Menggerakkan Sektor Riil Ina Primiana Guru Besar Fakultas Ekonomi Unpad Disampaikan pada Pekan Ilmiah Universitas Padjadjaran Dalam Rangka Dies Natalis,Bandung, 19 November 2009 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diproyeksikan menurun dari angka 6 persen pada 2008 menjadi 4,4 persen pada 2009. Pada 2010 diperkirakan akan kembali membaik menjadi 5,9 persen 1
Pertumbuhan industri nasional Beberapa industri memiliki pertumbuhan negatif di tahun 2008. Bila diperhatikan sejak tahun 2004 beberapa industri nasional terus mengalami penurunan pertumbuhan. Hal tersebut menunjukkan pula bahwa penurunan yang terjadi tidak semata-mata disebabkan oleh krisis global yang terjadi di tahun 2008 Tabel Pertumbuhan Industri Non Migas 2004-2008 No 1 2 3 4 5 Cabang Industri Makanan, Minuman & Tembakau Tekstil, Barang Kulit & Alas Kaki Persen (%) 1995 2004 2005 2006 2007 2008 2004-2008 16.5 1.4 2.7 7.2 5.05 (1.26) 3.02 10.4 4.1 1.3 1.2-3.68 (7.10) (0.84) Barang Kayu & 3-2.1-1 -1-1.74 (0.53) (1.27) Hasil Hutan Kertas & Barang Cetakan Pupuk, Kimia & Barang dari Karet 13.5 7.6 2.4 2.1 5.79 0.10 3.6 11.9 9 8.8 4.5 5.69 3.17 6.23 2
Tabel Pertumbuhan Industri Non Migas 2004-2008 No 6 7 8 Cabang Industri Semen & Barang Galin Non Logam Logam Dasar, Besi & Baja Alat Angkut, Mesin & Peralatan Persen (%) 1995 2004 2005 2006 2007 2008 2004-2008 20.1 9.5 3.8 0.5 3.40 (1.01) 3.24 18.6-2.6-3.7 4.7 1.69 2.77 0.57 7.7 17.7 12.4 7.5 9.73 17.38 12.9 9 Barang Lainnya 8.9 12.8 2.6 3.6-2.82 (6.88) 1.86 Total Industri 13.1 7.5 5.9 5.3 5.15 4.61 5.69 Sumber: BPS (2008) Depperin (2008) Sumber : Bank Indonesia 3
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 4
Sumber : Bank Indonesia Kebijakan yang dijalankan Pemerintahan Indonesia untuk meningkatkan daya saing industri nasional dengan berbagai program yang ada sampai saat ini belum dapat mengangkat industri nasional ke tingkat yang lebih baik, baik di lingkungan domestik maupun lingkungan global. 5
Contoh :Kondisi Riil Di pasar global, produk tekstil Indonesia masih cukup diperhitungkan. Industri TPT masih menjadi penyumbang devisa non-migas terbesar Tahun 2006, Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara pengekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terbesar dunia. Indonesia menempati posisi kedelapan dalam impor TPT di Amerika dan posisi keenam untuk impor TPT ke Uni Eropa, tetapi t Ekspor ke kedua negara tersebut mengalami penurunan sejak tahun 2007. Pasca kerjasama Bilateral Menunjukkan kinerja ekspor berbanding ba terbalik dengan Import, sebutlah perjanjian Indonesia Korea Rep, Indonesia Japan, Indonesia Australia disamping Indonesia China. 6
Tantangan Industri /Sektor Riil 1. Penerapan perdagangan g bebas ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) diduga telah menggembosi surplus perdagangan Indonesia. Tantangan 2. Sedikitnya tujuh sektor manufaktur diperkirakan mengalami opportunity loss dari pasar domestik hingga Rp35 triliun per tahun jika kesepakatan harmonisasi tarif dalam kerangka pasar bebas Asean-China Free Trade Agreement (AC-FTA) berlaku efektif pada 2010. 7
