BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
|
|
- Ratna Budiono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam merupakan fenomena yang terjadi sepanjang sejarah kehidupan manusia di berbagai belahan bumi. Peristiwa bencana muncul dalam berbagai bentuk dengan frekwensi keparahan yang berbeda-beda. Letusan gunung merapi, gempa bumi, angin puting beliung, tsunami, banjir dan tanah longsor adalah berbagai bentuk bencana alam yang kerap melanda Indonesia dalam kurun waktu satu dekade terakhir (BNPB 2009). Secara umum, bencana alam dapat dikategorikan ke dalam 2 bentuk yakni bencana yang terjadi secara alami, seperti; gempa bumi, tsunami, angin puting beliung, serta bencana yang terjadi karena perbuatan buruk manusia, yang merusak lingkungan, seperti; banjir, longsor, kekeringan dan kebakaran hutan. Penyebab bencana akibat perilaku manusia mulai terlihat sejak revolusi industri berlangsung di negara-negara maju. Lingkungan global secara signifikan mulai terkontaminasi dan membawa dampak pada perubahan iklim mikro dan makro (Hadad 2010). Salah satu jenis bencana alam yang kerap terjadi akibat ulah perilaku manusia serta didukung oleh perubahan iklim yang ekstrem adalah tanah longsor. Peristiwa tanah longsor merupakan bencana alam yang sering dikaitkan dengan degradasi hutan dan lahan akibat alih fungsi. Isu lain yang berkembang sebagai penyebab bencana longsor adalah pengembangan kegiatan yang tidak sesuai dengan karakteristik kawasan, misalnya pengembangan budidaya (BPDAS Citarum-Ciliwung 2008). Ditambah dengan pembangunan yang tidak sesuai dengan tata ruang wilayah. Berbagai kegiatan pengembangan dan pembangunan tersebut bertujuan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga solusinya dilegalkan melalui perijinan pemerintah setempat. Pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi menyebabkan perubahan perilaku manusia, sehingga kondisi alampun semakin terdegradasi. Perubahan perilaku manusia dalam perspektif dominasi lingkungan dijelaskan oleh Auguste Comte (Susilo, 2008) bahwa telah terjadi peralihan perkembangan masyarakat dari tahap teologi dan metafisik menuju tahap positif (ilmiah), dimana
2 2 kerusakan lingkungan yang ditengarai sebagai akibat dari revolusi industri merupakan tahap dimana lingkungan tidak lagi mendominasi kehidupan manusia. Sebaliknya, manusialah yang mendominasi bahkan mengendalikan lingkungan melalui penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi (modernisasi dan industrialisasi). Merujuk pada Beck (2000), perubahan iklim akibat perubahan perilaku manusia yang bergeser dari pola-pola tradisional menuju perilaku moderen yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dengan industrialisasinya telah mengantarkan Indonesia berada pada risk society yakni kondisi masyarakat yang kian dicengkram oleh individualistik dan kekuatan pasar yang disebabkan manufactured risk (bencana akibat perbuatan dan keputusan politik yang tidak tepat). Indonesiapun mendapat julukan baru sebagai negeri bencana alam. Dampak dari bencana alam bukan pada penurunan kualitas pada aspek ekologi saja, namun aspek sosial-ekonomi, budaya bahkan politik juga ikut terganggu. Beragam persoalan berpotensi menimbulkan dan atau memperparah persoalan kemiskinan, keamanan, ketersediaan pangan, kesehatan dan perencanaan tata kota yang telah hadir lebih dulu. Pada akhirnya persoalan ekologi, sosial, ekonomi dan budaya menjadi satu matarantai yang saling terkait (hubungan kausalitas) dan membutuhkan penanganan yang bersifat terpadu dan sustainable bukan temporer dan parsial. Kompleksnya persoalan yang ditimbulkan oleh bencana alam membutuhkan penanganan secara mikro (lokal) maupun makro (nasional hingga global) yang membutuhkan perhatian dan tanggungjawab besar serta sinergi dari para pihak, khususnya pemerintah. Lebih jauh tentang bagaimana menangani daerah rawan bencana dituangkan ke dalam Undang-undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang kemudian diikuti dengan keluarnya beberapa turunan Undang-undang tersebut yakni Peraturan Presiden No. 08/2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah No.21/2008 tentang Penyelenggaraan penanggulangan bencana, Peraturan Pemerintah No.22/2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, Peraturan Pemerintah No.23/2008 tentang Peran serta lembaga internasional dan lembaga asing non pemerintah dalam penanggulangan bencana. Lahirnya Undang-undang tersebut memperlihatkan keseriusan
