ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

dokumen-dokumen yang mirip
ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

BAB III LANDASAN TEORI

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI PENGGUNAAN ASBUTON BUTIR PADA CAMPURAN BETON ASPAL BINDER COURSE (AC-BC)

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

PENGARUH SULFUR TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALTIC CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC)

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

BAB III LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA BETON ASPAL LAPISAN AUS

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

JURNAL PORTAL, ISSN , Volume 4 No. 1, April 2012, halaman: 1

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( )

BAB III LANDASAN TEORI

NASKAH SEMINAR INTISARI

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

EVALUASI VOLUMETRIK MARSHALL CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN ROADCELL-50 SEBAGAI BAHAN ADITIF

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARETMESH #80 PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

ANALISA PERBANDINGAN PENGGUNAAN SEMEN PORTLAND DAN FLY ASH SEBAGAI FILLER PADA ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC)

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

KARAKTERISTIK CAMPURAN HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE (HRS WC) PADA PEMADATAN DI BAWAH SUHU STANDAR

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

BAB III LANDASAN TEORI

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

PENGGUNAAN ASPAL BUTON TIPE RETONA BLEND 55 SEBAGAI BAHAN SUSUN CAMPURAN HRS-B

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

PENGARUH ENERGI PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI SENJANG

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

Studi Penggunaan Aspal Modifikasi Dengan Getah Pinus Pada Campuran Beton Aspal

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENGGUNAAN ABU TERBANG BATUBARA SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MODULUS RESILIEN BETON ASPAL LAPIS AUS

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE MENGGUNAKAN PENGIKAT SEMARBUT TIPE II

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

Pengaruh Subtitusi Asbuton Butir 20/25 pada Aspal pen. 60/70 Terhadap Karakteristik Campuran Beton Aspal AC-WC

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

BAB III METODE PENELITIAN. aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik.

ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE- BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL RETONA BLEND 55 TUGAS AKHIR

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

BAB III METODELOGI PENELITIAN. (AASHTO,1998) dan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan tahun 2010.

PENGGUNAAN PASIR KUARSA GUNUNG BATU KECAMATAN BAULA KABUPATEN KOLAKA SEBAGAI AGREGAT HALUS TERHADAP CAMPURAN HOT ROLLED SHEET WEARING COURSE (HRS-WC)

KAJIAN HUBUNGAN BATASAN KRITERIA MARSHALL QUOTIENT DENGAN RATIO PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO.#200 BITUMEN EFEKTIF PADA CAMPURAN JENIS LASTON

ANALISIS ITS (INDIRECT TENSILE STRENGTH) CAMPURAN AC (ASPHALT CONCRETE) YANG DIPADATKAN DENGAN APRS (ALAT PEMADAT ROLLER SLAB) Naskah Publikasi

Transkripsi:

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO STUDI PENGGUNAAN ASBUTON BUTIR TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALTIC CONCRETE WEARING COURSE ASBUTON CAMPURAN HANGAT (AC-WC-ASB-H) Arief Setiawan * Abstract Reserves of natural asphalt (asbuton) are quite large in Southeast Sulawesi, Buton Island can be utilized to encourage to the fullest. Research using warm mix generally has not shown satisfactory performance, so please note asbuton butir optimum levels to produce the performance of hot mix asphalt aggregate are eligible. Research carried out by providing content variations asbuton T15/25 item by 11.5%, 12.5%, 13.5% and 14.5% of the total mixture. Mixed types are AC-WC-H Asb. Warm rejuvinating used are AC 60/70 with diesel fuel in accordance with specifications PH-1000 with levels of 3.5%. Testing characteristics of the mixture by using a Marshall. The result is a specification in levels of grain abuton 11.5% to 14.5% with an optimum content item selected asbuton 12.1%. Key words : Asbuton butir, Marshall, Asphaltic Concrete, Wearing Course, Asbuton Abstrak Cadangan aspal alam (asbuton) yang cukup besar di Pulau Buton Sulawesi Tenggara mendorong untuk dapat dimanfaatkan secara maksimal. Penelitian dengan menggunakan campuran hangat umumnya belum menunjukkan kinerja yang memuaskan sehingga perlu diketahui kadar asbuton butir optimum untuk menghasilkan kinerja campuran hangat agregat aspal yang memenuhi syarat. Penelitian dilakukan dengan memberikan variasi kadar asbuton butir T15/25 sebesar 11,5%,12,5%, 13,5% dan 14,5% dari total campuran. Jenis Campuran adalah AC-WC Asb-H. Permaja hangat yang digunakan adalah AC 60/70 dengan solar sesuai dengan spesifikasi PH-1000 dengan kadar 3,5%. Pengujian karakteristik campuran dengan menggunakan alat Marshall. Hasil yang diperoleh adalah memenuhi spesifikasi pada kadar abuton butir 11,5% sampai dengan 14,5% dengan kadar asbuton butir optimum terpilih 12,1%. Kata Kunci : Asbuton butir, Marshall, Beton, Lapis Aus, Asbuton 1. Pendahuluan Salah satu sumber kekayaan alam Indonesia yang cukup potensial adalah aspal alam yang terletak di Pulau Buton Sulawesi Tenggara disebut Asbuton. Aspal alam yang tersedia di Pulau Buton mempunyai cadangan yang sangat besar, merupakan deposit aspal alam terbesar di dunia. Bidang wilayah pertambangan dan energi propinsi Sulawesi Tenggara (1997) serta data satelit (Kurniadji, 2003), memperlihatkan cadangan aspal alam total adalah sekitar 677,247 juta ton (Anonim, 2006). Selain jumlah cadangan yang cukup besar, Asbuton juga dapat diolah dalam campuran dengan cara panas, * Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Palu