Tantangan 3. Awal tahun 2010 normal track 1 yang merupakan tahapan dari kerjasama perdagangan ini akan mulai memberlakukan bea masuk 0% untuk produk-produk manufaktur kedua wilayah. Hal ini dikhawatirkan akan mengancam produk manufaktur Indonesia dan catatan neraca perdagangan Indonesia.. Pertimbangan Pemerintah untuk mendorong sektor riil 1. Dampak krisis keuangan global yang dimulai dari Amerika beberapa negara di dunia ini melakukan proteksi dengan menaikan tarif bea masuk/subsidi/kuota. WTO telah mencatat saat ini telah ada 16 negara melakukan tindakan proteksi sejak akhir September 2008 8
Pertimbangan Kebijakan Bila resesi global ini berlangsung lama, maka banyak Negara akan mencoba melakukan proteksi terhadap industri dalam negeri dan memblokade barang-barang impor dengan kebijakan perdagangan yang baru. Sehingga disini perlu kerjasama antara pemerintah dan sektor bisnis s untuk melakukan a tindakan a berjaga- jaga menghadapi situasi perekonomian dunia saat ini untuk memonitor kemungkinan gerakan proteksionis. Pertimbangan Kebijakan 2. Amerika yang memulai sekarang yang mengingkari pasar bebas. U.S. House of Representatives telah membuat keputusan mengenai pembelian produk amerika Buy American semua stimulus diprioritaskan untuk indutri besi dan baja buatan amerika. Mungkin juga akan ditambah industri-industri lainnya dalam daftar yang diberikan stimulus tersebut 9
Pertimbangan Kebijakan 3. Peningkatan jumlah negara di dunia yang melakukan tindakan proteksi ini dari produk luar negeri. Mereka mulai melakukan insentif dan subsidi daripada menggunakan cara-cara lama seperti melalui kuota atau tarif Pertimbangan Kebijakan 4. China telah mengumumkan berbagai insentif perpajakan dan subsidi untuk indutri otomotif juga industri baja. Pemerintah China juga akan melakukannya untuk delapan sektor lainnya seperti tekstil, perkapalan dan petrokimia. Perancis, Jerman, Rusia, Amerika, Swedia dan Kanada juga mempertimbangkan untuk melakukan tindakan bailout industri otomotif 10
Defisit /Surplus dan Stimulus 2007-2009 Negara 2007 2008 2009 2010 D/S Stimulus D/S Stimulus D/S Stimulus D/S Stimulus Amerika -2,9% 0% -5,9% 1,1% -13,5% 2% -9,7% 1,8% Inggris -2,7% 0% -5,5% 0,2% -11,6% 1,6% - 0% 13,3% Indonesi a -1,2% 0% +0,1% 0% -2,6% 1,4% -2,1% 0,6% India -5,2% 0% -8,4% 0,6% -9,8% 0,6% -8,4% 0,6% China +0,9% 0% 0,3% 0,4% -4,3% 3,1% -4,3% 2,7% Japan -3,4% 0% -5% 0,4% -10,3% 2,4% - 10,3% Sumber : IMF, diambil hanya beberapa negara Keterangan : D= Defisit, S = Surplus, % D, S dan Stimulus dari GDP 1,8% 11
Daya Saing Industri Nasional GEJALA deindustrialisasi yang mencuat dalam perekonomian nasional Indonesia sejak beberapa tahun yang lalu kini sesungguhnya telah mendekati perwujudannya kearah yang lebih konkret. k Bank Dunia melansir berita bahwa sejak 2003 daya saing Indonesia dalam pergumulan industri antar-bangsa memperlihatkan adanya paradoks. Di satu sisi, terjadi peningkatan daya saing komoditas Indonesia di pasar dunia. Tetapi di lain sisi, industri dalam negeri banyak yang gulung tikar (Bank dunia, 2008). 12
Pernyataan tersebut diperkuat oleh laporan World Economic Forum (WEF) 2008-2009, yang menunjukkan peringkat Daya Saing Indonesia yang terus menurun. Pada tahun 2008-2009 Global Competitiveness Index (GCI) Indonesia berada pada peringkat 55 dari 134 negara. Global Competitiveness Index No Negara GCI GCI GCI 2006-2007 2007 2007-2008 2008 2008-2009 2009 1 Singapore 7 7 5 2 Malaysia 21 21 21 3 Thailand 28 28 34 4 Indonesia 51 54 55 5 Vietnam 64 68 70 6 Philipina 71 67 71 Sumber : WEF Report, 2007-2008,2008-2009 13
