BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika

dokumen-dokumen yang mirip
SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama-sama, yang

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat diterima orang lain, sehingga tercipta interaksi sosial sesama

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia

SOAL ULANGAN MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X SEMESTER GANJIL

PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

BAB III LEMBAGA SOSIAL

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

Nilai dan Norma Sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. samping terutama untuk tempat tinggal, juga untuk semacam itu yakni yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. antara keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. media bagi bangsa Indonesia untuk mempelajari kejayaan masa lalu. Hal ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Globalisasi saat ini telah merambah cepat ke seluruh pelosok dunia, tak

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, proses globalisasi sedang terjadi di Indonesia. Hal ini

TINJAUAN PUSTAKA. manusia senantiasa mengalami suatu perubahan-perubahan pada kehidupan. tak terbatas (Muhammad Basrowi dan Soenyono, 2004: 193).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

Lembaga Kemasyarakatan. Yesi Marince, S.IP., M.Si

ULANGAN HARIAN SEMESTER GANJIL MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X TAHUN AJARAN 2016/2017

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lain menunjukan ciri khas dari daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

BAB IV SISTEM SOSIAL 4.1 Pengantar 4.2 Sistem Sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama anak, tempat anak meniru

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

IDENTITAS NASIONAL. Mengetahui identitas nasional dan pluralitas bangsa Indonesia RINA KURNIAWATI, SHI, MH. Modul ke: Fakultas FAKULTAS.

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi dan Proses Perubahan Sosial

Perubahan Sosial Mutia Rahmi Pratiwi Pengantar Sosiologi UDINUS Semarang

LEMBAGA KEMASYARAKATAN (LEMBAGA SOSIAL)

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

Keterkaitan antara Kebudayaan Material dan Non Material. dengan Struktur Sosial

Post Conflict Need Assessment (PCNA)

Budaya Budaya = pikiran; akal budi (KBBI, 2002:169) Berasal dari kata Buddayah(Sansekerta), yang merupakan bentuk jamak dari kata Buddhi, artinya budi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial

BAB II TINDAKAN SOSIAL MARX WEBER. ketuhanan). Ia dididik dengan tradisi idealisme Jerman dan perduli

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB II URAIAN TEORITIS. Situs memiliki berbagai pengertian yang berbeda karena selain dibidang

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang isinya disebutkan bahwa


a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

PARTISIPASI MASYARAKAT LOKAL DALAM PEMBANGUNAN

SOSIOLOGI UMUM (KPM 130)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran

Dalam Acara ORIENSTASI STUDI DAN PENGENALAN KAMPUS BAGI MAHASISWA BARU TAHUN AKADEMIK 2016/2017. Drs. Suprijatna

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

LOKAL GENIUS DALAM KAJIAN MANAJEMEN Oleh Drs. I Made Madiarsa, M.M.A. 6

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuvenalis Anggi Aditya, 2013

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

SOSIOLOGI PERTANIAN ( )

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klasifikasinya sampai mengenai tipe-tipe tindakan sosial.tindakan rasional

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA PASCA KONFLIK LAHAN ANTARA WARGA DENGAN TNI DI DESA SETROJENAR KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN RINGKASAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lainnya memiliki kesamaan dalam beberapa hal. Rasa solidaritas

Menurut E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tahap Pengembangan Masyarakat Masyarakat senantiasa akan mengalami perubahan dikarenakan masyarakat adalah mahluk yang tidak statis melainkan selalu berubah secara dinamis. Perubahan ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika perubahan masyarakat berhenti maka berhenti pula kehidupan. Masyarakat yang mau menerima perubahan adalah masyarakat yang mau berkembang hidupnya artinya manusia tidak ingin berada pada suatu titik saja. Mengubah pola pikir seseorang atau kelompok dapat mengubah kehidupan manusia. Dalam hal perkembangan manusia, masyarakat tidak akan bisa berkembang apabila masyarakat tidak mengubah pola pikir mereka. Perkembangan masyarakat bersifat gradual atau bertahap, berjalan langkah demi langkah. Menurut Comte dalam Maliki (2012 : 60) bahwa perkembangan manusia berlangsung dalam 3 tahap diantaranya adalah teologis, metafisik, dan positivis. 2.1.1. Tahap Metafisik Menurut Comte dalam Maliki (2012 : 62) bahwa dalam tahap ini masyarakat percaya pada kekuatan abstrak dan bukan pada kekuatan yang meniru gambaran Tuhan (Personifikasi) sebagai sumber kekuatan atau realitas sosial. Dalam tahap ini bahwa sumber kekuatan dunia ini bersumber dari hasil spekulasi manusia dengan menggunakan akal budi yang mereka miliki, sehingga diperoleh pengertianpengertian metafisis. Prinsip-prinsip tentang realitas, fenomena, dan berbagai peristiwa dicari dari alam itu sendiri. Tahap ini sebenarnya disebut tahap transisi, yaitu tahap peralihan dari teologi menjadi metafisis. Didalam tahap ini manusia hanya

