1. PENDAHULUAN. Tri Sudaryono

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III S1 S2 S3 V1 V2 V3 V2 V1 V cm V3 V3 V1 S2 S3 S1 V cm. 50 cm V1. 18,5 m S3 S1 S2.

PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi. 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009)

: tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, 3 dan Sumatera Utara Ketahanan terhadap penyakit

Lampiran 1. Deksripsi Varietas Padi CISADANE

Lampiran 1 Deskripsi varietas Inpari 6 Jete

J3V3 J1V3 J3V2 J1V2 J3V4 J1V5 J2V3 J2V5

Sumber : Deskripsi Varietas Padi, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2)

Reagen (PA) Konsentrasi mg/l CaCl 2.2H 2 O K 2 SO mm. 195 mg/l MgSO 4.7H 2 O. 12 mg/l Ket: 1 mm = 300 mg/l.

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) PENDAMPINGAN PTT PADI DI PROVINSI BENGKULU

LAMPIRAN U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo. Asal Persilangan :S487B-75/IR //IR I///IR 64////IR64

BAB I PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

: Kasar pada sebelah bawah daun

PENDAHULUAN Latar Belakang

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 130/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

Efisiensi Penggunaan Pupuk dan Lahan dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas Padi Sawah

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 533/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA ZY-64 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA ADIRASA-64

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2

Varietas Padi Unggulan. Badan Litbang Pertanian. Gambar 1. Varietas Inpari 19 di areal persawahan KP. Sukamandi, Jawa Barat.

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit

POTENSI PENGEMBANGAN PADI SAWAH VARIETAS UNGGUL BARU DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

Pedoman Umum. PTT Padi Sawah

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

ADOPSI PETANI PADI SAWAH TERHADAP VARIETAS UNGGUL PADI DI KECAMATAN ARGAMAKMUR, KABUPATEN BENGKULU UTARA, PROVINSI BENGKULU

II. TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 71/Kpts/SR.120/2/2007 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA H 34 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIPA 5 CEVA

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG

Varietas Unggul Mendukung Usahatani Padi di Lahan Lebak. Morphological Characterization and Content of Sugar Some Sweet Potato Germplasm Local Lampung

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benih Pengertian 2.2. Klasifikasi Umum Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Polietilen Glikol atau dengan nama IUPEC Alpha-Hydro-Omega- (inert) dengan berat molekul antara Da (Jecfa,1987).

INPARI 38, 39, DAN 41: VARIETAS BARU UNTUK LAHAN SAWAH TADAH HUJAN

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

INOVASI TEKNOLOGI Menduku. Swasembada PADI, Jagung Dan Kedelai Di Provinsi Bengkulu

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 72/Kpts/SR.120/2/2007 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA H 36 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIPA 6 JETE

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 132/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

UPAYA PERCEPATAN ADOPSI VARIETAS UNGGUL BARU PADI INPARI

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 517/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

PADI VARIETAS UNGGUL SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO. Materi Pendampingan SL-PTT. 50 Padi Varietas Unggul & Sistem Tanam Jajar Legowo

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 133/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

Lampiran I. Lay Out Peneltian

Penampilan dan Produktivitas Padi Hibrida Sl-8-SHS di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pokok sebagian besar penduduk di Indonesia. karbohidrat lainnya, antara lain: (1) memiliki sifat produktivitas tinggi, (2) dapat

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI

Analisa Ekonomi Usaha Penangkar Benih Padi Ciherang (di Kelurahan Tamanan Kec. Tulungagung Kab. Tulungagung) Oleh : Yuniar Hajar Prasekti

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 131/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

Kata kunci : pertumbuhan dan hasil, galur harapan dan produksi beras

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Jakarta

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 163/Kpts/LB.240/3/2004 TENTANG

PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS INPARI 17

HASIL DAN PEMBAHASAN

REKOMENDASI VARIETAS JAGUNG TOLERAN TERHADAP HAMA PENYAKIT DI PROVINSI BENGKULU. Wahyu Wibawa

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA

KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU PADI PENANGKARAN SEBAGAI BENIH SUMBER DI LAMPUNG

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REKOMENDASI VARIETAS KEDELAI DI PROVINSI BENGKULU SERTA DUKUNGAN BPTP TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI TAHUN 2013.

Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas padi INPARI I3 Nomor Persilangan : OM1490 Asal Persilangan : OM606/IR

KERAGAAN TANAMAN PADI BERDASARKAN POSISI TANAMAN TERHADAP KOMPONEN HASIL PADA SISTEM TANAM LEGOWO 4:1 ABSTRAK

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

I. PENDAHULUAN. karena pangan menempati urutan terbesar pengeluaran rumah tangga. Tanaman

TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI PTT PADI DAN PENDAMPINGAN SL-PTT DI KALIMANTAN TENGAH

Transkripsi:

1. PENDAHULUAN Tri Sudaryono Latar Belakang Masalah utama perberasan nasional adalah memulihkan pertumbuhan dan stabilitas produksi padi, sehingga terjadi percepatan produksi (Simatupang, 2001). Kendala antar sektoral dalam peningkatan produksi tanaman pangan, khususnya padi sawah, semakin kompleks. Hal ini merupakan akibat dari berbagai perubahan dan perkembangan lingkungan strategis di luar sektor pertanian yang sangat berpengaruh dalam peningkatan produksi pangan. Konversi lahan produktif tidak dapat dihindarkan dan bahkan secara nasional diperkirakan lajunya mencapai 100.000 ha/tahun. Padi merupakan tulang punggung pembangunan subsektor tanaman pangan, dan berperan penting terhadap pencapaian ketahanan pangan. Padi memberikan kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional (Damardjati, 2006; Dirjen Tanaman Pangan, 2008; Sembiring dan Abdulrahman, 2008). Bagi Indonesia dengan jumlah penduduk yang saat ini telah mencapai lebih dari 220 juta orang dengan tingkat konsumsi beras 135 kg per kapita per tahun, swasembada beras memegang peranan penting bagi ketahanan pangan dan stabilitas nasional (Departemen Pertanian, 2008). Dalam upaya memenuhi kebutuhan beras dari produksi padi dalam negeri, pada tahun 2007 pemerintah mencanangkan program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Peningkatan produksi beras melalui program P2BN diupayakan melalui peningkatan produktivitas padi dengan mengandalkan penerapan inovasi teknologi. Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) telah teruji kemampuannya meningkatkan produktivitas dan efisiensi input produksi. Berdasarkan agroekosistem dan kesesuaian lahannya, tanaman padi mempunyai potensi dan peluang yang besar untuk dikembangkan di Provinsi Bengkulu. Provinsi Bengkulu memiliki lahan sawah seluas 99.905 ha dengan produksi dan produktivitas yang masih rendah, yang berturut-turut adalah 406.117 ton dan 4,06 t/ha (BPS Provinsi Bengkulu, 2007). Peluang untuk meningkatkan produksi padi di Provinsi Bengkulu masih terbuka melalui intensifikasi dan efisiensi penggunaan input melalui penerapan PTT padi sawah. SL-PTT Padi SL-PTT adalah program strategis Deptan untuk mencapai swasembada beras lestari dan bahkan menjadi ekportir beras pada tahun 2020. PTT adalah 1

pendekatan dalam pengelolaan tanaman, lahan, air, iklim, hara serta organisme pengganggu tanaman secara holistik dan berkelanjutan (Badan Litbang Pertanian, 2007; Departemen Pertanian, 2008). PTT bukanlah suatu paket teknologi, tetapi merupakan strategi atau bahkan filosofi bagi peningkatan produksi. Pendekatan yang ditempuh dalam penerapan komponen PTT bersifat: (1) integrasi, (2) interaksi, (3) dinamis, dan (4) partisipatif (Badan Litbang Pertanian, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan hasil padi yang diperoleh dengan penerapan PTT berbeda menurut tingkat dan skala usaha tani. Pada tingkat penelitian dan demontrasi dengan luasan terbatas (1-2,5 ha) melalui model PTT hasil padi dapat meningkat rata-rata 37%. Peningkatan tersebut kemudian berkurang menjadi sekitar 27% dan 16%, masing-masing di tingkat pengkajian dengan luasan sekitar 1-5 ha dan di tingkat implementasi dengan luasan 50-100 ha. Selain itu, dengan PTT hasil gabah dan kualitas beras juga meningkat, biaya usahatani padi berkurang, kesehatan dan kelestarian lingkungan terjaga. Ada dua komponen teknologi dalam pelaksanaan PTT yaitu komponen teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan. Komponen teknologi dasar adalah komponen teknologi yang relatif dapat berlaku umum di wilayah yang luas, sedangkan komponen teknologi pilihan adalah komponen teknologi yang spesifik lokasi. Secara umum, ada lima komponen teknologi dasar yaitu: 1) Varietas unggul baru 2) Benih bermutu dan berlabel 3) Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah (bagan warna daun, BWD: perangkat uji tanah sawah, PUTS; petak omisi, dan Permentan No. 40/OT.140/4/2007 tentang pemupukan spesifik lokasi, atau soft -ware Sistem Pakar Pemupukan Padi, SIPAPUKDI) 4) Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT 5) Pemberian Bahan organik Komponen teknologi pilihan terdiri atas: 1) Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam 2) Penanaman bibit muda (<21 hari) 3) Tanam bibit 1-3 batang per rumpun 4) Sistem tanam jajar legowo 5) Pengairan berselang 6) Penyiangan dengan landak, gasrok atau secara kimiawi dengan herbisida 7) Panen tepat waktu, gabah segera dirontok 2

Penerapan PTT padi sawah diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sebesar 0,5 1,0 t/ha untuk padi inhibrida dan 2,0 t/ha untuk padi hibrida. Dukungan BPTP Bengkulu dalam Pelaksanaan SL-PTT di Bengkulu Visi BPTP Bengkulu adalah menjadi lembaga pengkajian terdepan penghasil dan penyedia teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi yang menunjang pembangunan pertanian di Bengkulu. Dalam melakukan pengkajian teknologi pertanian di daerah, BPTP Bengkulu diharapkan merupakan lembaga yang paling eksis dalam menghasilkan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi, sehingga teknologi yang dihasilkan diterapkan oleh pengguna secara luas. Sesuai dengan visi tersebut, maka BPTP Bengkulu memiliki misi yaitu sebagai berikut: (1) menghasilkan dan menyediakan teknologi pertanian spesifik lokasi kepada pengguna, (2) meningkatkan kemitraan dengan instansi terkait dalam pemberdayaan petani, (3) memberikan bahan masukan kepada Pemerintah Daerah dalam penyusunan kebijakan pertanian, dan (4) mempercepat transfer teknologi pertanian kepada pengguna dan penyampaian umpan balik bagi penajaman program pengkajian teknologi pertanian. Penelitian dan pengembangan teknologi pertanian yang dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian melalui BPTP merupakan upaya memecahkan berbagai masalah di sektor pertanian. Melalui upaya tersebut, diharapkan dapat mempercepat terwujudnya pertanian yang tangguh dan modern sebagai respon terhadap perubahan lingkungan global dan tuntunan desentralisasi pembangunan pertanian (Badan Litbang Pertanian, 2004). SL-PTT padi sudah dilaksanakan di Bengkulu sejak tahun 2008 pada lahan seluas 25.000 ha dan kemudian meningkat menjadi 33.000 ha pada tahun 2009. Pada tahun 2010, Bengkulu akan melaksanakan SL-PTT padi (padi hibrida, inhibrida dan gogo) dengan luasannya mencapai 34.500 ha. Permasalahan umum dalam implementasi dan penerapan pendekatan PTT adalah sebagai berikut: 1. Penerapan paket teknologi budidaya yang dilaksanakan belum sesuai spesifik lokasi. 2. Varietas yang digunakan hanya berdasarkan keinginan dan kebiasaan petani atau bahkan berdasarkan ketersediaan benih pada produsen. 3. Petani sudah merasa puas atas produksi yang dihasilkan melalui SL-PTT padahal produksi tersebut masih bisa ditingkatkan karena masih ada komponen teknologi yang belum diterapkan 3

4. Kemampuan keuangan petani yang tidak sama, sehingga penerapan teknologinya bervariasi antara petani 5. Pengetahuan dan keterampilan para penyuluh dalam pemanduan SL-PTT masih lemah. Pemahaman terhadap PTT di dilingkup penyuluh masih kurang. 6. Jumlah kelompoktani relatif banyak sedangkan petugas pembina/pendamping relatif terbatas. 7. Pemahaman tentang maksud dan tujuan SL-PTT oleh aparat tingkat kabupaten/kecamatan masih perlu ditingkatkan (Dirjen Tanaman Pangan, 2009). Deminasi dan pendampingan teknologi merupakan salah aspek penting dalam mensukseskan program SL-PTT. Pendampingan yang holistik, bersinergi, terkoordinir, terfokus dan terukur sangat diharapkan oleh semua pihak dalam mengakselerasi tercapainya sasaran yang telah ditetapkan. Dukungan dan pendampingan BPTP Bengkulu terhadap program SL-PTT akan lebih difokuskan pada kegiatan SL- PTT padi, tanpa mengesampingkan SL-PTT jagung dan kacang tanah. BPTP Bengkulu telah mentargetkan untuk mendampingi 60 80% dari unit LL yang ada di Provinsi Bengkulu yang jumlahnya berkisar antara 792 1056 unit LL. Bentuk dukungan BPTP Bengkulu terhadap pelaksanaan SL PTT diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Membentuk Tim Teknis SL-PTT BPTP Bengkulu yang bertugas dalam penyusunan bahan informasi teknis pelaksanaan SL PTT, sebagai narasumber dalam pelatihan PL II dan PL, para penyuluh di BPP bahkan pada tingkat kelompok tani secara langsung. 2. Menyiapkan bahan informasi untuk mendukung kegiatan SL-PTT. Bahan informasi diantaranya adalah buku panduan teknologi SL-PTT, buku saku dan leaflet. Buku panduan akan dibagikan pada setiap unit LL yang didampingi oleh BPTP Bengkulu, sedang leaflet akan dibagikan pada seluruh unit pelaksana LL pada kegiatan SL- PTT padi di Provinsi Bengkulu. Buku saku yang berisi ringkasan lengkap teknologi SL-PTT akan dibagikan kepada penyuluh pendamping SL-PTT Padi. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja penyuluh pertanian di lapangan. 3. Menyiapkan benih VUB untuk Demontration Trial pada tiap unit LL. Benih padi yang direncanakan dan akan dintroduksikan untuk percepatan adopsi VUB adalah varietas Cigeulis, Cibogo, Mekongga, Inpari 1 dan Silugonggo. Dalam setiap LL yang didampingi akan dilakukan demonstration trial yang berupa pengenalan VUB. Dalam pelaksanaan demontration trial ini pihak BPTP hanya mengintroduksikan benih yang berasal dari BB Padi Sukamandi, sedangkan untuk upah dan sarana produksi lainnya, seperti pupuk, pestisida, dan bahan organik dibebankan pada biaya pelaksanaan 4

yang telah dialokasikan pada masing-masing LL. Dana LL dialokasikan secara langsung ke rekening kelompok. Dari dana LL, sebagian untuk pembelian sarana produksi dan sebagian lagi untuk pertemuan kelompok sebanyak 6 12 kali. 4. Membina petani atau kelompok tani untuk menjadi penangkar benih. Varietas unggul baru yang telah diujicobakan dan mendapatkan respon yang positif, sebaiknya dapat ditangkarkan. Kegiatan penangkaran dapat membuka peluang agribisnis perbenihan melalui kerja sama dengan perusahaan/produsen benih yang besar. 5. Mengadakan alat pendukung yang berupa BWD dan PUTS. BWD akan dibagikan pada setiap unit SL-PTT, sedangkan PUTS akan dibagikan pada setiap BPP yang wilayahnya sedang melaksanakan kegiatan SL-PTT, khususnya SL-PTT padi. 6. Menugaskan seorang peneliti/penyuluh untuk menjadi Liason Officer (LO) yang berperan sebagai tenaga penghubung pada setiap kabupaten/kota yang melaksanakan SL-PTT. LO bertugas untuk melakukan koordinasi dengan Tim Teknis SL PTT kabupaten. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jadwal dan perencanaan pelaksanaan SL PTT. Jadwal yang perlu diketahui adalah jadwal pelaksanaan Pelatihan Pemandu Lapang (PL II dan PL), jadwal tanam, dan jadwal pertemuan kelompok. Tugas LO selain sebagai pemandu teknologi juga bertugas sebagai data colector atau pengumpul data. Data yang dikumpulkan adalah data dasar pra SL PTT, dan data selama SL-PTT. Data yang dikumpulkan meliputi data teknologi (varietas, dosis pemupukan, pengairan, pengendalian OPT, sistem tanam, cara panen dan pasca panen) dan produktivitas sebelum dan setelah pelaksanaan SL PTT. Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi dan mengukur kinerja teknologi. 7. Melakukan pengkajian terhadap komoditas SL-PTT (Padi, jagung dan kacang tanah). BPTP Bengkulu berupaya memecahkan sebagian masalah yang muncul dari pelaksanaan SL PTT. Upaya pemecahan masalah tersebut diwujudkan dalam berbagai bentuk tindakan teknis, kebijaksanaan maupun kelembagaan untuk mendukung keberhasilan program SL PTT. Melalui upaya tersebut, diharapkan dapat mempercepat terwujudnya pertanian yang tangguh dan modern sebagai respon terhadap perubahan lingkungan global dan tuntunan desentralisasi pembangunan pertanian (Badan Litbang Pertanian, 2004). Daftar Pustaka Badan Litbang Pertanian. 2007. Petunjuk Teknis Lapang: PTT padi sawah irigasi. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 40 p. 5

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Pedum IP Padi 400: Peningkatan Produksi Padi melalui Pelaksanaan IP Padi 400. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. 48 p. BPS Provinsi Bengkulu. 2007. Provinsi Bengkulu dalam Angka. Bappeda dan BPS Provinsi Bengkulu. Bengkulu 402 p. Damardjati, J. 2006. Learning from Indonesian Experiences in Achieve Rice Self Sufficientcy. In Rice Industry, Culture, and Environment. ICCR, ICFORD, IAARD. Jakarta. Dirjen Tanaman Pangan. 2008. Pedoman Umum: Peningkatan Produksi dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai melalui pelaksanaan SL-PTT. Dirjen Tanaman Pangan. 72 p. Kustiyanto. 2001. Kriteria seleksi untuk sifat toleran cekaman lingkungan biotik dan abiotik. Makalah Penelitian dan Koordinasi pemuliaan Partisipatif (Shuttle Breeding) dan Uji Multilokasi. Sukamandi. Rubiyo, Suprapto, dan Aan drajat. 2005. Evluasi beberapa galur harapan padi sawah di Bali. Buletin Plasma Nutfah. Vol 11. No 1:6-10. Sapuan, 1999. Perkembangan Manajemen Pengendalian Harga Beras di Indonesia 1969-1998. Agro Ekonomika 29 (1) : 19-37. Sembiring, H. dan Abdulrahman, H. 2008. Filosofi dan Dinamika Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. BB Penelitian Padi sawah. Sukamandi. Simatupang, P., 2001. Anatomi Masalah Produksi Beras Nasional dan Upaya Mengatasinya. Prosiding Perspektif Pembangunan Pertanian dan Kehutanan Tahun 2001 Ke Depan. Buku I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Balitbangtan. Hal. 119-146. 6

2. TANAH DAN IKLIM UNTUK PERTANAMAN PADI Ahmad Damiri Sejarah Tanaman Padi Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar didaerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Padi berasal dari dua benua ; Oryza fatua Koenig dan Oryza sativa berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya yaitu Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari Afrika barat. Padi yang ada sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oryza sativa f spontania. Di Indonesia pada mulanya tanaman padi diusahakan didaerah tanah kering dengan sistim ladang, akhirnya orang berusaha memantapkan basis usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang. Tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik didaerah tropis ialah Indica, sedangkan Japonica banyak diusahakan di daerah sub tropik (Anonymous. 2007). Dalam perjalanan evolusi padi, Oryza sativa telah mengalami perubahanperubahan morfologik dan fisiologik selama proses pembudidayaan. Perubahanperubahan tersebut meliputi ukuran daun yang menjadi lebih besar, lebih panjang, dan lebih tebal. Jumlah daun juga menjadi lebih banyak dan laju pertumbuhan tanaman lebih cepat. Jumlah cabang-cabang sekunder pada malai juga lebih banyak, bobot gabah lebih tinggi, laju pertumbuhan bibit lebih cepat, anakan lebih banyak, dan pembentukan malai lebih sinkron dengan perkembangan anakan. Di samping itu pengisian gabah menjadi lebih lama, tetapi kemampuan untuk membentuk rizoma berkurang, dormansi lebih pendek, dan kurang peka terhadap panjang hari (Manurung dan Ismunadji, 1988). Lingkungan Tumbuh Tanaman Padi Hasil suatu jenis tanaman bergantung pada interaksi antara faktor genetis dan faktor lingkungan seperti jenis tanah, topografi, pengelolaan, pola iklim dan teknologi. Keadaan tanah sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, yaitu hujan, suhu dan kelembaban. Pengaruh itu kadang menguntungkan tapi tidak jarang pula merugikan. Untuk pertumbuhannya, padi memerlukan hara, air, dan energi. Hara dan air diperoleh tanaman padi dari tanah, sedangkan energi diperoleh dari cahaya matahari. Oleh karena itu tanah dan iklim merupakan faktor lingkungan tumbuh tanaman padi. 7

1. Tanah Pelumpuran tanah sawah merusak struktur tanah dan mengubah poripori makro menjadi pori-pori mikro sehingga permeabilitas tanah menjadi rendah. Penggenangan air setelah pelumpuran menghentikan difusi oksigen ke dalam tanah. Akibatnya aktivitas mikroba aerob terhenti, tapi sebaliknya aktivitas mikroba anaerob menjadi aktif. Reaksi tanah di lahan sawah mendekati netral. Meningkatnya ph tanah terjadi karena reaksi reduksi-oksidasi. Menurunnya ph tanah alkalis terjadi karena perombakan bahan organik oleh mikroba tanah. Tercapainya tingkat ph setelah penggenangan tergantung kepada nisbah H + /OH - dalam reaksi reduksi-oksidasi. Kondisi demikian jelas menunjukkan bahwa sistem sawah meningkatkan kesuburan tanah. Oleh karena itu, produktivitas padi di lahan sawah lebih tinggi dari lahan kering. Namun tingkat kesuburan tanah setelah disawahkan tergantung tingkat kesuburan asal tanah (Fagi dan Las, 1988). 2. Cuaca dan Iklim Iklim adalah abstaksi dari keadaan cuaca dari suatu wilayah dalam jangka panjang. Oleh karena itu iklim hanya memberi gambaran umum tentang lingkungan di atas permukaan unit lahan pertanian. Curah hujan, radiasi matahari dan lama penyinaran, suhu udara, kelembaban nisbi dan angin adalah unsur cuaca yang menentukan pertumbuhan tanaman padi. Sedangkan tingkat produksi padi ditentukan oleh kemampuan petani dalam memanipulasi lingkungan tanah dan air sehingga proses biokimia tanaman berlangsung efisien dan efektif. Usaha memanipulasi tanaman ini disebut budidaya tanaman. Selama periode September sampai Maret, bertiup angin pasat timur laut dari Laut Cina Selatan dan Laut Pasifik serta angin monsoon dari Lautan Hindia yang lembab, kecuali disekitar Nusatenggara dan Timor. Akibatnya kelembaban dan curah hujan selama periode tersebut cukup tinggi. Periode September Maret tersebut disebut musim hujan. Angin pasat tenggara yang kering bertiup dari Australia ke Sumatera Selatan, Jawa, dan Nusatenggara selama periode April sampai Agustus/September. Maka selama periode April Agustus/September kelembaban udara di Indonesia cukup beragam. Secara umum periode April Agustus/September disebut musim kemarau karena secara kuantitatif curah hujan lebih rendah dari periode September Maret. 8

