TANGGAP PERTUMBUHAN BEBERAPA VARIETAS JAGUNG TERHADAP SISTEM TANAM LURUS DAN ZIGZAG DI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN BARAT Jafri Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jl. Budi Utomo No.45 Siantan Hulu Pontianak Telp. (0561) 882069, Fax. (0561) 883883, Email: jafrikampai@yahoo.com, bptpkalbar@yahoo.com ABSTRAK Tanggap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Jagung (Zea mays) terhadap Sistem Tanam Lurus dan Zigzag di Lahan Gambut. Penelitian ini dilaksanakan di lahan gambut Rasau Jaya III Kec. Rasau Jaya Kab. Kubu Raya dimulai pada bulan JuliOktober 2006. Penelitian ini bertujuan untuk melihat respon pertumbuhan dan hasil beberapa varietas jagung terhadap sistem tanam lurus dan zigzag di lahan gambut. Tiga varietas jagung (Pioner21, Bisi2 dan Sukmaraga) pada sistem tanam lurus dan zigzag menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dua faktor dengan tiga ulangan. Benih jagung ditanam dalam petak percobaan berukuran 10 x 6 m dengan jarak tanam 80 x 30 cm. Pemupukan menggunakan Urea, SP36 dan KCl, masingmasing dengan takaran 450, 200 dan 150 kg/ha dan pupuk organik (bioplus) 3 t/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua parameter pertumbuhan, komponen hasil dan hasil nyata dipengaruhi oleh interaksi antara varietas dan sistem tanam, kecuali tinggi letak tongkol, hasil biji/plot dan bobot 100 biji. Perbedaan varietas tidak nyata pengaruhnya terhadap tinggi letak tongkol, populasi tanaman panen dan bobot 1000 biji. Sistem tanam lurus dan zigzag memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan, komponen hasil dan hasil dari masingmasing varietas. Varietas Pioner21 memiliki ratarata hasil biji kering yang nyata lebih tinggi (6.3 t/ha) dibanding Bisi2 dan Sukmaraga, masingmasing adalah 5.4 dan 4.8 t/ha. Kata kunci: varietas jagung, karakter agronomis dan hasil, sistem tanam, lahan gambut PENDAHULUAN Jagung yang merupakan salah satu sumber utama karbohidrat setelah padi dan gandum, banyak dikembangkan di Indonesia sebagai bahan makanan, pakan, dan bahan baku industri. Permintaan akan jagung terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan perkembangan industri pangan dan pakan (Yasin dan Azrai 2006). Permintaan jagung sebagai pakan ternak dan pangan menempati urutan ketiga di dunia (7%) setelah padi (26%) dan gandum yaitu 23% (Komisi Nasional Plasmanutfah 2004). Produktivitas jagung di Kalimantan Barat masih rendah (1.8 t/ha) dibandingkan propinsi penghasil jagung lainnya dengan produktivitas 2.183.19 t/ha (Distan Kalbar 2002). Lahan gambut merupakan salah satu sumber pertumbuhan produksi jagung di yang luasnya diperkirakan 1.7 juta hektar (BPS Kalbar 2002). Pengembangan pertanian khususnya jagung pada lahan gambut mengalami banyak kendala, seperti kondisi fisik, kimia, biologi, dan sosial ekonomi masyarakatnya yang kurang menguntungkan. Untuk itu, pengembangan pertanian pada lahan ini memerlukan usaha konservasi lahan (perbaikan drainase, pemberian amelioran dan pemupukan berimbang), pemilihan varietas yang cocok dan adaptif, dan sistem tanam yang tepat (Jafri et al. 2006). 22 Jafri : Tanggap Pertumbuhan Beberapa Varietas Jagung Terhadap Sistem Tanam Lurus dan Zigzag di Lahan Gambut
