Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam...Sarah S.

dokumen-dokumen yang mirip
Karakteristik Telur Tetas Puyuh Petelur Silangan... M Billi Sugiyanto.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. puyuh turunan hasil persilangan warna bulu coklat dengan hitam. Jumlah telur

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD

Karakteristik Eksterior Telur Tetas Itik... Sajidan Abdur R

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Jantan...Rina Ratna Dewi.

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR HASIL PERSILANGAN ANTARA PUYUH ASAL BENGKULU, PADANG DAN YOGYAKARTA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. japanese quail (Coturnix-coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun,

Performan Puyuh Local Asal Payakumbuh, Bengkulu dan Hasil Persilangannya

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DI PELIHARA PADA FLOCK SIZE YANG BERBEDA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara semiorganik sampai umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

PENDAHULUAN. komoditas utamanya adalah telur. Jenis puyuh peteur ini mayoritas diternakan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur Itik Rambon dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkembang hingga ke penjuru dunia, dikenal dengan nama Bob White Quail dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN PUYUH PEJANTAN BERDASARKAN BOBOT BADAN KETURUNANNYA PADA PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

Gambar 1. Itik Alabio

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870.

Penyiapan Mesin Tetas

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

Substitusi Ransum Jadi dengan Roti Afkir Terhadap Performa Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Umur Starter Sampai Awal Bertelur

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan

PERFORMA TELUR TETAS BURUNG PUYUH JEPANG (Coturnix coturnix japonica) BERDASARKAN PERBEDAAN BENTUK TELUR

Pengukuran Sifat Kuantitatif...Fachri Bachrul Ichsan.

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi burung puyuh Coturnix coturnix japonica atau Japanese quail di Indonesia terus mengalami peningkatan, pada

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam istilah asing, burung puyuh disebut quail yang merupakan bangsa

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan

Kurva Produksi Telur Puyuh Padjadjaran Galur Hitam dan Coklat...Hilmi Alarsi

HASIL DAN PEMBAHASAN

IMBANGAN JANTAN- BETINA TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS DAN KEMATIAN EMBRIO PADA BURUNG PUYUH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) ada juga yang menyebut siput

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten

PERFORMA TELUR TETAS BURUNG PUYUH JEPANG PERBEDAAN BOBOT TELUR

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut tetas

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

MATERI DAN METODE. Materi

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

MATERI DAN METODE. Materi

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

Transkripsi:

