ANALISIS LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Soneratia alba J.E Smith DI KAWASAN PESISIR DESA KRAMAT KECAMATAN MANANGGU KABUPATEN BOALEMO Widyawati Adam 1., Ramli Utina 2., Dewi Wahyuni K. Baderan 2., 1) Mahasiswa Jurusan Biologi, 2) Dosen Jurusan Biologi, 2) Dosen Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo Email: widyawati.adam@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju dekomposisi serasah daun mangrove Soneratia alba di Kawasan Pesisir Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo. Penelitian dilakukan di kawasan pesisir Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2013. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode survey. Laju dekomposisi serasah daun Soneratia alba menggunakan rumus Xt = Xo.e -kt. Berdasarkan hasil penelitian laju dekomposisi serasah daun Soneratia alba berdasarkan pada masing-masing plot berturut-turut yaitu pada plot 1 0,138, plot 2 sebesar 0,127, plot 3 sebesar, 0,128 dan plot 4 sebesar 0,129. Dengan laju tertinggi ditemukan plot 1 hari ke-75 sebesar 0,138 dan terendah pada plot 2 sebesar 0,127. Hal in disebabkan karena semakin lama waktu maka laju dekomposisi semakin tinggi. Perbedaan laju dekomposisi ini di pengaruhi oleh faktor lingkungan yakni derajat asam basa (ph), suhu, salinitas, dan aktivitas dekomposer. Sehingga laju dekomposisi merupakan jumlah bahan organik mati yang mengurai dalam waktu tertentu. Kata Kunci : Laju Dekomposisi, Soneratia alba, Serasah, Mangrove PENDAHULUAN Spesies Soneratia alba J.E Smith merupakan jenis pioner yang tidak toleran terhadap air tawar dalam periode lama menyukai tanah yang bercampur lumpur dan pasir, kadang-kadang pada batuan dan karang tumbuh pada substrat lumpur berpasir di Muara sungai pasang surut dan banyak ditemukan pada daerah tepian yang menjorok ke laut, dengan salinitas yang lebih tinggi. Buah dari Tumbuhan Soneratia ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan makanan dan kayu dari soneratia digunakan sebagai kayu bakar. Noor et al., (1999)
Hutan mangrove juga merupakan salah satu wilayah yang produktivitasnya tinggi karena adanya serasah dan terjadi dekomposisi serasah, sehingga memberikan kontribusi besar terhadap distribusi organik yang sangat penting sebagai sumber energi. Proses dekomposisi serasah didalam tanah menghasilkan unsur hara yang berperan penting dalam pertumbuhan mangrove dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong kehidupan organisme akuatik. (Moran dalam Zamroni, 2008) Hutan mangrove berperan penting dalam melindungi pantai dari gelombang angin dan badai, tegakan mangrove dapat melindungi pemukiman, bangunan, lahan pertanian dari angin kencang dan intrusi air laut. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat lumpur, pohonnya mengurangi energi gelombang dan memperlambat arus. Lingkungan mangrove dapat menyediakan perlindungan dan sumber makanan berupa bahan-bahan organik bagi organisme di Kawasan pesisir. Serasah mangrove berperan penting dalam kesuburan perairan pesisir. Serasah mangrove yang terdekomposisi akan menghasilkan unsur hara yang diserap oleh tanaman dan digunakan oleh jasad renik di lantai hutan dan sebagian lagi akan terlarut dan terbawa air surut ke perairan sekitarnya (Suwarno, 1985 dalam Rismunandar, 2000). Ekosistem mangrove memiliki fenomena yang khas, yakni terdapatnya serasah daun yang dapat mengalami dekomposisi dengan bantuan bakteri dan fungi. Bahan organik hasil dekomposisi merupakan zat penting bagi kelangsungan produktivitas perairan, terutama dalam rantai makanan. Mangrove merupakan satu dari ekosistem produktif di dunia terutama dalam bentuk produktivitas primer berupa produksi serasah. Produktivitas yang tinggi terkait langsung dengan rantai makanan yang berasal dari detritus atau serasah. Serasah yang terdiri atas daun, buah, cabang dan kulit pohon mangrove merupakan sumber detritus organik. (Amarangsinghe dan Balasubramanian, 1992). Berdasarkan hasil observasi spesies mangrove yang ditemukan di Kawasan Pesisir Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo, antara lain spesies
