11,91 200 kg/ha urea + 100 kg/ha ZA Ditaksir 16.000.000 3.355.000 12.645.000 4,77 250 kg/ha urea + 75 kg/ha ZA Ditaksir 4.000.000 2.514.000 1.486.000 1,59 250 kg/ha urea + 250 kg/ha ZA Ditaksir 5.000.000 3.404.500 1.595.500 1,47 313 kg/ha urea + 156 kg/ha ZA 5,245 13.035.000 2.668.985 10.366.015 4,88 333 kg/ha urea + 167 kg/ha ZA 7,000 14.000.000 3.652.275 10.347.725 3,83 333 kg/ha urea + 333 kg/ha ZA 4,917 12.291.670 2.644.235 9.647.435 4,65 400 kg/ha urea + 200 kg/ha ZA 4,796 11.900.000 2.641.460 9.258.540 4,51 400 kg/ha urea + 300 kg/ha ZA Ditaksir 32.000.000 4.237.200 27.762.800 7,55 500 kg/ha urea + 250 kg/ha pupuk kandang 400 kg/ha urea + 100 kg/ha phonska + 40 kg/ha ZA 400 kg/ha urea + 200 kg/ha phonska + 800 kg/ha pupuk kandang 500 kg/ha urea + 100 kg/ha phonska + 200 kg/ha ZA 600 kg/ha urea + 400 kg/ha phonska + 20 kg/ha ZA 667 kg/ha urea + 167 kg/ha phonska + 167 kg/ha ZA 125 kg/ha ure + 125 kg/ha ZA + 125 kg/ha SP36 + 15 l/ha pupuk daun 300 kg/ha urea + 50 kg/ha ZA + 50 kg/ha SP36 + 2 l /ha pupuk daun 500 kg/ha urea + 500 kg/ha phonska + 500 kg/ha SP36 + 500 kg/ha ZA Kabupaten Gowa 200 kg/ha urea + 50 kg/ha phonska + 100 kg/ha ZA 5.400 14.040.000 2.145.000 11.895.000 6,55 Ditaksir 12.000.000 6.259.000 5.741.000 1,92 4,136 11.167.200 2.063.600 9.103.600 5,41 Ditaksir 30.500.000 4.125.000 26.375.000 7,39 4,400 11.000.000 4.045.800 6.954.200 2,72 7,000 14.000.000 3.652.275 10.347.725 3,83 0,500 502.000 2.554.750-2.052.750 0,20 4,000 9.000.000 2.321.000 6.679.000 3,88 Ditaksir 20.000.000 14.762.000 5.238.000 1,35 6,000 13.200.000 1.507.000 11.693.000 8,76 300 kg/ha urea + 100 kg/ha ZA 4,400 11.000.000 2.574.000 8.426.000 4,27 334 kg/ha urea + 83 kg/ha ZA 4,100 10.417.500 2.518.500 7.898.940 4,14 350 kg/ha urea + 100 kg/ha ZA 5,000 12.500.000 2.381.500 10.118.500 5,25 350 kg/ha urea + 250 kg/ha ZA 4,000 9.800.000 2.578.500 7.220.500 3,80 417 kg/ha urea 2,500 6.250.000 2.239.380 4.010.610 2,79 430 kg/ha urea + 71 kg/ha ZA 2,857 7.142.500 2.552.330 4.599.170 2,80 500 kg/ha urea 5,500 13.750.000 2.887.500 10.862.500 4,76 600 kg/ha urea 5,000 12.500.000 3.647.600 8.852.400 3,43 600 kg/ha urea + 100 kg/ha ZA 3,000 7.500.000 3.088.800 4.411.200 2,43 600 kg/ha urea + 200 kg/ha ZA 8,000 20.000.000 3.938.000 16.062.000 5,08 667 kg/ha urea + 167 kg/ha ZA 16,667 41.607.500 6.243.270 35.424.230 6,67 750 kg/ha urea + 125 kg/ha ZA 10,000 25.000.000 4.213.415 20.756.555 5,89 750 kg/ha urea + 3 kg/ha phonska + 7,500 18.750.000 5.027.000 13.723.000 3,73 7 kg/ha SP36 750 kg/ha urea + 200 kg/ha phonska 6,000 15.000.000 4.147.000 10.853.000 3,62 + 50 kg/ha ZA 900 kg/ha urea + 100 kg/ha ZA 7,160 19.000.000 5.324.000 13.676.000 3,57 1.000 kg/ha urea 7,130 17.833.750 5.295.125 12.538.625 3,37 Sumber: Data primer (2013) Balitsereal dalam salah satu kegiatan penelitian Evaluasi komponenkomponen teknologi terpilih pendukung PTT jagung dengan peningkatan IP pada lahan sawah telah menguji beberapa varietas (NK33, Bima 3, Lamuru, Gumarang, Bisi-2 dan Bisma), menggunakan jarak tanam sistem legowo (100-50) cm x 20 cm dengan 177