Jurnal SMARTek, Vol. 9 No. 1. Pebruari 2011: 11-27 hangat maupun dingin. Konsumsi energi untuk pencampuran dengan cara hangat maupun cara dingin tentunya lebih kecil dibandingkan dengan cara panas yang biasa dilakukan pada campuran beton aspal (Asphaltic Concrete), sehingga dapat dikatakan bahwa campuran Asbuton relatif ramah terhadap lingkungan. Penelitian dengan campuran hangat umumnya belum menunjukkan kinerja campuran yang memuaskan. Aulia, 2009 tentang Asbuton mikro menggunakan cara hangat dan cara panas, namun karakteristik campuran cara hangat belum sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan. Karena itulah penelitian ini penting untuk dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berapa kadar asbuton butir optimum sehingga memberikan kinerja campuran yang baik sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Aspal batu Buton (Asbuton, Indonesian Rock Asphalt) Asbuton adalah aspal alam yang terdapat di pulau Buton, Sulawesi Tenggara yang selanjutnya dikenal dengan istilah Asbuton. Asbuton pada umumnya berbentuk padat yang terbentuk secara alami akibat proses geologi. Proses terbentuknya asbuton berasal dari minyak bumi yang terdorong muncul ke permukaan menyusup di antara batuan yang porous. Terdapat dua jenis unsur utama dalam Asbuton, yaitu aspal (bitumen) dan mineral. Pemanfaatan unsur ini dalam pekerjaan pengaspalan akan mempengaruhi kinerja perkerasan aspal yang direncanakan. Jenis Asbuton yang telah diproduksi secara fabrikasi dan manual dalam tahun-tahun belakangan ini adalah: a. Asbuton butir Asbuton butir adalah hasil pengolahan dari Asbuton berbentuk padat yang dipecah dengan alat pemecah batu (crusher) atau alat pemecah lainnya yang sesuai sehingga memiliki ukuran butir tertentu. Persyaratan dan jenis pengujian Asbuton butir disajikan pada Tabel 1. b. Asbuton hasil ekstraksi Ekstraksi Asbuton dapat dilakukan secara total hingga mendapatkan bitumen Asbuton murni atau untuk memanfaatkan keunggulan mineral asbuton sebagai filler, ekstraksi dilakukan hingga mencapai kadar bitumen tertentu. Produk ekstraksi Asbuton dalam campuran beraspal dapat diigunakan sebagai bahan tambah (aditif) aspal atau sebagai bahan pengikat sebagaimana halnya aspal standar siap pakai atau setara aspal keras. Tabel 1. Jenis pengujian dan persyaratan Asbuton Butir (Anonim, 2006) Sifat - Sifat Asbuton Butir Kadar bitumen asbuton; % Metoda Pengujian SNI 03-3640- 1994 Tipe Tipe Tipe Tipe 5/20 15/20 15/25 20/25 18-22 18-22 23-27 23 27 12