Penggunaan varietas unggul yang cocok dan mampu beradaptasi merupakan salah satu faktor dalam peningkatan produksi jagung di lahan gambut. Di samping itu, perlu dilakukan perbaikan lingkungan tumbuh dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) secara terpadu (Subandi et al. 1998). Menurut Subandi et al. (2006), salah satu cara untuk mendapatkan hasil jagung yang optimal adalah mengatur populasi tanaman. Hasil jagung cenderung meningkat pada populasi tinggi, tergantung pada varietas. Bagi beberapa varietas, populasi tinggi menyebabkan tanaman mudah rebah dan terjangkit penyakit. Pada umumnya dianjurkan menanam jagung dengan populasi 62.50071.400 tanaman per hektar dan antara barisan berjarak 7080 cm, dalam barisan 20 cm dengan satu tanaman, atau 40 cm dengan dua tanaman per rumpun. Bagi daerahdaerah yang menghadapi masalah kekurangan tenaga kerja, dianjurkan jarak tanam dalam barisan 40 cm dengan dua tanaman per rumpun (Subandi et al. 1998 dan Subandi et al. 2006). Penelitian tentang sistem tanam zigzag belum dilaporkan dan masih terbatas pada penggunaan sistem tanam lurus. Hasil pengujian beberapa varietas jagung di lahan gambut pada tahun 2004 menunjukkan varietas Lamuru, Gumarang, dan Sukmaraga dengan sistem tanam lurus dan jarak tanam 70 x 40 cm (2 tanaman/rumpun) memberikan hasil lebih baik dibanding varietas Wisanggeni dan Bisma. Hasil biji pipilan kering dari ketiga varietas masingmasing 7.42: 6.92; dan 6.02 t/ha (Jafri et al. 2006). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas jagung terhadap sistem tanam lurus dan zigzag di lahan gambut. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada lahan gambut di Desa Rasau Jaya III, Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya,, pada bulan Juli Oktober 2006. Tiga varietas jagung (Pioner21, Bisi2 dan Sukmaraga) diuji pada sistem tanam lurus dan zigzag, menggunakan rancangan acak kelompok 2 faktor dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari 6 kombinasi antara varietas dan sistem tanam, yaitu Sukmaraga dengan sistem tanam lurus (SL) dan tanam zigzag (SZ), Bisi2 dengan sistem tanam lurus (BL) dan tanam zigzag (BZ), Pioner21 dengan sistem tanam lurus (PL), dan Pioner21 dengan sistem tanam zigzag (PZ). Sistem tanam lurus dilakukan dengan cara membuat lobang tanam sama rata di ujung petak percobaan sehingga membentuk empat persegi panjang. Sistem tanam zigzag dilakukan dengan cara membuat lobang tanam pada barisan pertama, ketiga, kelima dan seterusnya sama rata diujung pinggir petak percobaan. Selanjutnya, pada baris kedua, keempat, keenam dan seterusnya dimasukkan ke dalam petakan setengah jarak tanam sehingga membentuk empat persegi belah ketupat (Gambar 1). 23 Seminar Nasional Serealia 2011
X X X A X X X X X X X X X B X X X X X X Gambar 1. Keragaan perlakuan sistem tanam lurus (A) dan zizag (B) pada uji beberapa varietas jagung di lahan gambut. Tanah diolah dengan mencangkul secara sempurna, kemudian dibersihkan dari sisasisa gulma dan perakaran pepohonan. Kemudian, disebarkan secara merata pupuk organik dalam bentuk bioplus dengan takaran 3 t/ha. Benih ditanam dalam petak percobaan berukuran 6 x 10 m dengan jarak tanam 80 x 30 cm. Sebelum tanam, benih dicampur dengan Rhidomil 35 SD dengan takaran 5 g/kg benih untuk mencegah serangan penyakit bulai. Benih ditanam secara tugal 3 biji/lobang. Setelah tanaman berumur 2 minggu, dilakukan penjarangan tanaman menjadi 2 tanaman/rumpun dengan cara membuang tanaman yang jelek pertumbuhannya. Untuk mencegah serangan