Soneratia alba, Bruguiera gymnorhiza, dan Ceriops tagal. Kawasan mangrove yang ada di desa Kramat kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo memiliki luas mangrove mencapai 11,80 Ha. Keberadaan mikroorganisme di ekosistem mangrove memiliki arti yang sangat penting dalam menguraikan serasah daun mangrove menjadi bahan organik yang digunakan sebagai sumber nutrisi bagi organisme yang mendiami hutan mangrove. Bakteri dan fungi merupakan mikroorganisme yang melakukan dekomposisi. Hasil dari dekomposisi merupakan makanan bagi organisme pemakan detritus yang kebanyakan terdiri atas hewan-hewan invertebrata. (Sikong, 1978). Odum (1996) menyatakan bahwa serasah mangrove di estuaria merupakan bahan dasar penghasil unsur hara yang penting bagi kelangsungan jaring-jaring makanan dan juga merupakan sumber makanan bagi ikan dan kelompok invertebrata. Serasah ketika jatuh dari pohon miskin akan nutrisi, dan dapat menjadi sumber nutrisi setelah mengalami proses dekomposisi yang melibatkan berbagai macam mikroorganisme. Pentingnya peranan dari serasah daun mangrove, khususnya spesies Soneratia alba, mendorong penulis untuk meneliti laju dekomposisi serasah daun di Kawasan hutan mangrove Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo. Dengan formulasi judul Analisis Laju Dekomposisi Serasah Daun Soneratia alba J.E Smith di Kawasan Pesisir Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju dekomposisi serasah daun Soneratia alba di Kawasan pesisir Desa Kamat Kecamatan Mananggu Kabupaten Bolaemo. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan pesisir Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai penyusunan laporan akhir pada bulan Oktober 2013.Waktu awal pengamatan dengan berat 20 gram dimulai pada tanggal 27 Juli 2013 menunjukkan waktu hari ke-
15 dan akhir pengamatan pada tanggal 21 September 2013 menunjukkan hari ke 75. Metode penelitian ini adalah metode survey yaitu dengan melakukan pengamatan langsung pada lokasi penelitian tentang laju dekomposisi serasah daun Soneratia alba di kawasan pesisir Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan spesies Soneratia alba yang terdapat di Kawasan Pesisir Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo. Sampel dalam penelitian ini adalah spesies mangrove Soneratia alba yang terdapat pada empat plot pengamatan. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, refraktometer. GPS (Global Positioning System), timbangan ohause, termometer, ph indicator, alat tulis menulis, camera, tali rafia, meteran, kertas label, kantong serasah 20x30 cm yang terbuat dari bahan nilon. Bahan yang digunaka dalam penelitian ini adalah Serasah daun Soneratia alba. Menempatkan 4 plot pengamatan yang ditumbuhi oleh spesis Soneratia alba. Kemudian menentukan titik koordinat dengan menggunakan GPS (Global positioning system). Pengambilan sampel serasah daun Soneratia alba dengan menggunakan Kantong serasah diisi sebanyak 30 gram serasah daun Soneratia alba kering, ditempatkan pada masing-masing plot sebanyak 15 kantong, dan diikat pada pangkal batang pohon agar tidak terbawa oleh pasang surut air laut diikatkan pada pohon agar tidak terbawa oleh air pasang. Sebanyak 3 kantong serasah daun diambil pada masing-masing setelah 15 hari, 30 hari, 45 hari, 60 hari, 75 hari kemudian. Selanjutnya serasah daun dari kantong dikeluarkan dan ditiriskan, selanjutnya dimasukkan kedalam oven yang bersuhu 80 0 C sampai beratnya konstan. Setelah di oven serasah tersebut ditimbang untuk diketahui berat keringnya. Nilai berat yang digunakan adalah berat rata-rata dari tiga kantong. Data perubahan serasah dengan selang waktu 15 hari sampai dengan 75 hari yang terdekomposisi digunakan untuk menghitung nilai laju dekomposisi serasah daun menggunakan rumus = Xo.e kt (Olson, 1963)