Sinar Matahari Radiasi matahari yang ditangkap klorofil pada tanaman yang menpunyai hijau daun merupakan energi dalam proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini menjadi bahan utama dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Selain meningkatkan laju fotosintesis, peningkatan cahaya matahari biasanya mempercepat proses pembungaan dan pembuahan. Sebaliknya, penurunan intensitas radiasi matahari akan memperpanjang masa pertumbuhan tanaman. Jika air cukup maka pertumbuhan dan produksi padi hampir seluruhnya ditentukan oleh suhu dan radiasi matahari. Laju fotosintesis sangat ditentukan oleh intensitas sinar matahari yang sampai ke permukaan daun. Intensitas sinar matahari selama 45 30 hari sebelum panen menentukan pengisian malai dan hasil padi. Untuk memperoleh hasil padi yang tinggi, waktu tanam dapat diatur agar fase reproduktif jatuh pada saat intensitas sinar matahari tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan di lahan berpengairan di jawa menunjukkan bahwa hasil padi lebih tinggi di musim kemarau dari pada di musim hujan. Hal yang sama dijumpai di Sumatera Barat. Daya tangkap sinar matahari dari varietas padi unggul yang tinggi menyebabkan laju fotosintesis tinggi pula. Akibatnya, varietas padi unggul memerlukan hara lebih banyak untuk mengimbangi laju fotosentesis itu. Pemupukan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hara padi bila hara tanah tersedia tidak mencukupi. Laju serapan hara oleh akar padi cenderung meningkat dengan meningkatnya intensitas sinar matahari. Ini berarti takaran pupuk lebih tinggi di musim kemarau dari pada musim hujan (Fagi dan Las, 1988). Suhu Udara Suhu udara merupakan faktor lingkungan yang penting karena berpengaruh pada pertumbuhan tanaman dan berperan hampir pada semua proses pertumbuhan. Suhu udara merupakan faktor penting dalam menentukan tempat dan waktu penanaman yang cocok, bahkan suhu udara dapat juga sebagai faktor penentu dari pusat-pusat produksi tanaman, misalnya kentang di daerah bersuhu rendah sebaliknya padi di daerah bersuhu tinggi. Ditinjau dari klimatologi pertanian, suhu udara di Indonesia dapat berperan sebagai kendali pada usaha pengembangan tanaman padi di daerahdaerah yang mempunyai dataran tinggi. Sebagian besar padi unggul dapat berproduksi dengan baik sampai pada ketinggian 700 dpl (Wiyono, 2007). 9

Suhu udara siang dan malam berpengaruh terhadap komponen hasil padi. Peningkatan suhu di siang hari pada musim kemarau dapat meningkatkan jumlah anakan asalkan suhu malam tidak terlalu tinggi. Ini memberikan gambaran bahwa padi tidak selalu banyak menghasilkan malai pada musim kemarau disemua mintakat agroklimat, karena suhu malam juga menentukan. Di dataran tinggi ( 900 m dpl) suhu malam yang rendah terjadi di musim kemarau, sehingga menghasilkan suhu rata-rata harian rendah. Suhu rata-rata harian < 20 0 C menyebabkan perkecambahan terlambat, diskolorasi daun, pembentukan malai tertahan, pembungaan terhambat, dan kehampaan gabah tinggi. Kehampaan gabah tinggi di daerah dataran tinggi erat kaitannya dengan fotosintesis. Kisaran suhu optimal untuk padi indika adalah 25 33 0 C. Suhu udara tinggi pada fase vegetatif untuk merangsang anakan, tetapi pada fase reproduktif dari stadia pengisian gabah sampai panen diperlukan udara sejuk. Menurut teori heat unit atau degree day concept, umur tanaman atau tingkat kematangan gabah ditentukan oleh total panas yang diterima tanaman padi, sehingga umur padi akan makin pendek dengan makin tingginya suhu udara (Fagi dan Las, 1988). Berbeda dengan faktor tanah yang telah banyak dipelajari dan difahami, cuaca dan iklim merupakan salah satu peubah dalam produksi pangan yang paling sukar dikendalikan. Oleh karena itu dalam usaha pertanian, umumnya disesuaikan dengan kondisi iklim setempat. Klasifikasi daerah iklim di Pulau Jawa secara vertikal sesuai dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan. Pembagian daerah iklim tersebut adalah: a. Daerah panas/tropis Tinggi tempat : 0 600 m dari permukaan laut. Suhu : 26,3 o C 22 o C. Tanaman : padi, jagung, kopi, tembakau, tebu, karet, kelapa, coklat. b. Daerah sedang Tinggi tempat : 600 m 1500 m dari permukaan laut. Suhu : 22 o C 17,1 o C. Tanaman : padi, tembakau, teh, kopi, coklat, kina, sayur-sayuran. c. Daerah sejuk Tinggi tempat : 1500 2500 m dari permukaan laut. Suhu : 17,1 o C 11,1 o C. Tanaman : kopi, teh, kina, sayur-sayuran. d. Daerah dingin Tinggi tempat : lebih dari 2500 m dari permukaan laut. Suhu : 11,1 o C 6,2 o C. Tanaman : Tidak ada tanaman budidaya (Suryo Wiyono. 2007). 10

Kelembaban Udara dan Angin Kisaran kelembaban nisbi optimum untuk tanaman padi adalah 50 90%. Di Indonesia dengan kondisi kelembaban nisbi tidak merupakan kendala usaha peningkatan produksi padi di dataran rendah,tetapi di dataran tinggi. Kelembaban > 95% dapat menyebabkan agregasi tepung sari, dan ini dapat mengganggu penyerbukan. Kelembaban tinggi secara tidak langsung menurunkan produksi padi, karena serangan penyakit Helminthosporium dan Pyricularia orizae. Angin berpengaruh pada laju evapotranspirasi, disamping itu angin dengan kecepatan tinggi dapat mengganggu proses penyerbukan karena merusak endosperm akibat pergesekan (Fagi dan Las, 1988). Perubahan Iklim, Pemicu Ledakan Hama Dan Penyakit Tanaman Hingga saat ini belum ada penelitian komprehensif tentang hubungan perubahan iklim dan hama penyakit di lapangan. Namun, tanda-tanda di lapangan menunjukkan kaitan kuat antara masalah hama dan penyakit dengan perubahan iklim yang terjadi. Dalam tiga tahun belakangan (2004-2007), terjadi beberapa perubahan persoalan hama dan penyakit di Indonesia, terkait peningkatan dan penurunan serangan hama/penyakit. Pada kondisi ini hama-penyakit menjadi makin merusak, atau tingkat kerusakannya menjadi lebih besar. Penyakit yang meningkat tajam dalam tiga tahun terakhir adalah penyakit kresek pada padi yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. Oryzae (Wiyono, 2007). Daftar Pustaka Fagi, A.M, dan Las, I. 1988. Lingkungan Tumbuh Padi. Puslitbangtan. Padi Buku 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Anonymous. 2007. Menanam Padi. http://ngraho.wordpress.com/2007/12/15/menanampadi/[22 Juli 2009]. Manurung, S.O, dan Ismunadji, M. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi. Puslitbangtan. Padi Buku 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Wiyono, S. 2007. Perubahan Iklim, Pemicu Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman. http://salam.leisa.info/index.php?url=getblob.php&o_id=221301&a_id=211&a_seq= 0[22 juli 2009]. 11

3. VARIETAS UNGGUL BARU DAN PENYIAPAN BIBIT PADI Eddy Makruf Varietas Unggul Baru Varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi yang penting untuk meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani padi. Tersedianya varietas unggul yang dapat dipilih sesuai dengan kondisi wilayah dan keinginan pasar. Revitalisasi pertanian bertujuan untuk mencapai swasembada beras dalam upaya mendukung ketahanan pangan nasional. Penggunaan varietas unggul baru (VUB) bersama inovasi lainnya seperti Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dapat berperan dalam mewujudkan tujuan diatas. Varietas unggul padi yang sudah banyak dilepas lembaga penelitian, tapi yang digunakan petani masih sangat terbatas sehingga perlu usaha sosialisasi. Secara nasional sampai saat ini varietas IR64 menempati urutan pertama dalam luas petanaman, disusul varietas Ciherang. Varietas IR64 relatif lebih rentan terhadap hama dan penyakit sehingga harus ada upaya pengurangan luas pertanaman IR64 agar pembentukan ras, patotipe, dan biotipe baru hama dan penyakit yang lebih ganas dapat diperlambat. Untuk mendampingi varietas IR64, beberapa varietas unggul baru (VUB) dan varietas ungggul tipe baru (VUTB) sudah dirakit oleh Badan Litbang yang memiliki mutu beras dan nasi menyerupai IR64. Varietas-varietas tersebut antara lain adalah : Revitalisasi pertanian bertujuan untuk mencapai swasembada beras dalam upaya mendukung ketahanan pangan nasional. Penggunaan varietas unggul baru (VUB) bersama inovasi lainnya seperti Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dapat berperan dalam mewujudkan tujuan diatas. Varietas unggul padi yang sudah banyak dilepas lembaga penelitian, tapi yang digunakan petani masih sangat terbatas sehingga perlu usaha sosialisasi. Secara nasional sampai saat ini varietas IR64 menempati urutan pertama dalam luas petanaman, disusul varietas Ciherang. Varietas IR64 relatif lebih rentan terhadap hama dan penyakit sehingga harus ada upaya pengurangan luas pertanaman IR64 agar pembentukan ras, patotipe, dan biotipe baru hama dan penyakit yang lebih ganas dapat diperlambat. Untuk mendampingi varietas IR64, beberapa varietas unggul baru (VUB) dan varietas ungggul tipe baru (VUTB) sudah dirakit oleh Badan Litbang yang memiliki mutu beras dan nasi menyerupai IR64. Varietas-varietas tersebut antara lain adalah : 12

Istilah-istilah Penting Dalam Perbenihan: Galur adalah tanaman hasil persilangan yang telah diseleksi dan diuji, mempunyai sifat unggul sesuai tujuan pemuliaan, seragam, stabil, tetapi belum dilepas. Varietas adalah Jenis atau spesies tanaman yang memiliki karakteristik genotipe tertentu seperti bentuk, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, dan biji yang dapat membedakan dengan jenis atau spesies tanaman lain. Varietas apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. Kultivar adalah varietas yang dibudidayakan Varietas lokal adalah varietas yang telah ada dan dibudidayakan turun temurun oleh petani serta menjadi milik masyarakat dan dikuasai oleh negara Varietas adalah galur hasil pemuliaan yang mempunyai satu atau lebih keunggulan khusus seperti potensi hasil tinggi, tahan terhadap hama, penyakit atau sifat-sifat lainnya dan telah dilepas oleh pemerintah Varietas Unggul Baru (VUB) adalah kelompok tanaman padi yang memiliki karakteristik umur 100 135 HSS (hari setelah sebar), anakan banyak (> 20 tunas/rumpun), bermalai agak lebat (± 150 gabah/malai). Varietas Unggul Tipe Baru (VUTB) adalah kelompok tanaman padi yang memiliki karakteristik postur tanaman tegap, berdaun lebar, berwarna hijau tua, beranak sedikit (<15 tunas/rumpun) berumur 100 135 HSS, bermalai lebat (± 250 gabah/malai), berpotensi hasil lebih dari 8 ton GKG/ha Varietas Unggul Hibrida (VUH) adalah kelompok tanaman padi yang terbentuk dari individu-individu generasi pertama (F1) asal suatu kombinasi persilangan memiliki karakteristik potensi hasil lebih tinggi dari varietas unggul inhibrida yang mendominasi areal pertanaman produksi padi Benih berlabel adalah benih yang sudah lulus proses sertifikasi yang merupakan salah satu bentuk jaminan mutu benih Dormansi adalah suatu kondisi benih hidup tetapi tidak dapat berkecambah, meskipun dikecambahkan dalam kondisi yang optimum untuk perkecambahan. Kondisi dormansi biasanya terjadi pada benih yang baru dipanen. Pewilayahan Varietas Pada budidaya padi pewilayahan varietas merupakan satu faktor penting berhubungan dengan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi, seperti : Lahan: irigasi, tadah hujan, lahan kering, lahan rawa dan pasang surut Tinggi tempat: dataran rendah, sedang dan dataran tinggi Lingkungan tumbuh: o Endemik hama dan penyakit utama 13

o Kesuburan fisik dsn kesuburan kimia (status hara makro dan mikro) o Target produksi dan produktifitas o Iklim o Teknik budidaya yang diterapkan o Mutu produk (mutu giling, mutu tanak,sesuai kekinginan petani/konsumen) Upaya memperkecil pengaruh lingkungan terhadap produktifitas 1. Pilih waktu tanam yang tepat 2. Pilih varietas yang sesuai (beradaptasi yang dapat dilihat dari keragaan varietas disustu wilayah dalam rentang musim tanam yang memadai) 3. Gunakan teknik budidaya yang optimal 4. Lakukan pergiliran varietas antar musim tanam dalam luasan pertanaman yang memadai Manfaat pergiliran varietas antar musim 1. Varietas dipilih berdasarkan kesesuaiannya dengan musim tanam dan pola tanam, sehingga produktivitas antar musim tetap tinggi 2. Pergiliran varietas antar musim dengan varietas berbeda akan berfungsi sebagai penyangga pembentukan biotipe hama atau strain penyakit baru 3. Pergiliran varietas yang terencana memudahkan dalam penyiapan benih agar tepat jenis, tepat mutu dan tepat waktu Kelas Benih dalam sertifikasi di Indonesia Terdapat empat kelas benih berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No 39/Permentan/OT.140/8/2006 dalam sertifikasi benih di Indonesia. 1. Benih Penjenis (BS), benih yang ditandai dengan label kuning, dimiliki dan diproduksi oleh pemulia Tanaman di Balai Penelitian Komoditas atau UPBS (Unit Produksi Benih Sumber) 2. Benih Dasar (BD), benih yang ditandai dengan label putih, dimiliki dan diproduksi oleh BBI (Balai Benih Induk), Penangkar Penih yang mendapat rekomendasi dari BPSB, Produsen benih swasta/bumn 3. Benih Pokok (BP), benih yang ditandai dengan label ungu, dimili dan diproduksi oleh BBU (balai Benih Utama), Penangkar benih yang mendapat rekomendasi dari BPSB, produsen benih swasta/bumn 4. Benih Sebar (BR), benih yang ditandai dengan label biru, dimiliki dan diproduksi oleh BBU (balai Benih Utama), Penangkar benih/produsen benih swasta?bumn. Kelas benih yang ditanam Penangkar/Produsen Benih, harus menanam benih satu kelas lebih tinggi dari kelas benih yang akan diproduksi. Kalau 14

penangkar benih memproduksi benih sebar (BR, label biru) maka benih yang ditanam minimal harus kelas benih pokok (BP, label ungu). Kelas benih yang ditanaman petani untuk mendapatkan gabah konsumsi (untuk digiling menjadi beras) disarankan menggunakan benih sebar (label biru) Ciri-ciri Benih Bermutu Tinggi meliputi; Mutu genetik, mutu fisik dan mutu fisiologis: 1. Varietasnya asli 2. Benih bernas dan seragam 3. Bersih (tidak tercampur dengan biji gulma atau biji tanaman lain) 4. Daya berkecambah dan Vigor tinggi sehingga dapat tumbuh baik jika ditanam 5. Sehat, tidak terinfeksi oleh jamur atau serangan hama Keuntungan Menggunakan Benih Bermutu: 1. Benih tumbuh dengan cepat dan serempak 2. Bila disemaikan mampu menghasilkan bibit yang vigorous (tegar) 3. Ketika di tanam pindah, bibit dapat tumbuh dengan cepat 4. Pertumbuhan lebih serempak, populasi tanaman optimun sehinggi hasilnya optimum Perlakuan Benih Adalah upaya memberikan perlakuan pada benih sebelum ditanam, agar dapat tumbuh dengan cepat, seragam dan sehat. Perlakuan benih juga bertujuan untuk perlindungan awal terhadap serangan hama pada stadia bibit. Perlakuan benih sebelum sebar meliputi: 1. Pematahan dormansi benih dapat dilakukan antara lain dengan; Pemanasan dalam oven pada suhu 50 o C selama 2 hari, dilanjutkan dengan perendaman dalam air selama 2 hari Pemanasan dalam oven pada suhu 50 o C selama 2 hari, dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan pupuk KNO 3 murni slama 2 hari. 2. Pemilihan benih yang bernas dapat dilakukan dengan : Air o Masukkan beni kedalam wadah yang berisi dengan air dengan volume 2 kali volume benih, kemudian diaduk-aduk sebentar o Benih yang terapung diambil dan benih yang tenggelam digunakan untuk pertanaman o Sebelum disemai benih yang tenggelam direndam selama 24 jam dan diperam Larutan garam Amonium Sulfat (ZA) 15

o Masukkan benih kedalam wadah yang telah berisi larutan pupuk ZA dengan konsentrasi 225 g ZA/liter air o Benih yang terapung diambi dan benih yang tenggelam (berat jenisnya 1,11 mg/liter air) digunakan untuk pertanaman o Benih yang tenggelam dicuci bersih, direndam, dieram dan siap untuk ditabur/disemai. 3. Perlindungan pertumbuhan awal bibit dipersemaian Untuk daerah yang sering terserang hama penggerek batang, disarankan melaksanakan perlakuan benih dengan pestisida berbahan aktif fipronil. Benih direndam dalam air selama 1 hari, kemudian ditiriskan dan dicampur dengan Rgent 50 SC dengan dosis 12,5 CC/kg benih sebelum diperam. Perlakuan pestisida ini dapat membantu pengendalian keong mas diareal persemaian/pertanaman awal Varietas Unggul Padi Sawah Varietas IR64 Nomor seleksi : IR18348-36-3-3 Asal persilangan : IR5657/IR2061 Golongan : Cere Umur tanaman : 110-120 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 115 126 cm Anakan produktif : 20-35 batang Warna kaki Warna batang Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun Muka daun : Kasar Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah : Ramping, panjang Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Tahan Kerebahan : Tahan Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23 % Indek glikemik : 70 Bobot 1000 butir : 24,1 g Rata-rata hasil : 5,0 t/ha Potensi hasil : 6,0 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Tahan wereng coklat biotipe 1, 2 dan agak tahan wereng coklat botipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan hawar daun bakteri strain IVTahan virus kerdil rumput Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai sedang Pemulia : Introduksi dari IRRI Dilepas tahun : 1986 16

Varietas IR42 Nomor seleksi : IR2071-586-5-6-3-4 Asal persilangan : IR2042/CR94-13 Golongan : Cere Umur tanaman : 135-145 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 90-105 cm Anakan produktif : 20-25 bbatang Warna kaki Warna batang Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun tua Muka daun : Kasar Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah : Ramping Warna gabah : Kuning bersih, ujung gabah sewarna Kerontokan : Sedang Kerebahan : Tahan Tekstur nasi : Pera Kadar amilosa : 27 % Indek glikemik : 58 Bobot 1000 butir : 23 g Rata-rata hasil : 5,0 t/ha Potensi hasil : 7,0 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Tahan wereng coklat biotipe 1, 2 dan, rentan wereng coklat botipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan terhadap hawar daun bakteri, virus tungro dan kerdil rumput. Rentan terhadap hawar pelepah daun Toleran terhadap tanah masam Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi, pasang surut dan rawa Pemulia : Introduksi dari IRRI Dilepas tahun : 1980 17

Varietas Ciherang Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1 Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/ 3* IR19661-131-3-1-3// 4* IR64 Golongan : Cere Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 107-115 cm Anakan produktif : 14-17 batang Warna kaki Warna batang Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun Muka daun : Kasar pada sebelah bawah Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah : panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23 % Indek glikemik : 54 Bobot 1000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 6,0 t/ha Potensi hasil : 8,5 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Tahan wereng coklat biotipe 2, dan agak tahan biotipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain III dan IV Anjuran tanam : Baik ditanam pada lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 500 meter diatas permukaan laut Pemulia : Tarjat T, Z. A. Simanullang, E. Sumadi dan Aan A. Draradjat Dilepas tahun : 2000 18

Varietas Ciliwung Nomor seleksi : B4183B-PN-33-6-1-2 Asal persilangan : IR38// 2* Pelita I-1/IR4744-128-4-1-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 117-125 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 114-124 cm Anakan produktif : 18-25 batang Warna kaki Warna batang Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun tua Muka daun : Kasar Posisi daun Daun bendera : Miring sampai tegak Bentuk gabah : Sedang sampai ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Tahan Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 22 % Indek glikemik : 86 Bobot 1000 butir : 23 g Rata-rata hasil : 4,8 t/ha Potensi hasil : 6,5 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Tahan wereng coklat biotipe 1, 2, dan rentan wereng coklat biotipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain IV. Anjuran tanam : Baik ditanam pada lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 550 meter diatas permukaan laut Pemulia : I. Sahi, Taryat T., dan H. Maknun Dilepas tahun : 1988 19

Varietas Cibogo Nomor seleksi : S3382-2D-PN-16-3-KP-1 Asal persilangan : S487B-75/ 2* IR19661-131-3-1// 2* IR64 Golongan : Cere Umur tanaman : 115-125 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 100-120 cm Anakan produktif : 12-19 batang Warna kaki tua Warna batang muda Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun Muka daun : Kasar pada bagian permukaan sebelah bawah Posisi daun (lebih tegak dari konawe) Daun bendera panjang menutup malai Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Agak tahan Kerebahan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 24 % Indek glikemik : 58 Bobot 1000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 7,0 t/ha Potensi hasil : 8,1 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Tahan wereng coklat biotipe 2, agak tahan wereng coklat biotipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain IV, Rentan terhadap Tungro Sifat khusus : Rendemen giling dan rendemen beras kepala,dan keterawangan lebih tinggi dari IR64. Anjuran tanam : Baik ditanam pada lahan sawah sampai ketinggian 800 meter di ataspermukaan laut yang tidak endemik hama wereng coklat dan penyakit virus tungro. Pemulia : Z.A. Simanullang, Aan A. Daradjat Tim Peneliti : Sukarno Roemarkam, Syamto, Kasijadi, Suwono, Susiati, Juli Astuti dan Sueb Institusi Pengusul : BALITPA, BPTP Jatim, BPTPH Jatim, BPSB Jatim dan Dinas Pertanian TPH Jatim Dilepas tahun : 2003 20