KARAKTERISTIK HASIL TETAS PUYUH PETELUR (Coturnix coturnix japonica) SILANGAN WARNA BULU COKLAT DAN HITAM DI PUSAT PEMBIBITAN PUYUH UNIVERSITAS PADJADJARAN CHARACTERISTICS OF HATCHING PERFORMANCE FROM CROSSBREED AMONG BROWN AND BLACK COLORS LAYING QUAIL (Coturnix coturnix japonica) AT QUAILS BREEDING CENTER PADJADJARAN UNIVERSITY Sarah Shabirah*, Endang Sujana**, Tuti Widjastuti** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21 Sumedang 45363 *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran email: sarahshabirah04@gmail.com Abstrak Penelitian mengenai Karakteristik Hasil Tetas Telur Puyuh Petelur (Coturnix Coturnix Japonica) Silangan Warna Bulu Coklat dan Hitam telah dilakukan pada tanggal 16 Februari sampai 14 Maret 2016 di Pusat Pembibitan Puyuh Universitas Padjadjaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik hasil tetas berupa daya tetas, kematian embrio, dan bobot tetas yang dihasilkan oleh puyuh petelur (Coturnix coturnix japonica) silangan warna bulu coklat dan hitam. Objek penelitian ini adalah 500 butir telur puyuh petelur silangan warna bulu coklat dan hitam dengan bobot 10-13,5 gram yang berasal dari induk berumur 2,5 bulan. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dan data dianalisis secara deskriptif. Parameter yang diamati dalam penelitian meliputi daya tetas, kematian embrio, dan bobot tetas. Berdasarkan hasil penelitian, telur puyuh petelur silangan memiliki rataan daya tetas sebesar 84,69 persen, kematian embrio sebesar 19,62 persen dan bobot tetas sebesar 8,12 ± 0.85 gram. Kesimpulan dari penelitian yaitu telur puyuh petelur (Coturnix coturnix japonica) silangan warna bulu hitam dan coklat memiliki karakteristik hasil tetas yang baik dan berpotensi untuk dikembangkan. Kata kunci: Coturnix coturnix japonica, puyuh silangan, karakteristik hasil tetas. Abstract The research about Characteristics Of Hatching Performance From Crossbreed Among Brown And Black Color Laying Quail (Coturnix coturnix japonica) was conducted to observe the quality of hatching performance based on embryo mortality, hatchability, and DOQ weight. This research has been done on 16 February until 14 March 2016 at Quails Breeding Center Padjadjaran University. The objects on this research were 500 hatching eggs weight about 10 13,5 g from laying quails 2,5 months old. Quantitative descriptive and purposive sampling is used in this research. The parameters observed in this research were embryo mortality, hatchability, and DOQ weight. The result showed that the avaverage of hatchability was 84,96%, embryo mortality was 19,62%, and the average of DOQ weight was 8,12 ± 0,85 g. Based on the results it can be concluded that the hatching performance of crossbreed among brown and black color laying quail (Coturnix coturnix japonica) were good and potential to be expanded. 1

Keywords: Coturnix coturnix japonica, laying quail, hatching performance. PENDAHULUAN Indonesia mengenal berbagai jenis ternak puyuh diantaranya adalah Coturnix coturnix japonica. Puyuh ini banyak diternakkan untuk diambil telurnya karena produktivitas telurnya yang tinggi sehingga biasa dijadikan sebagai puyuh petelur. Puyuh memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai ternak komersil sehingga banyak usaha peternakan yang memilih jenis puyuh petelur ini untuk dibudidayakan. Puyuh petelur Coturnix coturnix japonica yang tersebar dan berkembang di seluruh Indonesia adalah puyuh puyuh hasil perkawinan antar keturunannya. Upaya tersebut tidak diiringi dengan suatu program yang tepat dan terarah sehingga diperkirakan akan terjadinya inbreeding. Inbreeding pada akhirnya akan menghasilkan bibit dengan kualitas rendah karena inbreeding dapat memperlambat perkembangan testis, menunda pubertas pada kedua jenis kelamin, menurunkan jumlah ova yang dihasilkan oleh ternak betina, menurunkan daya tetas, dan meningkatkan laju kematian awal dari embrio (Warwick dkk., 1990). Suatu penelitian melaporkan bahwa akibat inbreeding mengakibatkan kejadian cacat kaki pengkor pada peternakan puyuh rakyat kota Bengkulu mencapai 20% dengan rataan fertilitas rendah, masing masing 61% dan 67% (Pramono, 2004). Upaya yang dapat dilakukan dalam perbaikan mutu genetik adalah dengan cara persilangan dengan tujuan untuk mendapatkan bibit puyuh yang berkualitas. Persilangan adalah satu alternatif untuk membentuk keturunan yang diharapkan akan memunculkan efek komplementer (pengaruh saling melengkapi) (Warwick dkk., 1990). Persilangan dilakukan untuk menghindari inbreeding. Oleh karena itu dilakukan persilangan puyuh petelur warna bulu hitam dan warna bulu coklat, diharapkan dapat memperbaiki mutu bibit dan sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas puyuh sehingga menghasilkan daya tetas dan bobot tetas yang maksimal serta angka kematian embrio yang minimal. Puyuh tidak dapat mengerami telurnya sendiri sehingga perlu diadakan penetasan menggunakan mesin tetas. Penetasan menggunakan mesin tetas merupakan salah satu teknologi bantuan manusia yang 2