bisa berspekulasi atau berfikir abstraksi. Masyarakat dalam tahap ini belum bisa membuktikan (berfikir empiris) tentang apa yang mereka pikirkan. Dalam tahap ini kepercayaan kepada hal-hal yang bersifat abstrak dan spekulasi masih berkembang dalam kehidupan sehari-hari dikalangan sebagian besar masyarakat. Kepercayaan pada hal-hal yang bersifat spekulatif ini berkembang pada negara-negara yang belum modern, sebab mereka hanya memiliki akal budi untuk menyatakan suatu realitas sosial yang terjadi dan tidak memiliki kemampuan mencari suatu kebenaran. 2.2. Tindakan Sosial Tindakan sosial adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang didasarkan pada perhitungan cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan. Menurut Weber dalam Santosa (2011: 212) bahwa tindakan sosial berkaitan dengan interaksi sosial. Sesuatu yang tidak dikatakan tindakan sosial jika individu tersebut tidak mempunyai tujuan dalam melakukan tindakan tersebut. Dilain pihak Weber dalam Sunarto (2000 : 14) menyatakan bahwa suatu tindakan dapat dikatakan tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain. Weber dalam Idianto (2002 :35) menyatakan bahwa tindakan sosial dibagi kedalam empat tindakan yaitu tindakan rasional instrumental, tindakan rasional berorientasi nilai, tindakan tradional, dan tindakan afektif.

2.2.1. Tindakan Tradisional Menurut Weber dalam Sunarto (2000 : 16) tindakan ini merupakan tindakan yang tidak rasional. Seseorang melakukan tindakan hanya karena kebiasaan yang berlaku didalam masyarakat tanpa menyadari alasannya atau membuat perencanaan terlebih dahulu mengenai tujuan dan cara yang akan digunakan. 2.3. Kearifan Lokal Dalam jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Badan Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia ( 2011) menyatakan bahwa Kearifan lokal adalah sesuatu yang berkaitan dengan tradisi dan menggambarkan cara-cara hidup masyarakat tertentu yang memiliki nilai-nilai tradisi atau ciri-ciri lokalitas yang mempunyai daya guna untuk mencapai harapan atau nilai-nilai yang diinginkan oleh masyarakat yaitu kebahagian dan kesejahteraan masyarakat. Kearifan lokal ini salah satu bentuk kearifan yang dilakukan oleh manusia untuk menjaga lingkungannya disuatu tempat atau daerah. Kearifan lokal ini tidak hanya diketahui, tetapi kearifan lokal ini dihayati, dipraktekkan, diajarkan, dan diwariskan dari generasi kegenerasi sekaligus untuk membentuk perilaku terhadap sesama manusia, alam, maupun gaib. Kearifan lokal dapat dikatakan sebuah religi (kepercayaan) dimana masyarakat tidak hanya berhenti pada etika yang ada, tetapi masyarakat harus melaksanakan norma yang berlaku dalam konteks kehidupan sehari- hari. Kearifan lokal sebagai sebuah strategi masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan supaya terjadi keseimbangan ekologis dari bencana dan keteledoran manusia. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara

terus-menerus dijadikan pegangan hidup meskipun bernilai lokal, tetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal Menurut Haba dalam (Irwan Abdullah, 2008) kearifan lokal merupakan bagian dari kontruksi budaya. Kearifan lokal Ini merupakan kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat dikenal, dipercayai, dan diakui sebagai elemen-elemen penting yang mampu menguatkan kohesi sosial diantara warga masyarakat. Kearifan lokal memiliki 6 fungsi yang dapat digunakan sebagai alat ketika masyarakat mengalami masalah antara lain : 1. Sebagai alat untuk menunjukkan identitas suatu masyarakat atau komunitas masyarakat. 2. Sebagai perekat (aspek kohesi) lintas warga, lintas agama, Dan kepercayaan. 3. Kearifan lokal tidak bersifat memaksa atau dari atas (top down), tetapi sebuah unsur kultural yang ada dalam hidup masyarakat. 4. Kearifan lokal memberikan warna kebersamaan bagi sebuah komunitas. 5. Kearifan lokal akan mngubah pola pikir masyarakat baik individu maupun kelompok sesuai dengan budaya yang mereka miliki. 6. Kerifan lokal berfungsi mendorong terbentuknya kebersamaan, penghargaan (apresiasi), solidaritas komunal, dan komunitas yang terintegrasi. Hal ini dapat diartikan bahwa pentingnya pendekatan yang berbasis nilai- nilai atau kearifan lokal, dimana sumber-sumber budaya dapat dijadikan sebagai alat untuk mempublikasikan identitas suatu kelompok masyarakat bagi kelangsungan hidup masyarakat tersebut maupun aliran kepercayaan suatu kelompok masyrakat. Masalah yang ada akan mampu diselesaikan secara arif tidak harus berdasarkan politik ataupun