Peringkat yang dicapai Indonesia pada tahun 2008-20092009 adalah peringkat ke 55 yaitu: Peringkat 12 Pilar Global Competitiveness Index yang terus menurun sejak tahun 2006-2007. Dalam menetapkan peringkat, World Economic Forum menggunakan 12 pilar No Pilar 2006-2007 2007-2008 2008-2009 1 Kelembagaan 60 63 68 2 Infrastruktur 78 91 86 3 Stabilitas Ekonomi makro 73 89 72 4 Pendidikan Dasar dan Kesehatan 83 78 87 14
Peringkat 12 Pilar Global Competitiveness Index Peringkat 12 Pilar Global Competitiveness Index 2006-2007- 2008- No Pilar 2007 2008 2009 5 Pelatihan dan Pendidikan tinggi 70 65 71 6 Efisiensi Pasar Barang 33 23 37 7 Efisiensi Pasar Tenaga Kerja 51 31 43 8 Kecanggihan Pasar Uang 58 50 57 No Pilar 2006-2007 2007-2008 2008-2009 9 Kesiapan Teknologi 75 75 88 10 Ukuran Pasar 15 15 17 11 Kecanggihan Bisnis 41 33 39 12 Inovasi 39 41 47 Sumber : WEF Report, berbagai edisi 15
Laporan Bank Dunia Doing Business 2009. Lima masalah utama dalam menjalankan bisnis di Indonesia adalah Infrastruktur buruk, ketidakefisienan birokrasi, keterbatasan akses pendanaan, kebijakan tidak stabil/inkonsistensi kebijakan dan peraturan tenaga kerja yang restriktif. Peringkat Kemudahan Berbisnis No Negara Peringkat Kemudahan berbisnis 1 Singapore 1 2 Malaysia 20 3 Thailand 13 4 Indonesia 129 5 Vietnam 92 6 Philipine 140 Sumber : Bank Dunia, 2009 16
Perbandingan Doing Business Indonesia dan Malaysia Indonesia Malaysia Ease of... Doing Business Doing Business Change in rank Doing Business Doing Business Change in rank 2009 rank 2008 rank 2009 rank 2008 rank Doing Business 129 127-2 20 25 +5 Starting a Business 171 167-4 75 82 +7 Dealing with Construction Permits 80 79-1 104 106 +2 Employing Workers 157 160 +3 48 46-2 Registering Property 107 101-6 81 73-8 Getting Credit 109 116 +7 1 1 0 Perbandingan Doing Business Indonesia dan Malaysia Ease of... Doing Business 2009 rank Indonesia Doing Business 2008 rank Change in rank Doing Business 2009 rank Malaysia Doing Business 2008 rank Change in rank Protecting Investors 53 49-4 4 4 0 Paying Taxes 116 111-5 21 60 +39 Trading Across Borders 37 39 +2 29 24-5 Enforcing Contracs Closing a Business 140 140 0 59 60 +1 139 139 0 54 57 +3 Sumber : Bank Dunia 2009 17
Kesimpulan Telah terjadi penurunan aktivitas pada sektor riil sejak tahun 2003 meskipun peluang untuk tumbuh baik didalam negeri maupun luar negeri masih besar, hanya tinggal sejauh mana pemerintah mampu menjadikan comparative advantage yang dimiliki, memiliki pula competitive advantage. Potensi penurunan disebabkan antara lain; (1) Tidak fokusnya arah pembangunan ekonomi Nasional untuk menjawab akan menjadi apakah Indonesia di tahun 2015, 2020 atau 2025 beserta target target yang akan dicapai, misalnya sektor apa yang akan dikembangkan di daerah mana, sehingga fokus dan memudahkan bagi pengambil keputusan di daerah menetapkan arah kebijakannya, Kesimpulan (2) Pemerintah Ikut serta dalam perdagangan bebas /FTA tanpa memperkuat terlebih dahulu industri dalam negeri dengan berbagai kelemahan yang dimiliki dan menyebabkan sektor riil babak belur untuk dapat bertahan. (3) Tidak adanya koordinasi antar departemen /instansi di pusat, antar pusat dan daerah, misalnya untuk menjaga iklim usaha yang kondusif, kemudahan-kemudahan berbisnis,dukungan infrastruktur, adanya kebijakan yang kontra produktif dll 18
