BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tahapan penting dalam proses peradilan, menuju peradilan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang menjalani masa pidana, hal ini sudah diatur dalam Undang undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

I. PENDAHULUAN. penyidik maupun pemeriksaan di sidang pengadilan oleh hakim. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

III.METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasari pada metode

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN SANKSI PIDANA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. Skripsi. Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi terhadap aturan yang bersifat positif. Hukum juga menjadi tolak ukur segala

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. menindaklanjuti adanya laporan atau pengaduan tentang suatu perbuatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

Pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh kejaksaan Sukoharjo. Oleh : Surya Abimanyu NIM: E BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. pidana adalah kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagaimana tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat). yaitu Negara Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

PEMBUKTIAN DAN PUTUSAN PENGADILAN DALAM ACARA PIDANA 1 Oleh: Susanti Ante 2

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tahapan penting dalam proses peradilan, menuju peradilan yang bersih dan mencapai tujuan hukum yang adil, bermanfaat, dan berkepastian hukum yakni dalam proses pembuktian oleh hakim di pengadilan. Di tahapan ini menjadi salah satu tahapan penting untuk mencapai tujuan tersebut. Pembuktian adalah perbuatan membuktikan. Membuktikan berarti memberi atau memperlihatkan bukti, melakukan sesuatu sebagai kebenaran, melaksanakan, menandakan, menyaksikan dan meyakinkan. Dalam peradilan pidana kebenaran materiil yang menjadi titik penting dalam mencari kebenaran,hubungan hukum oleh hakim, artinya bukan hanya formalitas alat bukti yang diajukan dalam pengadilan saja yang menjadi dasar utama hakim dalam menilai dan memutus benar dan salahnya terdakwa dalam proses di pengadilan,akan tetapi keyakinan hakim juga menjadi pertimbangan yang tidak terpisahkan. Dalam praktek peradilan, sistem ini akan mudah mengalami penyimpangan, terutama pada hakim yang tidak tegar, tidak terpuji, demi keuntungan pribadi, atau terselubung unsur keyakinan belaka dalam keputusannya. Hal tersebut akan mempengaruhi faktor keteguhan dan kesempurnaan prinsip diri hakim masih berperan dalam tugasnya sebagai pemutus hukum berdasarkan keadilan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 1

Andi Hamzah mengemukakan dengan mengutip pernyataan dari Wirjono Prodjodikuro mengemukakan bahwa sistem pembutian berdasarkan undangundang secara negatif sebaiknya dipertahankan berdasarkan 2 alasan: 1. Memang sudah seharusnya ada keyakinan hakim yang kuat dalam menentukan kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan pemidanaan. Janganlah hakim menjatuhkan pidana karena ketidakyakinannya tehadap kesalahan terdakwa. 2. Berfaedah jika ada aturan hukum yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya. Hal tersebut bertujuan agar ada patokan-patokan tertentu yang harus dituruti oleh hakim dalam melaksanakan peradilan. 1 Pasal 183 KUHAP menjadi dasar dalam menilai proses peradilan, pencari kebenaran oleh hakim dalam pasal tersebut mengatakan bahwa: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya. Dalam pasal 183 KUHAP ditentukan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia (hakim) memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dengan perkataan lain meskipun ada lebih dari dua alat bukti yang sah kalau hakim belum/tidak memperoleh keyakinan bahwa terdakwalah benar-benar bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka hakim tidak akan memutuskan penjatuhan pidana terhadapnya. Jadi disini bahwa alat bukti dan keyakinan hakim merupakan dua hal penting yang menjadi pegangan hakim dalam memutus dan keduanya tidak terpisahkan satu sama lain. Kebenaran bukan hanya didapat melalui alat bukti yang diajukan dalam persidangan tetapi juga oleh 1 Andi Hamzah,Wirjono Prodjodikuro dalam Syaiful Bakhri. 2012. Beban Pembuktian dalam Beberapa Praktik Peradilan. Jakarta. Gramatha Publhising. hal 53-54 2

