Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

TINJAUAN PUSTAKA. daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di hutan mangrove pesisir Desa Durian dan Desa Batu

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas yang hidup didalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

VI. SIMPULAN DAN SARAN

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi kepentingan manusia (Purnobasuki, 2005).

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang

Production and the rate of decomposition of Mangrove leaf litter in Los island Tanjungpinang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

PRODUKSI DAN KANDUNGAN KARBON SERTA LAJU DEKOMPOSISI SERASAH Xylocarpus sp di PERAIRAN SUNGAI MESJID DUMAI, RIAU. Oleh :

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

METODE PENELITIAN. N dan P dilakukan secara Ex situ di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas

BAB 1 PENDAHULUAN. Pantai Nanganiki merupakan salah satu pantai yang terletak di Desa

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK

Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

BAB I PENDAHULUAN. besar. Total penjualan protease di dunia mencapai 50-60%. Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

II. TINJAUAN PUSTAKA. tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

Kondisi Lingkungan (Faktor Fisika-Kimia) Sungai Lama Tuha Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KORELASI ANTARA KERAPATAN AVICENNIA DENGAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KABUPATEN SIAK, RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

Lampiran 1 Hasil produksi serasah mangrove Wonorejo pantai timur Surabaya

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

III. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

2.2. Struktur Komunitas

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1) Lanjutan...

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

VI. KADAR UNSUR HARA N, P DAN C SERASAH DAUN Avicennia marina YANG MENGALAMI PROSES DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Hutan Mangrove. Hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang memiliki beberapa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina SETELAH APLIKASI FUNGI Aspergillus sp PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS SKRIPSI OLEH:

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI GASTROPODA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KECAMATAN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 1 : (1999)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

Transkripsi:

ANALISIS LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Soneratia alba J.E Smith DI KAWASAN PESISIR DESA KRAMAT KECAMATAN MANANGGU KABUPATEN BOALEMO Widyawati Adam 1., Ramli Utina 2., Dewi Wahyuni K. Baderan 2., 1) Mahasiswa Jurusan Biologi, 2) Dosen Jurusan Biologi, 2) Dosen Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo Email: widyawati.adam@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju dekomposisi serasah daun mangrove Soneratia alba di Kawasan Pesisir Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo. Penelitian dilakukan di kawasan pesisir Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2013. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode survey. Laju dekomposisi serasah daun Soneratia alba menggunakan rumus Xt = Xo.e -kt. Berdasarkan hasil penelitian laju dekomposisi serasah daun Soneratia alba berdasarkan pada masing-masing plot berturut-turut yaitu pada plot 1 0,138, plot 2 sebesar 0,127, plot 3 sebesar, 0,128 dan plot 4 sebesar 0,129. Dengan laju tertinggi ditemukan plot 1 hari ke-75 sebesar 0,138 dan terendah pada plot 2 sebesar 0,127. Hal in disebabkan karena semakin lama waktu maka laju dekomposisi semakin tinggi. Perbedaan laju dekomposisi ini di pengaruhi oleh faktor lingkungan yakni derajat asam basa (ph), suhu, salinitas, dan aktivitas dekomposer. Sehingga laju dekomposisi merupakan jumlah bahan organik mati yang mengurai dalam waktu tertentu. Kata Kunci : Laju Dekomposisi, Soneratia alba, Serasah, Mangrove PENDAHULUAN Spesies Soneratia alba J.E Smith merupakan jenis pioner yang tidak toleran terhadap air tawar dalam periode lama menyukai tanah yang bercampur lumpur dan pasir, kadang-kadang pada batuan dan karang tumbuh pada substrat lumpur berpasir di Muara sungai pasang surut dan banyak ditemukan pada daerah tepian yang menjorok ke laut, dengan salinitas yang lebih tinggi. Buah dari Tumbuhan Soneratia ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan makanan dan kayu dari soneratia digunakan sebagai kayu bakar. Noor et al., (1999)

