BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Sebuah pernikahan akan membuat individu memperoleh keseimbangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pernikahan dini banyak terjadi pada kelompok masyarakat miskin yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pernikahan di usia dini dengan berbagai penyebab yang berbeda-beda. Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut

BAB I PENDAHULUAN. and Development (ICPD) di Kairo (1994), adalah tentang seksual dan

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. orang umumnya mulai berpikir untuk berumah tangga dan memiliki

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. muda). Diantaranya adalah keguguran,persalinan premature, BBLR, kelainan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya pubertas, yaitu seseorang yang dulunya masih anak-anak menjadi mampu

BAB I PENDAHULUAN. baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial. Batasan usia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. sengaja maupun tidak sengaja (Pudiastuti, 2011). Berbagai bentuk. penyimpangan perilaku seksual remaja cenderung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama tertentu, para saksi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Dariyo, 2002 (dalam Godam,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, perempuan usia 15-19

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 Menunjukkan AKI yang sangat signifikan

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB 1 PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk diperlukan adanya program Keluarga Berencana dan

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khususnya bila menghadapi ketidakpastian dan ancaman dari luar dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tahun untuk pria (BKKBN, 2011). Penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. mengarungi suka duka hidup di dunia bersama sama. Setelah akad nikah

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. di Nigeria (79%), Kongo (74%), Afganistan (54%), dan Bangladesh (51%) (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. makhluk Tuhan, khususnya manusia. Dalam prosesnya manusia membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengingat jumlah penduduk usia remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia menikah ideal untuk perempuan adalah tahun dan tahun untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. besar. Berdasarkan data UNICEF, WHO, UNFPA dan Bank Dunia tren angka

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi saat hamil, bersalin atau dalam 42 hari setelah persalinan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs) sebagai road map atau arah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai individu yang berada pada rentang usia tahun (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. remaja putri berusia <20 tahun. Kehamilan tersebut dapat disebabkan oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan manusia lain untuk saling berinteraksi dan saling melengkapi, di

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak persoalan, terutama di negara berkembang. Salah satunya adalah Negara

BAB VI PENUTUP. menolak permohonan dispensasi nikah yang diajukan ke Pengandilan Agama pada

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan/ perkawinan adalah ( ikatan lahir batin antara seorang

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. psikososial anggota keluarga dan mentransmisikan tuntutan dan nilai-nilai. dari masyarakat (Friedman,1998).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. definisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. akan menghadapi risiko yang bisa mengancam jiwanya. Oleh karena itu, setiap

BAB I PENDAHULUAN. & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono,

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan salah satu tahap yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Sebuah pernikahan akan membuat individu memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia dan sejahtera. Namun membentuk sebuah rumah tangga bukanlah hal yang mudah karena banyak terdapat konsekuensi yang harus dihadapi untuk membentuk satu tahap kehidupan yang baru, dimana satu individu dewasa dan pergantian status lajang akan menjadi seorang istri dan seorang suami yang menuntut adanya penyesuaian diri terus menerus sepanjang pernikahan (Hurlock, 1993). Individu yang belum memiliki kesiapan menuju kehidupan berumah tangga seharusnya tidak melakukan pernikahan, karena mereka lebih dianjurkan untuk melakukan penundaan atau pendewasaan usia terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan batas umur dalam melangsungkan sebuah pernikahan sangatlah penting agar pernikahan yang dilaksanakan dapat menciptakan keluarga yang sejahtera, bahagia dan kekal. Jika terlalu cepat menikah (pernikahan dini) akan menimbulkan berbagai masalah di belakang hari, bahkan tidak sedikit berantakan dipertengahan jalan termasuk perceraian dan juga berbagai permasalahan kesehatan yang ditimbulkan (Fauzia, 2007).