hukum. Agama dan kearifan lokal menunjukkan bagaimana nilai-nilai dan kearifan lokal berfungsi sebagai pendekatan baru dalam studi agama. Kearifan lokal juga dinilai mampu mempertegas fungsi identitas teologis suatu kepercayaan agama tertentu. 2.4. Nilai Dan Norma Budaya 2.4.1. Nilai Nilai adalah sesuatu yang abstrak yang mempunyai harga, mutu penting, dan berguna bagi seseorang atau kelompok sehingga, dijadikan oleh seseorang atau kelompok sebagai pedoman serta prinsip-prinsip mereka dalam bertindak dalam kehidupan sehari- hari. Menurut Koenjaranigrat (1987:85) bahwa nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara-cara, alat-alat, dan tujuan-tujuan perbuatan yang tersedia. a. Nilai tradisional Menurut Swarsono (1989 : 50) bahwa negara dunia ketiga memiliki sistem nilai yang heterogen. Di Negara Dunia Ketiga dapat dijumpai nilai tradisional kebesaran yang memiliki para elit masyarakatnya dan sekaligus juga nilai tradisional kebanyakan dimiliki oleh masyarakat banyak. Lebih dari itu masyarakat Dunia Ketiga tidak hanya memiliki berbagai sistem nilai dan budaya yang amat bervariasi, tetapi lebih dari itu, sistem budaya mereka penuh dengan konflik dan ketidakstabilan yang mewujud dalam protes petani, pergerakan nasional, dan peran agama.

Dalam masyarakat tradisional juga terdapat nilai-nilai modern. Disaat yang sama juga menekankan pentingnya kebutuhan berprestasi. Dilain pihak, nilai-nilai tradisional juga dijumpai dan hadir dengan tegar ditengah-tengah masyarakat modern. Nilai-nilai khusus seperti usia, suku, jenis kelamin, tidak mungkin dapat dihilangkan sama sekali. Oleh karena itu, nilai tradisional dan nilai modern akan selalu hidup berdampingan. Nilai-nilai tradisional memang masih akan selalu hadir ditengah modernisasi yang terkadang nilai-nilai tradisional sangat membantu dalam upaya modernisasi. Menurut Swarsono dalam (1989 : 51) seperti yang dijelaskan dalam teori kelambatan budaya (Cultur lag theory) bahwa nilai tradisional akan masih tetap hidup untuk menjaga waktu yang panjang sekalipun faktor dan situasi awal yang menumbuhkan nilai tradisional itu telah tiada. Kaitan antara nilai tradisional dan nilai modernisasi tidak hanya merupakan kaitan sepihak. Disatu sisi modernisasi mempengaruhi hilangnya sebagian nilai-nilai tradisional, tetapi disisi lain nilai-nilai tradisional juga mempengaruhi modernisasi dan terbentuknya nilai -nilai modern.s 2.4.2. Norma Dalam organisasi masyarakat terdapat nilai, norma, dan pranata sosial. Norma ini yang mengatur anggota masyarakat untuk bertingkah laku yang kesemuanya berinteraksi dalam kehidupan masyarakat. Menurut Summer dalam Soekanto (1983: 167) bahwa dorongan-dorongan dasar yang ada pada seseorang menimbulkan uruturutan perilaku yang menjadi norma-norma yang melembaga di dalam suatu kelompok. Kebanyakan perilaku dibentuk oleh sistem normatif tersebut walaupun demikian, norma-norma berasal dari dorongan-dorongan dasar atau kebutuhankebutuhan dasar. Meskipun norma dan nilai yang dimiliki oleh setiap kelompok masyarakat dengan tingkat peradaban berbeda namun, dapat dipastikan tidak akan pernah semua

anggotanya mengetahui sekaligus menyetujuinya karena tidak mungkin semua orang akan begitu saja berperilaku sesuai denga nilai dan norma yang berlaku. Kenyataan inilah yang menyebabkan ketidaksetaraan atau konflik ditengah masyarakat. Hakikat manusia sebagai individu dan mahluk sosial dalam banyak hal akan mendatangkan ketidakselarasan apabila tidak diatur dan diarahkan sebagaimana mestinya. Nilai dan norma saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan, norma mengandung sanksi yang relatif tegas memaksa seseorang untuk bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut Basrowi ( 2005 : 88) secara sosiologis ada empat bagian- bagian norma sosial untuk membedakan kekuatan dari masing- masing norma yaitu Cara (Usage), Kebiasaan (Folkways), Tata kelakuan (Mores), Adatistiadat (Custom). a. Norma kebiasaan Menurut Idianto (2004 : 112) norma kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama yang dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan yang jelas, yang dianggap baik dan benar. Kebiasaan mempunyai daya pengikat yang lebih kuat dibanding cara. Jika orang lain setuju atau menyukai perbuatan tertentu yang dilakukan seseorang maka, bisa jadi ukuran dalam masyarakat untuk melakukan suatu tindakan tertentu.