ulat tanah dan lalat bibit, ke lobang tanam diberikan Furadan 3 G takaran 20 kg/ha. Pemupukan dengan takaran 450, 200, dan 150 kg/ha, masingmasing dalam bentuk Urea, SP36, dan KCl. Pemupukan urea dilakukan 3 kali yaitu pada saat tanam, umur 3, dan 5 minggu setelah tanam (MST). Sepertiga bagian pupuk urea dan seluruh pupuk SP36 dan KCl diberikan pada saat tanam. Pupuk diberikan dengan cara ditugal di samping lobang tanam berjarak 57 cm. Penyiangan dilakukan 3 kali yaitu pada umur 3, 6, dan 9 MST dan pembumbunan setelah pemupukan kedua. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, populasi tanaman panen, umur 50% keluar rambut tongkol, umur 50% masak pollen, umur panen, panjang tongkol, lingkaran tongkol, jumlah baris biji tongkol, jumlah biji/baris tongkol, bobot 1000 biji, dan hasil biji kering/ha. Data hasil pengamatan tersebut dianalisis dengan metode varian (anova) dan dilanjutkan dengan uji DNMRT pada taraf nyata 5%. Analisis data menggunakan program SAS System for Windows tahun 2005 Versi.8.0.14938.5542. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisika dan kimia tanah Sifat kimia dan fisika tanah lokasi penelitian sebelum dilakukan percobaan disajikan pada Tabel 1. Lahan gambut di lokasi penelitian ini memiliki sifat fisika dan kimia tanah yang tergolong jelek dengan tingkat kesuburan sangat rendah. Hal ini terbukti dengan tanahnya bereaksi sangat masam (ph 4,6) dan kandungan hara makro dan mikro sangat rendah sampai sedang. Kandungan bahan organik tergolong tinggi dengan ratio C/N tinggi (17.8). Kemudian, kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa tanah juga sangat rendah, masingmasing 2.7 me/100g tanah dan 10% dengan tekstur debu berliat. 24 Jafri : Tanggap Pertumbuhan Beberapa Varietas Jagung Terhadap Sistem Tanam Lurus dan Zigzag di Lahan Gambut
Tabel 1. Hasil analisis sifat fisika dan kimia tanah awal lokasi penelitian 1). Parameter Nilai Kriteria 2) Parameter Nilai Kriteria 2) 1. Sifat Kimia 2. Sifat Fisika ph : H 2O 4,6 Masam KCl 4,2 Bahan Organik : Corganik Ntotal C/N P 2O 5 (mg/100 g) K 2O (mg/100 g) P 2O 5 Bray I (ppm) K 2O Morgan (ppm) Ca (me/100 g) Mg (me/100 g) K (me/100 g) Na (me/100 g) KTK (me/100 g) Kejenuhan basa (%) 3,0 0,2 17.8 7,0 23 24,5 21,2 2,8 0,8 0,4 0,6 2,7 10.0 Tinggi Rendah Tinggi Sangat rendah Rendah Rendah Sangat rendah Sangat rendah Al 3+ (me/100 g) H + (me/100 g) Fe (ppm) Mn (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Pasir (%) Debu (%) Liat (%) 0,1 0,8 299 20 6 15 11 39 50 Debu Liat Keterangan : 1) Hasil analisa sampel tanah di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura Pontianak. 2) Kriteria berdasarkan Lembaga Peneliti Tanah (1983) KTK=Kapasitas Tukar Kation Pertumbuhan tanaman Tinggi tanaman dan umur panen nyata dipengaruhi oleh varietas dan interaksinya (varietas dan sistem tanam), tetapi tidak nyata dipengaruhi oleh sistem tanam. Tinggi letak tongkol, umur masak pollen, umur keluar rambut tongkol (silking) dan silkdelay (perbedaan keluar rambut tongkol dan masak pollen) tidak nyata dipengaruhi oleh varietas, sistem tanam, dan interaksinya (Tabel 2). 25 Seminar Nasional Serealia 2011