Pernikahan dini saat ini tampaknya merupakan mode yang berulang. Pada zaman dahulu, menikah muda dianggap suatu hal yang biasa saja akan tetapi dengan semakin berkembangnya ilmu dan pengetahuan maka semakin banyak yang menentang pernikahan dini. Kalau dulu orang tua ingin anaknya menikah muda dengan berbagi alasan, maka kini makin banyak remaja sendiri yang bercita-cita menikah muda. Mereka bukan saja remaja desa,melainkan juga remaja-remaja di kota besar. Pernikahan dini terjadi karena keinginan dari diri remaja itu sendiri. Hal ini menunjukkan adanya suatu kepercayaan, keinginan dan pandangan yang berbeda terhadap pernikahan dini di dalam diri remaja yang menimbulkan keinginan untuk melakukan pernikahan dini (Fadlyana, 2009). Pernikahan dini terjadi di berbagai Negara, diantaranya Negara Afrika Sub- Sahara, menikah sebelum usia 18 tahun. Di kawasan Asia sebanyak 73%, perempuan di Bangladesh menikah sebelum usia 18 tahun, Filipina dan Sri Langka sebanyak 14%,dan di Cina sebanyak 5%. Hal ini tidak sesuai dengan Deklarasi Hak Asasi Manusia di tahun 1954 yang secara eksplisit menentang perkawinan usia muda,namun ironisnya praktek pernikahan dini masih berlangsung di berbagai belahan dunia dan hal ini memperlihatkan masih terabaikannya perlindungan Hak Asasi kelompok usia muda termasuk juga di Indonesia (Rahmita, 2010). Penelitian Choe, Thapa, dan Achmad (Early Marriegge and Childbearing in Indonesia and Nepal, 2010) yang ditinjau dari segi demografis menunjukkan bahwa pernikahan sebelum usia 18 tahun pada umumnya terjadi pada wanita di Indonesia terutama di kawasan pedesaan. Hal ini di karenakan tingkat ekonomi serta pendidikan

yang rendah di daerah pedesaan di Indonesia serta faktor akses informasi yang tidak memadai. Perempuan muda yang melakukan pernikahan dini sering terpaksa berhenti dari sekolah tanpa pendidikan atau putus sekolah, status sosial yan lebih rendah di keluarga, suami kurang memiliki kontrol reproduksi sehingga kesehatan perempuan muda yang melakukan pernikahan dini terpengaruh karena tubuh terlalu muda hamil dan melahirkan, sehingga resiko kematian ibu masa hamil, melahirkan dan nifas. AKI semasa hamil, melahirkan dan masa nifas 220 per 100.000 kelahiran hidup serta kematian bayi sebesar 29 per 1.000 kelahiran hidup, terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga perceraian dari kalanngan keluarga muda tinggi. Keadaan ini terjadi di Kabupaten Mukomuko, usia kawin pertama sebesar 18,8 tahun dibandingkan dengan ikatan dalam perkawinan hanya 17,52 tahun, Kabupaten Bengkulu Utara usia kawin pertama rata-rata 19,59 tahun dan Ikatan Perkawinan Pertama 18,92 tahun (SDKI, 2007; SUSENAS, 2011). Pernikahan dini yang banyak terjadi di Indonesia sangat bertentangan dengan Undang-Undang No.1/1974 tentang perkawinan yang menyebutkan batas usia menikah bagi pria 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Menurut pertimbangan kesehatan reproduksi bagi perempuan, usia 16 tahun belum memenuhi syarat karena rentang usia sehat untuk reproduksi perempuan adalah pada rentang usia 20-30 tahun. Dengan adanya undang undang tentang batasan usia perkawinan maka pernikahan dini dapat dilakukan bila usia individu tersebut sudah sesuai dengan undang-undang perkawinan yang berlaku di Indonesia (Maroon, 2011).

Perkawinan usia muda yang sudah dilarang di dalam Undang-Undang No.1/1974 ternyata tidak mengurangi niat masyarakat Indonesia untuk melakukan pernikahan dini. Di beberapa daerah menunjukkan sepertiga dari jumlah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan usia di bawah 16 tahun. Jumlah kasus pernikahan dini di Indonesia mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia perkawinan 19,1 tahun. Bahkan di sejumlah pedesaan, pernikahan sering kali terjadi segera setelah anak perempuan mendapat haid pertama, sebanyak 4,8% perempuan di Indonesia menyatakan telah menikah pada usia 10-14 tahun, sedangkan untuk perempuan yang menikah pada usia 15-19 tahun sebanyak 41,9% (Wilopo, 2005). Penyebab dari pernikahan dini yang mendasar adalah karena pendidikan rendah yang menyebabkan anak perempuan menjadi putus sekolah dan terisolasi terhadap anak perempuan, hilangnya kesempatan meraih pendidikan formal menghambat perkembangan kualitas perempuan yang mendorong ketidaksetaraan dan terhambatnya proses pemberdayaan perempuan. Secara nasional pernikahan dari kelompok usia 10-14 tahun yang tidak sekolah 9,5% serta tidak tamat SD 9,1%. Faktor ekonomi juga banyak dijadikan alasan terjadinya pernikahan dini dari keluarga miskin dengan alasan dapat mengurangi beban tanggungan dari orangtua dan mensejahterakan remaja yang dinikahkan dan biasanya adanya keterpaksaan untuk melakukan pernikahan dini (Aditya dkk, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Rafidah dkk(2009) di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah menyebutkan bahwa sebenarnya para responden memahami pada usia berapa seharusnya menikah, yaitu di atas 21 tahun. Bahkan tokoh agama