Studi Penggunaan Asbuton Butir terhadap Karakteristik Marshall Asphaltic Concrete Wearing Course Asbuton Campuran Hangat (AC-WC Asb-H) (Arief Setiawan) Tabel 1 (lanjutan) Sifat - Sifat Asbuton Butir Ukuran butir asbuton butir -Lolos saringan No. 4 (4,75 mm); % -Lolos saringan No. 8 (2.36 mm); % -Lolos saringan No. 16(1.18 mm); % Kadar air; % Penertasi bitumen asbuton pada 25 o C, 100 g, 5 detik ; 0,1 mm Metoda Pengujian SNI 03-1968- 1990 SNI 03-1968- 1990 SNI 03-1968- 1990 SNI 06-2490- 1991 SNI 03-2456- 1991 Tipe Tipe Tipe Tipe 5/20 15/20 15/25 20/25 100 100 100 100 100 100 100 Min 95 Min 95 Min 95 Min 95 Min 75 Maks 2 Maks 2 Maks 2 Maks 2 10 10-18 10-18 19 22 Sumber: Anonim, 2006 Keterangan : 1. Asbuton butir Tipe 5/20 : kelas penetrasi 5 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 20 %. 2. Asbuton butir Tipe 15/20 : kelas penetrasi 15 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 20 %. 3. Asbuton butir Tipe 15/25 : kelas penetrasi 15 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 25 %. 4. Asbuton butir Tipe 20/25 : Kelas penetrasi 20 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 25 %. Tabel 2. Persyaratan Aspal Yang Dimodifikasi Dengan Asbuton No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan 1 Penetrasi, 25 o C; 100 gr; 5 detik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 40 60 2 Titik Lembek, o C SNI 06-2434-1991 Min. 55 3 Titik Nyala, o C SNI 06-2433-1991 Min. 225 4 Daktilitas; 25 o C, cm SNI 06-2432-1991 Min. 50 5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0 6 Kelarutan, % berat RSNI M-04-2004 Min. 90 7 Penurunan Berat, % berat SNI 06-2440-1991 Maks. 2 8 Penetrasi setelah penurunan berat,% asli SNI 06-2456-1991 Min.55 9 Daktilitas setelah penurunan berat, cm SNI 06-2432-1991 Min. 50 10 Mineral lolos saringan No. 100, %* SNI 03-1968-1990 Min. 90 Sumber: anonim, 2006 Hasil ekstraksi Asbuton yang masih memiliki mineral antara 50% sampai dengan 60%, agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengikat masih memerlukan pelunak atau peremaja sehingga yang selama ini telah digunakan di lapangan adalah dengan mencampuran hasil ekstraksi tersebut dengan Aspal Keras atau dikenal dengan istilah Aspal Yang Dimodifikasi Dengan Asbuton. Persyaratan aspal keras yang yang dimodifikasi dengan Asbuton diperlihatkan pada Tabel 2. Adapun 13

Jurnal SMARTek, Vol. 9 No. 1. Pebruari 2011: 11-27 Bitumen Asbuton hasil ekstraksi dengan kadar/kandungan bitumen 100% atau Bitumen Asbuton Modifikasi yang memiliki nilai penetrasi berkisar antara 40 dmm sampai dengan 60 dmm, harus memenuhi persyaratan sesuai yang diperlihatkan pada Tabel 3. 2.2 Campuran Beraspal Hangat dengan Asbuton Butir Yang dimaksud dengan campuran beraspal hangat dengan asbuton olahan adalah campuran antara agregat dengan peremaja hangat serta asbuton butir. Campuran beraspal hangat ini, dicampur di Unit Pencampur Aspal (UPCA/AMP), dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur tertentu. Jenis Asbuton Butir yang dapat digunakan dalam Asbuton Campuran Hangat ini adalah dapat salah satu dari Asbuton Butir Tipe 5/20, Tipe 15/20, Tipe 15/25 atau Tipe 20/25. Sedangkan Peremaja untuk Asbuton Campuran Hangat adalah PH-1000 (peremaja hangat dengan kelas penetrasi 800-1200 cst atau 80-120 detik. (Anonim 2006). Ketentuan berkaitan dengan campuran beraspal hangat menggunakan asbuton butir dapat dilihat pada Tabel 4 sampai dengan Tabel 8. Tabel 3. Persyaratan Bitumen Asbuton Modifikasi (Anonim, 2006) No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan 1 Penetrasi, 25 o C; 100 gr; 5 detik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 40 60 2 Titik Lembek, o C SNI 06-2434-1991 Min. 55 3 Titik Nyala, oc SNI 06-2433-1991 Min. 225 4 Daktilitas; 25 o C, cm SNI 06-2432-1991 Min. 100 5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0 6 Kelarutan, % berat RSNI M-04-2004 Min. 99 7 Penurunan Berat, % berat SNI 06-2440-1991 Maks. 1 8 Penetrasi setelah penurunan berat, % asli SNI 06-2456-1991 Min. 65 9 Daktilitas setelah penurunan berat, cm SNI 06-2432-1991 Min. 50 Tabel 4. Kadar Asbuton dan Kadar Peremaja Perkiraan Uraian Kadar Asbuton dan Peremaja Jenis Peremaja PH-1000 PH-1000 PH-1000 PH-1000 PH-1000 Tipe Asbuton 5/20 15/20 15/25 20/25 30/25 Kadar Peremaja perkiraan (Pp), % terhadap berat total campuran 4,6 4 2,9 2,3 1,9 Kadar Asbuton (% terhadap berat total campuran) 7 10 12,5 15 16,5 Sumber: Anonim, Des 2006. Keterangan: PH-1000 = Peremaja Hangat Viskositas pada 60 C 800-1200 cst. 14