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh peningkatan Laju dekomposisi serasah daun Soneratia alba pada masing-masing plot berturut-turut yaitu pada plot 1 sebesar 0,138, plot 2 sebesar 0,127, plot 3 sebesar 0,128, plot 4 sebesar 0,129. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu maka laju dekomposisi semakin tinggi. Laju dekomposisi pada masing-masing plot dilihat dari grafik mengalami peningkatan laju dekomposisi yaitu pada hari ke-75 berturut-turut yaitu pada plot 1 sebesar 0,138, plot 2 sebesar 0,127, plot 3 sebesar 0,128, plot 4 sebesar 0,129 Dengan laju tertinggi ditemukan pada plot 1 sebesar 0,138 dan terendah pada plot 2 sebesar 0,127. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu maka laju dekomposisi semakin tinggi atau semakin meningkat. Perbedaan laju dekomposisi pada masing-masing plot diduga adanya variasi faktor lingkungan seperti suhu, salinitas dan derajat asam basa serta dipengaruhi oleh pasang surut dan adanya aktivitas dekomposer serta mikroorganisme pengurai. Laju dekomposisi dipengaruhi oleh aktivitas dekomposer yang melakukan perombakan pada serasah daun sehingga serasah daun yang semula komplek akan pecah menjadi partikel-partikel kecil. Laju dekomposisi dilihat dari penurunan bobot kering serasah daun yang mengalami dekomposisi. Terlihat pada lampiran 1 serasah daun yang terdekomposisi dari hari ke-15 sampai hari ke-75 dimana semakin menuju ke-75 hari berubah menjadi partikel-partikel kecil dalam artian mengalami proses dekomposisi Laju dekomposisi serasah daun Soneratia alba pada masing-masing plot dapat disajikan pada grafik 1.
0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 plot 4 plot 3 plot 2 plot 1 0 15 30 45 60 75 Gambar.1 Grafik laju dekomposisi serasah daun Soneratia alba Perbedaan laju dekomposisi dari hari ke-15 sampai hari ke-75 yakni serasah yang jatuh ke lantai hutan tidak langsung mengalami pelapukan oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan hewan-hewan yang disebut makrobentos. Makrobentos memiliki peran yang sangat besar terhadap dalam penyediaan hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove maupun makrobentos itu sendiri. Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang bekerjadengan cara memecah-mecah daun menjadi bagian-bagian kecil yang kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang kecil yakni mikroorganisme (bakteri dan fungi) yang menguraikan bahan organik menjadi protein dan karbohidrat. Pada umumnya makrobentos mempercepat proses dekomposisi. (Arif, 2003) Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran atau pemecahan struktur fisik yang dilakukan oleh hewan pemakan bangkai (scavenger) terhadap tumbuhan dan menyisakan sebagai bahan organik mati menjadi serasah, debris atau detritus dengan ukuran yang lebih kecil. Secara biologi bakteri yang melakukan proses secara enzimatik terhadap partikel-partikel organik. Bakteri mengeluarkan enzim protease, selulase, ligninase yang digunakan untuk menghancurkan
molekulmolekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati. Beberapa senyawa yang dihasilkan digunakan oleh dekomposer. Faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi adalah faktor lingkungan perairan (derajat asam-basa temperatur, dan salinitas). Kondisi substrat perairan yang lebih lembab dibandingkan daratan juga berperan dalam penguraian serasah, nilai ph 7-8 menunjukan lingkungan yang selalu basa dan lembab nilai menyebabkan proses dekomposisi serasah cepat (Indriani, 2008). Pada plot 1 dan 4 memiliki ph tertinggi dibandingkan plot 2 dan 3 sehingga lebih banyak makrobentos yang hidup pada daerah tersebut dan menyebabkan proses pendekomposisian berlangsung cepat. Kadar salinitas jenis tegakan Soneratia alba berkisar antara 29 ppt-32 ppt, lingkungan bergaram (asin) diperlukan untuk kestabilan ekosistem mangrove. Noor (1999) mengatakan bahwa kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Faktor lingkungan fisik juga mendukung proses penguraian serasah cepat terdekomposisi. Salah satu contoh adalah suhu, suhu pada plot 1 yakni berkisar antara 31-32 0 C yang merupakan suhu optimum berpengaruh terhadap penguraian daun mangrove Faktor lingkungan yang berpengaruh salah satunya suhu pada suatu lingkungan, suhu lingkungan dilokasi penelitian tersebut berkisar antara 27-32 0 C. Handayani (2004) mengatakan bahwa suhu optimum yang berpengaruh terhadap proses dekomposisi serasah daun berkisar 32 0 C. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di kawasan pesisir Desa Kramat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo dapat disimpulkan bahwa laju dekomposisi (k) serasah daun soneratia alba pada masing-masing plot pada hari ke-75 berturut-turut yaitu pada plot 1 sebesar 0,138, plot 2 sebesar 0,127, plot 3 sebesar 0,128, plot 4 sebesar 0,129. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu maka laju dekomposisi semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu maka laju dekomposisi semakin semakin meningkat. Perbedaan laju dekomposisi ini di
pengaruhi oleh faktor lingkungan yakni derajat asam basa, suhu, salinitas, serta aktivitas decomposer dan dipengaruhi oleh lamanya waktu pendekomposisian. Serasah daun Soneratia alba yang terdekomposisi dari hari ke-15 sampai hari ke-75 menujukan bahwa perubah serasah partikel-partikel kecil dalam artian mengalami proses dekomposisi dan penurunan bobot kering. Yang semula kompleks akan berubah menjadi partikel-partkecil. DAFTAR PUSTAKA Amarashinge, M. D. dan Balasubramanian. 1992. Net Primary Productivity of Two Mangrove Forest Stand on the Northwestern Coast of Srilanka. Hlm. 41 47 in Developments in Hydrobiology: The Ecology of Mangrove and Related Ecosystem. Kluwets Academic Publisher. Netherland. Arief, A. 2003. Hutan Mangrove. Penerbit Kanisius. Jakarta Moran, J.A., M.G. Barker, and P. Becker. 2000. A Comparison of the soil water, nutrien status, and litterfall characteristics of tropical heath and mixeddopterocarp forest sites in Brunei. Biotropica 32: 2-13. Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands International-Indonesia Programme. Bogor. 220 hal. Indriani, Y. 2008. Produksi Dan Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Api- Api (Avicennia marina Forssk. Vierh) di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsin Banten. Skripsi. Jurusan Ilmu Dan Teknologi Kelautan. FPIK. IPB.Bogor. Sikong, M. 1978. Peranan Hutan Mangrove Sebagai Tempat Asuhan Berbagai Jenis Ikan dan Crustacea dalam Prosiding Seminar Ekosistem Mangrove. Jakarta 27 Februari. 1 Maret 1978. Hlm 106-108. Odum. E. P. 1996. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta: 697 Hlm. Rismunandar, 2000. Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina pada Berbagai Tingkat Salinitas (Studi Kasus di Kawasan Hutan Mangrove. Pertanian Bogor