Varietas Cigeulis Nomor seleksi : S3429-4D-PN-1-1-2 Asal persilangan : Ciliwung/Cikapundung/IR64 Golongan : Cere Umur tanaman : 115-125 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 100-110 cm Anakan produktif : 14-16 batang Warna kaki Warna batang Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun Muka daun : Agak kasar Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah : panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23 % Indek glikemik : 64 Bobot 1000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 5,0 t/ha Potensi hasil : 8,0 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Tahan wereng coklat biotipe 2, dan rentan biotipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain IV, Anjuran tanam : Baik ditanam pada musim hujan dan kemarau, cocok ditanam pada lokasi di bawah 600 meter di atas permukaan laut Pemulia : Z.A. Simanullang, Aan A. Daradjat, dan N. Yunani Tim Peneliti : B. Suprihatno, M.D. Muntono, Ismail B.P., Atito., Baehaki S.E., Triny S. Kadir dan W. S. Ardjasa Teknisi : Toyib S. M., Edi Suwandi M. K., M. Suherman dan Sail Hanafi Institusi Pengusul : BALITPA dan BPTP Lampung Dilepas tahun : 2002 21

Varietas Mekongga Nomor seleksi : S4663-5D-KN-5-3-3 Asal persilangan : A2790/ 2* /IR64 Golongan : Cere Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 91 106 cm Anakan produktif : 13-16 batang Warna kaki Warna batang Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun Muka daun : Agak kasar Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah : Ramping panjang Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23 % Indeks glikemik : 88 Bobot 1000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 6,0 t/ha Potensi hasil : 8,4 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 2, dan biotipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan terhadap hawar daun bakteri strain IV Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah dataran rendah sampai ketinggian 500 meter di atas permukaan laut Pemulia : Z.A. Simanullang, Idris Hadade, Aan A. Daradjat, dan Sahardi Tim Peneliti : B. Suprihatno, Y. Samaullah, Atito DS., Ismail B.P., Triny S. Kadir, dan A. Rifki Teknisi : M. Suherman, Abd. Rauf Sery, Uan D., S.Toyib S. M., Edi S. MK., M. Sailan, Sail Hanafi, Z. Arifin, Suryono, Didi dan Neneng S. Institusi Pengusul : BALITPA dan BPTP Sultra Dilepas tahun : 2004 22

Varietas Membramo Nomor seleksi : B7830F-MR-1-2-3-2 Asal persilangan : B6555B-199-40/Barumun Golongan : Cere Umur tanaman : 115-120 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 126-140 cm Anakan produktif : 17-20 batang Gabah isi per malai : ± 145 biji Warna kaki Warna batang Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun Muka daun : Kasar Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah : Ramping Warna gabah : Kuning Kerontokan : Sedang Kerebahan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 19 % Bobot 1000 butir : 27 g Rata-rata hasil : 6,5 t/ha Potensi hasil : 7,5 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 1,2, dan agak tahan wereng coklat biotipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan agak tahan tungro Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah dataran rendah sampai ketinggian kurang 550 meter di atas permukaan laut Pemulia : Suwito T., B Kustianto, Aliidawati, Adijono P, Susanto T.W. dan Z. Harahap Dilepas tahun : 1995 23

Varietas Gilirang (Semi Ptb) Nomor seleksi : BP5OF-MR-30-5 Asal persilangan : B6672/Membramo Golongan : Cere Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 108-115 cm Anakan produktif : 10-15 batang Warna kaki Warna batang Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun tua Permukaan daun : Kasar Posisi daun Posisi daun bendera sampai miring Bentuk gabah : Sedang Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Tahan Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 18,9 % Indeks glikemik : 97 Bobot 1000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 6,0 t/ha Potensi hasil : 7,5 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, dan agak tahan biotipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III agak tahan strain IV, rentan strain VIII Sifat khusus : Wangi sejak dipertanaman Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah dataran rendah sampai ketinggian 500 meter di atas permukaan laut Pemulia : Soewito T., B. Abdullah dan B. Kustianto Tim Peneliti : Joko Handoyo, Ali Imran dan Sukarno R. Teknisi : Supartopo, Sularjo, Sail Hanafi, Panca HS. Institusi Pengusul : BALITPA dan BPTP Jateng, BPTP Jatim, BPTP Sulsel Dilepas tahun : 2002 24

Varietas Sintanur Nomor seleksi : B9645E-MR-89-1 Asal persilangan : Lusi/B7136C-MR-22-1-5 (Bengawan Solo) Golongan : Cere Umur tanaman : 115-125 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 115-125 cm Anakan produktif : 16-20 batang Warna kaki Warna batang Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun Muka daun : Kasar Posisi daun sampai miring Daun bendera Bentuk gabah : Sedang Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Agak tahan Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 18 % Indeks glikemik : 91 Bobot 1000 butir : 27 g Rata-rata hasil : 6,0 t/ha Potensi hasil : 7,0 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2 dan rentan wereng coklat biotipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III, rentan terhadap strain IV dan VIII Sifat khusus : Wangi mulai dipertanaman Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai ketinggian 550 meter dpl Pemulia : Soewito T., B. Abdullah dan B. Kustianto Tim Peneliti : Adijono P., Soewito T., Suwarno, B. Kustianto, Allidawati B.S., Shagir Sama. Teknisi : Sularjo, Supartopo, Pantja HS, Indarjo M.A. Institusi Pengusul : BALITPA dan BPTP Jateng, BPTP Jatim, BPTP Sulsel Dilepas tahun : 2001 25

Varietas Silugonggo Nomor seleksi : IR39357-71-1-1-2-2 Asal persilangan : IR9129-209-2-2-2/IR19774-23-2-2/IR9729-67-3 Golongan : Cere Umur tanaman : 85 90 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 80 85 cm Anakan produktif : 9 11 batang Warna kaki Warna batang Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna helai daun Muka daun : Bagian atas kasar, bawah permukaan daun halus Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah : Ramping Warna gabah : Kuning jerami Kerontokan : Sedang Kerebahan : Sedang Tekstur nasi : Agak pulen Kadar amilosa : 23 % Bobot 1000 butir : 25 g Rata-rata hasil : 4,5 t/ha Potensi hasil : 5,5 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Tahan wereng coklat biotipe 1 dan 2 Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan penyakit blas, tidak tahan hawar daun bakteri Anjuran tanam : Dapat dikembangkan sebagai padi sawah atau gogo. Beradaptasi baik untuk lingkungan tumbuh rawan kekeringan. Dapat tumbuh baik pada tanah regosol, mideteran dengan kahat Kalium dan Fosfat. Cocok di tanam pada daerah di bawah 500 m di atas permukaan laut Pemulia : Ismail BP., B Suripto, ZA. Simanullang, Y. Samaullah, Atito DS., Hadis S., E. Sumadi, Aan A. Daradjat, Poniman, Taryat T. Tim Peneliti : D. Suardi, Rasyid M., A. Ichwan, H. Toha, M. Amir, H. Pane dan Irsal L. Dilepas tahun : 2001 26

Varietas Dodokan Nomor seleksi : Ir28128-45-3-3-2 Asal persilangan : IR36/IR10154-2-3-3-3-//IR9129-209-2-2-2-1 Golongan : Cere Umur tanaman : 100-105 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 80-95 cm Anakan produktif : sedang Warna kaki Warna batang Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun Muka daun : Kasar Posisi daun : Miring Daun bendera : Miring Bentuk gabah : Ramping Warna gabah : Warna Jerami Kerontokan : Sedang Kerebahan : Tahan hingga sedang Rasa nasi : enak Kadar amilosa : 23 % Bobot 1000 butir : 23,3 gr Potensi hasil : 5,1 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Cukup tahan wereng coklat biotipe 1 dan 2 Ketahanan terhadap Penyakit : Cukup tahan terhadap blas (Pyricularia oryzae) Dilepas tahun : 1987 27

Varietas Inpari 1 Nomor seleksi : BP23f-PN-11 Asal persilangan : IR64/IBB-7//IR64 Golongan : Cere Indica Umur tanaman : 108 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 93 cm Anakan produktif : 16 anakan Warna kaki Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun Permukaan daun : Kasar Posisi daun Posisi daun bendera Warna batang Kerebahan : Tahan rebah Leher malai : Sedang Kerontokan : Sedang Bentuk gabah : Ramping Warna gabah : Kuning bersih Rata-rata hasil : 7,32 t/ha GKG Potensi hasil : 10 t/ha GKG Bobot 1000 butir : 27 g Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 22 % Ketahanan terhadap Hama : Tahan tehadap Wereng Batang Coklat biotipe 2, agak tahan terhadap Wereng Batang Coklat biotipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan Hawar Daun Bakteri strain III, IV dan VIII Keterangan : Baik ditanam pada lahan sawah dataran rendah sampai ketinggian ± 500 m dpl Pemulia : Bambang Kustianto, Supartopo, Soewito Tj., Buang Abdullah, Sularjo, Aris Hair mansis, Heni Safitri dan Suwarno Peneliti : Atito D., Anggiani., Santoso, Arifin K., Endang S Teknisi : Sail Hanafi, Sudarmo, Suryono, Panca Hadi Siwi Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Alasan Utama dilepas : Lebih tahan BLB, perbaikan dari IR64 atas BLB Dilepas tahun : 2008 28

Varietas Inpari 2 Nomor seleksi : BP1356-1G-KN-4 Asal persilangan : Tajum/Maros/MAros Golongan : Cere Umur tanaman : 115 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 85 95 cm Anakan produktif : 15 anakan Warna kaki Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun Warna daun tua Permukaan daun : Kasar Posisi daun Posisi daun bendera Warna batang Kerebahan : Sedang Leher malai : Sedang Kerontokan : Sedang Bentuk gabah : Panjang dan Gemuk Warna gabah : Kuning Jerami dengan garis-garis coklat Rata-rata hasil : 5,83 t/ha GKG Potensi hasil : 7,30 t/ha GKG Bobot 1000 butir : 27 28 g Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 18,55 % Ketahanan terhadap Hama : Agak tahan tehadap Wereng Batang Coklat biotipe 1,2, dan 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan Hawar Daun Bakteri strain III, agak rentan terhadap Hawar Daun Bakteri strain IV dan VIII, akag tahan virus tungro inokulum varian 013 dan 031 dan rentan terhadap virus tungro inokulum varian 073 Keterangan : Cocok ditanam di ekosistem sawah dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl Pemulia : Aan A. Daradjat, dan Bambang Suprihatno. Peneliti : I.N. Widiarta, Baehaki S.E., Triny SK, S.Dewi Indrasari, Prihadi Wibowo, Omi Syahromi, Nafisah, Cucu Gunarsih, Estria Furry P. Teknisi : Toyib S. Ma`ruf, Maman Suherman, Meru, Uan Sudjanang, M. Sailan, Zaenal Arifin, Karmita, Sukanda, Suwarsa, Dede Munawar. Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Alasan Utama dilepas : Lebih tahan terhadap WBC biotipe 3, lebih tahan terhadap virus tungro dari pada Ciherang Dilepas tahun : 2008 29

Varietas Inpari 3 Nomor seleksi : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95 100 cm Anakan produktif : 17 anakan Warna kaki Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun Warna daun Permukaan daun : Kasar Posisi daun Posisi daun bendera Warna batang Kerebahan : Sedang Leher malai : Sedang Kerontokan : Sedang Bentuk gabah : Panjang Ramping Warna gabah : Kuning Bersih Rata-rata hasil : 6,05 t/ha Potensi hasil : 7,52 t/ha GKG Bobot 1000 butir : 24 g Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 20,57 % Ketahanan terhadap Hama : Agak tahan tehadap Wereng Batang Coklat biotipe 1,2, dan agak rentan terhadap biotipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan Hawar Daun Bakteri strain III, agak rentan terhadap Hawar Daun Bakteri strain IV dan VIII, agak tahan virus tungro inokulum varian 073,013 dan 031. Keterangan : Cocok ditanam pada lahan irigasi dengan ketinggian sampai 600 m dpl Pemulia : Aan A. Daradjat, dan Bambang Suprihatno. Peneliti : I.N. Widiarta, Baehaki S.E., Triny SK, S.Dewi Indrasari, Prihadi Wibowo, Omi Syahromi, Nafisah, Cucu Gunarsih, Estria Furry P. Teknisi : Toyib S. Ma`ruf, Maman Suherman, Meru, Uan Sudjanang, M. Sailan, Zaenal Arifin, Karmita, Sukanda, Suwarsa, Dede Munawar. Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Alasan Utama dilepas : Lebih tahan terhadap WBC biotipe 1 dan 2 dari pada Ciherang, mutu hasil setara dengan Ciherang Dilepas tahun : 2008 30

Varietas Inpari 4 Nomor seleksi : BP2280-1E-12-2 Asal persilangan : S438F-14-1/Way Apo Burul/S4384F-14-1 Golongan : Cere Umur tanaman : 115 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95 105 cm Anakan produktif : 16 anakan Warna kaki Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun Warna daun Permukaan daun : Kasar Posisi daun Posisi daun bendera Warna batang Kerebahan : Sedang Kerontokan : Sedang Bentuk gabah : Panjang dan Ramping Warna gabah : Kuning Bersih Rata-rata hasil : 6,04 t/ha Potensi hasil : 8,80 t/ha GKG Bobot 1000 butir : 25 g Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 21,07 % Ketahanan terhadap Hama : Agak Rentan tehadap Wereng Batang Coklat biotipe 1,2, dan 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan Hawar Daun Bakteri strain III, dan IV serta agak rentan strain VIII, agak tahan virus tungro inokulum varian 073 dan 031. Keterangan : Cocok ditanam pada lahan irigasi dengan ketinggian sampai 600 m dpl Pemulia : Aan A. Daradjat, dan Bambang Suprihatno. Peneliti : I.N. Widiarta, Baehaki S.E., Triny SK, S.Dewi Indrasari, Prihadi Wibowo, Omi Syahromi, Nafisah, Cucu Gunarsih, Estria Furry P. Teknisi : Toyib S. Ma`ruf, Maman Suherman, Meru, Uan Sudjanang, M. Sailan, Zaenal Arifin, Karmita, Sukanda, Suwarsa, Dede Munawar. Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Alasan Utama dilepas : Lebih tahan terhadap HDB Strain IV dari pada Ciherang, hasil dan mutu sama dengan Ciherang Dilepas tahun : 2008 31

Varietas Inpari 5 Merawu Nomor seleksi : IR65600-21-2-2 Asal persilangan : SHEN NUNG 89-366/Ken Lumbu Golongan : Cere Umur tanaman : 115 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 100 105 cm Anakan produktif : 15 anakan Warna kaki Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun Warna daun Permukaan daun : Kasar Posisi daun Posisi daun bendera Warna batang Kerebahan : Sedang Kerontokan : Sedang Bentuk gabah : Panjang dan agak gemuk Warna gabah : Kuning Bersih Rata-rata hasil : 5,74 t/ha Potensi hasil : 7,20 t/ha GKG Bobot 1000 butir : 27,41 g Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23,91 % Ketahanan terhadap Hama : Agak Tahan terhadap Wereng Batang Coklat biotipe 1,2, dan 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan Hawar Daun Bakteri strain III, dan agak rentan strain IV dan VIII. Rentan terhadap penyakit virus tungro inokulum varian no 073 dan agak tahan terhadap virus tungro inokulum no 031 dan 013. Keterangan : Cocok ditanam pada lahan irigasi dengan ketinggian sampai 600 m dpl Pemulia : Aan A. Daradjat, dan Bambang Suprihatno. Peneliti : I.N. Widiarta, Baehaki S.E., Triny SK, S.Dewi Indrasari, Prihadi Wibowo, Omi Syahromi, Nafisah, Cucu Gunarsih, Estria Furry P. Teknisi : Toyib S. Ma`ruf, Maman Suherman, Meru, Uan Sudjanang, M. Sailan, Zaenal Arifin, Karmita, Sukanda, Suwarsa, Dede Munawar. Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Alasan Utama dilepas : Lebih tahan terhadap WBC 1,2,3, Fe pada beras pecah kulit lebih tinggi daripada Ciherang Dilepas tahun : 2008 32

Varietas Inpari 6 Jete Nomor seleksi : BP205D-KN-78-1-8 Asal persilangan : DAKAVA line 85/MEMBRAMO Golongan : Cere Indica Umur tanaman : 118 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 100 cm Anakan produktif : 15 anakan Warna kaki Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun tua Permukaan daun : Kasar Posisi daun Posisi daun bendera Warna batang Kerebahan : Tahan rebah Leher malai : Sedang Kerontokan : Sedang Bentuk gabah : Sedang Ramping Warna gabah : Kuning Jumlah gabah per malai : 157 butir Rata-rata hasil : 6,82 t/ha GKG Potensi hasil : 12 t/ha GKG Bobot 1000 butir : 28 g Tekstur nasi : Sangat Pulen Kadar amilosa : 18 % Ketahanan terhadap Hama : Agak Tahan terhadap Wereng Batang Coklat biotipe 2, dan 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan Hawar Daun Bakteri strain III, IV dan VIII. Keterangan : Cocok ditanam di sawah dataran rendah sampai sedang (± 600 m dpl) Pemulia : Buang Abdullah, Soewito Tjokrowidjoyo, Sularjo dan Bambang Kustianto. Peneliti : Atito D., Endang Suhartatik, Anggiani Nasution, Heni Safitri, Angelita P. Lestari, Ema Herlina, Baehaki S.E., Neni E. Sumardi, Aris Hairmansis Teknisi : Sudarno, Indarjo, Yusup, Supartopo, Sail Hanafi, Yaya Suhaya, Suryono, Gusnimar Alidawati dan Panca Hadi Siwi. Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Alasan Utama dilepas : Potensi hasil tinggi, nasi sangat pulen, Tahan WBC biotipe 1,dan 2; tahan penyakit BLB Dilepas tahun : 2008 33

Varietas Inpari 7 Lanrang Nomor seleksi : RUTTST96B-15-1-2-2-2-1 Asal persilangan : S3054-2D-12-2/Utri Merah-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 115 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 104 ±7 cm Anakan produktif : 16 ± 3 anakan Warna kaki Warna Batang Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun Warna daun Permukaan daun : Kasar Posisi daun Daun bendera Bentuk Gabah : Panjang (P=7,06 mm; L=2,20 mm; P/L=3,21) Warnah Gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Tekstur Nasi : Pulen Kadar Amilosa : 20,78 % Bobot 1000 butir : 27,4 g Rata-rata hasil : 6,23 t/ha Potensi hasil : 8,7 t/ha GKG Ketahanan terhadap Hama : Agak Tahan terhadap Wereng Batang Coklat biotipe 1, 2, dan 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan Hawar Daun Bakteri ras III dan agak rentan ras IV dan VIII ; serta rentan terhadap penyakit virus tungro inokulum no. 073 dan 031, agak tahan penyakit virus tungro inokulum no. 013 Anjuran Tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawah dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl Instansi Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Loka Penelitian Tanaman Tungro, Lanrang dan BPTP Sulawesi Selatan Pemulia : Aan Andang Daradjat, Nafisah dan Bambang Suprihatno. Peneliti : I Nyoman Widiarta, Jumanto, Burhanuddin, A. Yasin Said, Sahardi, Ahmad Muliadi, R. Heru Praptana, Baehaki SE, Triny SK, Prihadi Wibowo, Cucu Gunarsih, Ali Imron, Idris Hadade. Teknisi : Thoyib S. Ma`ruf, Maman Suherman, Meru, Uan Sudjanang, Sukanda, Suwarsa, Dede Munawar, Abd. Rauf Serry dan Abd Hanid. Dilepas tahun : 2009 34

Varietas Inpari 8 Nomor seleksi : IR7301-15-2-2-1 Asal persilangan : IR68064-18-1-1-2-2/IR61979-136-1-3-2-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 125 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 113 ±8 cm Anakan produktif : 19 ± 3 anakan Warna kaki Warna Batang Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun Warna daun Permukaan daun : Kasar Posisi daun Daun bendera Bentuk Gabah : Panjang dan Ramping (P=6,78 mm; L=2,12 mm; P/L=3,21) Warnah Gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Tekstur Nasi : Pulen Kadar Amilosa : 21 % Bobot 1000 butir : 23,3 g Rata-rata hasil : 6,25 t/ha Potensi hasil : 9,9 t/ha GKG Ketahanan terhadap Hama : Agak Rentan terhadap Wereng Batang Coklat biotipe 1, 2, dan 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan penyakit Hawar Daun Bakteri ras III, dan agak rentan ras IV dan VIII ; agak tahan terhadap penyakit tungro inokulum no. 073 serta tahan penyakit tungro inokulum no 031, dan no. 013 Anjuran Tanam : Cocok ditanam pada lahan irigasi dengan ketinggian sampai dengan 600 m dpl Alasan utama dilepas/keunggulan : Nasi pulen, potensi hasil tinggi Instansi Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Loka Penelitian Tanaman Tungro, Lanrang dan BPTP Sulawesi Selatan Pemulia : Aan Andang Daradjat, Nafisah dan Bambang Suprihatno. Peneliti : I. N. Widiarta, Jumanto, A. Yasin Said, Sahardi, Ahmad Muliadi, R. Heru Praptana, Baehaki SE, Triny SK, Burhanuddin, Prihadi Wibowo, Cucu Gunarsih, Ali Imron, Idris Hadade. Teknisi : Thoyib S. Ma`ruf, Maman Suherman, Meru, Uan Sudjanang, Sukanda, Abd. Rauf Serry dan Abd Hanid. Dilepas tahun : 2009 35

Varietas Inpari 9 Elo Nomor seleksi : IR73005-69-1-1-2 Asal persilangan : IR65469-161-2-2-2-3-2-2/IR61979-136-1-3-2-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 125 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 113 ±8 cm Anakan produktif : 18 ± 3 anakan Warna kaki Warna Batang Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun Warna daun Permukaan daun : Kasar Posisi daun Daun bendera Bentuk Gabah : Panjang dan Ramping (P=6,83 mm; L=2,09 mm; P/L=3,26) Warnah Gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Tekstur Nasi : Pulen Kadar Amilosa : 20,46 % Bobot 1000 butir : 22,8 g Rata-rata hasil : 6,41 t/ha Potensi hasil : 9,3 t/ha GKG Ketahanan terhadap Hama : Agak Rentan terhadap Wereng Batang Coklat biotipe 1, 2, dan 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan penyakit Hawar Daun Bakteri ras III, dan agak rentan ras IV dan VIII ; agak tahan terhadap penyakit tungro inokulum no. 073 dan inokulum no 031, serta tahan penyakit tungro inokulum no. 013 Anjuran Tanam : Cocok ditanam pada lahan irigasi dengan ketinggian sampai dengan 600 m dpl Alasan utama dilepas/keunggulan : Nasi pulen, potensi hasil tinggi Instansi Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Loka Penelitian Tanaman Tungro, Lanrang dan BPTP Sulawesi Selatan Pemulia : Aan Andang Daradjat, Nafisah dan Bambang Suprihatno. Peneliti : I. N. Widiarta, Jumanto, A. Yasin Said, Sahardi, Ahmad Muliadi, R. Heru Praptana, Baehaki SE, Triny SK, Burhanuddin, Prihadi Wibowo, Cucu Gunarsih, Ali Imron, Idris Hadade. Teknisi : Thoyib S. Ma`ruf, Maman Suherman, Meru, Uan Sudjanang, Sukanda, Abd. Rauf Serry dan Abd Hanid. Diusulkan untuk dilepas tahun : 2009 36