Studi Penggunaan Asbuton Butir terhadap Karakteristik Marshall Asphaltic Concrete Wearing Course Asbuton Campuran Hangat (AC-WC Asb-H) (Arief Setiawan) Tabel 5. Ketentuan Sifat Sifat Campuran Beraspal Hangat dengan Asbuton Butir Sifat - sifat Campuran AC-WC AC-BC AC-Base Asb-H Asb-H Asb-H Jumlah tumbukan per bidang 75 112 (1) Rongga dalam campuran (%) (3) Min 4 Max 6 Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13 Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60 Stabilitas Marshall (Kg) Min 800 1200 (1) Max - - Pelelehan (mm) Min 3 5 (1) Max - - Marshall Quotient (Kg/mm) Min 250 Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60 o C Min 60 Rongga dalam campuran (%) pada (2) kepadatan membal (refusal) Min 2.5 Sumber: Anonim, Des 2006. Catatan: [1], [2] dan [3] dapat lihat di Spesifikasi Khusus Campuran Beraspal Hangat, Des 2006 Tabel 6. Gradasi Agregat Gabungan Campuran Beraspal Hangat dengan Asbuton Ukuran Ayakan % Berat Yang Lolos ASTM (mm) AC-WC Asb AC-BC Asb AC-Base Asb 1½" 37.5 100 1" 25 100 90 100 ¾" 19 100 90-100 Maks. 90 ½" 12.5 90 100 Maks. 90 3/8" 9.5 Maks. 90 No. 4 4.75 No. 8 2.36 28 58 23-49 19 45 No. 16 1.18 No. 30 0.6 No. 200 0.075 4 10 4-8 3 7 Daerah Larangan No. 4 4.75 - - 39.5 No. 8 2.36 39.1 34.6 26.8-30.8 No. 16 1.18 25.6-31.6 22.3-28.3 18.1-24.1 No. 30 0.6 19.1-23.1 16.7-20.7 13.6-17.6 No. 50 0.3 15.5 13.7 11.4 Sumber: Anonim, 2006 15

Jurnal SMARTek, Vol. 9 No. 1. Pebruari 2011: 11-27 Tabel 7. Ketentuan Viskositas Peremaja untuk Pencampuran dan Pemadatan No. Prosedur Pelaksanaan Temperatur Campuran dengan Peremaja ( o C) 1 Pencampuran benda uji Marshall 110 ± 1 2 Pemadatan benda uji Marshall 105 ± 1 3* Pencampuran, rentang temperatur sasaran 100 120 4 Menuangkan campuran beraspal dari alat pencampur 100 120 5 Pemasokan ke Alat Penghampar 85 105 6 Pemadatan a. Pemadatan awal (roda baja) 80 100 b. Pemadatan utama (roda karet) 60 80 c. Pemadatan akhir (roda baja) > 60 Sumber: Anonim, Des 2006 Catatan : * Temperatur agregat pada saat pencampuran tidak boleh lebih dari 130 o C Tabel 8. Persyaratan Peremaja Hangat Jenis Pengujian Metode Pengujian Persyaratan Viskositas : - pada 60 o C (cst) atau 800 1200 AASHTO T - 72 - pada 82,2 o C, (dtk) 80 120 Kelarutan SNI 06-2438-1991 Min. 99,5 Titik Nyala, ( o C) AASHTO T - 73 Min. 180 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min. 0,95 Penurunan Berat, (% terhadap berat awal) SNI 06-2440-1991 Maks. 1 Kadar Parifin Lilin, (%) SNI 03-3639-94 Maks. 2 Sumber: Anonim, Des 2006 3. Metode Penelitian 3.1 Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Transportasi dan Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Palu. 3.2 Bahan penelitian Aspal yang digunakan yaitu Aspal Minyak penetrasi 60/70 (AC 60/70) produksi Pertamina dan bahan Asbuton Butir T 15/25 Ex. PT Buton Asphalt Indonesia (BAI) diperoleh dari Dinas Permukiman dan Prasarana UPTD Balai Pengujian dan Peralatan Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah. Bahan peremaja yang digunakan adalah campuran antara Solar dan AC 60/70 dengan perbandingan 1 : 1. Agregat 3/4 in, 3/8 in dan debu batu berasal dari lokasi mesin pemecah batu yang mengambil sumber material dari Sungai Taipa sedangkan pasir alam diambil dari Sungai Palu. 16