keyakinan hakim atau pembutian negatif. Ketentuan yang diatur dalam pasal 183 KUHAP tersebut sangat mirip dengan ketentuan hukum acara pidana yang diatur dalam HIR pasal 294 ayat (1) : Tidak seorangpun boleh dikenakan hukuman, kecuali jika hakim mendapatkan keyakinan dengan alat-alat bukti yang sah,bahwa benar-benar terjadi tindak pidana dan bahwa terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana itu. Kemudian dalam HIR pasal 298 diatur : Tidak suatu alat buktipun yang mewajibkan menjatuhkan pidana,bahwa terdakwa melakukan pidana, jikahakim tidak benar-benar yakin bahwa terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya,atau ia membantu tindak pidana itu. Dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal 183 KUHAP maupun dalam pasal 294 dan 298 HIR dapat diketahui bahwa baik KUHAP maupun HIR semuanya menganut sistem pembuktian yang dikenal dengan nama Negatief Wettelijke Bewijs Systeem atau sistem pembuktian negatif menurut undangundang. 2 Menurut sistem ini keberadaan jenis-jenis alat bukti yang sah yang diatur dalam undang-undang (wettelijke) meskipun jumlahnya lebih dari cukup tidak dapat mewajibkan atau mengharuskan kepada hakim untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa,apabila alat-alat bukti yang sah tersebut tidak dapat meyakinkan atau menimbulkan keyakinan hakim bahwa terdakwa adalah benarbenar sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana didakwakan kepadanya. 3 Apabila dari alat-alat bukti yang sah yang diajukan dimuka sidang dapat menimbulkan keyakinan hakim maka hakim yang mengadili perkara akan 2 Ibid hal 36 3 Ibid 3

memutuskan bahwa terdakwa bersalah telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Dan atas kesalahan itu hakim akan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa. 4 Mengenai alat bukti yang diatur dalam pasal 184 KUHAP telah dijelaskan dengan jelas dalam pasal-pasal setelahnya di dalam KUHAP, akan tetapi penulis belum menemukan secara jelas tentang pengertian keyakinan hakim dalam pasal 183 KUHAP tersebut, dan parameter-parameter yang digunakan hakim dalam penentuan keyakinan yang dimiliki olehnya dalam memutus suatu perkara dalam persidangan tentunya menurut sistem pembuktian negatif. Dari penjelasan diatas tersebut tentang keyakinan hakim dalam peradilan pidana menurut sistem pembuktian negatif, maka penulis tertarik menulis proposal tugas akhir ini dengan judul STUDI TERHADAP KEYAKINAN HAKIM SEBAGAI DASAR UNTUK PENJATUHAN PIDANA (Studi di Pengadilan Negeri Malang). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah dengan terpenuhinya 2 alat bukti dengan sendirinya dalam persidangan akan memunculkan keyakinan hakim? 2. Bagaimana apabila telah terpenuhinya 2 alat bukti tetapi tidak memunculkan keyakinan hakim? 4 Ibid 4

C. Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui dan memahami terpenuhinya 2 alat bukti dalam persidangan akan memunculkan keyakinan hakim. 2. Untuk mengetahui apabila telah terpenuhinya 2 alat bukti dalam persidangan tetapi tidak memunculkan keyakinan hakim. D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian 1. Manfaat Teoritis Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar keserjanaan dalam bidang Ilmu Hukum, selain itu juga tulisan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran, keluasan wawasan serta kemampuan pemahaman penulis tentangkeyakinan hakim sebagai dasar penjatuhan pidana. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Hakim Dapat memberikan kontribusi pemikiran dan wawasan serta perluasan wacana untuk para akademisi terkait Khususnya tentang keyakinan hakim sebagai dasar penjatuhan pidana. b. Bagi Masyarakat Untuk memberikan kontribusi wawasan pengetahuan bagi Masyarakat dibidang Ilmu Hukum, Khususnya tentang tentang keyakinan hakim sebagai dasar penjatuhan pidana. E. Metode Penelitian Dalam penulisan ini yang menjadi objek kajian adalah tentang peranan keyakinan hakim yang merupakan sebagai dasar dalam putusan hakim dalam 5

peradilan pidana yang diatur dalam pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum acara Pidana atau KUHAP. Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Pendekatan Pendekatan yang digunakan penulis dalam penulisan tugas akhir ini adalah yuridis sosiologis. Yuridis sosiologis adalah suatu cara untuk memberikan kajian dan penjelasan tentang pokok permasalahan yang ditinjau dari gejala yang terjadi di masyarakat, serta didukung dengan peraturan perundang-undangan. Kajiannya akan berpijak pada aturan hukum yang dipadukan dengan menelaah fakta-fakta social terkait dalam penelitian. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk dari keyakinan hakim sebagai dasar dalam memutus suatu perkara pidana. Dan penelitian ini juga mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yakni pada pasal 183 KUHAP. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun tugas akhir ini adalah di Pengadilan Negeri Kota Malang, berdasarkan survey yang penulis lakukan sebelumnya di Pengadilan Negeri Kota Malang, maka penulis dapat dengan mudah memperoleh data yang terkait dengan masalah yang diteliti yaitu mengenai apabila telah terkumpulnya 2 alat bukti dapat menimbulkan keyakinan hakim, serta apabila terkumpulnya 2 alat bukti tetapi tidak memunculkan keyakinan hakim tersebut. 6