Varietas Inpari 10 Laeya Nomor seleksi : S3382-2d-Pn-4-1 Asal persilangan : Persilangan S487b-75/IR19661//IR 19661///IR64////IR64 Golongan : Cere Umur tanaman : 108 116 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 100-120 cm Anakan produktif : 17 25 anakan Warna kaki Warna Batang Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun : Putih Warna daun Permukaan daun : Kasar Posisi daun Daun bendera Bentuk Gabah : Ramping panjang (P=8,6 mm; L=2,3 mm; P/L=3,9) Warnah Gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Tekstur Nasi : Pulen Kadar Amilosa : 22 % Bobot 1000 butir : 27,7 ± 0,76 g Rata-rata hasil : 5,08 t GKG/ha ka 14% Potensi hasil : 7,00 t GKG/ha ka 14% Ketahanan terhadap Hama : Agak Rentan terhadap Wereng Coklat biotipe 1, dan 2 Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan penyakit Hawar Daun strain III dan agak peka strain IV dan peka terhadap virus tungro varian 013, 031, dan 131 Anjuran Tanam : Dapat ditanam pada musim hujan dan kemarau l Alasan utama dilepas/keunggulan : Potensi hasil tinggi dibanding IR64, mutu beras baik, tahan HDB Instansi Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi dan BPTP Sulawesi Selatan Pemulia : ZA. Simanulang, Atito D, Idris Hadade, Aan Andang Daradjat, Bambang Suprihatno dan M. Yamin Samaullah. Peneliti : Trini S. Kadir, Nafisah, Didik Harnowo. Tim Peneliti : Trini S. Kadir, Nafisah, Didik Harnowo. Teknisi : Thoyib S. Ma`ruf, Yahya, Holil, Suwarsa, Maman Suherman, Karmita, Abd. Rauf Serry, Amirudin Manrapi. Diusulkan untuk dilepas tahun : 2009 37

Varietas Banyuasin Nomor seleksi : B7810F-KN-13-1-1 Asal persilangan : Cisadane/Kelara Golongan : Cere, sedikit berbulu Umur tanaman : 118-122 Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 98 105 cm Anakan produktif : 10 15 batang Warna kaki Warna Batang muda Warna telinga daun pucat Muka daun : Kasar Posisi daun sampai agak miring Bentuk gabah : Sedang bulat Warnah gabah : Kuning Bersih Kerontokan : Mudah Kerebahan : Cukup tahan Tekstur Nasi : Pulen Kadar Amilosa : 22 % Bobot 1000 butir : 26 g Rata-rata hasil : 5,0 t/ha Potensi hasil : 6,0 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Agak tahan Wereng coklat biotepe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan penyakit bercak coklat dan agak tahan terhadap Hawar Daun Bakteri strain III Cekaman lingkungan : Agak toleran keracunan Fe (10 ppm) dan Al (5,4 me/100 g) Anjuran Tanam : Lahan pasang surut potensial gambut sampai ketebalan 60 cm dan sulfat masam (ph 4) Regosol Pemulia : Suwarno, T. Suhartini, Basaruddin Nasution, Sudarno, B. Kustianto, dan Z. Harahap Dilepas tahun : 38

Varietas Mendawak Nomor seleksi : B8055F-KN-6-2 Asal persilangan : Mahsuri/Kelara Golongan : Cere Umur tanaman : 113-117 Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 87 100 cm Anakan produktif : 11 15 batang Warna kaki Warna Batang Warna telinga daun Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna helai daun Muka daun : Kasar Posisi daun Daun bendera sampai agak miring Bentuk gabah : Sedang bulat Warnah gabah : Kuning Bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Tahan Tekstur Nasi : Pulen Kadar Amilosa : 22,9 % Bobot 1000 butir : 27 g Rata-rata hasil : 3,98 t/ha Potensi hasil : 5,0 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Rentan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan penyakit blast dan bercak coklat Cekaman lingkungan : Toleran keracunan Fe, Agak toleran keracunan Al, tetapi agak rentan kegaraman Anjuran Tanam : Baik untuk lahan rawa potensial, bergambut dan sulfat masam Pemulia : B. Kustianto, Suwarno, Soewito T. Dan Rini H. Suhartini, Basaruddin Nasution, Sudarno,, dan Z. Harahap Teknisi : Sularjo, Supartopo, Sudarno, Ade Santika, Basaruddin Nasution dan Panca Hadi Siwi Dilepas tahun : 2001 39

Varietas Lambur Nomor seleksi : B9860C-KA-1 Asal persilangan : Cisadane/IR9884-54-3 Golongan : Cere Umur tanaman : 113-117 Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 98 105 cm Anakan produktif : 12 16 batang Warna kaki Warna Batang Warna telinga daun Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna helai daun Muka daun : Kasar Posisi daun Daun bendera sampai agak miring Bentuk gabah : Sedang Warnah gabah : Kuning Bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Tahan Tekstur Nasi : Pulen Kadar Amilosa : 23,4 % Bobot 1000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 4,0 t/ha Potensi hasil : 5,0 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Rentan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan penyakit blast daun dan agak tahan bercak daun coklat Cekaman lingkungan : Toleran keracunan Fe, Agak toleran keracunan Al, dan agak toleran kegaraman Anjuran Tanam : Baik untuk lahan rawa potensial, bergambut dan sulfat masam Pemulia/Peneliti : Suwarno,B. Kustianto, dan T. Suhartini Teknisi : Sudarno, Sularjo, Supartopo, Sunaryo, Basaruddin Nasution dan Gusnimar Dilepas tahun : 2001 40

Varietas Dendang Nomor seleksi : IR52952B-3-3-2 Asal persilangan : Osok/IR5657-33-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 123-127 Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 90 100 cm Anakan produktif : 15 20 batang Warna kaki Warna Batang : Tidak berwarna Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : - Warna daun Muka daun : Kasar Posisi daun Daun bendera : Miring Bentuk gabah : Ramping Warnah gabah : Kuning Bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Tahan Tekstur Nasi : Pulen Kadar Amilosa : 19,5 % Bobot 1000 butir : 24 g Rata-rata hasil : 4,0 t/ha Potensi hasil : 5,0 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2 Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan penyakit blast dan agak tahan bercak daun coklat, rentan hawar daun bakteri strain III dan IV Cekaman lingkungan : Cukup toleran terhadap Fe, dan Salinitas, agak toleran terhadap keracunan AL. Anjuran Tanam : Baik untuk lahan rawa potensial, bergambut dan sulfat masam Pemulia/Peneliti : Suwarno, T. Suhartini, B. Kustianto, dan Adidyono P. Teknisi : Sudarno, Supartopo, Basaruddin Nasution dan Gusnimar Allidawati Dilepas tahun : 1999 41

Varietas Inpara 1 Nomor seleksi : B9852E-KA-66 Asal persilangan : Batang Ombilin Golongan : Cere Indica Umur tanaman : 131 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 111 cm Anakan produktif : 18 batang Warna kaki Warna Telinga Daun : Tidak berwarna Warna Daun Permukaan daun : Kasar Posisi daun Posisi Daun Bendera Warna batang Kerebahan : Sedang Tipe Malai : Kompak Leher Malai : Sedang Kerontokan : Sedang Bentuk Gabah : Sedang Warna Gabah : Kuning Rata-rata hasil di Rawa Lebak : 5,65 t/ha Rata-rata hasil di Rawa pasang : 4,45 surut Potensi Hasil : 6,47 t/ha Berat 1000 butir : 23,25 g Tekstur Nasi : Pera Kadar Amilosa : 27,93 % Ketahanan terhadap Hama : Agak tahan Wereng Batang Coklat Biotipe 1 dan 2 Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri dan Blast Toleran Cekaman Abiotik : Toleransi keracunan Fe dan Al. Keterangan : Baik ditanam di daerah rawa lebak dan pasang surut Pemulia : Bambang Kustianto, Aris Hairmansis, Supartopo dan Suwarno Peneliti : Erwina Lubis, Anggiani Nasution, Santoso, Heni Safitri. Teknisi : Basaruddin N., m. Syarif, Panca Hadi Siwi, dan Maulana Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamndi Alasan utama dilepas : Hasil tinggi, toleran Fe dan sesuai untuk daerah yang menyukai nasi pera. 42

Varietas Inpara 2 Nomor seleksi : B10214F-TB-7-2-3 Asal persilangan : Pucuk/Cisanggarung/Sita Golongan : Cere Indica Umur tanaman : 128 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 103 cm Anakan produktif : 16 batang Warna kaki Warna Telinga Daun : Tidak berwarna Warna Daun Permukaan daun : Kasar Posisi daun Posisi Daun Bendera Warna batang Kerebahan : Sedang Tipe Malai : Kompak Leher Malai : Sedang Kerontokan : Sedang Bentuk Gabah : Sedang Warna Gabah : Kuning Rata-rata hasil di Rawa Lebak : 5,49 t/ha Rata-rata hasil di Rawa pasang : 4,82 surut Potensi Hasik : 6,08 t/ha Berat 1000 butir : 25,66 g Tekstur Nasi : Pulen Kadar Amilosa : 22,05 % Ketahanan terhadap Hama : Agak tahan Wereng Batang Coklat Biotipe 2 Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan terhadap penyakit Hawar Daun dan Blast Toleran Cekaman Abiotik : Toleransi keracunan Fe dan Al. Keterangan : Baik ditanam di daerah rawa lebak dan pasang surut Pemulia : Bambang Kustianto, Aris Hairmansis, Supartopo dan Suwarno Peneliti : Erwina Lubis, Anggiani Nasution, Santoso, Heni Safitri. Teknisi : Basaruddin N., M. Syarif, Panca Hadi Siwi, dan Maulana Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi Alasan utama dilepas : Hasil tinggi, toleran Fe dan sesuai untuk daerah yang menyukai nasi pulen. 43

Varietas Inpara 3 Nomor seleksi : IR70213-9-CPA-12-UBN-2-1-3-1 Asal persilangan : IR69256/IR43524-55-1-3-2 Golongan : Cere Indica Umur tanaman : 127 hari Bentuk tanaman Tinggi tanaman : 108 cm Anakan produktif : 17 anakan Warna kaki Warna Telinga Daun : Tidak berwarna Warna Daun Permukaan daun : Kasar Posisi daun Posisi Daun Bendera Warna batang Kerebahan : Sedang Leher Malai : Sedang Kerontokan : Sedang Bentuk Gabah : Sedang Warna Gabah : Kuning Jumlah Gabah per malai : 136 butir Rata-rata hasil : 4,6 t/ha Potensi Hasl : 5,6 t/ha Berat 1000 butir : 25,7 g Tekstur Nasi : Pera Kadar Amilosa : 28,6 % Ketahanan terhadap Hama : Agak tahan Wereng Batang Coklat Biotipe 3 Ketahanan terhadap Penyakit : Tahan terhadap penyakit Blast ras 101,123,141,373 ; peka terhadap Hawar Daun Bakteri Keterangan : Agak toleran rendaman selama 6 hari pada fase vegetatif, agak toleran keracunan Fe dan Al. Baik ditanaman di daerah rawa lebak, rawa pasang surut potensial dan di sawah irigasi rawan terhadap banjir Pemulia : Aris Hairmansisi, Bambang Kustianto, Supartopo, Suwarno, Izar Khairulla, S. Sarkarung (IRRI) Peneliti : Hamdan Pane, Ismail Abdelbagi (IRRI), Endang Septiningsih (IRRI), Made Oka Adnyana, Erwina Lubis, Anggiani Nasution, Santoso, Arifin Kartoharjono. Teknisi : Basaruddin N., m. Syarif, Panca Hadi Siwi, dan Maulana Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi Alasan Utama dilepas : Hasil tinggi dan toleran rendaman dilahan sawa irigasi yang rawan banjir Penyiapan Bibit Padi Tanaman sehat merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi agar produktivitas tinggi mendekati potensi genetik dapat dicapai. Sejak awal tanaman padi harus diperlakukan sebaik mungkin, agar air, hara dalam tanah dan radiasi surya yang tersedia dapat dimanfaatkan secara maksimal. Produksi 44

tinggi dicapai harus seiring dengan meningkatnya efisiensi masukan produksi sumber daya air dan pupuk. Kebutuhan tanaman akan air, radiasi surya, dan hara tanaman meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman dimulai dari fase vegetatif sampai fase generatif dan menurun setelah pengisian biji. Fase Vegetatif meliputi masa perkecambahan, tanaman muda dalam bentuk bibit yang akan ditanam pindah, tanaman mudah setelah ditanaman, awal anakan dan anakan aktif. Fase generatif meliputi masa anakan maksimal pada fase premordia, pembungaan, pengisian biji, dan panen. Persemaian padi dapat dilakukan di tempat basah dan di tempat kering. Persyaratan untuk persemaian basah adalah : Lokasi persemaian mudah diari dan mudah pula air dibuang, tidak ternaungi, terlindungi dari ternak piaraan, tidak ternaungi dan jauh dari cahaya lampu Luas persemaian ± 4% atau 1/25 dari luas pertanaman Lahan dibajak hingga tanah melumpur dengan baik Lebar persemaian 1 1,5 m dan panjang sesuai petakan antara 10 20 m Tambahkan sekam padi atau bahan organik (pupuk kandang) atau campuran keduanya sebanyak 2 kg/m 2, gunanya untuk menyuburkan tanah, memudah pencabutan bibit dan mengurangi kerusakan akar bibit Taburkan benih yang telah direndam dan dikering anginkan secara merata di bedengan persemaian Untuk memperoleh bibit yang kuat, taburkan urea 20 40 gram/m 2 persemaian pada saat tabur benih Cabut bibit secara diagona/miring, bibit yang sudah dicabut bersihkan dari lumpur secara hati-hati agar tidak ada akar yang rusak Daftar Pustaka Deskripsi varietas padi, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi Subang Jawa Barat tahun 2006 sampai 2009. Modul Pelatihan TOT SL-PTT Padi Nasional. Kerja sama : Direktorat Budidaya Srealia Tanaman Pangan, Pusat Pengembangan Pelatihan Pertanian Badan SDM Pertanian, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi- Badan Penelitian Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 2008. Petunjuk Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. 2004. 45

4. PERSIAPAN LAHAN DAN SISTEM TANAM PADI Wahyu Wibawa dan Miswarti Pendahuluan Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan produktifitas tanaman padi sawah. Produktifitas yang tinggi dapat dicapai jika sejak awal pertumbuhannya, tanaman dapat memanfaatkan sumberdaya (air, karbondioksida, cahaya matahari dan unsur hara) secara optimal. Pengolahan tanah dan sistem tanam merupakan komponen penting dan berpeluang dalam peningkatan produktifitas tanaman padi sawah. Pengolahan tanah yang sempurna merupakan salah satu komponen teknologi dasar PTT Padi Sawah. Keuntungan dari pengolahan tanah yang sempurna diantaranya adalah: 1. Mempermudah penanaman (transplanting) 2. Tersedianya media tumbuh yang baik sejak awal pertumbuhan. 3. Meningkatkan efesiensi penggunaan air. 4. Menekan hilangnya unsur hara yang larut dalam air. 5. Menekan pertumbuhan Gulma. Pemanfaatan sumberdaya yang tersedia dapat ditingkatkan melalui sistem tanam. Beberapa sistem tanam yang telah diterapkan di Bengkulu diantaranya adalah sistem tegel, jalur, tidak beraturan (acak), dan legowo. Sistem tanam Legowo merupakan salah satu komponen teknologi pilihan pada PTT Padi Sawah. Keuntungan sistem tanam jajar Legowo dibandingkan dengan sistem tegel adalah : 1. Mempermudah pemeliharaan tanaman. 2. Menciptakan kondisi lingkungan yang tidak disukai oleh hama tikus. 3. Meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya yang tersedia. 4. Meningkatkan hasil/produktifitas. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah merupakan setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat pesemaian, tempat bertanam, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa tanaman, dan memberantas gulma. 46

Teknologi Tanpa Olah Tanah (TOT) Perbedaan utama bertanam padi sawah tanpa olah tanah dengan bertanam padi biasa hanya pada cara persiapan lahannya. TOT adalah tanah yang akan ditanami tidak diolah dan sisa-sisa tanaman sebelumnya dibiarkan tersebar di permukaan, yang akan melindungi tanah dari ancaman erosi selama masa yang sangat rawan yaitu pada saat pertumbuhan awal tanaman. Penanaman dilakukan dengan tugal. Gulma diberantas dengan menggunakan herbisida. Syarat utama teknologi TOT adalah penggunaan herbisida disemprotkan pada kondisi kering dan dibiarkan kering selama 5-10 hari setelah penyemprotan. Herbisida yang digunakan harus bersifat sistemik dan ramah lingkungan. Adapun keuntungan TOT dibandingkan dibanding dengan tanam biasa adalah : 1. Kualitas pertumbuhan tanaman dan hasil panen tidak berbeda dengan penanaman padi sawah biasa. 2. Menghemat biaya persiapan lahan 3. Menghemat waktu musim tanam sehingga dapat meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) Pengolahan tanah minimum (OTM) OTM artinya tidak semua permukaan tanah diolah, hanya barisan tanaman saja yang diolah dan sebagian sisa-sisa tanaman dibiarkan pada permukaan tanah Olah Tanah Sempurna (OTS) Dalam pengolahan tanah sempurna perlu diperhatikan saluran irigasi (saluran pemasukan dan saluran pembuangan) untuk dibersihkan dan diperbaiki agar jalannya air lancar, mudah diatur dan tidak banyak yang terbuang. Bersihkan dan lapisi pematang agat tidak menjadi sarang hama dan penyakit. Setelah kering, lumpur pelapis pematang akan mengeras sehingga rumput tidak mudah tumbuh. Tanah diolah dengan sempurna sampai kedalaman 15-20 cm. Pengolahan tanah sempurna yaitu jika perbandingan Lumpur dan air 1:1 dicirikan dengan mencelupkan logam stainless ke dalam lumpur lalu diangkat lagi, maka Lumpur tidak menempel dan yang menempel hanya air keruh. 47

Penanaman Ada dua cara dalam penanaman padi yaitu tanam benih langsung (Tabela) dan tanam pindah (Tapin). 1. Tanam Benih Langsung (Tabela) Pada hakekatnya sistem tanam benih langsung sama dengan budidaya padi sawah biasa. Perbedaan yang prinsip adalah terdapat pada bentuk fisik bibit yang akan ditanam di sawah. Bibit yang akan ditanam sistem tabela adalah masih berupa benih sedangkan untuk padi sawah menggunakan bibit tanaman dari persemaian yang telah berumur < 21 hari setelah semai. Tabela terbagi dalam tiga sistem yaitu : Tebar benih merata Penyebaran benih dapat dilakukan dengan atau tanpa alat bantu di petakan sawah yang telah dipersiapkan. Sistem ini mempunyai ciri tanaman padi tumbuh tidak beraturan, ada yang berjarak rapat dan ada yang renggang. Sebaiknya digunakan herbisida untuk menekan pertumbuhan gulma karena gulma merupakan masalah utama dalam penanaman tabela Sistem tanam dalam alur Tabela dalam sistem ini memerlukan perlakukan dan ciri sebagai berikut : 1) Pada petakan dibuat alur-alur dengan caplak, 2) benih padi setelah direndam/peram kemudian ditanam pada alur-alur di sawah, jarak antar barisan sama sedangkan jarak tanam benih di dalam alur tidak sama dan relatif dekat, 3) Perawatan tanaman relatif lebih mudah dibanding sistem tebar merata. Sistem tanam sejajar dua arah Pada sistem ini mempunyai perlakuan dan ciiri sebagai berikut : 1) pada petakan sawah dibuat alur sejajar dua arah dengan menggunakan caplak, 2) benih padi setelah direndam atau diperam kemudian ditanam pada titik persilangan alur. Cara tanam langsung ini dilakukan dengan tangan karena belum ditemukan atabela yang ideal, 3) perawatan tanaman lebih mudah 2. Tanam Pindah (Tapin) Tanam pindah merupakan tanaman padi dalam bentuk bibit yang ditanam dipersemaian kemudian dipindahkan ke lokasi penanaman yang telah ditetapkan. 48

Pada tapin penanaman padi dapat dilakukan pengaturan jarak tanam padi. Jarak tanam akan menentukan populasi per satuan luas. Jarak tanam padi tergantung pada 1) jenis tanaman, 2) kesuburan tanah, 3) ketinggian tempat Jenis tanaman Jenis padi dengan jumlah anakan yang banyak memerlukan jarak tanam yang lebih lebar dan sebaliknya jenis padi anakan sedikit memerlukan jarak tanam yang lebih sempit. Kesuburan tanah Pada tanah yang subur memerlukan jarak tanam yang lebih lebar dibandingkan dengan tanah yang kurang subur karena pada tanah yang subur penyerapan hara oleh akar lebih baik sehingga mempengaruhi penentuan jarak tanam. Ketinggian Tempat Daerah yang mempunyai ketinggian tertentu seperti pegunungan akan membutuhkan jarak tanam yang lebih rapat dari pada jarak tanam di dataran rendah, hal ini berkaitan dengan penyediaan air Cara Penanaman padi Ada tiga cara pengaturan tanam padi yang biasa ditemui yaitu: 1. Secara acak/ tak beraturan Tanam padi secara acak / tak beraturan merupakan cara tanam yang jarak tanamnya tidak teratur. Penanaman cara ini mempunyai banyak kelemahan atau kerugian karena populasi tanaman tidak dapat dihitung, sulit dalam perawatan seperti penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Tanaman padi yang ditanam secara tidak beraturan. 49

2. Bujur Sangkar (tegel) Tanam padi secara bujur sangkar (tegel) merupakan cara tanam yang teratur dan lurus. Dalam pengaturan jarak ini biasanya menggunakan tali atau caplak (penggaris yang terbuat dari kayu dan sudah memakai jarak tanam). Secara umum rekomendasi jarak tanam yang dianjurkan adalah 20 x 20 cm atau 25 x 25 cm. Cara ini mempunyai kelebihan dibanding dengan cara acak yaitu populasi tanaman dapat dihitung persatuan luas. Petani menggunakan caplak dalam pembuatan garis Tanaman padi yang ditanam secara bujur sangkar 3. Legowo Legowo berasal dari bahasa jawa yaitu lego = luas / lega dan dowo = memanjang, yang artinya sistem tandur jajar dimana antara barisan tanaman padi terdapat lorong kosong yang lebih besar dan memanjang sejajar dengan barisan tanaman padi. Pengaturan jarak tanam dalam sistem inii dianjurkan menggunakan caplak dibanding dengan tali karena dalam pelaksanaannya lebih mudah. Arah tanam legowo sebaiknya sejajar dengan arah sinar matahari. Tanam cara legowo dapat diterapkan baik pada tanam benih langsung (tabela) maupun tanam pindah (tapin). Kelebihan cara tanam legowo adalah: 1) Jumlah populasi meningkat dibanding cara bujur sangkar (tegel), 2) terdapat ruang kosong sehingga memudahkan aktifitas petani dalam pemeliharaan/perawatan seperti pemupukan, penyiangan, penyemprotan hama dan penyakit, 3) sangat cocok untuk diterapkan minapadi. Legowo yang dikenalkan ada dua yaitu legowo 2:1 dan legowo 4:1. Legowo 2:1 adalah bibit ditanam per dua baris, jarak antar baris 20 cm, jarak tanam dalam barisan 10 cm dan jarak antar 2 barisan adalah 40 cm. Legowo 4:1 adalah bibit ditanam per 4 baris, jarak atara baris 20 cm, jarak 50

tanam dalam 2 barisan. Legowo 2:1 Legowo 4:1 Setelah pengukuran jarak tanam selesai dilakukan penanaman padi secara serentak (bersama-sama) dengan cara sebagai berikut: 1. Segenggam bibit dipegang ditangan kiri, tangan kanan mengambil bibit 1-3 batang dari tangan kiri. 2. Bibit ditanam pada perpotongan goresan caplak (untuk bujur sangkar) sedangkan untuk legowo bibit ditanam seperti yang disebut diatas. 3. Kedalaman bibit 3-4 cm. Penanaman bibit yang terlalu dangkal (<3 cm) mengakibatkan tanaman mudah rebah sedangkan bibit yang terlalu dalam (>4 cm) mengakibatkan menghambat pertumbuhan sistem perakaran sehingga anakan sedikit dan berkurang. Daftar Pustaka Aak. 2002. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius. Yogyakarta. Bedriyetti. 2000. Minapadi. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IPPTP) Bengkulu. Busyra, Nurli Izhar, Sigit Handoko. 2001. Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Dengan Perbaikan Teknologi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Miswarti, Gunawan, Zul Efendi, Hidayatullah. 2005. Teknologi Budidaya Padi Sawah dan Pemanfaatan Jerami Untuk Ternak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu. 51