Studi Penggunaan Asbuton Butir terhadap Karakteristik Marshall Asphaltic Concrete Wearing Course Asbuton Campuran Hangat (AC-WC Asb-H) (Arief Setiawan) 3.3 Prosedur penelitian Prosedur penelitian yang dilakukan digambarkan dalam diagram alir penelitian. Diagram alir dapat dilihat pada Gambar 1. Mulai Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Studi Pustaka Pemilihan Material Pemeriksaan Sifat Fisik Agregat Kasar Agregat Halus Filler Asbuton Butir T 15/25 AC 60/70 Spesifikasi Tidak memenuhi memenuhi Bahan Peremaja: AC 60/70+Solar Tidak memenuhi Spesifikas memenuhi Desain Campuran AC-WC Asb H Kadar Asbuton Butir : 11,5%; 12,5%;13,5% dan 14,5% A Gambar 1. Diagram Alir Penelitian 17

Jurnal SMARTek, Vol. 9 No. 1. Pebruari 2011: 11-27 A Pengujian Laboratorium: Uji Marshall Uji Kepadatan Membal Uji Marshall Sisa Kompilasi data Analisis data Kesimpulan Selesai Gambar 2. Diagram Alir Penelitian (lanjutan) Tabel 9. Hasil Pemeriksaan Agregat No. Jenis Pemeriksaan Agregat 3/4 in 3/8 in Pasir Debu Batu Spesifikasi 1 Ketahanan Abrasi, % 32.67 - - - Maks. 40 2 Berat Jenis Bulk 2.683 2.613 2.823 2.640 Min. 2.5 3 Berta Jenis SSD 2.699 2.626 2.875 2.675 Min. 2.5 4 Berat Jenis Semu 2.727 2.649 2.986 2.736 Min. 2.5 5 Penyerapan, % 0.606 0.501 1.776 1.317 Maks. 3 Sumber: Hasil pemeriksaan laboratorium Tahun 2010 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Pemeriksaan Agregat Hasil pemeriksaan agregat dipresentasikan pada Tabel 9. Agregat 3/4 in, 3/8 in, pasir dan debu batu memenuhi persyaratan sehingga dapat digunakan untuk memperoleh gabungan agregat. 4.2 Asbuton butir T1 5/25 Hasil pemeriksaan terhadap Asbuton Tipe 15/25 dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Asbuton yang dipilih yakni T15/25 sudah sesuai dan memiliki kadar bitumen sebesar 23,40% yang akan digunakan dalam penentuan kadar aspal yang terkandung dalam campuran. 18