dapat dilakukan untuk mempercepat perkembangan populasi puyuh dengan tetap memperhatikan karakteristik hasil tetas seperti daya tetas, kematian embrio, dan bobot tetas. BAHAN DAN METODE 1. Objek Penelitian ini menggunakan telur tetas hasil persilangan puyuh petelur (Coturnix coturnix japonica) bulu coklat dan bulu hitam yang dihasilkan oleh Pusat Pembibitan Puyuh Universitas Padjadjaran. Telur yang digunakan sebanyak 500 butir dengan bobot telur 10-13,5 gram. Telur tetas berasal dari puyuh petelur betina warna bulu hitam yang telah berumur 2,5 bulan. 2. Alat yang Digunakan Peralatan yang digunakan dalam penelitian: (1) Egg tray digunakan untuk menyimpan telur puyuh yang akan ditetaskan dan tempat penyimpanan telur didalam mesin tetas. (2) Mesin tetas yang digunakan adalah mesin tetas still air machine semi otomatis. (3) Thermohygrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban dalam mesin tetas yang ditetaskan. (4) Timbangan digital untuk mengukur DOQ yang telah menetas dengan ketelitian 10-1 gram. (5) Generator digunakan pada saat listrik padam sebagai cadangan energi listrik agar mesin tetas dapat tetap menyala sehingga tidak mengganggu proses penetasan. (6) Laptop dan kalkulator digunakan untuk menyimpan dan mengolah data. (7) Alat tulis kantor berupa pulpen, pensil, dan buku catatan yang digunakan untuk mencatat data yang telah diperoleh sejak pra penetasan hingga pasca penetasan. 3. Metode Penelitian Pengambilan sampel telur dilakukan secara purposive sampling berdasarkan bobot telur tetas, kondisi keretakan kerabang, warna kerabang, dan kebersihan kerabang telur dari hasil penetasan telur puyuh silangan warna bulu coklat dan warna bulu hitam. Periode penetasan dilakukan sebanyak 2 kali periode. Data diambil secara menyeluruh dari sampel yang telah ditetapkan kemudian dianalisis secara deskriptif. 3

Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam...Sarah S. 4. Peubah yang Diamati (1) Daya tetas (%) merupakan persentase dari banyaknya jumlah telur yang menetas yang berasal dari telur fertil. Dihitung dengan cara menghitung perbandingan jumlah telur yang menetas dengan telur yang fertil setelah masa pengeraman kemudian dikalikan 100%. (2) Kematian embrio (%) merupakan jumlah telur fertil yang mati atau tidak menetas setelah masa pengeraman atau masa inkubasi dalam mesin tetas. (3) Bobot tetas (gram) diperoleh dengan penimbangan DOQ menggunakan alat timbang digital dengan ketelitian 10-1 gram. 5. Analisis Data Analisis statistik yang digunakan adalah sebagai berikut: (1) Rata rata: Data kuantitatif dihitung dengan jalan membagi jumlah nilai data oleh banyaknya data. Keterangan = Rata - rata = Jumlah seluruh data = Banyak data (2) Nilai Minimal: Mengetahui nilai terendah dari peubah yang diamati. (3) Nilai Maksimal: Mengetahui nilai tertinggi dari peubah yang diamati. (4) Simpangan Baku adalah akar ragam. Ragam merupakan jumlah kuadrat semua deviasi nilai-nilai individu terhadap rata - rata populasi dengan rumus sebagai berikut : ( ) 4

Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam...Sarah S. Keterangan s = Simpangan Baku = Nilai data ke-i = Rata - rata = Banyak data (5) Koefisien Variasi merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui besarnya variasi nilai dari hasil pengukuran variabel yang diamati dengan menggunakan rumus: Keterangan KV s = Koefisien Variasi = Simpangan Baku = Rata-rata HASIL DAN PEMBAHASAN Persilangan pejantan bulu coklat dan indukan bulu hitam dilakukan selama 1 minggu dengan sex ratio 1 : 3, populasi indukan sebanyak 120 ekor dan pejantan 40 ekor. Objek penelitian ini adalah telur puyuh petelur silangan warna bulu coklat dan hitam dengan bobot 10-13,5 gram yang berasal dari induk berumur 2,5 bulan. Ransum diberikan sebanyak dua kali sehari yaitu pada siang dan sore hari sedangkan pemberian air minum dilakukan secara ad libitum. Ransum yang diberikan merupakan ransum komersil untuk fase layer. Tabel 3. Analisis Kandungan Nutrien Ransum Penelitian dan Kebutuhan Nutrisi Puyuh Fase Layer. Zat Makanan Ransum Penelitian Kebutuhan Nutrisi** Kadar air (%) 7,95*** 10,00-14,00 Protein kasar (%) 22,49*** 17,00-20,00 Lemak kasar (%) 4,00* 7,00 Serat kasar (%) 7,00* 7,00 Kalsium (%) 0,87*** 4,00 Phosphor (%) 0,69*** 0,60 Energi Metabolis (Kkal/kg) 2450*** 2700-2900 Keterangan: *Sumber: PT. New Hope Indonesia. 2016. **Sumber: SNI, 2008. ***Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, 2016. 5

Pada Tabel 3 disajikan analisis kandungan nutrient ransum komersil yang digunakan dan standar kebutuhan nutrisi puyuh fase layer. Berdasarkan kandungan nutrien ransum komersial yang diberikan, ransum tersebut telah memenuhi kebutuhan gizi puyuh fase layer. Daya Tetas Tabel 1. Daya Tetas Telur Puyuh Petelur (Coturnix coturnix japonica) Silangan Bulu Coklat dan Hitam Periode Jumlah Telur Fertil Jumlah Telur Menetas Daya Tetas.butir.... % 1 237 193 81,43 2 181 161 88,95 Jumlah 418 354 Rataan 84,69 Berdasarkan hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa daya tetas telur puyuh petelur yang digunakan baik karena daya tetas puyuh yang baik berkisar 68 75 % (Suleyman dkk., 2009). Daya tetas puyuh petelur silangan ini lebih baik dibandingkan dengan tetuanya yaitu, puyuh petelur warna bulu coklat dihasilkan sebesar 77,08% sedangkan daya tetas puyuh petelur warna bulu hitam sebesar 79,59% (Sujana dkk., 2015). Daya tetas telur dapat ditingkatkan melalui persilangan berbeda bangsa, karena persilangan dapat mengurangi gen-gen homozigot dan meningkatkan heterozigositas. Tinggi rendahnya daya tetas dapat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban selama proses penetasan karena berpengaruh pada perkembangan embrio. Rata rata suhu dan kelembaban mesin tetas selama penelitian adalah 38,4 C dengan kelembaban 63,7 %, suhu dan kelembaban pada periode 1 yaitu 38,5 C dan 63,6 % sedangkan pada periode 2 sebesar 38,2 C dan 63,8 %. Suhu dan kelembaban selama penelitian memenuhi suhu dan kelembaban yang dibutuhkan mesin tetas still air machine yaitu 101,75 F - 103 F (Rasyaf, 1984) dengan kelembaban puyuh minggu pertama 55%-70% selanjutnya 65% (Paimin, 2011). 6