5. PEMUPUKAN TANAMAN PADI Sri Suryani M. Rambe Pendahuluan Pemupukan tanaman padi spesifik lokasi adalah suatu upaya menambah/ menyediakan semua hara penting untuk kebutuhan tanaman padi sehingga tanaman dapat tumbuh optimal. Tanaman memerlukan 16 unsur hara yaitu: C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Bo, Mo, Cl, Fe dan Mn. Unsur hara N, P, K, C, H, O, Ca, Mg dan S disebut unsur hara makro, karena sangat penting untuk pertumbuhan tanaman agar diperoleh hasil tinggi. Unsur hara lainnya disebut hara mikro. Sumber hara tanaman berasal dari: udara dan dalam tanah hasil pelapukan bahan batuan (alami), bahan organik berupa hasil pelapukan residu tanamann (jerami dan hijauan lainnya), pupuk kandang dan kompos, air irigasi dan pupuk kimia (pupuk anorganik) seperti urea, SP-36, KCl, ZA dan berbagai pupuk majemuk. Pupuk kimia digunakan untuk menambah kekurangan jumlah hara yang diperlukan tanaman agar tercapai tingkat hasil tertentu, jika hara yang secara alami tersedia dari dalam tanah tidak mencukupi. Pupuk kimia N (Nitrogen) diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sepanjang musim. Gejala kekurangan N adalah tanaman kerdil, berwarna hijau kekuning-kuningan. Sumber N dari pupuk tunggal urea dan ZA serta pupuk majemuk NPK. Pupuk P (Fosfat) diperlukan pada stadia awal pertumbuhan untuk meningkatkan perkembangan akar, pembentukan anakan dan mempercepat tanaman berbunga. Gejala kekurangan adalah tanaman kerdil berwarna hijau tua dengan daun-daun tegak dan anakan sedikit. Sumber dari pupuk SP-36, Superfos dan NPK. Pupuk K (Kalium) diperlukan untuk memperkuat dinding sel tanaman dan berperan memperluas kanopi daun untuk proses fotosintesis pada tanaman, serta meningkatkan jumlah gabah per malai dan persentase gabah isi. Gejala kekurangan K adalah tanaman berwarna hijau tua dengan tepi daun coklat kekuningan bercak-bercak coklat tua muncul pertama pada ujung daun-daun tua. Sumber K dari KCl dan NPK. Pemberian pupuk yang tepat takaran, tepat waktu, dan jenis pupuk yang diberikan sesuai, maka pemupukan akan lebih efisien, mengurangi biaya pembelian pupuk, produksi padi tinggi sehingga pendapatan petani meningkat dan kesuburan tanah tetap terjaga serta pencemaran lingkungan dapat dihindari. Terdapat beberapa cara untuk mengukur status hara dalam tanah dan kebutuhan tanaman akan hara yaitu Bagan Warna Daun (BWD), Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS), Uji Petak Omisi, Peta Status hara skala 1 : 50.000, 52

riwayat penggunaan pupuk dan hasil yang biasa dicapai petani serta rekomendasi pemupukan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Kepmentan No. 01/Kpts/Sr.130/2006 Tanggal 3 Januari 2006. Penggunaan Bagan Warna Daun BWD adalah alat berbentuk persegi empat yang berguna untuk mengetahui kadar hara N tanaman padi. Pada alat ini terdapat empat kotak skala warna, mulai dari hijau muda hingga hijau tua, yang menggambarkan tingkat kehijauan daun tanaman padi. Sebagai contoh, kalau daun tanaman berwarna hijau muda berarti tanaman kekurangan hara N sehingga perlu dipupuk. Sebaliknya, jika daun tanaman berwarna hijau tua atau tingkat kehijauan daun sama dengan warna di kotak skala 4 pada BWD berarti tanaman sudah memiliki hara N yang cukup sehingga tidak perlu lagi dipupuk. Hasil penelitian menunjukkan, pemakaian BWD dalam kegiatan pemupukan N dapat menghemat penggunaan pupuk urea sebanyak 15-20% dari takaran yang umum digunakan petani tanpa menurunkan hasil. Aplikasi Bagan Warna Daun. 53

Cara Penggunaan BWD: 1. Sebelum berumur 14 hari setelah tanam (HST), tanaman padi diberi pupuk dasar N dengan takaran 50-75 kg per hektar. Pada saat itu BWD belum diperlukan. 2. Pengukuran tingkat kehijauan daun padi dengan BWD dimulai pada saat tanaman berumur 25-28 HST. Pengukuran dilanjutkan setiap 7-10 hari sekali, sampai tanaman dalam kondisi bunting atau fase primordia. Cara ini berlaku bagi varietas unggul biasa. Khusus untuk padi hibrida dan padi tipe baru, pengukuran tingkat kehijauan daun tanaman dilakukan sampai tanaman sudah berbunga 10%. 3. Pilih secara acak 10 rumpun tanaman sehat pada hamparan yang seragam, lalu pilih daun teratas yang telah membuka penuh pada satu rumpun. 4. Letakkan bagian tengah daun di atas BWD, lalu bandingkan warna daun tersebut dengan skala warna pada BWD. Jika warna daun berada di antara dua skala warna di BWD, maka gunakan nilai rata-rata dari kedua skala tersebut, misalnya 3,5 untuk nilai warna daun yang terletak di antara skala 3 dengan skala 4 BWD. 5. Pada saat mengukur daun tanaman dengan BWD, petugas tidak boleh menghadap sinar matahari, karena mempengaruhi nilai pengukuran. 6. Bila memungkinkan, setiap pengukuran dilakukan pada waktu dan oleh orang yang sama, supaya nilai pengukuran lebih akurat. 7. Jika lebih 5 dari 10 daun yang diamati warnanya dalam batas kritis atau dengan nilai rata-rata kurang dari 4,0 maka tanaman perlu diberi pupuk N dengan takaran: 50-70 kg urea per hektar pada musim hasil rendah 75-100 kg urea per hektar pada musim hasil tinggi 100 kg urea per hektar pada padi hibrida dan padi tipe baru, baik pada musim hasil rendah maupun musim hasil tinggi. Apabila nilai warna daun padi hibrida/padi tipe baru pada saat tanaman dalam kondisi keluar malai dan 10% berbunga berada pada skala 4 atau kurang, maka tanaman perlu diberi pupuk N dengan takaran 50 kg urea per hektar (Tabel 1). 54

Tabel 1. Rekomendasi pemupukan N pada varietas unggul biasa, padi hibrida, dan padi tipe baru dengan sistem tanam pindah. Musim* Sebelum 14 HST (kg urea/ha) Setelah digunakan BWD (kg urea/ha)** IR64, Ciherang, Ciliwung dan sejenisnya Musim Hasil Rendah 50 75 50 70 Musim Hasil Tinggi 50 75 75 100 VUTH & VUTB, mis : Fatmawati Musim Hasil Rendah 75 100 Musim Hasil Tinggi 100 100 Bonus - 50 * Tergantung lokasi, di tempat-tempat tertentu musim hasil rendah adalah musim kemarau dan musim hasil tinggi adalah musim hujan, sedangkan di lokasi lain bisa sebaliknya. ** Diberikan apabila nilai pengukuran BWD di bawah skala 4 atau kurang, pengukuran dimulai 28 HST dan diakhiri setelah 10% tanaman berbunga, dengan selang 7-10 hari. Berikan bonus pada pengukuran terakhir (pada stadia keluar malai sampai 10% berbunga). Untuk mencapai target kenaikan produksi, perlu diberikan pupuk sesuai dengan target produksi padi yang diharapkan. Apabila target peningkatan produksi sebesar 3 ton/ha, maka perlu diberikan pupuk Urea 325 kg/ha (konvensional) atau 250 kg/ha (dengan penggunaan BWD) atau 225 kg/ha jika menggunakan BWD dan ditambah dengan aplikasi 2 ton pupuk kandang/ha (Tabel 2). Tabel 2. Rekomendasi Umum Pemupukan Nitrogen pada Tanaman Padi Sawah. Target kenaikan Teknologi yang digunakan Rekomendasi (kg/ha) produksi dari pupuk N N Urea 2,5 t/ha Konvensional 125 275 Menggunakan BWD 90 200 Menggunakan BWD + 2 t 75 175 pupuk kandang/ha 3,0 t/ha Konvensional 145 325 Menggunakan BWD 110 250 Menggunakan BWD + 2 t 100 225 pupuk kandang/ha 3,5 t/ha Konvensional 170 375 Menggunakan BWD 130 290 Menggunakan BWD + 2 t pupuk kandang/ha 120 265 55

Pemupukan P Dan K Berdasarkan Status Hara Tanah Pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah dapat dilakukan dengan menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) dan Petak Omisi. Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) merupakan alat untuk mengukur kadar hara P dan K serta ph tanah yang dapat dikerjakan oleh penyuluh lapangan atau petani secara langsung di lapangan. Hasil analisis P dan K tanah dengan PUTS ini selanjutnya digunakan sebagai dasar penyusunan rekomendasi pupuk P dan K spesifik lokasi untuk tanaman padi sawah, terutama varietas unggul dengan produktivitas setara dengan IR64 atau Ciherang. Prinsip kerja PUTS ini adalah mengukur hara P dan K tanah yang terdapat dalam bentuk tersedia, secara semi kuantitatif dengan metode kolorimetri (pewarnaan). Pengukuran kadar P dan K tanah dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu rendah (R), sedang (S), dan tinggi (TI). Komponen Perangkat Satu unit perangkat uji tanah sawah terdiri atas: (1) satu paket bahan kimia dan alat untuk ekstraksi kadar P, K dan ph, (2) bagan warna untuk penetapan kadar ph, P, dan K, (3) Buku Petunjuk Penggunaan dan Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah, dan (4) Bagan Warna Daun (BWD) untuk menetapkan takaran pupuk urea. Perangkat Uji Tanah Sawah. 56

Pengambilan sampel tanah dan Pengukuran Kadar Hara Pengambilan sampel tanah a. Persyaratan Sebelum contoh tanah diambil perlu diperhatikan keseragaman areal atau hamparan, seperti topografi, tekstur tanah, warna tanah, kondisi tanaman, pengelolaan tanah, dan masukan seperti pupuk, kapur, bahan organik dll, serta sejarah penggunaan lahan di areal tersebut. Untuk hamparan yang relatif seragam, satu contoh tanah komposit dapat mewakili 5 hektar lahan. Pada lahan datar yang dikelola dengan teknologi dan masukan yang seragam bisa lebih luas, berkisar antara 10-25 hektar. b. Alat yang digunakan 1. Bor tanah (auger, tabung), cangkul, atau sekop 2. Ember plastik untuk mengaduk kumpulan contoh tanah individu 3. Alat suntik (syringe) c. Cara pengambilan contoh tanah komposit 1. Tentukan titik pengambilan contoh tanah individu dengan salah satu dari empat cara, yaitu secara diagonal, zig-zag, sistematik atau acak. 2. Contoh tanah sebaiknya diambil dalam keadaan lembab, tidak terlalu basah atau kering. 3. Contoh tanah individu diambil dengan bor tanah, cangkul, atau sekop pada kedalaman 0-20 cm. 4. Contoh tanah diaduk merata dalam ember plastik. 5. Contoh tanah lembab yang sudah siap untuk dianalisis diambil dengan syringe dengan cara: (1) permukaan tanah lembab ditusuk dengan syringe sedalam 5 cm dan diangkat, (2) bersihkan dan ratakan permukaan syringe, didorong keluar dan potong contoh tanah setebal sekitar 0,5 cm dengan sendok stainless, lalu masukkan ke dalam tabung reaksi. d. Hal yang perlu diperhatikan Contoh tanah tidak boleh diambil dari galengan, selokan, tanah di sekitar rumah dan jalan, bekas pembakaran sampah atau sisa tanaman atau jerami, bekas timbunan pupuk, kapur, di pinggir jalan dan bekas peng-gembalaan ternak. 57

Pengukuran kadar hara Secara garis besar urutan pengukuran kadar hara adalah sebagai berikut: 1. Contoh tanah sebanyak 0,5 g atau 0,5 ml dengan syringe dimasukkan ke dalam tabung reaksi. 2. Tambahkan pengekstrak kemudian diaduk dengan pengaduk kaca hingga tanah dan larutan menyatu. Kemudian tambahkan pengekstrak sesuai dengan urutannya. 3. Diamkan larutan sekitar + 10 menit hingga timbul warna. Warna yang muncul pada larutan jernih dibaca atau dipadankan dengan bagan warna yang disediakan. 4. Status hara P dan K tanah terbagi menjadi tiga kelas yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Untuk hara P diindikasikan oleh warna biru muda hingga biru tua, sedangkan untuk hara K diindikasikan oleh warna coklat tua, coklat muda, dan kuning. 5. Rekomendasi pemupukan P dan K ditentukan berdasarkan statusmya. 6. Penentuan ph tanah dan rekomendasi teknologi didasarkan kepada kelas ph yang disetarakan dengan bagan warna. Kapasitas PUTS Satu unit PUTS dapat digunakan untuk analisis contoh tanah sebanyak ±50 sampel. Jika PUTS dirawat dan ditutup rapat setelah digunakan maka bahan kimia yang ada di dalamnya dapat digunakan dengan batas waktu kadaluarsa 1,0-1,5 tahun kemudian. Jika salah satu atau beberapa pengekstrak dalam PUTS habis, isi ulangnya tersedia di BBSDLP Bogor. Selain dengan menggunakan PUTS, analisis tanah bisa dilakukan di laboratorium tanah atau menggunakan Peta Status Hara Tanah Sawah. Rekomendasi pupuk berdasarkam kelas status hara disajikan pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3. Rekomendasi Umum Fosfor pada tanaman padi sawah. Kelas status hara P tanah - Rendah - Sedang - Tinggi Kadar hara terekstrak HCl 25% (mg P2O5/100g) < 20 20 40 > 40 Dosis rekomendasi (kg SP-36/ha) 100 75 50 Sumber : Moersidi et al., 1989; Soepartini et al., 1990, Sofyan A., et al. 1992 dalam Badan Litbang, 2006. 58

Tabel 4. Rekomendasi Umum Pemupukan Kalium pada tanaman padi sawah dengan dan tanpa bahan organik jerami padi. Kelas status hara K tanah - Rendah - Sedang - Tinggi Kadar hara terekstrak HCl 25% (mg K2O/100g) < 20 10 20 > 20 Dosis rekomendasi pemupukan K (kg KCl/ha) + Jerami - Jerami 50 0 0 100 50 50 Sumber : Moersidi et al., 1989; Soepartini et al., 1990 dalam Badan Litbang, 2006. Cara Pemberian Pupuk: Seluruh SP-36 dan ½ bagian KCl. diberikan sebagai pupuk dasar. Apabila menggunakan jerami (5 ton/ha) maka KCl tidak perlu diberikan. Pupuk susulan 1 diberikan saat tanaman berumur 42 hst dengan dosis ½ bagian KCl. Pupuk diberikan dengan cara disebar merata pada lahan sawah dengan kondisi macak-macak, lalu diinjak-injak. Lahan sawah jangan dimasukkan air/diairi selama 3 hari. Pemberian pupuk jangan dilakukan jika hari hujan atau akan hujan. Pemberian pupuk kimia pada tanaman padi sawah. 59

Rekomendasi Pemupukan Berdasarkan Kepmentan No. 01 /Kpts/Sr.130/I2006 Tanggal 3 Januari 2006 Pemupukan Nitrogen sebaiknya dilakukan dengan pe nggunaan Bagan Warna Daun (BWD). Jika pemupukan Nit r ogen belum dapat dilakukan dengan BWD maka maka rekomendasi pupuk Urea dapat mengacu pada Kepmentan No. 01/Kpts/Sr. 130/I2006 Tanggal 3 Januari 2006 (Tabel 5 s/d 13). Pemupukan K alium dan Phosfor sebaiknya dengan menggunakan rekomendasi pupuk hasil analisa laboratorium atau Perangk at Uji Tanah Sawah (PUTS). Jika karena sesuatu dan lain hal belum memungkinkan untuk melakukan analisa laboratorium atau alat PUTS tersebut, maka rekomendasi pemupukan dapat mengacu pada Kepmentan No. 01/Kpts/Sr.130/I2006 Tanggal 3 Januari 2006 (Tabel 5 s/d 13). Tabel 5. Rekomendasi pupuk N, P dan K pada lahan sawah spesifik lokasi per Kecamatan di Kota Bengkulu. Rekomendasi Pupu k (Kg/ha) Kabupaten Kecamatan Tanpa Bahan Organik Dengan 5 ton Dengan 2 ton pupuk jerami/ha kandan g/ha Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Selebar 200 75 50 180 75 0 150 25 30 Kota Gading - - - - - - - - - Bengkulu Cempaka Teluk Segara 200 75 50 180 75 0 150 25 30 Muara 200 100* 100* 180 100* 50* 150 50* 80* Bangkahulu Keterangan : - : Lahan Kering * : Dosis pupuk dapat lebih rendah karena variabilitas hara tanah Tabel 6. Rekomendasi pupuk N, P dan K pada lahan sawah spesifik lokasi per kecamatan di Kabupaten Mukomuko. Rekomendasi Pupuk (Kg/ha) Kabupaten Kecamatan Tanpa Bahan Organik Dengan 5 ton Dengan 2 ton pupuk jerami/ha kandang/ha Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Mukomuko 200 75 100* 180 75 50* 150 25 80* Muko- Selatan muko Teras 200 75 50 180 75 0 150 25 30 Terunjam Mukomuko 200 75 50 180 75 0 150 25 30 Utara Lubuk Pinang 200 75 50 180 75 0 150 25 30 60

Tabel 7. Rekomenda si pupuk N, P dan K pada laha n sawah spesifik lokasi per kecamatan di K abupaten Bengkulu Ut ara. Beng Kulu utara Rekomendasi Pupuk (Kg/ ha) Kecamatan Tanpa Bahan Organik Deng an 5 ton Deng an 2 ton pupuk jerami/ha kanda ng /ha Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Enggano - - - - - - - - - Talang Empat 200 100 50 180 100 0 150 50 30 Taba - - - - - - - - - Penanjung Karang Tinggi 200 50 50 180 50 0 150 0 30 Pagar Jati 200 50 50 180 50 0 150 0 30 Pematang 200 75 50 180 75 0 150 25 30 Tiga Pondok 200 100* 100* 180 100* 50* 150 50* 80* Kelapa Kerkap 200 75* 100* 180 75* 50* 150 25* 80* Arga Makmur 200 75* 50 180 75* 0 150 25* 30 Lais 200 75* 100* 180 75* 50* 150 25* 80* Air Napal 200 75* 100* 180 75* 50* 150 25 80 Air Besi 200 75* 50 180 75* 0 150 25* 30 Padang Jaya 200 50 50 180 50 0 150 0 30 Napal Putih - - - - - - - - - Ketahun 200 50 50 180 50 0 150 0 30 Putri Hijau 200 50 50 180 50 0 150 0 30 Batik Nau 200 50 50 180 50 0 150 0 30 Giri Mulya - - - - - - - - - Kabupaten Tabel 8. Rekomendasi pupuk N, P dan K pada lahan sawah spesifik lokasi per kecamatan di Kabupaten Bengkulu Selatan. Rekomendasi Pupuk (Kg/ha) Kabupaten Kecamatan Tanpa Bahan Organik Dengan 5 ton jerami/ha Dengan 2 ton pupuk kandang/ha Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Manna 200 100* 100 180 100 50* 150 50* 80* Beng Kulu Kota Manna 200 100* * 100 180 * 100 50 150 50* 80 Sela tan Seginim 200 100* 100 180 * 100 50* 150 50* 80* * * Pino Raya 200 100* 100 * 180 100 * 50* 150 50* 80* Kedurang 200 75* 100 * 180 75* 50* 150 25* 80* 61

Tabel 9. Rekomendasi pupuk N, P dan K pada lahan sawah spesifik lokasi per kecamatan di Kabupaten Seluma. Selu ma Rekomendasi Pupuk (Kg/ha) Kecamatan Tanpa Bahan Organik Dengan 5 ton jerami/ha Dengan 2 ton pupuk kandang/ha Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Seluma 200 75* 100 180 75* 50* 150 25* 80* * Sukaraja 200 75 50 180 75 0 150 25 30 Talo 200 100* 100 180 100 50* 150 50* 80* * * Semidang 200 75* 50 180 75 0 150 25* 30 Alas Semidang 200 75* 50 180 75* 0 150 25 30 Alas Maras Tabel 10. Rekomendasi pupuk N, P dan K pada lahan sawah spesifik lokasi per kecamatan di Kabupaten Kaur. Kabupaten Kabupaten Kaur Rekomendasi Pupuk (Kg/ha) Kecamatan Tanpa Bahan Organik Dengan 5 ton jerami/ha Dengan 2 ton pupuk kandang/ha Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Kaur Selatan 200 100 100 180 100 50* 150 50 80* * Kaur Tengah 200 100* 50 180 100 0 150 50* 30 * Kaur Utara 200 50 100 180 50 50* 150 0 80* * Kinal 200 100* 100 180 100 50* 150 50* 80* * * Maje 200 100* 100 180 100 50* 150 50* 80* * * Nasal - - - - - - - - - Tanjung 200 100* 100 180 100 50* 150 50* 80* Kemuning * * 62

Tabel 11. Rejang Lebong Tabel 12. Rekomendasi pupuk N, P dan K pada lahan sawah spesifik lokasi per kecamatan di Kabupaten Rejang Lebong. Kabupaten Rekomendasi Pupuk (Kg/ha) Kecamatan Tanpa Bahan Organik Dengan 5 ton jerami/ha Dengan 2 ton pupuk kandang/ha Urea SP- KCl Urea SP-36 KCl Urea SP- KCl 36 36 Curup 200 50 50 180 50 0 150 0 30 Bermani Ilir 200 75 50 180 75 0 150 25 30 Bermani Ulu 200 75* 50 180 75* 0 150 25* 30 Sindang 200 50 50 180 50 0 150 0 30 Kelingi Selupu 200 50 50 150 0 30 150 0 30 Rejang Padang Ulak 200 50 50 180 50 0 150 0 30 Tanding Kota Padang 200 50 50 180 50 0 150 0 30 Kabupaten Rekomendasi pupuk N, P dan K pada lahan sawah spesifik lokasi per kecamatan di Kabupaten Kepahiang. Rekomendasi Pupuk (Kg/ha) Kecamatan Tanpa Bahan Organik Dengan 5 ton jerami/ha Dengan 2 ton pupuk kandang/ha Urea SP- KCl Urea SP- KCl Urea SP- KCl 36 36 36 Tebat Karai 200 75* 50 180 75* 0 150 25* 30 Kepa hiang Kepahiang 200 75* 50 180 75 0 150 25* 30 Tabel 13. Kabupaten Lebong Rekomendasi pupuk N, P dan K pada lahan sawah spesifik lokasi per kecamatan di Kabupaten Lebong. Rekomendasi Pupuk (Kg/ha) Kecamatan Tanpa Bahan Organik Dengan 5 ton jerami/ha Dengan 2 ton pupuk kandang/ha Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Lebong 200 100* 100 180 100 50* 150 50* 80* Utara * * Lebong 200 100* 50 180 100 0 150 50* 30 Selatan * Lebong 200 100* 100 180 100 50* 150 50* 80* Tengah * * Lebong 200 100* 100 180 100 50 150 50* 80 Atas * Rimbo 200 50 50 180 50 0 150 0 30 Pengadang 63