menganjurkan menikah harus di atas 25 tahun. Namun setelah dilakukan kajian tersebut, ternyata tingkat pendidikan yang rendah, baik orang tua maupun anak, serta perekonomian yang lemah menjadi sebab banyaknya pernikahan dini. Dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa beberapa faktor penyebab pernikahan dini adalah faktor ekonomi, yaitu supaya ekonomi keluarga terbantu setelah anak perempuannya diserahkan kepada suaminya, faktor orangtua karena takut adanya penilaian perawan tua terhadap anaknya (Aditya dkk, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Rafidah dkk (2009) pada suku Jawa di Purwokerto, menjelaskan bahwa pada masyarakat Jawa masih ada anggapan perawan tua bila anak sudah berumur 20 tahun namun belum menikah, serta ada kekhawatiran orang tua akan anaknya berbuat zina atau seks pranikah. Dijelaskan bahwa pada masyarakat Jawa menganggap pendidikan tidak penting, kurangnya pengawasan dari orangtua sehingga seringnya remaja menonton film/vcd porno, serta adanya kepercayaan orang tua bahwa dengan menikahkan anaknya maka dapat menjamin stabilitas ekonomi untuk anak perempuan dan keluarganya. Menurut penelitian (Khoirul,2008), terjadinya pernikahan dibawah umur selain menimbulkan berbagai dampak sebagaimana tersebut diatas, juga menimbulkan ketidakpatuham terhadap hukum Negara. Khoirul menyatakan bahwa pernikahan dibawah umur menjadi pemicu terjadinya pernikahan siri. Hal ini terjadi karena terdapat dualisme hukum di tengah masyarat, yaitu antar hukum Islam dengan hukum positif yang penuh pertimbangan prosedural dan administratif.

Pernikahan di bawah umur dengan pernikahan siri menurut Rahmita (2010) mempunyai keterkaitan yang cukup erat. Pasalnya, gagalnya upaya permohonan dispensasi nikah membuat warga memilih jalur agama (siri) demi mendapatkan keabsahan pernikahan. Mereka belum menyadari bahwa dispensasi nikah yang diberi hakim adalah untuk melindungi perempuan dan anak-anak, yaitu apabila suatu saat terjadi konflik dalam rumah tangga, keluarga tersebut mempunyai kekuatan hukum, sehingga hak-haknya tetap terpenuhi. Herawati (2009) menyatakan bahwa banyak remaja yang kurang mempertimbangkan aspek-aspek yang berpengaruh jika ia menikah muda, terutama pada remaja putri. Hal tersebut khususnya berkaitan dengan psikologis dan kesehatan remaja putri yang berhubungan denagn perubahan dirinya maupun dalam hubungan dengan lingkungan sekitarnya sesuai dengan peran barunya dalam sebuah pernikahan. Dari segi psikologis, remaja tidak bisa dikatakan sebagai manusia dewasa karena remaja masih memiliki sifat keremajaan seperti emosi yang tidak stabil, belum bisa menyesuaikan konflik-konflik yang dihadapi,serta belum sepenuhnya memikirkan masa depan yang baik.sehingga hal ini akan sangat berbahaya jika seorang remaja melakukan perkawinan usia muda. Dari segi kesehatan, khususnya permasahan kesehatan reproduksi akan meningkatkan frekuensi ooxsemia, partus lama dan partus buatan, anemia, keguguran dan frekuensi penyakit jantung. Kehamilan yang didapatkan dari pernikahan dini akan meningkatkan risiko komplikasi medis para ibu yang berhubungan dengan kesakitan dan kematian ibu, dimana anakperempuan berusia 10-14 tahun berisiko 5 kali lipat meninggal saathamil

maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun, sementara resiko ini meninggkat 2 kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun. Lanjutnya, dampak menikahkan anaknya yang belum cukup umur, dari segi kebutuhan ekonomi akan mengakibatkan stres, akibat belum siapnya secara ekonomi.di satu sisi dorongan konsumsi dan kebutuhan baru akibat perubahan zaman yang cepat. Keluarga Baru dari kelompok umur 10-14 tahun yang sama tidak bekerja 4,8%, masih sekolah, 3,7% dan kalangan petani/nelayan/buruh 6,3%, ketiga dari perkawinan dini yaitu kultur/budaya/agama dimana perkawinan muda dari pedesaan lebih tinggi 6,2% dibanding perkotaan 3,4%, sex bebas pada remaja juga sebagai faktor pendorong terjadinya pernikahan dini. Pernikahan dini juga membawa dampak negatif kepada sang bayi yang dilahirkan oleh remaja yang menikah di usia muda. Permasalahan kesehatan bagi bayi yaitu akan meningkatkan frekuensi bayi lahir prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), kelainan pada bayi dan penyakit infeksi pada bayi. Pernikahan dini juga berhubungan kejadian kematian balita. Oleh karena itu, pernikahan dini memang sangat membahayakan bagi kesehatan sang ibu dan sang bayi (Azwar, 1986). Noorkasiani dkk (2009) menyatakan pernikahan dini yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia akan memberikan dampak negatif pada pasangan suami istri, keluarga, dan masyarat yang berada di sekitarnya. Dampak negatif dari pernikahan dini ini dapat terjadi karena secara psikologis seorang remaja perempuan yang menjalani sebuah peran baru dalam rumah tangga yaitu menjadi seorang istri, kurang siapnya menjadi seorang istri yang masih memiliki usia muda dalam menjalin rumah

tangga ini akan mengakibatkan keharmonisan dalam rumah tangga terganggu di tambah lagi sang istri belum mampu mengurus suami, dirinya dan juga anaknya secara baik dan benar. Pernikahandini akan menyebabkan pasangan suami istri akan mengalami frustasi yang mengakibatkan timbulnya tekanan batin, stress dan depresi di dalam keluarga sehingga akan mengancam kebahagiaan,kesejahteraan dan kelangsungan hidup keluarganya yang akan memberikan dampak kepada kurang baiknya pola asuh dan perawatan anak yang selanjutnya berpengaruh pada pertumbuhan, perkembangan dan masa depan anaknya. Selain itu, pernikahan dini membawa pengaruh yang tidak baik bagi anak-anak mereka, biasanya anak dari pernikahan dini akan mendapatkan pola asuh yang kurang baik dari ibunya (Fauzia, 2007). Salah satu desa yang masih banyak terdapat pernikahan dini adalah Desa Bangun Rejo Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kepala Desa Bangun Rejo ditemukan sebanyak 29 orang pasangan yang melakukan pernikahan dengan usia <16 tahun pada tahun 2010, dan sebanyak 18 orang pasangan yang melakukan perkawinan dengan usia <15 tahun pada tahun 2011. Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pernikahan dini di Desa Bangun Rejo Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tahun 2014. Praktek pernikahan dini banyak dipengaruhi oleh budaya lokal terutama di pedesaan. Di pedesaan dan perkotaan banyak terdapat orang tua mempercepat pernikahan dengan beberapa alasan diantaranya anaknya yang hamil di luar nikah

(untuk menghilangkan rasa malu) atau yang menikahi anaknya adalah orang kaya. Tanpa mengenyampingkan perasaan dan kegalauan orangtua, hal ini sebuah solusi yang kemungkinan di kemudian hari akan menyesatkan anak-anak tersebut dan kehidupan anak-anak akan dipenuhi konflik. 1.2 Permasalahan Dilihat dari data dan uraian diatas, ternyata pernikahan dini banyak terjadi dimana-mana. Selain beberapa daerah tersebut diatas, pernikahan dini juga banyak terjadi di Desa Bangun Rejo Kecamatan Tanjung Morawa maka permasalahan penelitian ini adalah bahwa di Desa Bangun Rejo Kecamatan Tanjung Morawa masih banyak terjadi pernikahan dini. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana sosial budaya dalam melakukan pernikahan dini di Desa Bangun Rejo Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2014. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Berguna untuk menyusun strategi/program untuk mencegah terjadinya pernikahan dini di desa-desa pinggiran kota (sub-urban) 2. Memberikan konstribusi teoritik mengenai pernikahan muda baik dari segi kesehatan, sosio, psikologis atas kawin muda. 3. Memberikan masukan bagi stakeholders kesehatan di Desa Bangun Rejo Kecamatan Tanjung Morawa dalam memberikan konseling kepada

masyarakat berkaitan dengan kesehatan reproduksi, khusus pernikahan dini yang menyebabkan komplikasi kehamilan. 4. Bagian kalangan akademik diharapkan mampu memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi pada pernikahan dini yang dapat mempengaruhi terhadap terjadinya resiko kematian terkait kehamilan dan proses persalinan yang tidak aman.