3 3 pemerintah memberikan payung hukum bagi para pihak untuk menangani daerah rawan bencana secara lebih baik. Terkait dengan keseriusan pemerintah dalam menanggulangi bencana, pihak Bappenas telah melakukan evaluasi penanggulangan bencana pada tahun 2009 ke beberapa daerah dan masih ditemukan berbagai persoalan yang menyebabkan lemahnya perhatian pemerintah dan pihak terkait lainnya ke masyarakat yang tinggal di titik-titik rawan bencana. Tak jarang ditemui sejumlah aksi dan program yang mengatasnamakan solidaritas dan kepedulian namun tidak saling terkordinir sehingga terkesan masing-masing beraksi lebih dikarenakan adanya kepentingan lain. Aksi saling tumpah tindih dan cenderung tidak terkoordinasi bukannya meringankan penderitaan warga yang terdampak, justru menambah penderitaan mereka (Schiller et.al. 2008) Pada akhirnya, penanggulangan bencana masih bersifat teknis, temporer dan parsial. Penanggulangan bencana masih sering didefinisikan sebagai bantuan dan pertolongan, belum dianggap sebagai program penanggulangan yang menyeluruh, sehingga pelaksanaannya baru bersifat reaktif dan kurang konsepsional (Andjasmaja 1994). Belum optimalnya pelaksanaan peran dan fungsi pemerintah mengakibatkan kondisi masyarakat yang hidup pada daerah rawan bencana sulit memperoleh jaminan keamanan dan kenyamanan, meskipun kelembagaan formal telah dibangun oleh pemerintah guna menanggulangi bencana alam seperti Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB) yang kemudian digantikan fungsinya oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Upaya penanggulangan bencana memang tidak seharusnya dibebankan ke pundak pemerintah saja. Seluruh komponen masyarakat harus terlibat aktif dalam upaya penanggulangan bencana. Sebagus apapun program pemerintah, tanpa dukungan dari berbagai pihak maka upaya penanggulangan tidak akan berjalan optimal, demikian halnya sebaliknya. Kahn dan Barondess (2008) mengatakan bahwa kerangka konstitusional, hukum dan sosial suatu negara merupakan penentu kunci terkait fungsinya dalam merespon bencana. Pemerintah selaku pihak yang memiliki power seyogyanya mampu mengintegrasikan unsur-unsur masyarakat untuk bersama-sama menanggulangi bencana.
4 4 Terlepas dari kelemahan pemerintah dalam menanggulangi bencana alam, masyarakat yang tinggal dan bergantung hidup di daerah rawan bencana harus tetap bertahan dan melanjutkan hidup mereka dengan kondisi yang sangat riskan. Keterbatasan pilihan untuk bertahan hidup pada kondisi yang rentan terhadap bencana alam khususnya longsor membuat masyarakat setempat harus menjalaninya dengan cara-cara yang dianggap relevan. Pola atau perilaku sehari-hari masyarakat pada daerah rawan longsor mencerminkan cara mereka beradaptasi terhadap tempat tinggal. Pada daerah dengan peristiwa atau kondisi kerentanan yang sama, belum tentu melahirkan cara adaptasi yang sama, begitupun sebaliknya. Cara-pola adaptasi sedikit banyak dipengaruhi oleh cara pandang masyarakat yang hidup di daerah rawan bencana. Masing-masing daerah memiliki cara-bentuk adaptasi yang berbeda dan sebagian perbedaan tersebut dipengaruhi oleh interpretasi atau persepsi yang berbeda dalam memaknai peristiwa longsor (Donie 2006). Beberapa cara-pola adaptasi yang diterapkan oleh komunitas yang tinggal di daerah rawan longsor menunjukkan bagaimana pandangan mereka terhadap bahaya longsor sehingga perlu melakukan berbagai kegiatan mitigasi. Diantaranya membentuk kelembagaan (organisasi) lokal Kelompok Masyarakat Peduli Bencana (KMPB) yang berfungsi memantau gejala awal terjadinya longsor serta evakuasi dini, membentuk sistem peringatan dini dengan pembagian peran antar warga untuk memantau gejala awal terjadinya longsor, bahkan membangun kembali rumah dengan dengan beton bertulang, bagi yang kurang mampu mereka membangun rumah dengan bahan kayu agar terhindar dari bahaya longsor (Parlindungan dkk. (2008), Mukhlis dkk. (2008), Hariyanto dkk. (2009)). Manusia sebagai makhluk adaptif akan mengoptimalkan kekuatan-potensi yang dimiliki sembari belajar untuk hidup selaras dengan kondisi alam bahkan bersahabat dengan bencana (longsor). Bentuk adaptasi terhadap lingkungan di beberapa tempat telah berjalan lama bahkan telah mengakar dan menjadi sebuah kelembagaan lokal yang sarat akan nilai-nilai luhur, misalnya akar falsafah Tri Hita Karana di Bali, Berguru pada Alam di Minangkabau dan Hamemayu Hayuning Bawana serta tradisi seperti nyabuk gunung, bersih desa, serta larangan-larangan (pamali) di pedesaan Jawa dan lainnya.