Tabel 2. Tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, umur masak pollen, umur keluar rambut tongkol, silkdelay dan umur panen beberapa varietas jagung pada sistem tanam lurus dan zigzag di lahan gambut. Sistem tanam Varietas Pioner21 Bisi2 Sukmaraga Ratarata Tinggi tanaman (cm) Lurus 189.5 b 198.8 ab 220.3 a 202.9 A Zigzag 186.9 b 203.4 ab 211.7 a 200.6 A Ratarata 188.2 B 201.1 B 216.0 A KK (%) 5.5 Tinggi letak tongkol (cm) Lurus 97.1 a 107.5 a 108.3 a 104.3 A Zigzag 93.5 a 127.8 a 106.7 a 109.3 A Ratarata 95.3 A 117.6 A 107.5 A KK (%) 17.6 Umur 50% masak polen (hari) Lurus 53.3 a 53.3 a 50.7 a 52.4 A Zigzag 52.3 a 51.3 a 51.0 a 51.6 A Ratarata 52.8 A 52.3 A 50.8 A KK (%) 4.1 Umur 50% keluar rambut tongkol (hari) Lurus 57.0 a 57.0 a 54.3 a 56.1 A Zigzag 55.7 a 54.7 a 55.3 a 55.2 A Ratarata 56.3 A 55.8 A 54.8 A KK (%) 3.2 Silkdelay (hari) Lurus 3.7 a 3.7 a 3.7 a 3.7 A Zigzag 3.3 a 3.3 a 4.3 a 3.7 A Ratarata 3.5 A 3.5 A 4.0A KK (%) 20.5 Umur panen (hari) Lurus 107.0 a 100.0 b 99.3 b 102.1 A Zigzag 103.3 ab 102.0 ab 103.3 ab 102.8 A Ratarata 105.2 A 101.0 B 101.2 B KK (%) 2.9 Angkaangka pada lajur dan baris yang sama diikuti oleh huruf besar dan kecil yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DNMRT. KK= Koefisien keragaman. Varietas Sukmaraga dengan sistem tanam lurus memiliki tanaman yang nyata lebih tinggi dibanding Pioner21 dan Bisi2. Tanaman terendah dimiliki oleh varietas Pioneer21 dengan sistem tanam zigzag. Tinggi letak tongkol masingmasing varietas umumnya di pertengahan batang atau lebih rendah dan sesuai dengan karakter ideal tanaman jagung (Subandi et al. 1982). Hosang et al. (2006) menjelaskan, tinggi tanaman berkaitan erat dengan kerebahan batang, semakin tinggi suatu individu makin besar peluang individu tanaman tersebut mengalami kerebahan. Hal ini akan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman terutama bila ditanam pada lokasi yang rentan terhadap kecepatan angin. 26 Jafri : Tanggap Pertumbuhan Beberapa Varietas Jagung Terhadap Sistem Tanam Lurus dan Zigzag di Lahan Gambut
Varietas Pioner21 dengan sistem tanam lurus memiliki umur panen yang nyata lebih (1070 hari) dibanding Bisi2 dan Sukmaraga. Umur panen tercepat dimiliki oleh varietas Sukmaraga pada sistem tanam lurus, yaitu 99.3 hari (Tabel 2). Perbedaan antara umur masak pollen dan umur keluar rambut tongkol (silkdelay) berpengaruh terhadap pengisian biji tongkol. Semakin dekat jaraknya semakin baik untuk proses penyerbukan rambut tongkol oleh serbuk sari. Sebaliknya, semakin jauh jaraknya semakin berkurang serbuk sari yang menyerbuki rambut tongkol. Menurut Islam dan Kaul (1986), sinkronisasi antara masaknya polen dan umur keluar rambut berpengaruh terhadap hasil biji, semakin besar "silkdelay" semakin berkurang hasil. Moentono (1988) juga menjelaskan, perbedaan yang umum biasanya berkisar antara 34 hari atau sedikit lebih lama. Menurut Hosang et al. (2006), selisih bunga jantan dan betina (Antesis and silking interval, ASI) yang lebar memiliki hubungan negatif terhadap optimalisasi persarian. Makin tinggi ASI, semakin berkurang jumlah serbuk sari dan serbuk sari yang fertil. Penurunan jumlah serbuk sari fertil yang melingkupi tanaman akan mengurangi keberhasilan pembentukan biji, sehingga memperbanyak tongkol yang kosong atau tidak terisi biji (barrenness). Komponen Hasil Komponen hasil varietas Pioner 21, Bisi2 dan Sukmaraga pada sistem tanam lurus dan zigzag di lahan gambut disajikan pada Tabel 3. Sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap komponen hasil dan populasi tanaman panen juga tidak berbeda nyata diantara