Studi Penggunaan Asbuton Butir terhadap Karakteristik Marshall Asphaltic Concrete Wearing Course Asbuton Campuran Hangat (AC-WC Asb-H) (Arief Setiawan) Tabel 10. Hasil Pemeriksaan Sifat Teknis Asbuton Butir T 15/25 No. Jenis Pemeriksaan Hasil Spesifikasi 1. Berat jenis bitumen 1.068 Min. 1.0 2. Berat jenis mineral 2.59-3. Kadar Bitumen, % 23.40 23-27 4. Ukuran butir asbuton butir -Lolos saringan No. 4 (4,75 mm); % 100 100 -Lolos saringan No. 8 (2.36 mm); % 100 100 -Lolos saringan No. 16(1.18 mm); % 99.8 Min 95 Sumber: Hasil pemeriksaan laboratorium Tahun 2010 Tabel 11. Hasil Pemeriksaan AC 60/70 No. Jenis Pemeriksaan Hasil Spesifikasi 1 Berat jenis aspal 1.032 Min 1,0 2 Titik lembek, C 52 48 58 3 Tingkat penetrasi, 0.1 mm 72 60 79 4 Kehilangan berat, % 0.205 Maks. 0.8 5 Daktilitas, cm 147.5 Min. 100 6 Titik nyala, C 335 Min. 200 Sumber: Hasil pemeriksaan laboratorium Tahun 2010 Tabel 12. Hasil Permeriksaan Bahan Peremaja No. Jenis Pemeriksaan Hasil Spesifikasi 1 Viskositas pada 60 o C (cst) 1000,667 800 1200 2 Berat jenis bulk 1.016 Min. 0.95 3 Titik nyala, C 193 Min. 180 4 Kehilangan Berat, % 0.305 Maks. 1 4.3 Aspal Minyak AC 60/70 dan Bahan Peremaja Hasil pemeriksaan AC 60/70 Ex Pertamina telah memenuhi persyaratan sehingga dapat digunakan untuk membuat bahan peremaja dengan menambahkan solar dengan perbandingan 1:1. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan apakah perbandingan ini sudah memenuhi persyaratan PH-1000. Tabel 11 adalah pemeriksaan AC 60/70 sedangkan Tabel 12 menunjukkan bahwa bahan peremaja yang dibuat telah memenuhi PH-1000. 4.4 Gradasi gabungan dan proporsi agregat Pencampuran agregat berdasarkan proporsi agar diperoleh gradasi gabungan yang merepresentasikan kondisi di lapangan. Gradasi gabungan terpilih dapat dilihat pada Gambar 2. 19

Jurnal SMARTek, Vol. 9 No. 1. Pebruari 2011: 11-27 Mix Gradation Selected Fuller Control Points Restricted Zone Gambar 2. Gradasi gabungan terpilih AC-WC Asb-H Gambar 3. Proporsi Agrega 20

Studi Penggunaan Asbuton Butir terhadap Karakteristik Marshall Asphaltic Concrete Wearing Course Asbuton Campuran Hangat (AC-WC Asb-H) (Arief Setiawan) Pergeseran gradasi gabungan antara variasi Asbuton Butir 11,5%; 12,5%; 13,5% dan 14,5% kurang jelas terlihat karena perubahan proporsi yang terjadi hanya antara debu batu dan mineral asbuton. Terjadi perubahan proporsi debu batu, peningkatan penggunaan asbuton butir selain meningkatan kadar bitumen juga akan meningkatkan jumlah mineral asbuton sehingga dalam komposisi campuran, debu batu akan terganti oleh mineral asbuton sehingga poporsi debu batu akan turun. Fenomena ini dapat dilihat pada Gambar 3. 4.5 Asbuton Butir dan Karakerisik Campuran Hasil pengujian campuran Asbuton Butir T15/25 AC-WC AsbH dipresentasikan pada Tabel 13. Nilai pengujian menunjukkan bahwa campuran memenuhi seluruh persyaratan. a. Kepadatan Nilai kepadatan campuran dipengaruhi oleh bahan susun, gradasi agregat dan cara pemadatan. Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin besar kadar asbuton butir maka semakin tinggi kepadatannya sampai pada titik tertentu kepadatan tersebut akan turun. Kepadatan meningkat disebabkan oleh bertambahnya kadar bitumen sehingga memudahkan pemadatan campuran tetapi bertambahnya kadar bitumen yang berlebihan menyebabkan campuran sulit untuk padat karena tambahan bitumen akan menghasilkan selaput tipis pada masing-masing agregat yang memberikan jarak antar agregat sehingga menyebabkan kepadatan menurun. Dalam Asbuton butir semakin besar asbuton butir semakin besar pula mineral yang terkandung didalamnya, tentunya hal ini akan mempengaruhi kepadatan apabila jumlah mineral bertambah dan kepadatan bisa turun apabila mineral berlebihan. b. Void In Mixture (VIM) AC-WC harus menyediakan lapis permukaan yang relatif kedap terhadap air maupun udara. Pada Gambar 5 nilai VIM meningkat seiring dengan semakin bertambahnya kadar asbuton butir. Meningkatnya Kadar asbuton butir akan meningkatkan nilai VIM hal ini berhubungan dengan nilai kepadatan yang menurun karena pengaruh dari kadar bitumen dan kadar mineral dalam campuran yang meningkat. Nilai rata-rata VIM memenuhi persyaratan yakni 4%-6%. Tabel 13. Hasil Pengujian Campuran AC-WC AsbH Kadar Asbuton Butir (%) Parameter 11,5 12,5 13,5 14,5 Spesifikasi Nilai rata-rata Kepadatan (gr/cm³) 2,244 2,249 2,251 2,228 NA VIM (%) 4,459 5,306 5,765 5,784 4 6 VMA (%) 20,426 20,464 20,638 21,613 Min. 15 VFB (%) 72,666 74,024 74,616 74,696 Min. 65 21