5 5 Keberadaan dan atau kehadiran kelembagaan lokal baru pada komunitas rawan longsor dalam tingkatan norma (cara, kebiasaan, tata kelakuan dan adat istiadat) merupakan wujud adaptasi sosio-ekologi yang yang perlu dikaji dan terus dikembangkan agar kapasitas masyarakat terus meningkat untuk menghadapi perubahan lingkungan yang sewaktu-waktu dapat terjadi Perumusan Masalah Terkait dengan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat pada daerah rawan longsor serta bagaimana mereka beradaptasi untuk dapat bertahan hidup maka dalam Undang-undang Penanggulangan Bencana No.24 Tahun 2007 terlihat bahwa peran Pemerintah dalam penanggulangan bencana masih menitikberatkan pada upaya minimalisasi kerugian (harta benda dan korban jiwa). Bagian-bagian yang menyatakan mengenai kelembagaan, penghargaan terhadap budaya lokal, kearifan lokal dan proses penyadaran masyarakat masih minim. Padahal sebagai bangsa Indonesia yang kaya akan warisan nilai-nilai moral dan etika luhur, sangat penting untuk mengkaji dan mengangkat kembali ke dalam kehidupan masyarakat saat ini. Berangkat dari persoalan tersebut serta latar belakang penelitian ini maka kajian tentang kelembagaan lokal yang memuat norma-nilai serta kearifankearifan lokal pada sebuah komunitas rawan longsor merupakan hal penting yang perlu digali dalam kehidupan masyarakat, khususnya bagi mereka yang hidup di tengah keterpurukan kondisi lingkungan. Kajian tentang kelembagaan lokal dapat dimulai dengan melihat (1) bagaimana fenomena-realitas bencana longsor yang terjadi pada suatu daerah rawan longsor? Fenomena alam berupa bencana longsor yang kerap menimpa suatu wilayah tentunya akan menimbulkan suatu efek-pengaruh pada manusia. Pengaruh pertama yang dapat diketahui adalah bagaimana pandangan mereka terhadap lingkungan sekitar yang secara ekologi telah mengalami penurunan kualitas. Semakin negatif pandangan mereka terhadap lingkungan di sekitar mereka maka secara psikologi akan menimbulkan rasa ketidaknyamanan dan ketidakamanan (stres). Masyarakat yang memilih untuk tetap bertahan tinggal dan tetap menggantungkan hidup mereka pada daerah yang rawan bencana tentunya akan melakukan tindakan atau perubahan sebagai bentuk adaptasi agar mereka dapat hidup dengan kondisi yang lebih baik. Oleh karenanya, untuk mengetahui sejauhmana cara pandang (persepsi) mempengaruhi tindakan penyesuaian
6 6 (adaptasi) yang dilakukan oleh anggota masyarakat maka penting untuk mengetahui (2) persepsi anggota masyarakat terhadap bencana longsor yang terjadi di daerah mereka. Mengacu dari perihal persepsi yang kemudian melahirkan sebuah tindakan adaptasi maka salah satu bentuk adaptasi terkait dengan persoalan longsor adalah adaptasi ekologi. Adaptasi ekologi merupakan tindakan penyesuaian yang akan terkait langsung dengan interaksi terhadap alam. Sebagai makhluk adaptif, maka manusia tidak akan pernah berhenti melakukan perubahan agar dapat hidup nyaman dan selaras dengan alam sekitarnya. Adapun wujud dari adaptasi ekologi tidak dapat dipisahkan dari perubahan-perubahan sosiologis lainnya, karena sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi, manusiapun akan terus berinteraksi dengan sesamanya sehingga keselarasan dalam sebuah ekosistem (biotik-abiotik) dapat terjadi. Maka dari itu penting untuk mengetahui (3) bentuk adaptasi sosio-ekologi komunitas rawan longsor. Dalam proses adaptasi dibutuhkan pranata-tata aturan untuk menyeimbangkan interaksi antara manusia dan alam. Untuk melahirkan sebuah