varietas yang diuji. Panjang tongkol, lingkaran tongkol, jumlah baris biji tongkol dan jumlah biji/baris tongkol nyata perbedaannya diantara varietas. Populasi tanaman panen terbanyak diperoleh pada varietas Pioner21 dengan sistem tanam lurus (134.3 batang) dan nyata dengan Bisi2 pada sistem tanam zigzag (116.7 batang) yang merupakan populasi terendah (Tabel 3). Varietas Sukmaraga pada sistem tanam zigzag memiliki tongkol yang nyata lebih panjang dibanding Pioner21 dan Bisi2 dan tongkol terpendek diperoleh pada Pioner21 dengan sistem tanam lurus. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa varietas Pioner21 pada sistem tanam zigzag memiliki tongkol paling besar (14.9 cm) dengan jumlah baris biji terbanyak (14.8 baris), berbeda nyata dengan Bisi2 dan tidak nyata dengan Sukmaraga. Jumlah biji perbaris terbanyak diperoleh pada varietas Bisi2 dengan sistem tanam lurus dan berbeda nyata dengan Pioner 21 dan Sukmaraga. Jumlah biji per baris terendah diperoleh pada varietas Sukmaraga dengan sistem tanam lurus (Tabel 3). 27 Seminar Nasional Serealia 2011
Tabel 3. Populasi tanaman panen, panjang tongkol, lingkaran tongkol, jumlah baris biji tongkol dan jumlah biji/baris tongkol beberapa varietas jagung pada sistem tanam lurus dan zigzag di lahan gambut. Sistem Tanam Varietas Pioner21 Bisi2 Sukmaraga Ratarata Populasi tanaman panen (batang) Lurus 134.3 a 126.3 ab 118.3 ab 126.3 A Zigzag 127.7 ab 116.7 b 125.0 ab 123.1 A Ratarata 131.0 A 121.5 A 121.7 A KK (%) 6.9 Panjang tongkol (cm) Lurus 14.1 c 15.2 ab 15.1 abc 14.8 A Zigzag 14.3 bc 15.7 a 15.8 a 15.3 A Ratarata 14.2 B 15.5 A 15.5 A KK (%) 3.5 Lingkaran tongkol (cm) Lurus 14.5 a 13.2 b 14.0 ab 13.9 A Zigzag 14.6 a 13.0 b 14.2 ab 13.9 A Ratarata 14.6 A 13.1 B 14.1 A KK (%) 4.3 Jumlah baris biji tongkol (baris) Lurus 15.1 a 11.6 b 14.1 a 13.6 A Zigzag 14.8 a 11.2 b 14.3 a 13.4 A Ratarata 14.9 A 11.4 B 14.2 A KK (%) 4.4 Jumlah biji/baris tongkol (butir) Lurus 28.3 bc 34.9 a 25.7 c 29.6 A Zigzag 28.9 b 32.8 a 29.2 a 30.3 A Ratarata 28.6 B 33.9 A 27.5 B KK (%) 5.17 Angkaangka pada lajur dan baris yang sama dan diikuti oleh huruf besar dan kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DNMRT. KK=Koefisien keragaman. Hasil Biji Pipilan Kering Bobot 1000 biji tidak nyata dipengaruhi oleh varietas, sistem tanam, dan interaksi keduanya. Sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap hasil biji, tetapi nyata dipengaruhi oleh varietas dan interaksinya (Tabel 4). Namun, varietas Sukmaraga memiliki bobot 1000 biji terberat, ratarata 239.3 g dan bobot 1000 biji terendah dimiliki oleh Pioner21 ratarata 226.9 g. Hasil biji kering tertinggi diperoleh pada varietas Pioner21 dengan sistem tanam zigzag (6.5 t/ha), tidak berbeda nyata dengan sistem tanam lurus tetapi nyata dengan Bisi2 dan Sukmaraga. Hasil biji terendah dimiliki oleh varietas Sukmaraga pada sistem tanam zigzag (4.7 t/ha), tidak berbeda nyata dengan sistem tanam lurus dan dengan Bisi2 (Tabel 4). 28 Jafri : Tanggap Pertumbuhan Beberapa Varietas Jagung Terhadap Sistem Tanam Lurus dan Zigzag di Lahan Gambut