Kematian Embrio Tabel 2. Kematian Embrio Telur Puyuh Petelur (Coturnix coturnix japonica) Silangan Bulu Coklat dan Hitam Periode Telur Fertil Kematian Embrio Tingkat Kematian Embrio...butir... % 1 237 46 19,41 2 181 36 19,89 Jumlah 418 82 Rataan 19,62 Kematian embrio dapat terjadi diakibatkan oleh umur telur, semakin lama telur disimpan maka mengakibatkan penguapan air di dalam telur dan membesarnya kantung udara. Telur tetas yang digunakan sebagai objek penelitian telah mengalami penyimpanan selama 4 hari. Lama penyimpanan ideal seperti yang telah dibahas sebelumya yaitu kurang dari 4 hari (Mulyantini, 2014), atau kurang dari 7 hari (Rasyaf, 1991), karena penyimpanan lebih dari 7 hari dapat mempengaruhi kualitas telur itu sendiri. Penyimpanan telur dalam penelitian menggunakan egg tray karton dan dimasukkan ke dalam lemari penyimpanan telur untuk meminimalisir kemungkinan telur terpapar udara yang dingin. Kematian embrio cukup banyak terjadi tiga hari sebelum telur puyuh menetas dilihat dari tingginya jumlah kematian embrio. Ini dapat disebabkan oleh kurangnya asupan kalsium dan fosfor pada pakan unggas yang berpengaruh pada pembentukan embrio (Hartono, 2004). Selain itu kematian embrio terjadi karena kegagalan pipping oleh bakal anak karena kurangnya kelembaban di dalam mesin tetas sehingga embrio gagal menetas ataupun kegagalan absorbi kuning telur oleh embrio sebagai sumber makanannya. Suhu pada proses penetasan telah mecapai angka yang ideal. Padamnya sumber pemanas yaitu lampu dapat berpengaruh terhadap embrio dan dapat mengakibatkan embrio tidak tumbuh normal hingga 7

akhirnya mati. Mesin tetas yang digunakan adalah mesin tetas semi otomatis dengan pemutaran telur yang dilakukan manual. Kebersihan telur cukup penting terhadap presentase kematian embrio namun tidak ada kulit telur yang steril sehingga kemungkinan terkontaminasi bakteri tetap dapat terjadi (Mulyantini, 2014) dan mengakibatkan terjadinya kematian embrio. Persentase kematian embrio yang didapat dalam penelitian ini termasuk angka yang rendah karena memiliki rataan daya tetas yang cukup tinggi yaitu 84,69% dibandingkan standar daya tetas yang ditetapkan oleh Direktorat Perbibitan Ternak (2011), yaitu 70%. Bobot Tetas Tabel 3. Bobot Tetas Telur Puyuh Petelur (Coturnix coturnix japonica) Silangan Bulu Coklat dan Hitam Periode 1 Periode 2 Jumlah Total (gram) 1565,4 1310,1 Rataan (gram) 8,11 8,14 Max (gram) 10,2 9,9 Min (gram) 5,3 5,8 Simpangan Baku 0,91 0,78 Koefisien Variasi (%) 11,31 % 9,62 % Bobot tetas yang dihasilkan berdasarkan pengamatan selama penelitian mendapatkan hasil berupa rataan bobot tetas tertinggi mencapai 8,14±0,78 g pada periode 2 dan pada periode 1 rataan bobot tetas sebesar 8,11±0,91 g. Berdasarkan koefisien variasi, bobot tetas kedua periode hasil penimbangan dapat dikatakan seragam. Menurut Nasution (1992), bila nilai koefisien variasi dibawah 15%, maka masih dianggap seragam. Bobot tetas yang dihasilkan oleh puyuh petelur silangan memiliki bobot tetas yang lebih tinggi dari tetuanya yaitu bobot tetas puyuh warna bulu coklat sebesar 7,75±0,99 g dan puyuh warna bulu hitam sebesar 7,63±0,83 g (Sujana dkk., 2015). Hal ini dikarenakan adanya dampak dari persilangan yang akhirnya memberikan dampak yang positif terhadap bobot tetas yang dihasilkan. Persilangan itu sendiri adalah satu alternatif untuk membentuk keturunan yang diharapkan akan memunculkan efek komplementer (pengaruh saling melengkapi) (Warwick dkk., 1990). 8