Margaretha SL.: Analisis Usahatani Jagung Terhadap. dosis pupuk 300 kg/ha phonska + 200 kg/ha urea. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Rata-rata hasil usahatani petani koperator komponen teknologi di 2 lokasi penelitian, Sulsel. 2013 Varietas Lokasi Penelitian Rata-rata Produksi (t/ha) Penerimaan Bima 3 Gowa, Takalar 7,08 17.700.000 Lamuru Gowa, Takalar 7,76 19.400.000 Gumarang Takalar 8,44 21.100.000 Bisma Gowa 7,16 17.900.000 Bisi-2 Gowa, Takalar 6,56 16.400.000 Sumber: Data diolah (2013) Dari Tabel 8, terlihat bahwa dengan menggunakan komponen teknologi yang benar (varietas, jarak tanam dan dosis pupuk),menunjukkan bahwa varietas Gumarang member hasil tertinggi yakni 8,44 t/ha dengan penerimaan usahatani sebesar Rp 21.100.000/ha. Dibandingkan dengan rata-rata hasil dan penerimaan petani kooperator yang hanya 5,18 t/ha untuk hasil dan Rp 11.564.500/ha, maka ke 5 varietas unggul yang diuji memberi hasil yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan komponen-komponen teknologi yang benar dan tepat dapat meningkatkan hasil/produksi antara 27% sampai 63% untuk hasil dan 41,81% sampai 82% untuk penerimaan usahatani. KESIMPULAN 1. Identitas petani (umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan status lahan), sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan penerapan teknologi baru. 2. IP 400 yang diterapkan petani sangat ditentukan oleh ketersediaan air tanah dan harus dikawal dengan teknologi budidaya jagung yang tepat antara lain penggunaan varietas unggul, jarak tanam (populasi tanaman) dan dosis pupuk yang digunakan. 3. Keuntungan tertinggi diperoleh dari varietas Bonanza (Jagung Manis) dengan nilai R/C 6,15 sedang di Kabupaten Gowa keuntungan tertinggi diperoleh dari Varietas DK 77, namun nilai R/C tertinggi dari Varietas Pioneer yakni 8,76 menunjukkan bahwa varietas Pioneer lebih efisien menggunakan sarana produksi. 4. Peluang dalam pengadopsian teknologi baru, khususnya jarak tanam dengan sistem legowo (100-50) x 20 cm sangat besar karena jarak tanam ditingkat petani, 178
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 baik di Kabupaten Takalar maupun Gowa adalah 75 x 40, 2 biji/lubang, berarti populasi tanaman tetap hanya teknik pengaturan tanaman yang berbeda, namun merubah perilaku kebiasaan memerlukan waktu yang lama, terutama di Kabupaten Gowa, dimana rata-rata petani berumur 54 tahun dengan status lahan sewa (22%), sangat memperhatikan resiko dalam mengadopsi suatu teknologi (antara lain jarak tanam dengan sistem legowo, (100-50) x 20 cm. 5. Di Kabupaten Takalar, keuntungan usahatani yang menggunakan jarak tanam 75 x 20 cm sebesar Rp 8.688.590/ha, dan yang