Tabel 4. Bobot 1000 butir biji dan hasil pipilan kering beberapa varietas jagung pada sistem tanam lurus dan zigzag di lahan gambut. Sistem tanam Varietas Pioner21 Bisi2 Sukmaraga Ratarata Bobot 1000 biji (g) Lurus 221.6 a 247.7 a 236.2 a 235.2 A Zigzag 232.1 a 222.8 a 242.4 a 232.4 A Ratarata 226.9 A 235.2 A 239.3 A KK (%) 6.0 Hasil biji (t/ha) Lurus 6.1 ab 5.8 abc 4.9 cd 5.5 A Zigzag 6.5 a 5.1 bcd 4.7 d 5.5 A Ratarata 6.3 A 5.4 B 4.8 B KK (%) 14.2 Angkaangka pada lajur dan baris yang sama dan diikuti oleh huruf besar dan kecil yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DNMRT. KK=Koefisien keragaman. Tingginya hasil Pioner21 didukung oleh pertumbuhan dan komponen hasil yang lebih tinggi seperti populasi tanaman panen lebih banyak, ukuran tongkol lebih besar, jumlah baris biji lebih banyak, dan bobot biji lebih berat. Hal ini didukung oleh penelitian Bahar et. al. (1992) bahwa karakter agronomis dan komponen hasil memberikan kontribusi yang besar terhadap kemampuan menghasilkan biji (produktivitas) tanaman jagung. Korelasi genotipe adalah besar dan positif antara tinggi tanaman dan umur masak. KESIMPULAN 1. Sistem tanam lurus dan zigzag tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil varietas Pioner21, Bisi2, dan Sukmaraga di lahan gambut. 2. Varietas dan interaksinya dengan sistem tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, umur panen, komponen hasil (kecuali bobot 1000 biji), dan hasil. 3. Hasil biji pipilan kering tertinggi dimiliki oleh varietas Pioner21 dan berbeda nyata dengan Bisi2 dan Sukmaraga. 4. Dari hasil penelitian ini disarankan untuk tetap menggunakan sistem tanam lurus dan tidak perlu menggunakan sistem tanam zigzag. 29 Seminar Nasional Serealia 2011
DAFTAR PUSTAKA Bahar, H., S. Zen dan Subandi. 1992. Kontribusi komponen hasil dan karakter agronomis terhadap hasil jagung pada beberapa lingkungan. Laporan Penelitian AARP. 21 hal. BPS Kalbar. 2002. Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Propinsi Kalimantan Barat, Pontianak 398 hal. Distan Kalbar. 2002. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Tahun 2001. Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak. 101 hal. Hosang E.Y., F. Kasim dan P. Bhuja. 2006. Karakteristik agronomi jagung lokal NTT. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional. Makassar, 29 30 September 2005. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Hal. 196 205. Islam, T.M.T and A.K. Kaul. 1986. Prospects of maize in Bangladesh. FAO/UNDP Dhaka, Bangladesh. 134 ps. Jafri, Sigit S. Wibowo, M. Hattta dan Tatang M. Ibrahim. 2006. Pemanfaatan lahan gambut untuk pengembangan jagung di. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional. Makassar, 2930 September 2005. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Hal. 234240. Komisi Nasional Plasma Nutfah. 2004. Traktat Internasional Sumber Daya Genetik Tanaman. Untuk Pangan dan Pertanian. Kumpulan Bahan Ratifikasi. Departemen Pertanian. P.74 Moentono, M. D. 1988. Pembentukan dan produksi benih varietas hibrida. Dalam: Jagung. Subandi, M. Syam, dan A. Widjono (penyunting). Puslitbangtan. Bogor. Hal 119161. Subandi, IG. Ismail dan Hermanto. 1998. Jagung. Teknologi produksi dan pascapanen. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. 57 hal. Subandi, A. Sudjana and Sujitno. 1982. Yield measurement in maize yield tests. Contr. CRIA. Bogor. 67: 11 18. Yasin, M. HG dan M. Azrai. 2006. Teknik persilangan jagung. Makalah disampaikan pada Pelatihan Sistem Produksi dan Pengelolaan Benih Sumber. Balitsereal. Maros.11 hal. 30 Jafri : Tanggap Pertumbuhan Beberapa Varietas Jagung Terhadap Sistem Tanam Lurus dan Zigzag di Lahan Gambut