3.Jenis Data Dalam penulisan ini jenis jenis data dan bahan-bahan hukum yang digunakan penulis adalah antara lain : a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lapangan dengan cara meminta penjelasan kepada hakim di Pengadilan Negeri Malang, yang pernah memberlakukan keyakinannya dalam menyelesaikan sebuah kasus yang terkait dengan keyakinan hakim sebagai dasar penjatuhan pidana. Dan dokumen tertulis seperti Perkara No.568/PID.B/24 OKT/2011 tentang kasus pencurian. b. Data Sekunder Adalah bahan yang diperoleh secara tidak langsung dari kepustakaan. Yaitu mempelajari undang-undang, buku-buku dan hasil penelitian terdahulu yang digunakan sebagai pedoman penulis dalam studi terhadap keyakinan hakim dalam penjatuhan pidana, sumber data sekunder yang yang terkait dengan masalah keyakinan hakim sebagai dasar penjatuhan pidana diantaranya yaitu: 1.) Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 2.) Undang-undang No 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 3.) Buku berjudul Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum UMM Press (HMA Kuffal : 2010) 4.) Buku berjudul Beban Pembuktian Dalam Beberapa Praktik Peradilan (Syaiful Bakhri : 2012) 7

5.) Buku-buku dan literature yang mendukungnya. 4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian a. Studi Wawancara Wawancara dalam penelitian hukum ini dilakukan dengan hakim di Pengadilan Negeri Malang. Yang pernah memberlakukan keyakinannya dalam menyelesaikan sebuah kasus yang terkait dengan keyakinan hakim sebagai dasar penjatuhan pidana. Dengan memberikan pertanyaan mengenai apabila telah terkumpulnya 2 alat bukti dapat menimbulkan keyakinan hakim, serta apabila terkumpulnya 2 alat bukti tetapi tidak memunculkan keyakinan hakim tersebut. Adapun pihak yang dijadikan subyek wawancara dalam penelitian ini adalah : 1) Hakim Atep Sopandi SH.MH Wawancara mengenai terkait dengan masalah yang diteliti yaitu terpenuhinya 2 alat bukti dengan sendirinya dalam persidangan akan memunculkan keyakinan hakim dan apabila telah terpenuhinya dua alat bukti tetapi tidak memunculkan keyakinan hakim 2) Hakim M.Buchary Kurniata Tampubolon SH.MH Wawancara mengenai terpenuhinya 2 alat bukti dengan sendirinya dalam persidangan akan memunculkan keyakinan hakim dan apabila telah terpenuhinya dua alat bukti tetapi tidak memunculkan keyakinan hakim. b. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan bahan-bahan baik berupa catatan, laporan, atau berkas yang berhubungan dengan keyakinan hakim sebagai dasar penajatuhan pidana. 8

c. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan yang dilakukan penulis adalah mempelajari literature dan perundang-undangan yang berkaitan dengan studi terhadap keyakinan hakim sebagai dasar penjatuhan pidana, seperti Undang-Undang Nomor No 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta Undang- Undang No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. 5. Analisa Data Yang Diperoleh di Lapangan Adapun dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan deskriptif kualitatifif analisi yaitu suatu metode untuk memperoleh gambaran singkat mengenai suatu permasalahan yang tidak didasarkan atas bilangan statistik tetapi didasarkan atas analisis yang diuji dengan norma-norma dan kaidah-kaidah hukum yang bekaitan dengan masalah yang dibahas. F. Sistematika Penulisan Dalam penelitian hukum ini,penulis membagi dalam 4(empat)bab yang bertujuan agar mempermudah dalam pemahamannya. Adapun sistematikanya sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam pedoman penulisan hukum pendahuluan terdiri dalam beberapa sub bab pokok bahasan yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, kegunaan penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini disajikan teori-teori yang menjadi landasan dalam penulisan ini, yaitu tinjauan tentang tugas dan wewenang hakim, konsep keyakinan hakim, 9

pengertian pembuktian negatif, tentang kekuasaan kehakiman, serta pengertian sistem pembuktian. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini peneliti akan melakukan pembahasan secara spesifik dan substantive mengenai permasalahan yang telah ada dalam penelitian ini, yakni mengenai, Pertama Apakah dengan terpenuhinya 2 alat bukti dengan sendirinya dalam persidangan akan memunculkan keyakinan hakim. Kedua Bagaimana apabila telah terpenuhinya 2 alat bukti tetapi tidak memunculkan keyakinan hakim. BAB IV PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan hukum ini yang berisikan suatu kesimpulan dari permasalahan yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya serta berisikan saran atau rekomendasi penulis terhadap permasalahan yang diangkat dalam penulisan hukum ini dan diharapkan akan menjadi masukan yang bermanfaat bagi semua pihak. 10