Hutan mangrove juga merupakan salah satu wilayah yang produktivitasnya tinggi karena adanya serasah dan terjadi dekomposisi serasah, sehingga memberikan kontribusi besar terhadap distribusi organik yang sangat penting sebagai sumber energi. Proses dekomposisi serasah didalam tanah menghasilkan unsur hara yang berperan penting dalam pertumbuhan mangrove dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong kehidupan organisme akuatik. (Moran dalam Zamroni, 2008) Hutan mangrove berperan penting dalam melindungi pantai dari gelombang angin dan badai, tegakan mangrove dapat melindungi pemukiman, bangunan, lahan pertanian dari angin kencang dan intrusi air laut. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat lumpur, pohonnya mengurangi energi gelombang dan memperlambat arus. Lingkungan mangrove dapat menyediakan perlindungan dan sumber makanan berupa bahan-bahan organik bagi organisme di Kawasan pesisir. Serasah mangrove berperan penting dalam kesuburan perairan pesisir. Serasah mangrove yang terdekomposisi akan menghasilkan unsur hara yang diserap oleh tanaman dan digunakan oleh jasad renik di lantai hutan dan sebagian lagi akan terlarut dan terbawa air surut ke perairan sekitarnya (Suwarno, 1985 dalam Rismunandar, 2000). Ekosistem mangrove memiliki fenomena yang khas, yakni terdapatnya serasah daun yang dapat mengalami dekomposisi dengan bantuan bakteri dan fungi. Bahan organik hasil dekomposisi merupakan zat penting bagi kelangsungan produktivitas perairan, terutama dalam rantai makanan. Mangrove merupakan satu dari ekosistem produktif di dunia terutama dalam bentuk produktivitas primer berupa produksi serasah. Produktivitas yang tinggi terkait langsung dengan rantai makanan yang berasal dari detritus atau serasah. Serasah yang terdiri atas daun, buah, cabang dan kulit pohon mangrove merupakan sumber detritus organik. (Amarangsinghe dan Balasubramanian, 1992). Berdasarkan hasil observasi spesies mangrove yang ditemukan di Kawasan Pesisir Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo, antara lain spesies

Soneratia alba, Bruguiera gymnorhiza, dan Ceriops tagal. Kawasan mangrove yang ada di desa Kramat kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo memiliki luas mangrove mencapai 11,80 Ha. Keberadaan mikroorganisme di ekosistem mangrove memiliki arti yang sangat penting dalam menguraikan serasah daun mangrove menjadi bahan organik yang digunakan sebagai sumber nutrisi bagi organisme yang mendiami hutan mangrove. Bakteri dan fungi merupakan mikroorganisme yang melakukan dekomposisi. Hasil dari dekomposisi merupakan makanan bagi organisme pemakan detritus yang kebanyakan terdiri atas hewan-hewan invertebrata. (Sikong, 1978). Odum (1996) menyatakan bahwa serasah mangrove di estuaria merupakan bahan dasar penghasil unsur hara yang penting bagi kelangsungan jaring-jaring makanan dan juga merupakan sumber makanan bagi ikan dan kelompok invertebrata. Serasah ketika jatuh dari pohon miskin akan nutrisi, dan dapat menjadi sumber nutrisi setelah mengalami proses dekomposisi yang melibatkan berbagai macam mikroorganisme. Pentingnya peranan dari serasah daun mangrove, khususnya spesies Soneratia alba, mendorong penulis untuk meneliti laju dekomposisi serasah daun di Kawasan hutan mangrove Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo. Dengan formulasi judul Analisis Laju Dekomposisi Serasah Daun Soneratia alba J.E Smith di Kawasan Pesisir Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju dekomposisi serasah daun Soneratia alba di Kawasan pesisir Desa Kamat Kecamatan Mananggu Kabupaten Bolaemo. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan pesisir Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai penyusunan laporan akhir pada bulan Oktober 2013.Waktu awal pengamatan dengan berat 20 gram dimulai pada tanggal 27 Juli 2013 menunjukkan waktu hari ke-