Pupuk Organik Pupuk organik dalam bentuk yang telah dikomposkan ataupun segar berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, fisika dan biologi tanah serta sumber nutrisi tanaman. Secara umum kandungan nutrisi hara dalam pupuk organik tergolong rendah dan agak lambat tersedia, sehingga diperlukan dalam jumlah cukup banyak. Dianjurkan agar dilakukan pemberian 2 ton pupuk kandang atau 5 ton kompos jerami padi.bisa menghemat penggunaan pupuk kimia sekaligus memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Namun, pupuk organik yang telah dikomposkan dapat menyediakan hara dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dalam bentuk segar, karena selama proses pengomposan telah terjadi proses dekomposisi yang dilakukan oleh beberapa macam mikroba baik dalam kondisi aerob (diatas permukaan tanah) maupun anaerob (tanpa udara). Sumber bahan kompos antara lain berasal limbah organik seperti sisasisa tanaman (jerami, batang, dahan), sampah rumah tangga, kotoran ternak (sapi, kambing, ayam), arang sekam, abu dapur. Proses Pengomposan Dalam proses pengomposan peranan mikroba sangat penting. Proses pengomposan secara aerob, lebih cepat dibanding anaerob dan waktu yang diperlukan tergantung beberapa faktor antara lain: ukuran partikel bahan kompos, C/N rasio bahan kompos, keberadaan udara (keadaan aerobik), dan kelembaban. Kompos yang sudah matang diindikasikan oleh suhu yang konstan, ph alkalis, C/N rasio <20, Kapasitas Tukar Kation > 60 me/100g abu dan laju respirasi < 10 mg/g kompos. Sedangkan indikator yang dapat diamati secara langsung adalah jika berwarna coklat tua (gelap) dan tidak berbau busuk (berbau tanah). Secara Anaerob (tanpa udara) Cara Pembuatan Kompos Pengomposan secara anaerob memerlukan waktu 1,5 sampai 2 bulan. Satu bak atau lubang berukuran 2m x 1m x 1m dapat diproses sekitar 0,5-0,8 ton kompos yang cukup untuk memupuk sekitar 0,2 sampai 0,3 ha lahan tanaman pangan. Bahan baku yang digunakan antara lain sisa tanaman (jerami, rumput, tongkol jagung, dll.) dan pupuk kandang. 64

Cara Kerja : 1. Masukkan bahan baku secara berlapis-lapis mulai dengan sisa tanaman, kemudian pupuk kandang, abu sekam atau abu dapur ke dalam lubang yang berukuran 2m x 1m dengan kedalam 1m, yang telah disiapkan sebelumnya yang dasarnya telah dipadatkan agar tidak terjadi rembesan air (ukuran lubang dapat disesuaikan menurut ketersediaan tenaga kerja dan bahan baku yang tersedia). 2. Tutup bagian atas permukaan dengan tanah setebal 5-10 cm dan semprotkan air sebanyak 30 liter di atas lubang setiap 10 hari dan aduklah seluruh bahan dalam lubang setelah satu bulan pengomposan 3. Dibiarkan berlangsung selama 1,5 2 bulan agar terjadi proses pengomposan dengan sempurna. 4. Untuk mempercepat waktu pengomposan, dapat digunakan mikroba selulolitik atau lignolitik yang berperan sebagai dekomposer. Mikroba dekomposer yang dapat digunakan antara lain Biodec, Stardec, EM-4 dan lain-lain. Dengan penggunaan dekomposer, kompos siap digunakan sekitar 3-4 minggu. Secara Aerob (di atas permukaan tanah) Cara Kerja : 1. Siapkan bak kompos dari bilah bambu atau kayu. Bentuk bak kotak persegi ukuran 1 m x 1 m x 1 m. 2. Siapkan larutan dekomposer atau jika dekomposer berbentuk padat maka larutkan mikroba pengompos yang berbentuk padat tersebut dengan air bersih dalam ember. 3. Bahan baku kompos disusun berlapis setebal 20 cm kemudian disiram sampai basah dan dipercikkan dengan larutan mikroba secara merata atau dengan ciri bila dikepal dengan tangan air tidak keluar dan bila kepalan dilepas bahan baku akan mekar, 4. Isi bak kompos sampai penuh, kemudian ditutup dengan karung goni atau plastik warna gelap. Miringkan tutup bak pengompos agar air hujan tidak mengumpul diatas bak pengompos. 5. Suhu kompos diperiksa setiap hari, pertahankan suhu pada kisaran 40 50 o C, jika suhu lebih tinggi, kompos diaduk sampai suhunya turun dan ditutup kembali. Bisa juga digunakan bambu atau paralon yang dibolongi dan diletakkan ditengah-tengah kompos agar peredaran udata menjadi lancar. Jika bahan baku kompos kering, percikkan air secukupnya. 65

6. Jika tanpa menggunakan bambu/paralon, maka setiap minggu perlu dilakukan pembalikkan jerami, setengah bagian atas dipindah ke atas dan setengah bagian dibawah dipindah ke atas. 7. Bila mikroba pengomposnya baik dan proses pengomposan berjalan sempurna, maka dalam waktu 2 sampai 3 minggu kompos sudah jadi. Hasilnya adalah sekitar 5 s/d 6 kwintal untuk setiap 1 m kubik bahan organik yang dikomposkan (setengah bak kompos). Kompos yang sudah jadi berwarna coklat kehitaman dan aroma tidak berbau busuk. Diperkaya oleh pupuk buatan pabrik; Cara Kerja : 1. Sisa tanaman ditumpuk dengan ketebalan 15 cm, kemudian ditambahkan pupuk urea dan SP-36 masing-masing 5 kg untuk tiap ton bahan yang dikomposkan, selanjutnya ditaruh pupuk kandang, demikian seterusnya hingga ketinggian lapisan 1,2 m. 2. Kelembaban di dalam tumpukan harus dijaga agar tetap lembab, tetapi tidak becek. 3. Setelah 3 4 minggu kompos perlu dibalik. 4. Untuk mengetahui kenaikan suhu, digunakan tongkat kayu kering dan halus yang ditusukkan ke dalam tumpukan kompos selama sekitar 10 menit. Apabila tongkat terasa lembab dan hangat, berarti proses pengomposan berjalan normal dan baik, namun jika tongkat kering segera siramkan air ke dalam kompos. 5. Setelah satu bulan dan suhu mulai menurun dan konstan, kompos siap digunakan. Daftar Pustaka Badan Litbang. 2006. Rekomendasi Pemupukan N, P, Dan K Untuk Tanaman Padi Sawah Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Balit Tanah. 2005. Buku Petunjuk Penggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah V.01. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Sumber Data Lahan Pertanian. Badan Litbang. Departemen Pertanian. Badan Litbang. 2007. Petunjuk Teknis Lapang. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 66

6. PENGAIRAN YANG EFEKTIF DAN EFISIEN Agus Darmadi Pendahuluan Pada budidaya padi sawah, yang menjadi ciri utama dilihat dari segi kebutuhan air adalah pada periode tumbuh (sejak tanam hingga tanaman masuk pada fase generatif) memerlukan lahan dengan kondisi tanah yang jenuh air. Pemahaman mengenai kondisi jenuh air ini tidaklah identik dengan keadaan yang selalu tergenang, walaupun dalam mencapai suatu keadaan jenuh air biasanya dilakukan dengan cara penggenangan/irigasi. Pada daerah-daerah dengan sumber air irigasi terbatas, efisiensi penggunaan air ini akan berpengaruh langsung pada cakupan areal yang dapat ditanami dan memperbesar stok air yang masih tertampung pada waduk/dam untuk dimanfaatkan pada musim tanam selanjutnya. Lantas apa manfaatnya penerapan efisiensi penggunaan air pada lahan-lahan sawah yang sumber air irigasinya berlimpah dan kelebihan air irigasi tersebut tidak bisa ditampung karena tidak ada waduk/dam? Pertanyaan kritis ini terkadang datang dari petani sendiri yang secara logika mereka belum bisa menerima. Dalam hal ini, perlu adanya penjelasan yang utuh sehingga tidak menimbulkan kesalahan pemahaman yang dapat berakibat pada keengganan dalam mengadopsi inovasi teknologi itu sendiri. Teknologi Irigasi Irigasi Macak-macak di Lahan Sawah Irigasi macak-macak adalah teknik pemberian air yang bertujuan membasahi lahan hingga jenuh air, tanpa perlu lahan tersebut tergenangi hingga mencapai ketinggian tertentu. Dalam teknik klasik, untuk mengirigasi lahan sawah petani biasanya membuat genangan hingga ketinggian sampai 15 cm secara terus menerus (continous flow). Sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian air dengan jumlah terbatas dan tidak secara terus menerus pada padi sawah (kondisi lahan macak-macak) selain menurunkan tingkat kebutuhan air irigasi juga meningkatkan hasil panen dibandingkan dengan penggenangan terus menerus. Penggenangan dalam (10-15 cm) seperti dilakukan petani pada umumnya dapat menyebabkan tingginya kehilangan air lewat perlokasi yang di dalamnya juga terlarut unsur hara yang bersifat mobil, sehingga tingkat kehilangan hara juga menjadi tinggi. 67

Irigasi Bergilir Sistem irigasi bergilir merupakan teknik irigasi dimana pemberian air dilakukan pada suatu luasan tertentu dan untuk periode tertentu, sehingga areal tersebut menyimpan air yang dapat digunakan hingga periode irigasi berikutnya dilakukan. Jumlah air yang diberikan dan interval irigasi adalah setara dengan unit luasan lahan yang diirigasi dan jumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi, rembesan (seepage), perkolasi dan komponen kehilangan air lainnya. Irigasi Berselang Sistem irigasi berselang (intermitten irigation) merupakan sistem pemberian air ke dalam lahan sawah dengan level tertentu kemudian pemberian air berikutnya dilakukan pada periode tertentu setelah genangan air pada level tersebut surut hingga tidak terjadi genangan. Manfaat dari sistem irigasi berselang adalah; - menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas. - memberi kesempatan pada akar tanaman untuk mendapatkan udara sehingga dapat berkembang lebih dalam. - mencegah timbulnya keracunan besi - mencegah penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat perkembangan akar. - mengaktifkan jasad mikroba yang bermanfaat. - mengurangi kerebahan. - mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan gabah). - menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen. - memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah). - memudahkan pengendalian hama keong mas dan mengurangi penyebaran hama wereng coklat dan penggerek batang, dan mengurangi kerusakan tanaman padi karena hama tikus. Hasil penelitian, sistem pengairan berkala (intermitten irigation) yaitu pengairan terputus-putus atau berselang dengan interval 7 hari tergenang dan 7 hari lembab macak-macak berselang seling sejak 15 HST sampai fase menjelang bunting dapat menghemat air sekita 40 % tanpa mengganggu produktivitas, bahkan hasil padi cenderung meningkat dari 6 ton menjadi 6,35 ton GKG per hektar (5,6 %). 68

Pengelolaan Air Irigasi Pada Padi Sawah Berdasarkan uraian mengenai sistem pemberian air irigasi untuk pertanaman padi sawah di atas dan dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang berkaitan dengan pengelolaan air irigasi secara efektif dan efisien, maka dapat disarikan beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh petani di lapangan sebagai berikut: 1. Selama proses pengolahan tanah galangan harus ditutup sehingga air tidak keluar lahan. 2. Pada saat tanam sampai umur dua minggu setelah tanam, lahan dibuat dalam kondisi macak-macak. 3 Pada umur dua minggu setelah tanam, ketinggian air dipertahankan 5 cm dan dilakukan pengairan secara berkala atau berselang dengan interval 7 hari tergenang dan 7 hari macak-macak sampai fase menjelang bunting. 4. Pengeringan lahan sementara waktu dilakukan pada saat pemberian pupuk urea susulan pertama (air macak-macak), dan 7 hari sebelum fase primordia bunga (untuk mencegah keluarnya anakan tidak produktif). 5. Pada saat 15 hari sebelum panen, lahan dikeringkan. Daftar Pustaka Panduan Umum Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian mendukung Prima Tani. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. 2007. Petunjuk Teknis Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah. BPTP NAD bekerjasama dengan NSW-DPI ACIAR, Australia. 2008. Syamsiah, et.al. 2004. Pengelolaan Usahatani Padi Sawah secara Terpadu di Pakandangan, Sumatera Barat dalam Buku: Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi (Buku Tiga). 69

7. PENGENDALIAN GULMA PADA PADI SAWAH SECARA TERPADU Wahyu Wibawa Pendahuluan Pengendalian gulma sudah diakui sebagai komponen penting dari setiap sistem produksi tanaman, tidak terkecuali tanaman padi sawah. Ada tiga pengaruh negatif dari asosiasi tanaman-gulma, yaitu kompetisi, amensalisme dan parasitisme (Radosevich et al., 1997). Kompetisi merupakan pengaruh negatif yang paling dominan dalam asosiasi gulma-tanaman padi. Kompetisi didefinisikan sebagai pengaruh yang saling merugikan di antara organisme yang berasosiasi, yang dalam hal ini adalah gulma dan tanaman padi. Menurunkan tingkat kompetisi merupakan faktor paling penting dalam mengoptimalkan hasil pada budidaya tanaman (Pons et al.,1987). Gulma berkompetisi dengan tanaman dalam mendapatkan unsur hara, air, dan cahaya serta ruang (Klingman dan Ashton, 1982; Terry, 1991; Labrada dan Parker, 1994; Van Rijn, 2000). Masalah gulma sebenarnya menjadi semakin komplek dan serius, tetapi kurang mendapatkan perhatian dan prioritas dalam mengatasinya. Penurunan hasil padi akibat gangguan gulma dapat mencapai 12 80% bergantung pada kerapatan populasi, waktu perkecambahan gulma (time of emergence), periode kompetisi (period of competition), aplikasi pupuk, spesies gulma dan varietas yang ditanam (Sahid, 1992). Secara umum ada lima metode pengendalian gulma yang dipraktekkan pada budidaya padi sawah, yaitu secara manual, kultur teknis, mekanis, biologis, dan khemis. Metode ini dapat diaplikasikan secara terpisah maupun terpadu, disesuaikan dengan kondisi agroekosistem dan sosial budaya masyarakat taninya. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Pengendalian gulma yang paling efektif sering dicapai dengan mengaplikasikan beberapa metode pengendalian secara terpadu. Definisi dan klasifikasi gulma, gangguan gulma, kerugian oleh gulma, periode kritis persaingan, metode pengendalian gulma secara parsial dan terpadu akan diuraikan secara jelas. Hal ini dimaksudkan agar petani dan pengguna lainnya dapat memahami dan mengimplementasikan pengendalian gulma pada pertanaman padi secara tepat, efektif dan efisien. Pengendalian yang tepat bermanfaat untuk mengoptimalkan keuntungan dari usahatani padi dan untuk mempertahankan pertanian yang berkelanjutan. 70

Definisi Dan Klasifikasi Gulma Definisi Gulma Gulma mempunyai definisi yang cukup banyak dan beragam, yang diantaranya adalah: tumbuhan yang tidak diinginkan, tumbuhan yang tumbuh tidak pada tempatnya, tumbuhan yang merugikan usahatani, dan tumbuhan yang bertentangan dengan usahatani (Soeryani, 1987; Badan Litbang Pertanian, 2008c). Secara umum, Aldrich (1984) mendefinisikan gulma sebagai tumbuhan yang berasal dari lingkungan alami dan menimbulkan gangguan terhadap aktivitas manusia maupun tanaman yang dibudidayakan. Secara ekonomi, gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang kehadirannya dapat menurunkan keuntungan dari usahatani yang dilaksanakan(auld, 1994). Klasifikasi Gulma Metode yang umum digunakan untuk mengklasifikasikan gulma adalah berdasarkan siklus hidupnya (life history), habitat, dan tingkat gangguannya terhadap tanaman yang dibudidayakan (degree of undesirability). Klasifikasi gulma penting dalam merencanakan dan menentukan metode pengendalian guma yang efektif dan efisien. Berdasarkan siklus hidupnya, gulma dikelompokkan menjadi tiga, yaitu gulma semusim (short annual weed), gulma dua tahun (biennial weed), dan gulma menahun (perennial weed). Spesies gulma semusim yang sering mengganggu pertanaman padi antara lain adalah Cyperus difformis, C. sanguinolentus, Echinochloa colonum, E. Cruss-galli, dan Monocharia vaginalis, sedangkan untuk gulma menahun diantaranya adalah Alternanthera philoxeroides, Pistia statiotes, dan Limnocharis flava. Berdasarkan habitatnya gulma di kelompokkan menjadi dua yaitu gulma yang tumbuh dan menjadi gulma utama di darat (terestrial weeds) dan gulma yang tumbuh dan menimbulkan masalah pada lahan yang berair (aquatic weeds). Gulma yang banyak mengganggu tanaman padi sawah adalah termasuk dalam kelompok aquatic weed, seperti Echinochloa colonum, E. Cruss-galli, Monocharia vaginalis, Alternanthera philoxeroides, Pistia statiotes, dan Limnocharis flava. Berdasarkan tingkat gangguannya, gulma dikelompokkan menjadi dua, yaitu gulma jahat (noxious weeds) dan gulma yang kurang jahat. Tanda-tanda gulma jahat diantaranya adalah pertumbuhan vegetatif cepat; daya adaptasi tinggi meskipun lingkungannya jelek; perbanyakan vegetatif cepat dengan produksi biji melimpah; biji, umbi atau stolon/rimpang mempunyai masa dormansi sehingga sukar dikendalikan; memiliki daya saing tinggi meskipun populasinya rendah, dan penyebaran biji atau perbanyakan vegetatif cepat. 71

Gulma yang termasuk noxios diantaranya adalah E. colonum, E. cruss-galli, dan M. vaginalis (Kostermans et al., 1987). Gangguan Gulma Terhadap Pertanaman Padi Sawah Sifat Umum Gulma Sifat umum dari gulma adalah mempunyai adaptasi yang kuat, daya saingnya tinggi, dapat memproduksi biji dalam jumlah yang banyak, cepat berkembang biak, rakus terhadap unsur hara dan mempunyai sifat dormansi yang panjang. Persyaratan tumbuh yang sama atau hampir sama antara gulma dan tanaman padi mengakibatkan kompetisi yang kuat untuk mendapatkan faktor-faktor pertumbuhan seperti unsur hara, air, udara (CO 2 ) dan cahaya matahari. Masalah gulma sebenarnya menjadi semakin komplek, tetapi kurang mendapatkan perhatian yang serius seperti halnya pada masalah hama, penyakit dan tanah. Gangguan gulma terhadap tanaman muncul perlahan, tidak drastis atau spektakuler seperti serangan hama dan penyakit. Kerugian oleh Gulma Sifat umum gulma adalah tumbuh agresif dan mempunyai adaptasi yang tinggi untuk menggunakan faktor pertumbuhan (Cobb, 1992). Hal ini menyebabkan gulma mempunyai kemampuan untuk berkompetisi dengan tanaman dalam memperebutkan unsur hara, air, udara, cahaya dan ruang (Tjitrosoedirdjo et al., 1984; Badan Litbang Pertanian, 2007; Badan Litbang Pertanian, 2008 a; Badan Litbang Pertanian, 2008 b). Beberapa kerugian akibat kompetisi gulma dan tanaman padi diantaranya adalah: - Menurunkan kualitas dan kuantitas hasil padi. - Sebagai tumbuhan inang (host) bagi hama dan penyakit tertentu. - Meningkatkan biaya produksi untuk penyiangan. - Mengurangi efisiensi penggunaan air irigasi. - Meningkatkan biaya sanitasi lingkungan. - Ada kalanya gulma bersifat alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman padi (Badan Litbang Pertanian, 2008 c). 72

Periode Kritis Persaingan Tanaman-Gulma Periode persaingan antara tanaman dan gulma yang paling kritis terjadi pada 25 33% dari siklus hidup pertama dari tanaman padi. Tingginya kompetisi pada awal fase pertumbuhan akan menekan pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman padi sawah. Persaingan yang kuat pada fase awal pertumbuhan dapat mengakibatkan penurunan hasil yang cukup banyak. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian gulma pada periode kritis sangat diperlukan untuk mengoptimalkan hasil tanaman padi. Periode kritis untuk padi dengan sistem tanam pindah (tapin) adalah pada umur 0 30 hari setelah tanam (HST), sedangkan pada sistem tanam benih langsung (Tabela) periode kritisnya lebih panjang yaitu pada umur 0 45 HST. Penurunan hasil akibat gangguan gulma dapat mencapai 12 80%. Indeks luas daun, berat kering dan laju pertumbuhan tanaman merupakan indikator yang baik dari kompetisi antara tanaman dengan gulma. Semua indikator akan menurun pada saat gulma berpengaruh secara merugikan terhadap hasil panen (Gardner et al., 1985). Metode Dan Waktu Pengendalian Gulma Pada Lahan Sawah Irigasi Metode Pengendalian Gulma Lima metode pengendalian gulma yang dipraktekkan pada budidaya padi sawah, yaitu secara manual, kultur teknis, mekanis, biologis, dan khemis. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode yang secara umum telah dilakukan pada pertanaman padi sawah di Bengkulu adalah manual, kultur teknis, dan khemis, sedangkan metode pengendalian secara biologis dan mekanis masih jarang digunakan. Dari lima metode tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua teknik pengendalian gulma yaitu pengendalian gulma secara tidak langsung dan secara langsung. Metode kultur teknik merupakan tindakan pengendalian gulma secara tidak langsung, sedangkan empat metode lainnya merupakan tindakan pengendalian gulma secara langsung. Kultur teknik Ada beberapa praktek pengendalian gulma secara kultur teknik yang dapat dipilih berdasarkan kondisi yang paling menguntungkan (Moody dan De Datta, 1982). Berbagai kultur teknik budidaya padi, secara tidak langsung dapat menekan infestasi gulma. Di lahan sawah irigasi, kultur teknik yang paling berperan diantaranya adalah pengolahan tanah yang benar, varietas, kualitas benih, pengaturan air irigasi, cara tanam, populasi tanaman, dan pola tanam. 73