Kesimpulan (4) Ketidakmampuan melihat persoalan yang dihadapi sektor riil secara komprehensif (hulu-hilir / rantai nilai), sehingga pemecahan persoalannya dapat langsung ke akar permasalahan, (5) Melihat hasil penilaian WEF dan World bank yang terus menurun, maka dapat disimpulkan usaha yang dilakukan pemerintah belum maksimal berdampak mendorong sektor riil (Tercatat lebih dari 10 kebijakan baik insentif maupun stimulus yang telah diterbitkan pemerintah tetapi dalam implementasinya belum memberikan hasil yang memuaskan, sebutlah paket insentif 2005, Inpres no 6/2007tentang paket kebijakan perbaikan iklim investasi hingga berbagai stimulus fiskal 2009 untuk melindungi industri dari krisis ). Rekomendasi Menggerakkan Sektor Riil Tetapkan Mau menjadi apa Indonesia tahun 2015, 2020 atau 2025 yang mudah diterjemahkan dan dimengerti oleh masyarakat banyak dan juga memudahkan bagi para pengambil keputusan didaerah menjalankan dan mencapai target-target yang ditetapkan. Mendorong Ekonomi Domestik. Beberapa sektor tertentu mungkin perlu diperkuat kebijakan proteksi (Soft Protection), beberapa sektor lain justru harus diperkuat kompetisi globalnya sehingga memperkuat fundamental ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Melakukan Integrasi Hulu Hilir seperti yang dilakukan China untuk setiap sektor,hingga dapat diketahui seluruh hambatan yang ada dan eliminir hambatan tersebut (Kebijakan,biaya ekonomi tinggi, kelangkaan listrik, perijinan, kepastian hukum dll). 19
Rekomendasi Menggerakkan Sektor Riil Pertimbangkan instrumen di luar tarif yang masih diizinkan oleh badan perdagangan dunia (WTO) untuk sebagai penghalang serangan impor produk China Merumuskan pemberlakuan hambatan nontarif (nontariff barriers) dalam menekan dampak negatif dari perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dan China (ASEAN- China Free Trade Agreement/ACFTA) Mengkaji ulang pemberlakuan bea masuk 0% di tahun 2010 dengan menukar item sensitif list untuk menghindari kehancuran industri nasional. Berdasarkan Perjanjian ACFTA masih diberi kemungkinan untuk menukar items sensitif list yang sebenarnya tidak sensitive dengan items yang sensitive yang berada di normal track. Rekomendasi menggerakkan Sektor Riil Bagaimana menjadikan ekonomi Indonesia bersamasama dengan negara-negara Emerging 7 /E7 ( Brasil, Rusia, India, China, Indonesia, Meksiko dan Turki) di perhitungkan di kancah internasional di masa mendatang. Dalam penandatangan perjanjian sebaiknya melibatkan asosiasi / dunia usaha untuk menghindari kesalahan /kerugian akibat keputusan yang dibuat Melakukan perbaikan-perbaikan sesuai dengan hasil penilaian WEF dan World Bank. Koordinasi antar departemen /instansi dan Koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi dan pemerintah kabupaten /kota untuk menguasai rantai nilai dengan menjalankan program yang berkesinambungan bukan sekedar proyek yang hanya sekedar terserap dana. 20
Referensi Bank Indonesia, Laporan Perekonomian Indonesia 2009 BPS, Indonesia Dalam Angka 2008 World Economic Forum Report, Global Competitiveness Index 2006-2009 World Bank, Doing Business 2009-2010 Terima Kasih 21