15 dan akhir pengamatan pada tanggal 21 September 2013 menunjukkan hari ke 75. Metode penelitian ini adalah metode survey yaitu dengan melakukan pengamatan langsung pada lokasi penelitian tentang laju dekomposisi serasah daun Soneratia alba di kawasan pesisir Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan spesies Soneratia alba yang terdapat di Kawasan Pesisir Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo. Sampel dalam penelitian ini adalah spesies mangrove Soneratia alba yang terdapat pada empat plot pengamatan. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, refraktometer. GPS (Global Positioning System), timbangan ohause, termometer, ph indicator, alat tulis menulis, camera, tali rafia, meteran, kertas label, kantong serasah 20x30 cm yang terbuat dari bahan nilon. Bahan yang digunaka dalam penelitian ini adalah Serasah daun Soneratia alba. Menempatkan 4 plot pengamatan yang ditumbuhi oleh spesis Soneratia alba. Kemudian menentukan titik koordinat dengan menggunakan GPS (Global positioning system). Pengambilan sampel serasah daun Soneratia alba dengan menggunakan Kantong serasah diisi sebanyak 30 gram serasah daun Soneratia alba kering, ditempatkan pada masing-masing plot sebanyak 15 kantong, dan diikat pada pangkal batang pohon agar tidak terbawa oleh pasang surut air laut diikatkan pada pohon agar tidak terbawa oleh air pasang. Sebanyak 3 kantong serasah daun diambil pada masing-masing setelah 15 hari, 30 hari, 45 hari, 60 hari, 75 hari kemudian. Selanjutnya serasah daun dari kantong dikeluarkan dan ditiriskan, selanjutnya dimasukkan kedalam oven yang bersuhu 80 0 C sampai beratnya konstan. Setelah di oven serasah tersebut ditimbang untuk diketahui berat keringnya. Nilai berat yang digunakan adalah berat rata-rata dari tiga kantong. Data perubahan serasah dengan selang waktu 15 hari sampai dengan 75 hari yang terdekomposisi digunakan untuk menghitung nilai laju dekomposisi serasah daun menggunakan rumus = Xo.e kt (Olson, 1963)

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh peningkatan Laju dekomposisi serasah daun Soneratia alba pada masing-masing plot berturut-turut yaitu pada plot 1 sebesar 0,138, plot 2 sebesar 0,127, plot 3 sebesar 0,128, plot 4 sebesar 0,129. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu maka laju dekomposisi semakin tinggi. Laju dekomposisi pada masing-masing plot dilihat dari grafik mengalami peningkatan laju dekomposisi yaitu pada hari ke-75 berturut-turut yaitu pada plot 1 sebesar 0,138, plot 2 sebesar 0,127, plot 3 sebesar 0,128, plot 4 sebesar 0,129 Dengan laju tertinggi ditemukan pada plot 1 sebesar 0,138 dan terendah pada plot 2 sebesar 0,127. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu maka laju dekomposisi semakin tinggi atau semakin meningkat. Perbedaan laju dekomposisi pada masing-masing plot diduga adanya variasi faktor lingkungan seperti suhu, salinitas dan derajat asam basa serta dipengaruhi oleh pasang surut dan adanya aktivitas dekomposer serta mikroorganisme pengurai. Laju dekomposisi dipengaruhi oleh aktivitas dekomposer yang melakukan perombakan pada serasah daun sehingga serasah daun yang semula komplek akan pecah menjadi partikel-partikel kecil. Laju dekomposisi dilihat dari penurunan bobot kering serasah daun yang mengalami dekomposisi. Terlihat pada lampiran 1 serasah daun yang terdekomposisi dari hari ke-15 sampai hari ke-75 dimana semakin menuju ke-75 hari berubah menjadi partikel-partikel kecil dalam artian mengalami proses dekomposisi Laju dekomposisi serasah daun Soneratia alba pada masing-masing plot dapat disajikan pada grafik 1.

0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 plot 4 plot 3 plot 2 plot 1 0 15 30 45 60 75 Gambar.1 Grafik laju dekomposisi serasah daun Soneratia alba Perbedaan laju dekomposisi dari hari ke-15 sampai hari ke-75 yakni serasah yang jatuh ke lantai hutan tidak langsung mengalami pelapukan oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan hewan-hewan yang disebut makrobentos. Makrobentos memiliki peran yang sangat besar terhadap dalam penyediaan hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove maupun makrobentos itu sendiri. Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang bekerjadengan cara memecah-mecah daun menjadi bagian-bagian kecil yang kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang kecil yakni mikroorganisme (bakteri dan fungi) yang menguraikan bahan organik menjadi protein dan karbohidrat. Pada umumnya makrobentos mempercepat proses dekomposisi. (Arif, 2003) Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran atau pemecahan struktur fisik yang dilakukan oleh hewan pemakan bangkai (scavenger) terhadap tumbuhan dan menyisakan sebagai bahan organik mati menjadi serasah, debris atau detritus dengan ukuran yang lebih kecil. Secara biologi bakteri yang melakukan proses secara enzimatik terhadap partikel-partikel organik. Bakteri mengeluarkan enzim protease, selulase, ligninase yang digunakan untuk menghancurkan

molekulmolekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati. Beberapa senyawa yang dihasilkan digunakan oleh dekomposer. Faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi adalah faktor lingkungan perairan (derajat asam-basa temperatur, dan salinitas). Kondisi substrat perairan yang lebih lembab dibandingkan daratan juga berperan dalam penguraian serasah, nilai ph 7-8 menunjukan lingkungan yang selalu basa dan lembab nilai menyebabkan proses dekomposisi serasah cepat (Indriani, 2008). Pada plot 1 dan 4 memiliki ph tertinggi dibandingkan plot 2 dan 3 sehingga lebih banyak makrobentos yang hidup pada daerah tersebut dan menyebabkan proses pendekomposisian berlangsung cepat. Kadar salinitas jenis tegakan Soneratia alba berkisar antara 29 ppt-32 ppt, lingkungan bergaram (asin) diperlukan untuk kestabilan ekosistem mangrove. Noor (1999) mengatakan bahwa kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Faktor lingkungan fisik juga mendukung proses penguraian serasah cepat terdekomposisi. Salah satu contoh adalah suhu, suhu pada plot 1 yakni berkisar antara 31-32 0 C yang merupakan suhu optimum berpengaruh terhadap penguraian daun mangrove Faktor lingkungan yang berpengaruh salah satunya suhu pada suatu lingkungan, suhu lingkungan dilokasi penelitian tersebut berkisar antara 27-32 0 C. Handayani (2004) mengatakan bahwa suhu optimum yang berpengaruh terhadap proses dekomposisi serasah daun berkisar 32 0 C. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di kawasan pesisir Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo dapat disimpulkan bahwa laju dekomposisi (k) serasah daun soneratia alba pada masing-masing plot pada hari ke-75 berturut-turut yaitu pada plot 1 sebesar 0,138, plot 2 sebesar 0,127, plot 3 sebesar 0,128, plot 4 sebesar 0,129. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu maka laju dekomposisi semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu maka laju dekomposisi semakin semakin meningkat. Perbedaan laju dekomposisi ini di

pengaruhi oleh faktor lingkungan yakni derajat asam basa, suhu, salinitas, serta aktivitas decomposer dan dipengaruhi oleh lamanya waktu pendekomposisian. Serasah daun Soneratia alba yang terdekomposisi dari hari ke-15 sampai hari ke-75 menujukan bahwa perubah serasah partikel-partikel kecil dalam artian mengalami proses dekomposisi dan penurunan bobot kering. Yang semula kompleks akan berubah menjadi partikel-partkecil. DAFTAR PUSTAKA Amarashinge, M. D. dan Balasubramanian. 1992. Net Primary Productivity of Two Mangrove Forest Stand on the Northwestern Coast of Srilanka. Hlm. 41 47 in Developments in Hydrobiology: The Ecology of Mangrove and Related Ecosystem. Kluwets Academic Publisher. Netherland. Arief, A. 2003. Hutan Mangrove. Penerbit Kanisius. Jakarta Moran, J.A., M.G. Barker, and P. Becker. 2000. A Comparison of the soil water, nutrien status, and litterfall characteristics of tropical heath and mixeddopterocarp forest sites in Brunei. Biotropica 32: 2-13. Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands International-Indonesia Programme. Bogor. 220 hal. Indriani, Y. 2008. Produksi Dan Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Api- Api (Avicennia marina Forssk. Vierh) di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsin Banten. Skripsi. Jurusan Ilmu Dan Teknologi Kelautan. FPIK. IPB.Bogor. Sikong, M. 1978. Peranan Hutan Mangrove Sebagai Tempat Asuhan Berbagai Jenis Ikan dan Crustacea dalam Prosiding Seminar Ekosistem Mangrove. Jakarta 27 Februari. 1 Maret 1978. Hlm 106-108. Odum. E. P. 1996. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta: 697 Hlm. Rismunandar, 2000. Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina pada Berbagai Tingkat Salinitas (Studi Kasus di Kawasan Hutan Mangrove. Pertanian Bogor