Pada budidaya padi, pengolahan tanah berperan penting dalam praktek pengendalian gulma secara tidak langsung. Pengolahan tanah yang sempurna merupakan salah satu kunci untuk menekan infestasi gulma yang efektif. Pengolahan tanah mulai dari meluku, rotari, meratakan tanah, dilakukan secara bertahap dan sangat bermanfaat untuk mematikan dan membusukkan gulma yang tumbuh. Kedalaman pembajakan mempengaruhi pertumbuhan gulma. Ada penurunan jumlah total gulma, baik gulma semusim maupun gulma menahun sebagai akibat kedalaman pembajakan yang ditingkatkan. Benih kadang kadang tercampur dengan biji atau bagian lain dari alat perkembangbiakan gulma. Penggunaan benih yang murni tanpa campuran bijibiji gulma sangat membantu mencegah infestasi gulma, terutama gulma baru yang terbawa oleh benih ke lokasi lain. Oleh sebab itu sangat dianjurkan untuk menanam benih berlabel, karena benihnya murni dan tidak tercampuran dengan benih gulma. Sistem pengairan sudah diakui sebagai suatu metode pengendalian gulma yang efektif untuk tanaan padi sawah. Populasi gulma menurun karena meningkatnya kedalaman air genangan, bahkan pada genangan 1 2 cm sudah mampu menurunkan jumlah gulma. Pertumbuhan gulma sangat tertekan pada saat lahan pertanaman digenangi hingga 15 cm. Penggenangan yang dangkal gulma berdaun lebar dan tekian lebih dominan daripada gulma rumputan. Dalam pendekatan PTT dianjurkan sistem irigasi intermitten, berselang-seling dari kondisi genangan yang dangkal hingga tanpa genangan. Hal ini akan memacu pertumbuhan gulma yang padat dengan keragaman jenis gulma yang tinggi. Untuk antisipasi dalam menurunkan pupulasi dan tingkat persaingan pada fase awal pertumbuhan, maka pengendalian gulma harus mendapatkan perhatian yang serius. Persaingan yang kuat pada fase awal merupakan waktu paling kritis bagi pertanaman padi. Persaingan yang kuat pada periode kritis dapat menurunkan hasil hingga 80%. Varietas padi mempunyai peran dalam mengendalikan gulma secara tidak langsung. Varietas yang berdaun melengkung dan tinggi akan lebih kompetitif dibandingkan varietas yang berdaun tegak dan pendek. Varietas unggul baru (VUB) biasanya mempunyai susunan daun atau kanopi yang tegak unuk meningkatkan efisiensi dalam fotosintesis, sehingga varietas-varietas ini memerlukan waktu yang lebih panjang untuk memenangkan kompetisi. Tiap varietas mempunyai laju pertumbuhan dan perkembangan akar yang berbeda pada awal pertumbuhannya, sehingga menyebabkan tiap varietas mempunyai daya saing terhadap gulma juga berbeda. Varietas dengan laju pertumbuhan yang cepat pada awal fase pertumbuhan sangat diperlukan, guna meningkatkan daya saing pertanaman terhadap gulma. 74

Pada umumnya, produksi tiap satuan luas yang tinggi tercapai dengan populasi yang tinggi, karena tercapainya penggunaan cahaya secara maksimum pada awal pertumbuhan (Haryadi, 1983). Tanaman padi yang lebih rapat, lebih kompetitif melawan gulma, karena gulma yang berasosiasi dengan tanaman lebih sedikit. Hal ini beralasan karena kebanyakan gulma terdesak pertumbuhannya karena ternaungi (Moody dan De Datta, 1982). Populasi yang optimum dapat mengurangi ruang tumbuh gulma. Pada saat kanopi sudah menutup diharapkan pertumbuhan gulma juga tertekan. Cara manual Pengendalian dilakukan dengan tangan tanpa menggunakan alat bantu kerja. Biasanya rumput dicabut dengan tangan lalu dibenamkan dalam lumpur. Untuk jenis gulma yang tidak mati dengan pembenaman dikumpulkan dan dijemur di pematang sawah hingga kering baru dibenamkan. Cara ini masih banyak dilakukan oleh petani di Provinsi Bengkulu, khususnya yang kepemilikannya tidak luas. Cara ini terbukti efektif, karena dapat mengendalikan gulma yang berdekatan ataupun dalam rumpun tanaman padi. Kelemahan pengendalian gula dengan cara ini adalah memerlukan banyak tenaga kerja. Cara mekanis Pengendalian dilakukan dengan alat bantu kerja yang berupa gasrok atau landak. Cara pengendalian ini cukup efektif dan cepat, tetapi tidak mampu mengendalikan gulma yang tumbuh berdekatan maupun di dalam rumpun tanaman padi. Hasil penelitian pada PTT menunjukkan bahwa penyiangan dengan cara ini cukup efektif dan bahkan mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman. Akar rambut yang tua dirusak oleh alat penyiang sehingga merangsang pertumbuhan akar rambut baru. Akar rambut baru tersebut dapat menyerap usur hara lebih efisien dari dalam tanah. Cara biologis Prinsip dari pengendalian dengan cara ini adalah menekan pertumbuhan gulma dengan menggunakan organisme, dan tidak menutup kemungkinan menggunakan mikroorganisme seperti jamur (fungi) dan bakteri (bacteria). Salah satu contohnya adalah dengan mengintegrasikan tanaman padi dengan itik/mentok. Gulma-gulma tertentu dapat dikendalikan dengan efektif karena dimakan oleh itik. Pengendalian dengan cara ini masih jarang dilakukan di Provinsi Bengkulu. Pengendalian dengan cara ini memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang cukup agar efektif. Khemis Pertanian modern tergantung pada agrokimia untuk mengendalikan gangguan gulma. Herbisida sering menawarkan pengendalian gulma yang 75

paling praktis, efektive, dan ekonomis dalam mengurangi masalah gulma, kehilangan hasil dan biaya produksi (Gill et al., 1984; Esterninos dan Moody, 1988). Keuntungan dari peggunaan herbisida diantaranya adalah sebagai berikut: - Mengurangi tenaga kerja untuk menyiang. - Efektif mengendalikan gulma-gulma yang tumbuh bersama dengan rumpun padi atau pada areal yang sulit untuk disiangi. - Lebih cepat dan lebih murah dalam dibandingkan metode penendalian yang lain (Dekker, 1991). Kondisi yang diinginkan dari penggunaan herbisida adalah untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang optimum dengan efek samping yang minimum terhadap petani, aplikator herbisida, konsumen dan lingkungan. Bagaimanapun, kondisi ini sangat sulit untuk dicapai secara penuh. Penggunaan herbisida harus hati-hati karena dapat meracuni bahkan mematikan tanaman padi yang disemprot. Menurut Oudejan (1994) bebarapa kerugian serius dari penggunaan herbisida adalah sebagai berikut: - Herbisida (pada penggunaan dalam waktu lama secara terus menerus) dapat menyebabkan munculnya gulma-gulma yang resisten/tahan pada herbisida tertentu. - Beberapa herbisida mempunyai pengaruh negatif yang kuat pada aktivitas biologi dari organisme yang ada di dalam tanah. - Beberapa herbisida sangat berbahaya bagi aplikator/petani. - Pengaplikasian herbisida yang aman memerlukan tingkat pengetahuan yang cukup tinggi untuk memilih formulasi herbisida, dosis, waktu dan metode aplikasi yang tepat. Jenis herbisida, waktu aplikasi, dan dosis dari tiap herbisida harus dipahami oleh petani secara benar. Petani sering salah pilih, salah waktu aplikasi, dan bahkan salah dalam menghitung takaran herbisida yang akan diaplikasikan untuk mengendalikan gulma pada pertanaman padi sawahnya. Kesalahan tersebut sering menimbulkan keracunan pada tanaman padi bila takaran herbisida melebihi dosis yang direkomendasikan oleh produsennya. Sebaliknya bila takarannya jauh dibawah dosis anjuran dari formulatornya menyebabkan pengendalian yang tidak efektif dan harus mengulangi penyemprotan sehingga terjadi pemborosan. Berdasarkan daya kerjanya, herbisida digolongkan menjadi dua yaitu herbisida selektif dan herbisida non-selektif. Bahan aktif dari herbisida selektif diantaranya propanil, 2,4 D, MCPA, metsulfuron, dan atrazin. Bahan aktif dari herbisida yang tergolong non-selektif diantaranya adalah paraquat, glifosat, dan fenuron (Badan Litbang Pertanian, 2008 c). Berdasarkan waktu aplikasinya 76

herbisida dikelompokkan dalam herbisida pra-tanam (pre-planting), pra-tumbuh (pre-emergence), awal pasca tumbuh (early post emergence) dan pasca tumbuh (post emergence). Waktu Pengendalian Prinsip dari pengendalian gulma adalah mengurangi tingkat kompetisi gulma, sehingga tanaman dapat memanfaatkan faktor-faktor pertumbuhan secara optimal. Pemanfaatan faktor-faktor pertumbuhan secara optimum sangat diperlukan agar pertanaman padi dapat menunjukkan potensi genetiknya. Waktu yang tepat untuk mengendalikan gulma adalah pada saat awal pertumbuhan yaitu pada periode kritis persaingan gulma dan tanaman. Untuk tanaman padi sawah dengan sistem tanam pindah (transplanting) periode kritisnya adalah pada umur 0 30 hst. Pengendalian gulma yang pertama hendaknya dilakukan pada umur 10-15 HST, sebelum pemberian pupuk dasar pada tanaman padi. Pada umur tersebut perkembangan dan pertumbuhan gulma masih rendah sehingga masih mudah dikendalikan baik secara manual, mekanis, maupun khemis. Kondisi ini akan memaksimumkan pertanaman padi, sekaligus meminimumkan gulma dalam bersaing untuk mendapatkan faktor-faktor pertumbuhan yang terbatas. Pengendalian gulma yang ke dua dilakukan pada kisaran umur 21 28 HST, sebelum pemberian pupuk susulan pertama. Tujuan dari penyiangan yang kedua adalah untuk meminimumkan kompetisi antara tanaman padi dengan gulma. Jika tanaman bebas dari gangguan gulma, maka pupuk yang ditambahkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pembentukan anakan aktif dan akhirnya dapat meningkatkan jumlah anakan produktif. Secara umum penyiangan cukup dilakukan dua kali untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang optimal. Gulma yang muncul setelah tanaman berumur > 30 HST mempunyai daya kompetisi yang lemah karena ruang pertumbuhan sudah dikuasai oleh pertanaman padi. Pengendalian gulma tambahan hanya dilakukan pada gulma-gulma tertentu seperti E. Cross-gali. Hal ini dilakukan agar spesies gulma tersebut tidak sempat membentuk biji yang dapat menginfestasi/mengganggu pertanaman padi pada musim berikutnya. 77

Daftar Pustaka Aldrich, R.J. 1984. Weed-crop Ecology: Principles in Weed Management. Massachusetts: Breton Publishers. Auld, B.A. 1994. Economic criteria for implementation of weed management. In Weed Managemen t for Developing Countries. FAO 120: 239-247. Badan Litbang Pertanian. 2008 a. PTT Padi gogo. Jakarta: Badan Litbang Pertanian. Badan Litbang Pertanian. 2008 b. PTT Padi sawah tadah hujan. Jakarta: Badan Litbang Pertanian. Badan Litbang Pertanian. 2008c. PTT Padi sawah irigasi. Jakarta: Badan Litbang Pertanian. Cobb, A. 1992. Herbicides and Plant Physiology. London: Chapman & Hall. Dekker, J. 1991. Introduction of tropical grassy weeds. In Tropical Grassy Weeds, ed. Baker F.W.G. and P.J Terry, pp. 1-4. UK: CAB International. Gardner, F.P. 1985. Physiology of crop plants. The Iowa State University Press. Klingman, G.C. and Ashton, F.M. 1982. Weed Science: Principles and Practices. New York: John Wiley & Sons. Kostermans, A.J.G.H., Wirjahardja, S., Dekker, R.J. 1987. The Weeds: Description, Ecology and Control. In Weeds of rice in Indonesia, ed. Soerjani M., Kostermans, dan G. Tjitrosoepomo, pp 24-564. Jakarta. Balai Pustaka. Labrada, R. and Parker, C. 1994. Weed control in the context of integrated pest management. In Weed Management for Developing Countries. FAO 120: 3-8. Oudejans, J.H. 1994. Agro-pesticides: Properties and functions in integrated crop protection. Bangkok: United Nation. Pons, T.L., Eussen, J.H.H., Utomo, I.H. 1987. Ecology of weeds of rice. In Weeds of rice in Indonesia, ed. Soerjani M., Kostermans, dan G. Tjitrosoepomo, pp 12-23. Jakarta. Balai Pustaka. Radosevich, S., Holt, J. and Ghersa, C. 1997. Weed ecology: Implication for management. New York: John Wiley & Sons, Inc. Sahid, I., Hamzah, A., and Aris, P.M. 1992. Effect of paraquat and alachlor on soil microorganism in peat soil. Pertanika 15: 121-125. Soerjani, M. 1987. An introduction to weeds of rice in Indonesia. In Weeds of rice in Indonesia, ed. Soerjani M., Kostermans, dan G. Tjitrosoepomo, pp 1-4. Jakarta. Balai Pustaka. Terry, P.J. 1991. Grassy weeds: A general overview. In Tropical Grassy Weeds, ed. Baker F.W.G. and P.J Terry, pp. 5-38. UK: CAB International. Tjitrosoedirdjo, S., Utomo, I.H., and Wiroatmodjo, J. 1984. Weed management in plantation. Jakarta: PT. Gramedia. Van Rijn, P.J. 2000. Weed management in the humid and sub-humid tropics. Amsterdam: Royal Tropical Institute. 78

8. HAMA DAN PENYAKIT UTAMA TANAMAN PADI Miswarti Pendahuluan Hama dan penyakit merupakan salah satu faktor pembatas produksi padi. Penggunaan varietas unggul, pemupukan, pengairan dan perbaikan cara bercocok tanam belumlah cukup tanpa adanya pengendalian hama dan penyakit secara terpadu. Kehadiran hama penyakit tanaman, pada kenyataannya baru diketahui setelah terlihatnya gejala pada tanaman, yaitu berupa kerusakan-kerusakan yang diakibatkan dari serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Produksi padi nasional mengalami instabilitas akibat kekeringan dan serangan hama penyakit. Menurut Soetarto dkk, (2001) hama dan penyakit yang dominan dalam kurun waktu 10 tahun terahir adalah tikus dengan luas serangan 124.000 ha/tahun, penggerek batang 80.127 ha/tahun, wereng coklat 28.222 ha/tahun, penyakit tungro 12.078 ha/tahun dan blast 9.778 ha/tahun dengan kehilangan hasil mencapai 212.948 t/gkp/musim tanam. Cara pengendalian yang tepat adalah menerapkan konsepsi pengendalian secara terpadu, yaitu cara pengendalian dengan menerapkan semua teknik yang cocok dan kompatibel untuk menekan dan mengatur populasi hama / infeksi penyakit dibawah ambang ekonomi. (Frisbie dan Adkinson cit Nagarajan, 1995). Salah satu syarat keberhasilan usaha pengendalian hama dan penyakit padi adalah identifikasi jasad pengganggu dan dibantu dengan pengenalan terhadap gejala serangannya. Istilah-Istilah yang populer dalam OPT adalah sebagai berikut: OPT : Organisme yang bersaing dengan tanaman untuk memperebutkan faktor pertumbuhan sehingga mengganggu peningkatan produksi baik kualitas maupun kuantitas. OPT berupa hama, penyakit, dan gulma. Hama : Serangga atau hewan mamalia yang keberadaannya menimbulkan kerusakan pada tanaman budidaya atau produknya yang menimbulkan kerugian ekonomi. Contoh hewan mamalia (tikus) dan serangga (wereng). Penyakit : Cendawan, bakteri, virus yang keberadaanya menimbulkan kerusakan, namun sangat sulit diketahui saat datang dan gejala awal penyakit. Contoh : Cendawan (blast), bakteri (HDB). 79

Gulma : Rumput-rumputan yang merugikan, karena kompetisi terhadap faktor pertumbuhan (pupuk) dengan tanaman. Contoh. Rumput teki. Ambang Ekonomi : Kerapatan populasi hama atau persentase kerusakan akibat hama yang membutuhkan tindakan pengendalian untuk mencegah meningkatnya populasi yang dapat mencapai tingkat luka ekonomi (kerugian). Hama Utama Padi Di Bengkulu Hama-hama padi yang utama di Propinsi Bengkulu diantaranya adalah: Tikus, Penggerek Batang, Walang Sangit, Wereng Hijau, Keong Mas, Wereng Coklat, Kepinding Tanah, Ulat Grayak, Hama Putih, Kepik Hijau, Ganjur dan Burung. 1. Tikus Tikus yang mati hasil dari engemposan. Tanaman yang terserang oleh tikus Tikus merupakan hama yang sangat merugikan pertanaman pada semua fase pertumbuhan. Pengendalian hama tikus secara terpadu didasarkan pada pemahaman ekologi tikus. Tikus menyerang tanaman pada malam hari, sedangkan siang hari bersembunyi di lubang, semak atau gulma yang tumbuh di sekitar areal pertanaman padi. Tikus merupakan hama yang mempunyai mobilitas tinggi serta perkembangbiakan tinggi. Tikus mulai bunting pada umur 2 bulan, selama 1 tahun tikus dapat beranak sebanyak 4 kali, dan anak yang dilahirkan 8-12 ekor satu kali melahirkan. Gejala serangan tikus mudah dilihat, yang ditandai dengan pertumbuhannya tidak rata dan terlihat bolong ditengah. Pengendalian dilakukan secara dini mulai dari fase pengolahan tanah hingga panen. 80

Langkah-langkah pengendalian: 1. Melakukan pemantauan populasi tikus dan pembongkaran serta pembersihan sarang di tanggul irigasi, pematang, jalan sawah diikuti dengan penutupan liang tikus dan pemadatan pematang. Kegiatan ini dilakukan pada fase bera hingga pengolahan tanah. 2. Melakukan gropyokan secara massal atau berburu tikus oleh semua anggota kelompok tani. Pada daerah yang endemik tikus, persemaian padi harus dilindungi dengan menggunakan pagar plastik dan dilengkapi dengan pemakaian bubu perangkap (Trap Barrier System = TBS). 3. Melakukan tanam serempak, pemasangan umpan beracun, pengemposan, serta penanaman padi dengan sistem legowo. 4. Melakukan fumigasi asap belerang pada lubang tikus, sanitasi lingkungan dengan membersihkan lingkungan di sekitar areal. Ada lima kunci sukses dalam pengendalian hama tikus yaitu: 1) serempak, 2) meliputi areal yang luas, 3) massal yaitu mengikutsertakan semua pihak, 4) berulangkali sampai populasi tikus tidak menimbulkan kerugian dan 5) tepat waktu. 2. Penggerek Batang (Stem Borer) Penggerek batang padi Ada empat species penggerek batang padi yaitu: 1). penggerek batang padi kuning (Scirpophaga interculas), 2) penggerek batang padi putih (Scirpophaga inotata), 3) penggerek batang padi bergaris (Chilo suppressalis), dan 4) penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens). Stadia tanaman yang rentan terhadap serangan hama ini mulai dari pembibitan sampai pembentukan malai. Ngengat penggerek aktif meletakkan telur pada malam hari pukul 19.00 21.00 dengan periode peneluran 3-5 hari. Telur diletakkan pada seluruh bagian daun 81

(permukaan bawah, atas, ujung serta pelepah daun). Telur diletakkan secara berkelompok. Setelah 6 hari, telur menetas menjadi larva. Waktu penetasan pada pagi dan siang hari. Setelah menetas, larva masuk ke dalam tanaman dengan cara menggerek tanaman dan terus melangsungkan hidupnya di dalam batang sampai dewasa. Malai hampa berwarna coklat akibat serangan ngengat. Gejala serangan bila menyerang pada fase pembibitan maka tanaman akan kering dan mati (sundep), sedangkan bila sudah terbentuknya malai maka malai akan hampa berwarna coklat (beluk). Ambang ekonomi penggerek batang adalah 10% rumpun terserang, 4 kelompok telur per rumpun (fase bunting) Langkah-langkah pengendalian: 1. Rotasi tanaman padi dengan tanaman selain padi 2. Penanaman varietas tahan seperti Gilirang, Maro, Intani 3. Penangkapan ngengat dengan lampu perangkap. 4. Pengumpulan kelompok telur. 5. Predator telur seperti belalang, predator ngengat seperti laba-laba, capung dan burung. 6. Penggunaan insektisida dengan: o Bahan aktif karbofuran, bensultap, bisultap, karbosulfan, amitraz, fibronil. o Merek dagang: Bancol 50 WP, Furadan 3G, Dharmafur 3G, Mashal 5G 3. Walang Sangit (Leptocorisa oratorus) Walang sangit sedang menghisap bulir padi Walang sangit merusak mulai dari fase keluarnya malai sampai matang susu (gambar 5). Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh walang sangit dapat menyebabkan beras berubah warna dan mengapur. Ambang ekonomi walang sangit adalah 2 ekor/m 2 (16 rumpun) pada fase pembungaan. 82

Langkah-langkah pengendalian: 1. Walang sangit ditangkap dengan menggunakan jaring sebelum stadia pembungaan. 2. Umpan walang sangit dengan menggunakan ikan yang sudah busuk, daging yang sudah rusak atau kotoran ayam. 3. Parasit telur Ooencyrtus malayensis Ferr yang dapat menyerang telur dari berbagai species walang sangit. 4. Gunakan insektisida, bila serangan sudah mencapai ambang ekonomi. Aplikasi insektisida sebaiknya pada pagi hari atau sore hari ketika walang sangit berada di kanopi. o Bahan aktif BPMC, Fibronil, metolkarb, MIPC dan propoksur. o Merek dagang Bassa 500 EC, Baycarb 500 EC, Dharmacin 50 WP. 4. Wereng Hijau ( Nephotettix virescens) Wereng hijau (Gambar 6) merupakan hama penting karena dapat menyebarkan (vektor) virus tungro penyebab penyakit tungro. Fase pertumbuhan tanaman yang rentan terhadap sarangan wereng hijau adalah dari fase pembibitan sampai pembentukan malai. Wereng hijau. Tanaman inang utama adalah padi, leersia hexandra, Eleusine indica, Echinochloa crusgali, dan E. Colanum. Gejala yang ditimbulkan adalah tanaman menjadi kerdil, anakan berkurang, daun berwarna kuning sampai kuning orange. Ambang ekonomi adalah 5 ekor wereng hijau per rumpun. Jika tungro juga ada di lapangan dengan ditemukannnya 2 tanaman bergejala tungro per 1.000 rumpun pertanda tungro telah ditularkan dan dapat merusak tanaman. Langkah-langkah pengendalian: 1. Tanam varietas yang tahan seperti IR72 dan IR66 2. Insektisida nabati dengan tanaman nimba dan sambiloto 83