menggunakan jarak tanam 75 x 40 cm sebesar Rp 16.797.290/ha, sedang di Kabupaten Gowa petani dengan jarak tanak 75 x 20 cm memperoleh keuntungan sebesar Rp 9.442.835/ha. 6. Keuntungan usahatani tertinggi diperoleh dari petani yang menggunakan jenis dan dosis pupuk sebanyak 400 kg/ha urea + 300 kg/ha ZA di Kabupaten Takalar yakni Rp 27.762.800/ha dengan produksi ditaksir karena varietas Bonanza yang digunakan dipanen muda. Di kabupaten Gowa, produksi dan keuntungan usahatani tertinggi diperoleh dari petani yang menggunakan jenis dan dosis pupuk sebanyak 667 kg/ha urea + 167 kg/ha ZA dengan keuntungan Rp 35.424.230/ha dari produksi 16,67 t/ha 7. Jenis dan takaran pupuk yang diberikan sangat kurang, baik di Kabupaten Takalar maupun Gowa dengan alasan kekurangan modal, namun merupakan peluang bagi teradopsinya teknologi pemupukan dengan dosis 300 kg/ha Phonska + 200 kg/ha urea karena memerlukan modal yang lebih sedikit. 8. Penggunaan komponen-komponen teknologi yang benar dan tepat, dapat meningkatkan hasil/produksi sebesar 27% sampai 63%, dan 41,81% sampai 82% untuk penerimaan usahatani. DAFTAR PUSTAKA Akil M dan Hadijah AD, 2007. Budidaya Jagung dan Diseminasi Teknologi. JAGUNG. Teknik Produksi dan Pengembangan. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Kementerian Pertanian. Arief, P. 2009. Budidaya-Usaha-Pengolahan Agribisnis Jagung. Penerbit CV. Pustaka Grafika. Bandung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Panduan Umum Pengelolaan Tanaman Terpadu jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 179
Margaretha SL.: Analisis Usahatani Jagung Terhadap. Bahtiar, A.F. Fadhly, M. Rauf, A. Najamuddin, Margaretha, N. Syam, A. Tenrirawe, Syuryawati, A. Biba, H.A. Dahlan, S. Panikai, B. Hafid, A.M. Mappiare dan M. Tahir. 2005. Studi Karakterisasi Sistem Produksi serta Persepsi dan Sikap Pengguna Teknologi Serealia. Laporan Akhir Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. BPS Indonesia. 2009. Indonesia Dalam Angka. Biro Pusat Statistik. Jakarta. Kasryno F. 2002. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia selama Empat Dekade yang lalu dan Implikasinya bagi Indonesia. Makalah disampaikan pada Diskusi Nasional Agribisnis Jagung di Bogor, 24 Juni 2002. Badan Litbang Pertanian. Margaretha SL dan Syuryawati. 2005. Pengaruh Aspek Sosial terhadap Pendapatan Petani Jagung. Risalah penelitian Jagung dan Serealia Lain. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Volume 10. Margaretha SL, Roy Efendi dan A.F. Fadhly. Peningkatan Pendapatan Petani melalui Pertanaman Jagung dengan IP 300 setelah Padi. 2011. ( Dipublikasikan pada seminar open house Balitsereal). Sumarno, U.G. Kartasasmita, dan Lukman Hakim. 2010. Pengelolaan Lahan Sawah dan Reorientasi Target Alih Teknologi Usahatani Padi di Jawa. IPTEK Tanaman Pangan. Puslitbangtan. Balitbangtan. Vol. 5, Nomor 2. Desembar 2010. 180