Jurnal SMARTek, Vol. 9 No. 1. Pebruari 2011: 11-27 Tabel 13 (lanjutan) Kadar Asbuton Butir (%) Parameter 11,5 12,5 13,5 14,5 Spesifikasi Nilai rata-rata Stabilitas (Kg) 942,317 967,604 968,464 980,724 Min. 800 Kelelehan (mm) 3,507 3,600 3,572 3,612 Min. 3 MQ (kg/mm) 268,741 270,340 271,111 271,738 Min. 250 Gambar 4. Hubungan antara Kadar Asbuton Butir dengan Kepadatan Gambar 5. Hubungan antara Kadar Asbuton Butir dengan VIM 22

Studi Penggunaan Asbuton Butir terhadap Karakteristik Marshall Asphaltic Concrete Wearing Course Asbuton Campuran Hangat (AC-WC Asb-H) (Arief Setiawan) Gambar 6. Hubungan antara Kadar Asbuton Butir dengan VIM PRD Gambar 7. Hubungan antara Kadar Asbuton Butir dengan VMA Kepadatan membal (Precentage Refusal density, PRD) dimaksudkan sebagai kepadatan tertinggi (maksimum) yang dapat dicapai di laboratorium, sampai kondisi campuran tersebut praktis tidak dapat menjadi lebih padat lagi. VIM pada kondisi kepadatan membal (VIM-RD) pada kondisi yang disyaratkan memenuhi spesifikasi yakni lebih besar dari 2,5%. Melihat pada trend yang terjadi maka kadar asbuton butir dari 11,5% sampai 14,5% memenuhi syarat VIM-RD (lihat Gambar 6). c. Void In Mineral Aggregate (VMA) VMA adalah adalah banyaknya pori di antara butir-butir agregat di dalam beton aspal padat yang meliputi rongga udara dalam campuran dan volume aspal efektif. VMA yang terlalu kecil akan mengakibatkan problem durabilitas sedangkan nilai 23

Jurnal SMARTek, Vol. 9 No. 1. Pebruari 2011: 11-27 VMA yang terlalu besar mengakibatkan problem stabilitas dan menjadikan campuran tidak ekonomis untuk diproduksi. Semakin besar kadar bitumen biasanya akan menghasilkan nilai VMA yang meningkat sehingga akan menghasilkan daerah yang basah disebelah kanan kurva VMA ini (lihat Gambar 7). Tetapi pada penelitian ini kenaikan nilai VMA lebih dikarenakan oleh nilai kepadatan yang menurun sehingga rongga udara meningkat yang mengakibatkan meningkat pula nilai VMA. Bertambahnya mineral asbuton dalam campuran belum tentu meningkatkan kepadatan campuran itu sendiri, hal ini bisa dipahami karena susunan agregat yang sudah tidak kompak lagi. Secara keseluruhan nilai VMA lebih besar dari 15% atau memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. d. Void Filled with Bitumen (VFB) Pengaruh utama dari kriteria VFB adalah untuk membatasi level maksimum nilai VMA dan sesudah itu level maksimum dari kadar aspal. Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai VFB menurun pada satu titik tertentu akan naik kembali. Hal ini menunjukkan bahwa nilai VMA yang meningkat pada Gambar 7 lebih disebabkan pada peningkatan rongga udara ketimbang penambahan bitumen dalam campuran, tetapi nilai rongga yang terjadi masih memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. Nilai rata-rata VFB untuk kadar asbuton butir 11,5% - 14,5% masih memenuhi persyaratan yaitu minimal 65%. e. Stabilitas Hal yang utama dari Stabilitas Marshall adalah untuk mengevaluasi perubahan stabilitas dengan adanya perubahan kadar aspal dengan tujuan untuk menentukan kadar aspal optimum. Berdasarkan hasil penelitian yang diperlihatkan pada Gambar 9 menunjukkan bahwa dengan bertambahnya kadar asbuton butir akan meningkatkan nilai stabilitas. Gambar 8. Hubungan antara Kadar Asbuton Butir dengan VFB 24