Selain itu perbedaan proses penetasan juga dapat menyebabkan terjadinya perbedaan antara hasil bobot tetas penulis dengan data penelitian yang disebutkan di atas. Standar mutu atau persyaratan bobot tetas yaitu 8 gram (Direktorat Perbibitan Ternak, 2011) dan rataan bobot tetas hasil penelitian termasuk bobot diatas standar yaitu 8,14 g dan 8,11 g. Bobot tetas dipengaruhi oleh bobot telur tetas, semakin tinggi bobot telur tetas maka bobot tetas juga akan semakin tinggi, diperkuat oleh suatu penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara bobot telur dengan bobot tetas yang dihasilkan (Hermawan, 2000). Bobot telur tetas yang baik untuk puyuh minimal 10 gram (Direktorat Perbibitan Ternak, 2011). Bobot telur tetas yang digunakan dalam penelitian ini termasuk kedalam bobot telur tetas yang baik yaitu rataan 11,5 ± 1,17 gram pada periode 1 dan 11,3 ± 1,11 gram pada periode 2. KESIMPULAN Hasil tetas telur puyuh petelur (Coturnix coturnix japonica) silangan warna bulu coklat dan hitam di Pusat Pembibitan Puyuh Universitas Padjadjaran memiliki hasil tetas yang cukup baik. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian yang didapat yaitu rataan daya tetas sebesar 84,69 %, kematian embrio sebesar 19,62 %, dan bobot tetas sebesar 8,12 gram. SARAN Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan hendaknya memperhatikan umur telur tetas yang digunakan dan kondisi lingkungan internal mesin tetas agar didapat hasil tetas yang optimal. UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih penulis sampaikan untuk penelitian Hibah Pengembangan Kapasitas Riset Dosen yang telah mendanai penelitian ini, Dekan Fakultas Peternakan dan Kepala Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah memfasilitasi penelitian ini. 9

DAFTAR PUSTAKA Direktorat Perbibitan Ternak. 2011. Pedoman Pembibitan Burung Puyuh yang Baik (Good Breeding Practice). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Departemen Pertanian, Jakarta. Hartono, T. 2004. Permasalahan Burung Puyuh dan Solusinya. Penebar Swadaya, Jakarta. Hermawan A. 2000. Pengaruh bobot dan indeks telur terhadap jenis kelamin anak ayam kampung pada saat menetas. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mulyantini, N. G. A. 2014. Ilmu Manajemen ternak Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Nasution, A. H. 1992. Panduan Berfikir dan Meneliti Secara Ilmiah Bagi Remaja. Gramedia, Jakarta. Paimin, F. B. 2011. Mesin Tetas. Penebar Swadaya, Jakarta. Pramono, R. 2004. Performan Reproduksi dan Munculnya Kaki Pengkor Pada Puyuh di Beberapa Peternakan Puyuh Kota Bengkulu. Universitas Bengkulu, Bengkulu. PT. New Hope Indonesia. 2016. Analisa Pakan Puyuh Petelur Umur 7 Minggu Sampai Afkir. Tangerang. Rasyaf, M. 1991. Memelihara Burung Puyuh. Kanisius, Cetakan ke-3. Yogyakarta. Standar Nasional Indonesia. 2008. Kumpulan SNI Bidang Pakan. Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta. Sujana, E., Anang, A., dan Widjastuti, T. 2015. Karakteristik Hasil Tetas Puyuh Petelur Unggul Populasi Dasar Warna Bulu Cokelat dan Hitam di Pusat Pembibitan Puyuh Universitas Padjadjaran. Prosiding. Seminar Nasional Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Suleyman, D., S. Inal, T. Caglayan, M. Garip, dan M. Tilki. 2009. The Effect of Parent Age, Egg Weight, Storage Length, and Temperature on Fertility and Hatchebility of Japanese Quail (Coturnix coturnix japonica) Eggs. http://medwelljournals.com. Warwick, E. J., Astuti J., M. dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. 10