paranata-tata aturan maka dibutuhkan kesepakatan-kesepakatan dalam sebuah komunitas. Kesepakatan-kesepakatan tersebut akan menjadi pondasi lahirnya kelembagaan lokal yang menjadi acuan dalam berinteraksi ataupun beraktivitas dalam rangka bertahan hidup pada kondisi ekologi yang rentan. Oleh sebab itu ke-3 permasalahan di atas akan saling terkait dan menjadi penting untuk menjelaskan (4) keberadaan dan kehadiran kelembagaan lokal sebagai bentuk adaptasi sosio-ekologi pada daerah rawan longsor. Dari uraian di atas, pertanyaan penelitian ini dirangkum sebagai berikut : 1. Bagaimana fenomena-realitas bencana longsor yang terjadi pada suatu daerah rawan longsor? 2. Bagaimana persepsi anggota masyarakat terhadap bencana longsor? 3. Bagaimana bentuk adaptasi sosio-ekologi masyarakat pada daerah rawan longsor? 4. Bagaimana bentuk dan peran kelembagaan lokal sebagai bentuk adaptasi sosio-ekologi pada daerah rawan longsor
7 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian pada rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan : 1. Memperoleh gambaran tentang setiap kejadian longsor dan perubahanperubahannya pada suatu daerah rawan longsor secara obyektif, reflektif, interpretatif dan decisional (ORID). 2. Mengetahui persepsi warga setempat tentang fenomena longsor serta kemampuannya menanggulangi longsor 3. Mengetahui dan menganalisa bentuk-bentuk adaptasi sosio-ekologi pada daerah rawan longsor. 4. Mengetahui dan menganalisa bentuk dan peran kelembagaan lokal pada daerah rawan longsor sebagai bentuk terjadinya adaptasi sosio-ekologi Manfaat Penelitian Kajian tentang adaptasi sosio-ekologi pada masyarakat yang hidup di daerah rawan longsor merupakan salah satu bentuk penanggulangan bencana yang berbasis komunitas, dengan menggali potensi kelembagaan lokal berupa nilai-nilai, kearifan dan budaya yang selaras dengan alam. Harapannya adalah masyarakat yang mengalami bencana dapat survive dan ketika bencana terjadi kerugian materiil maupun non materiil dapat diminimalisir. Secara analitis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran terhadap analisa persoalan lingkungan yang berdampak pada berubahnya sistem ketahananan sosial suatu komunitas, begitupun sebaliknya menganalisis perubahan sosio-ekologis yang berdampak pada terjadinya bencana alam. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menyajikan bentuk kelembagaan lokal pada daerah rawan longsor sebagai wujud terjadinya adaptasi sosio-ekologi, sehingga dapat menjadi bahan masukan, informasi dan refleksi untuk perumusan kebijakan dalam pengambilan keputusan dan penetapan langkah dan upaya oleh instansi dan pihak-pihak terkait lainnya yang peduli terhadap komunitas yang hidup di daerah rentan bencana.
8 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup kelembagaan lokal (mulai dari cara, kebiasaan, tata kelakuan hingga nilai/adat istiadat) pada daerah yang telah disinyalir sebagai daerah rawan longsor, dengan melihat bagaimana bentuk adaptasi sosio-ekologi yang telah dilakukan. Adapun bencana yang dimaksud adalah bencana alam longsor yang terjadi sebagai akibat perubahan perilaku manusia yang didukung oleh gejala-gejala alam seperti kondisi tanah dan perubahan iklim mikro. Kajian dibatasi pada daerah yang (1) secara geologi memiliki karakteristik alam yang potensial melahirkan bencana longsor, dan (2) secara yuridis telah ditetapkan sebagai daerah rawan longsor oleh pemerintah, dalam hal ini BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).