3. Pengendalian dilakukan jika di lapangan terlihat gejala tungro 4. Penggunaan insektisida bila telah mencapai ambang batas ekonomi. o Bahan aktif BPMC, buprofezin, etopenproks, karbofuran, MIPC, dan tiametoksam. o Merek dagang :Actara 25 WG, Applaud 10 WP, Bassa 50 EC. 5. Keong Mas (Pomea canaliculata) Keong mas atau siput murbei merupakan siput air tawar, berkembangbiak sangat cepat dan mampu merusak rumpun tanaman padi, sehingga petani harus menyulam atau menanam ulang. Keong mas. Keong mas meletakkan telur berkelompok menyerupai buah murbei pada pematang, tumbuhan, ranting. Telur berwarna merah muda. Waktu kritis tanaman padi terhadap serangan keong mas adalah 15 hari setelah tanam pindah dan 30 hari setelah tebar untuk tanaman padi sebar langsung. Gejala merusak tanaman dengan cara memotong, memakan daun dan batang. Sekelompok telur keong mas berwarna merah jambu. Langkah-langkah Pengendalian: Gunakan saringan berukuran 5 mesh di pintu air masuk Pungut dengan tangan, telur keong mas dihancurkan. Buat caren/siring agar disaat dilakukan pengeringan keong mas akan menuju caren dan memudahkan dalam pengambilan. Tanaman atraktan seperti daun pepaya, kulit nangka, kulit mangga, 84

daun talas, dan daun singkong diletakkan pada sore hari, kemudian keong akan berkumpul pada bahan atraktan sehingga mudah dipungut. Secara biologi dengan predator seperti kepiting dan musuh alami dengan semut merah dan belalang yang memakan telur keong. Pengembalaan bebek Pestisida dengan Bahan aktif niclos amida atau molusca botani misal lerak. Merek dagang : Bayluside 250 EC 6. Wereng Coklat (Nilaparvata lugens) Wereng coklat dan gejala serangannya. Wereng coklat menyerang tanaman padi mulai dari persemaian sampai waktu panen. Nimpa dan imago menghisap cairan tanaman pada bagian pangkal batang padi. Wereng coklat menyerang tanaman padi mulai dari persemaian sampai waktu panen. Nimpa dan imago menghisap cairan tanaman pada bagian pangkal batang padi. Tanaman inang selain padi adalah Cyperus rotondus, Agropyron sp, Cynodon dactylon, Digitaris adscendens, Echinochloa crusgali. Eleusine indica, Leersia hexandra, Poa sp, Saccharum officinarum, Zea mays, Zizania latifolia. Gejala terlihat tanaman padi layu dan mengering mulai dari daun yang tua kemudian meluas keseluruh bagian tanaman sehingga akhirnya mati. Jika serangan berat menyebabkan matinya tanaman dalam satu hamparan (hopperburn). Langkah-langkah pengendalian: 1. Penanaman varietas yang tahan (Widas, Ketonggo, Ciherang) 2. Pergiliran tanaman 3. Eradikasi 85

4. Ambang ekonomi 15 ekor per rumpun 5. Insektisida Bahan aktif amitraz, fibronil, BPMC. Merek dagang Actara 25 WG, Bassa 50 EC, Bancol 50 WP, Dharmabas 500 EC. 7. Kepinding Tanah (Scotinophara coarctata) Kepinding tanah yang menyerang tanaman padi. Langkah-langkah pengendalian: Kepinding tanah menyerang mulai fase pembibitan sampai tanaman dewasa. Nimpa dan imago menghisap cairan tanaman pada pelepah daun sehingga menyebabkan kekerdilan, bahkan mematikan tanaman. Kelenjar saliva kepinding tanah sangat toksik. Tanaman inang selain padi adalah Sciprpus, Seleria sumatrensis, Hymenachne pseudointerupta. Gejala kerusakan adalah disekitar lubang bekas hisapan berubah warna menjadi coklat menyerupai gejala blas. Daun menjadi kuning, menggulung secara membujur. Ambang ekonomi adalah 5 ekor nimpa atau kepinding dewasa per rumpun. Bila terdapat 10 ekor kepinding dewasa per rumpun dapat mengakibatkan kehilangan hasil sampai 35%. Kultur teknis dengan membersihkan gulma-gulma yang ada di sawah sehingga matahari dapat masuk ke pangkal batang. Meninggikan permukaan air sawah kemudian dicampuri serbuk gergaji, dan minyak tanah (seperempat liter minyak tanah untuk 100 m 2 ). Menggunakan lampu perangkap kemudian dibakar atau dibunuh. 86

8. Ulat Grayak (Spodoptera sp.) Ulat grayak dapat menyerang pada semua stadia pertumbuhan. Ngengat dewasa aktif pada malam hari sedangkan pada siang hari ngengat beristirahat di dasar tanaman. Larva menjadi lebih aktif pada musim hujan dari pada musim kemarau. Gejala serangan adalah larva memakan daun mulai dari tepi daun sampai hanya meninggalkan tulang-tulang Larva dan pupa ulat grayak. daun dan batang. Ulat grayak dapat menyerang pada semua stadia pertumbuhan. Ngengat dewasa aktif pada malam hari sedangkan pada siang hari ngengat beristirahat di dasar tanaman. Larva menjadi lebih aktif pada musim hujan dari pada musim kemarau. Langkah-langkah pengendalian: 1. Pengendalian hayati dengan patogen polyhedrosis 2. Menggunakan insektisida o Bahan aktif BPMC atau karbofuran. o Merek dagang Dharmabas 500 EC, Dharmafur 3 G. 9. Hama Putih (Nymphula depunctalis) Hama putih menyerang pada fase vegetatif mulai dari persemaian sampai stadia anakan. Serangan hama ini hanya bersifat setempat. Ngengat Hama Putih. Gejala serangan adalah larva memakan jaringan mesofil daun dari permukaan bawah daun dan meninggalkan efidermis permukaan atas sehingga tampak garis-garis memanjang berwarna keputih-putihan pada daun. Selain gejala tesebut terlihat daun-daun yang tidak berujung. 87

Langkah-langkah pengendalian: 1. Pengendalian hayati dengan musuh alami seperti parasit famili braconidae yang dapat memarasit larva. Kumbang Hydrophilidae dan Dytiscidae yang memangsa larva serta laba-laba yang memakan imago 2. Menggunakan insektisida o Bahan aktif fibronil atau karbofuran. o Merek dagang Bancol 50 WP, Bassa 500 EC, Curater 3G. 10. Kepik Hijau (Nezara viridula L) Kepik (nimpa dan imago) menyerang bagian batang, daun dan bulir dengan cara menghisap cairan tanaman. Kepik Hijau Gejala serangan kepik tidak nyata karena kepik menusuk tidak terlalu dalam. Seandainya terdapat kematian pada jaringan tanaman, hal ini disebabkan adanya toksin dalam air ludahnya yang dikeluarkan pada waktu menusuk jaringan tanaman. Langkah-langkah pengendalian: Menggunakan parasit telur telenomus sp dan Ooencyrtus malayensis. 88

11. Ganjur (Orseolia oryzae) Hama ganjur. Langkah-langkah pengendalian: Ganjur merupakan hama penting mulai menyerang awal fase vegetatif sampai selesai fase pembentukan anakan. Serangan hama ini meningkat pada musim penghujan. Gejala serangan terlihat puru-puru ganjur pada rumpun padi seperti daun bawang merah. Mekanisme terbentuknya puru karena larva memakan secara langsung atau terjadi rangsangan kimia menyebabkan seludang daun tumbuh disekeliling larva menjadi suatu rongga oval, rongga ini seminggu kemudian berubah menjadi puru. Kultur teknis dengan memberantas gulma, pemberian pupuk N jangan berlebihan. Pengendalian hayati dengan predator Phytosilidae yang menyerang telur serta predator laba-laba yang menghisap imago. Insektisida sistemik. 12. Burung (Ploceus sp.) Burung. Burung merupakan hama yang memakan bulir padi yang sedang menguning sehingga menyebabkan terjadinya kehilangan hasil. Langkah-langkah pengendalian Menjaga burung pada jam 06.00 09.00 dan sore jam 14.00 18.00 Gunakan jaring Gunakan orang-orangan, menggoyang-goyang kaleng kosong, dan tali untuk menakuti burung, tetapi tidak menurunkan populasi burung tersebut. 89

Penyakit Utama Padi Di Bengkulu Penyakit utama padi di Bengkulu diantaranya adalah Tungro, Blast, Hawar Daun Bakteri (HDB) 1. Tungro Stadia pertumbuhan tanaman yang paling rentan adalah pembibitan hingga bunting. Gejala tanaman yang terinfeksi tumbuh kerdil dan sedikit anakan. Daun mengalami perubahan warna dari hijau menjadi sedikit kuning sampai kuning oranye dan kuning coklat, dimulai dari ujung daun terutama pada daun yang muda Tanaman yang terserang tungro. Langkah-langkah pengendalian Cara pengendalian sama dengan wereng hijau. Eradikasi. Patogen dari jamur Metarrhizium dan Bauveria dapat menekan penyakit tungro. Rotasi tanaman dengan palawija. Tanam varietas yang tahan seperti Tukad Balian, Tukad Unda, Kalimas. 90

2. Blast (Pyricularia grisea) Tanaman yang terserang blast. 3. Gunakan pupuk Nitrogen sesuai anjuran. Blast menginfeksi tanaman padi pada semua fase pertumbuhan Gejala adalah bercak berbentuk belah ketupat, lebar ditengah dan kedua ujung meruncing. Infeksi selain daun juga menyerang ruas batang dan leher malai. Langkah-langkah pengendalian 1. Perlakuan benih dengan fungisida pyroquilon (5-10 g/kg benih). 2. Gunakan penggunaan varieras yang tahan secara bergantian (IR36, IR66, Luk Ulo). 4. Waktu tanam tepat agar waktu pembungaan tidak banyak embun atau hujan. 5. Fungisida Bahan aktif metil tiofanat, fosdifen, kasugamisin. Merek dagang Topsin 500 F, Kasumiron 25 WP. 91

3. Hawar Daun Bakteri (X. campestris pv.oryzae) Tanaman yang terserang Hawar daun Bakteri. Gejala; bercak berwarna kuning sampai putih berawal dari terbentuknya garis lebam berair pada bagian tepi daun. Bercak bisa mulai dari salah satu atau kedua tepi daun yang rusak dan berkembang hingga menutupi seluruh helaian daun. Apabila infeksi melalui akar atau pangkal batang tanaman bisa menunjukkan gejala kresek. Langkah-langkah pengendalian Gunakan penggunaan varieras yang tahan (Conde dan Angke, Ciherang). Sanitasi. Jika menggunakan kompos jerami, pastikan jerami dari tanaman sakit sudah terdekomposisi sempurna sebelum tanam pindah. Gunakan benih yang bebas dari penyakit hawar daun bakteri. Hindari pemupukan N yang berlebihan. Jarak tanam jangan terlalu rapat. 92

4. Bakteri Daun Bergaris (X. campestris pv.oryzicola) Tanaman yang terserang Bakteri Daun Bergaris. Stadia yang paling rentan mulai dari fase anakan sampai fase pematangan. Infeksi penyakit ini biasanya terbatas pada helaian daun. Gejala Serangan: timbul berupa bercak sempit berwarna hijau gelap yang lama kelamaan membesar berwarna kuning dan tembus cahaya diantara pembuluh daun. Bercak membesar berubah menjadi coklat dan berkembang menyamping melampaui pembulah daun yang besar. Langkah-langkah pengendalian: Bersihkan dan bakar tunggul jerami yang terinfeksi. Gunakan pupuk nitrogen sesuai anjuran. Sesudah panen tanah diberakan Jarak tanam jangan terlalu rapat Daftar Pustaka Baehaki. 1992. Berbagai hama serangga Tanaman padi. Angkasa, Bandung. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2008. Padi. Inovasi Teknologi Produksi Buku 2. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. Subang. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2004. Petunjuk Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor. Balai Pengkajain Teknologi Pertanian Bengkulu. 1999. Kumpulan Informasi Teknis (KIT) Sistem Usahatani Berbasis Pedesaan. Kerjasama Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tingkat 1 Bengkulu. Balai Informasi Pertanian Jawa Barat. 1990. Hama dan Penyakit Pada Tanaman Padi. Balai Informasi Pertanian. Departemen Pertanian. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. 1994. Pengendalian Penyakit Tungro Pada Padi. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. Jakarta. Idham S.H, Budi Tj. 2000. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Penebar Swadaya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2003. Masalah Lapang Hama Penyakit Hara Pada Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 93

9. PANEN DAN PASCA PANEN Yahumri Proses Penanganan Pasca Panen Padi Penanganan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu penentuan saat panen, pemanenan, penumpukan sementara di lahan sawah, pengumpulan padi di tempat perontokan, penundaan perontokan, perontokan, pengangkutan gabah ke rumah petani, pengeringan gabah, pengemasan dan penyimpanan gabah, penggilingan, pengemasan dan penyimpanan beras. Penentuan Saat Panen Penentuan saat panen merupakan tahap awal dari kegiatan penanganan pasca panen padi. Ketidaktepatan dalam penentuan saat panen dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu gabah/beras yang rendah. Penentuan saat panen dapat dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan pengamatan teoritis. Pengamatan visual dilakukan dengan cara melihat kenampakan padi pada hamparan lahan sawah. Berdasarkan kenampakan visual, umur panen optimal padi dicapai apabila 90 sampai 95 % butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan gabah berkualitas baik sehingga menghasilkan rendemen giling yang tinggi. Pengamatan teoritis dilakukan dengan melihat deskripsi varietas padi dan mengukur kadar air dengan moisture tester. Berdasar-kan deskripsi varietas padi, umur panen padi yang tepat adalah 30 sampai 35 hari setelah berbunga merata atau antara 135 sampai 145 hari setelah tanam. Berdasarkan kadar air, umur panen optimum dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22 23 % pada musim kemarau, dan antara 24 26 % pada musim penghujan. Pemanenan Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang tepat, menggunakan alat dan mesin panen yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomi dan ergonomis, serta menerapkan sistem panen yang tepat. Ketidaktepatan dalam melakukan pemanenan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu hasil yang rendah. Pada tahap ini, kehilangan hasil dapat mencapai 9,52 % apabila pemanen padi dilakukan secara tidak tepat. 94

Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang memenuhi persyaratan sebagai berikut; a) 90 95 % gabah dari malai tampak kuning, b) Malai berumur 30 35 hari setelah berbunga merata, c) Kadar air gabah 22 26 % yang diukur dengan moisture tester. Pemanenan padi harus menggunakan alat dan mesin yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomis dan agronomis. Alat dan mesin yang digunakan untuk memanen padi harus sesuai dengan jenis varietas padi yang akan dipanen. Pada saat ini, alat dan mesin untuk memanen padi telah berkembang mengikuti berkembangnya varietas baru yang dihasilkan. Alat pemanen padi telah berkembang dari ani-ani menjadi sabit biasa kemudian menjadi sabit bergerigi dengan bahan baja yang sangat tajam dan terakhir telah diintroduksikan reaper, stripper dan combine harvester. Alat-alat panen tradisional masih sering dipakai diantaranya adalah aniani dan sabit (Gambar 1). Ani-ani merupakan alat panen padi yang terbuat dari bambu diameter 10 20 mm, panjang ± 10 cm dan pisau baja tebal 1,5 3 mm. Ani-ani dianjurkan digunakan untuk memotong padi varietas lokal yang berpostur tinggi. Pemanenan padi dengan ani-ani dilakukan dengan cara sebagai berikut : a) Tekan mata pisau pada malai padi yang akan dipotong, b) Tempatkan malai diantara jari telunjuk dan jari manis tangan kanan, c) Dengan kedua jari tersebut tarik malai padi ke arah pisau, sehingga malai ter-potong, d) Kumpulkan di tangan kiri atau masukkan kedalam ke ranjang. Panen padi dengan alat panen ani-ani. Sabit merupakan alat panen manual untuk memotong padi secara cepat. Sabit terdiri 2 jenis yaitu sabit biasa dan sabit bergerigi. Sabit biasa/ bergerigi pada umumnya digunakan untuk memotong padi varietas unggul baru yang berpostur pendek seperti IR-64 dan Cisadane. Penggunaan sabit bergerigi sangat dianjur-kan karena dapat menekan kehilangan hasil sebesar 3 %. 95

Spesifikasi sabit bergerigi yaitu: a) Gagang terbuat dari kayu bulat diameter ± 2 cm dan panjang 15 cm, b) Mata pisau terbuat dari baja keras yang satu sisinya bergerigi antara 12 16 gerigi sepanjang 1 inci, c) Pemotongan padi dengan sabit dapat dilakukan dengan cara potong atas, potong tengah dan potong bawah tergantung cara perontokan. Pemotongan dengan cara potong bawah dilakukan bila perontokan dengan cara dibanting/digebot atau meng-gunakan pedal thresher. Pemotongan dengan cara potong atas atau tengah dilakukan bila perontokan menggunakan power thresher. Berikut ini cara panen padi dengan sabit biasa/bergerigi: a) Pegang rumpun padi yang akan dipotong dengan tangan kiri, kira-kira 1/3 bagian tinggi tanaman, b) Tempatkan mata sabit pada bagian batang bawah atau tengah atau atas tanaman (tergantung cara perontokan) dan tarik pisau tersebut dengan tangan kanan hingga jerami terputus. Pemotongan padi dengan sabit. Sistem panen harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Pemanenan dilakukan dengan sistem beregu/kelompok, 2) Pemanenan dan perontokan di-lakukan oleh kelompok pemanen, 3) Jumlah pemanen antara 5 7 orang yang dilengkapi dengan 1 unit pedal thresher atau 15 20 orang yang dilengkapi 1 unit power thresher. Penumpukan dan Pengumpulan Penumpukan dan pengumpulan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah padi dipanen. Ketidaktepatan dalam penumpukan dan pengumpulan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi. Untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu penumpukan dan pengangkutan padi menggunakan alas. Penggunaan 96

alas dan wadah pada saat penumpukan dan pengangkutan dapat menekan kehilangan hasil antara 0,94 2,36 %. Penumpukan dengan menggunakan alas. Perontokan Perontokan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah pemotongan, penumpukan dan pengumpulan padi. Pada tahap ini, kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam melakukan perontokan dapat mencapai lebih dari 5 %. Cara perontokan padi telah mengalami perkembangan dari cara digebot (Gambar 4), hingga menggunakan pedal thresher dan power thresher. Cara perontokan padi dengan alat gebot adalah sebagai berikut: a) Malai padi diambil secukupnya lalu dipukulkan/digebot pada meja rak perontok ± 5 kali dan hasil rontokannya akan jatuh di terpal yang ada di bawah meja rak perontok, b) Hasil rontokan berupa gabah kemudian dikumpulkan. Perontokan padi dengan cara gebot. 97

Pedal thresher merupakan alat perontok padi dengan konstruksi sederhana dan digerakan menggunakan tenaga manusia (Gambar 5). Kelebihan alat ini dibandingkan dengan alat gebot adalah mampu menghemat tenaga dan waktu, mudah diperasikan dan mengurangi kehilangan hasil, kapasitas kerja 75 100 kg per jam dan cukup dioperasikan oleh 1 orang. Penggunaan pedal thresher dalam perontokan dapat menekan kehilangan hasil padi sekitar 2,5 %. Berikut ini cara perontokan padi dengan pedal thresher : a) Pedal perontok diinjak dengan kaki naik turun, b) Putaran poros pemutar memutar silinder perontok, c) Putaran silinder perontok yang memiliki gigi perontok dimanfaatkan dengan memukul gabah yang menempel pada jerami sampai rontok, d) Arah putaran perontok berlawanan dengan posisi operator (menjauh dari operator). Perontokan padi dengan pedal thresher. Penggunaan power thresher dalam perontokan dapat menekan kehilangan hasil padi sekitar 3 %. Berikut ini cara perontokan padi dengan power thresher (Gambar 6): (a) Pemotongan tangkai pendek disarankan untuk merontok dengan mesin perontok tipe throw in dimana semua bagian yang akan dirontok masuk ke dalam ruang perontok. (b) Pemotongan tangkai panjang disarankan untuk merontok secara manual denngan alat atau mesin yang mempunyai tipe Hold on dimana tangki jerami dipegang, hanya bagian ujung padi yang ada butirannya ditekankan kepada alat perontok. (c) Setelah mesin dihidupkan, atur putaran silinder perontok sesuai dengan yang diinginkan untuk merontok padi. (d) Putaran silinder perontok akan mengisap jerami padi yang dimasukkan dari pintu pemasukan. 98

(e) Jerami akan berputar-putar di dalam ruang perontok, tergesek terpukul dan terbawa oleh gigi perontok dan sirip pembwa menuju pintu pengeluaran jerami. (f) Butiran padi yang rontok dari jerami akan jatuh melalui saringan perontok, sedang jerami akan terdorong oleh plat pendorong ke pintu peng-eluaran jerami. (g) Butiran padi, potongan jerami dan kotoran yang lolos dari saringan perontok akan jatuh ke ayakan dengan bergoyang dan juga terhembus oleh kipas angin. (h) Butiran hampa atau benda-benda ringan lainnya akan tertiup terbuang melalui pintu pengeluaran kotoran ringan. (i) Benda yang lebih besar dari butiran padi akan terpisah melalui ayakan yang berlubang, sedangkan butir padi akan jatuh dan tertampung pada pintu pengeluaran padi bernas. Perontokan padi dengan power thresher. Pengeringan Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air gabah sampai mencapai nilai tertentu sehingga siap untuk diolah/digiling atau aman untuk disimpan dalam waktu yang lama. Kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam melakukan proses pengeringan dapat mencapai 2,13 %. Pada saat ini cara pengeringan padi telah berkembang dari cara penjemuran hingga pengering buatan. Penjemuran merupakan proses pengeringan gabah basah dengan memanfaatkan panas sinar matahari. Untuk mencegah bercampurnya kotoran, kehilangan butiran gabah, memudahkan pe-ngumpulan gabah dan menghasilkan penyebaran panas yang merata, maka penjemuran harus dilakukan dengan menggunakan alas. Penggunaan alas untuk penjemuran telah 99

berkembang dari anyaman bambu kemudian menjadi lembaran plastik/terpal dan terakhir lantai dari semen/beton. Berikut ini cara penjemuran gabah basah: Cara penjemuran dengan lantai jemur; a) jemur gabah di atas lantai jemur dengan ketebalan 5 cm 7 cm untuk musim kemarau dan 1 cm 5 cm untuk musim penghujan, b) lakukan pembalikan setiap 1 2 jam atau 4 6 kali dalam sehari dengan menggunakan garuk dari kayu, c) waktu penjemuran : pagi jam 08.00 jam 11.00, siang jam 14.00 17.00 dan tempering time jam 11.00 jam 14.00, dan d) lakukan pengumpulan de-ngan garuk, sekop dan sapu. Pengeringan padi dengan lantai jemur. Cara penjemuran dengan alas terpal/plastik; a) jemur gabah di atas alas terpal/plastik dengan ke-tebalan 5 7 cm untuk musim kemarau atau 1 5 cm untuk musim peng-hujan, b) lakukan pembalikan secara teratur setiap 1 2 jam sekali atau 4 6 kali dalam sehari. Pembalikan di-anjurkan tanpa mengguna-kan garuk karena dapat mengakibatkan alas sobek, c) waktu penjemuran; pagi jam 08.00 jam 11.00, siang jam 14.00 17.00, dan tempering time jam 11.00 jam 14.00, dan d) lakukan pengumpulan de-ngan cara langsung di-gulung. Pengering Buatan Pengeringan buatan merupakan alternatif cara pengeringan padi bila penjemuran dengan matahari tidak dapat dilakukan. Secara garis besar pengeringan buatan dibagi atas 3 bentuk, yaitu tumpukan datar (Flat Bed), Sirkulasi (Recirculation Batch) dan kontinyu (Continuous-Flow Dryer). Pengeringan dengan menggunakan Flat Bed Dryer (Gambar 8), dilakukan dengan cara sebagai berikut: (a) Padi yang akan dikeringkan di 100