KELEMBAGAAN LOKAL: BENTUK ADAPTASI SOSIO-EKOLOGI DAERAH RAWAN LONGSOR
KELEMBAGAAN LOKAL: BENTUK ADAPTASI SOSIO-EKOLOGI DAERAH RAWAN LONGSOR (Kasus Kampung Sirnagalih, Desa Sukaraksa, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SUKMA TARONIARTA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk daerah yang rawan bencana dan memiliki jumlah penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam maupun akibat dari ulah
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana, termasuk bencana alam. Bencana alam merupakan fenomena alam yang dapat mengakibatkan terjadinya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia, serta diantara Samudera Pasifik dan Hindia.
Lebih terperinciDAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.
DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN...5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA...8 5W 1H BENCANA...10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA...11 SEJARAH BENCANA INDONESIA...14 LAYAKNYA AVATAR (BENCANA POTENSIAL INDONESIA)...18
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan kondisi iklim global di dunia yang terjadi dalam beberapa tahun ini merupakan sebab pemicu terjadinya berbagai bencana alam yang sering melanda Indonesia. Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy
BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik
BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 mempunyai tugas pokok sebagai penegak kedaulatan negara dengan mempertahankan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.
BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN
Lebih terperinciPowered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sangat rawan terhadap bencana telah mengalami rentetan bencana dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir baik bencana alam maupun bencana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan
Lebih terperinciBUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun demi tahun negeri ini tidak lepas dari bencana. Indonesia sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun demi tahun negeri ini tidak lepas dari bencana. Indonesia sangat rentan terhadap ancaman berbagai jenis bencana, misalnya bencana yang terjadi di Sulawesi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL
1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa secara geografis,
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N
BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 LATAR BELAKANG. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam yang kompleks sehingga menjadikan Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Usaha mengurangi resiko bencana, baik pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
Lebih terperinciBNPB. Logistik. Inventarisasi. Pedoman.
No.1421, 2014 BNPB. Logistik. Inventarisasi. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN INVENTARISASI LOGISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU
PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :
Lebih terperinciPEDOMAN BANTUAN PERALATAN
PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN BANTUAN PERALATAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB) DAFTAR ISI 1. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana. Sejak tahun 1988 sampai pertengahan 2003 terjadi 647 bencana
Lebih terperinci- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA
- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa tujuan
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK
PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari sistem yang ada di muka bumi, baik secara alamiah ataupun akibat ulah manusia.undangundang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Lebih terperinciSiaran Pers BNPB: BNPB Menginisiasi Pencanangan Hari Kesiapsiagaan Bencana Selasa, 25 April 2017
Siaran Pers BNPB: BNPB Menginisiasi Pencanangan Hari Kesiapsiagaan Bencana Selasa, 25 April 2017 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menginisiasi Hari Kesiapsiagaan Bencana dengan mengajak semua
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia
1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Secara geologi, wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU
PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisi latar belakang dilakukannya penelitian tugas akhir, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika dalam penulisan proposal tugas akhir ini.
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunikan geologi kepulauan Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Ketiga lempeng
Lebih terperinciMATRIKS SANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA 1 BNPB KEMENDAGRI KEMENSOS CATATAN. Pemerintahan Daerah
MATRIKS SANDINGAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA 1 UNDANG- UNDANG BNPB KEMENDAGRI KEMENSOS CATATAN UU 24 / 2007 tentang PB UU 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU 33
Lebih terperinci- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
Lebih terperinciPENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA
PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
Lebih terperinciPEDOMAN BANTUAN LOGISTIK
PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN BANTUAN LOGISTIK BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB) DAFTAR ISI 1. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI PAPUA
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:
1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Korban Bencana dan Kecelakaan. Pencarian. pertolongan. Evakuasi. Standar Peralatan.
No. 1523, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Korban Bencana dan Kecelakaan. Pencarian. pertolongan. Evakuasi. Standar Peralatan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN TUGAS BANTUAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENANGGULANGI BENCANA ALAM, PENGUNGSIAN DAN BANTUAN
Lebih terperinciBAB VI PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KEMAMPUAN DIRI
75 BAB VI PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KEMAMPUAN DIRI Tingginya homogenitas warga dalam hal pendidikan, agama bahkan suku dan budaya tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap persepsi warga
Lebih terperinciMembangun Kemandirian Melalui Desa Tangguh Bencana. Oleh : Yan Agus Supianto, S.IP, M.Si Kasi Pencegahan BPBD Kabupaten Garut
Membangun Kemandirian Melalui Desa Tangguh Bencana Oleh : Yan Agus Supianto, S.IP, M.Si Kasi Pencegahan BPBD Kabupaten Garut Miris memang, ketika kita mendengar, melihat, menyaksikan, atau membaca kejadian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan sumber yang penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumber daya alam menyediakan sesuatu
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciRANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bencana banjir berdasarkan data perbandingan jumlah kejadian bencana di Indonesia sejak tahun 1815 2013 yang dipublikasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.2033,2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Rambu. Papan Informasi. Bencana. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG RAMBU DAN PAPAN INFORMASI BENCANA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.
No.2081, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dapat datang secara tiba-tiba, dan mengakibatkan kerugian materiil dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan menanggulangi dan memulihkan
Lebih terperinciQANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH
QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berada di wilayah rawan bencana. Dalam dekade terakhir sudah cukup banyak bencana yang melanda negeri ini. Gempa bumi, gunung meletus,
Lebih terperinciPembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro
Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA Nindyantoro Permasalahan sumberdaya di daerah Jawa Barat Rawan Longsor BANDUNG, 24-01-2008 2008 : (PR).- Dalam tahun 2005 terjadi 47 kali musibah tanah longsor
Lebih terperinciKEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT bahwa dengan limpahan rahmat dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Rencana Strategis (Renstra) Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Lebih terperinci- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG
- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dan dilihat secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, bahkan termasuk
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciI PENDAHULUAN Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN
Lebih terperinciTAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG
NOMOR 31 TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG SERI E STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TANGGAP DARURAT BENCANA DI KABUPATEN TANAH DATAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah
Lebih terperinci2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.696, 2015 KEMENHAN. TNI. Penanggulangan Bencana. Pelibatan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELIBATAN TNI
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011
BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNSI PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI DAERAH
Lebih terperinciARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A Dosen Pembimbing :
ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A008036 Dosen Pembimbing : Drs. Herbasuki Nurcahyanto, MT & Dra. Maryam Musawa, MSi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan menyebakan bencana alam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Rencana Aksi Daerah (RAD) 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang rawan bencana. Dari aspek geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terletak di antara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 4 Tahun 2008, Indonesia adalah negara yang memiliki potensi bencana sangat tinggi dan bervariasi
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SINGKAWANG
PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA SINGKAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,
Lebih terperinciMITIGASI BENCANA BENCANA :
MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan karakter merupakan perwujudan amanat dari Pancasila dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter merupakan perwujudan amanat dari Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Disorientasi dan belum menghayati nilai-nilai Pancasila, keterbatasan
Lebih terperinciPENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH Totok Gunawan dkk Balitbang Prov. Jateng bekerjasama dengan Fakultas Gegrafi UGM Jl. Imam Bonjol 190 Semarang RINGKASAN
Lebih terperinciPenataan Kota dan Permukiman
Penataan Kota dan Permukiman untuk Mengurangi Resiko Bencana Pembelajaran dari Transformasi Pasca Bencana Oleh: Wiwik D Pratiwi dan M Donny Koerniawan Staf Pengajar Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat
Lebih terperinci11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;
Menimbang Mengingat QANUN KABUPATEN ACEH JAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN ACEH JAYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN
Lebih terperinciMATA KULIAH : ILMU SOSIAL DASAR MASALAH SOSIAL SEBAGAI EFEK PERUBAHAN ( KASUS LINGKUNGAN HIDUP ) DAN UPAYA PEMECAHANNYA
MATA KULIAH : ILMU SOSIAL DASAR MASALAH SOSIAL SEBAGAI EFEK PERUBAHAN ( KASUS LINGKUNGAN HIDUP ) DAN UPAYA PEMECAHANNYA Nama : Heru Hermawan NPM : 13110283 Kelas : 1KA34 PROGRAM PASCA SARJANA : SISTEM
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai
Lebih terperinciBencana alam dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Bencana alam diakui
BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Bencana alam dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Bencana alam diakui dapat mengakibatkan dampak yang luar biasa tidak hanya kerusakan, gangguan dan korban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terkenal akan kemajemukan suku bangsanya, terdapat lebih dari 654 komunitas lokal atau sub suku bangsa dari 19 suku bangsa tersebar di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan hidup (Environment) dapat diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya dan keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya yaitu manusia dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis,hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan
Lebih terperinci