Studi Penggunaan Asbuton Butir terhadap Karakteristik Marshall Asphaltic Concrete Wearing Course Asbuton Campuran Hangat (AC-WC Asb-H) (Arief Setiawan) Gambar 9. Hubungan antara Kadar Asbuton Butir dengan Stabilitas Gambar 10. Hubungan antara Kadar Asbuton Butir dengan Kelelehan 25

Jurnal SMARTek, Vol. 9 No. 1. Pebruari 2011: 11-27 Gambar 11. Hubungan antara Kadar Asbuton Butir dengan MQ Pada kadar 11,5% sampai 14,5% masih memperlihatkan trend yang meningkat, hal tersebut disebabkan dengan bertambahnya kadar asbuton butir berarti bertambah pula kadar bitumen sehingga akan memberikan ikatan yang lebih kuat. Persyaratan untuk stabilitas adalah minimum 800 kg. f. Kelelehan Nilai Flow yang tinggi umumnya menunjukkan campuran bersifat plastis sehingga menyebabkan terjadinya deformasi permanen ketika mengalami pembebanan lalulintas, sebaliknya nilai flow yang terlalu rendah menunjukkan suatu campuran dengan rongga udara lebih besar dari normal dan kekurangan aspal untuk keawetannya serta dapat mengakibatkan keretakan prematur akibat dari campuran yang getas selama masa layan perkerasan tersebut. Penambahan kadar asbuton butir meningkatkan nilai flow karena dalam kadar asbuton butir terkandung bitumen yang akan meningkatkan sifat plastis campuran (lihat Gambar 10). Syarat minimum kelelehan adalah 3 mm. g. Marshall Quotient (MQ) Hasil bagi antara nilai stabilitas dan nilai kelelehan disebut Marshall Quotient (MQ). Nilai MQ menunjukkan fleksibilitas campuran agregat aspal. Gambar 11 menunjukkan adanya peningkatan nilai MQ dan pada titik tertentu nilai MQ menurun, tetapi secara keseluruhan nilai MQ cenderung datar artinya perubahan nilai yang terjadi relatif tidak signifikan. Syarat minimum nilai MQ adalah 250 kg/mm. Nilai MQ yang terlalu tinggi menunjukkan campuran agregat aspal yang terlalu kaku memiliki stabilitas tinggi tetapi mudah retak, sedangkan nilai MQ yang terlalu rendah akan menghasilkan campuran agregat aspal yang mudah berubah bentuk akibat beban 26

Studi Penggunaan Asbuton Butir terhadap Karakteristik Marshall Asphaltic Concrete Wearing Course Asbuton Campuran Hangat (AC-WC Asb-H) (Arief Setiawan) lalulintas. Meskipun syarat nilai MQ minimum 250 kg/mm tetapi nilai tersebut dibatasi atau terkontrol oleh kecenderungan nilai stabilitas dan nilai kelelehan. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Nilai karakteristik Marshall memenuhi seluruh persyaratan pada penambahan kadar asbuton butir 11,5% sampai dengan 14,5% Nilai Kadar asbuton butir optimum terpilih berdasarkan metode bar chart adalah 12,1% dengan nilai Marshall sisa sebesar 91% (syarat minimum 75%). 5.2 Saran Penambahan asbuton butir akan menambah mineral asbuton dengan berat jenis yang relatif rendah sehingga perlu dicermati perubahan gradasi agregat akibat perbedaan berat jenis. Peninjauan variasi viskositas bahan peremaja sangat penting karena bahan peremeja adalah penentu kinerja campuran manakala kadar asbuton butir menjadi salah satu variabel yang ditetapkan nilainya (konstan). Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta. Anonim, Des 2006, Spesifikasi Khusus Campuran Hangat dengan Asbuton, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta. Anonim, 1993, Mix Design Methods for Asphalt Concrete and Other Hot-Mix Types, Manual Series No.2 (MS-2), 6 th Edition Asphalt Institute. Aulia, S., 2009, Studi Penggunaan Asbuton Mikro Terhadap Karakteristik Campuran Beton Aspal, Tugas Akhir S1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Tadulako, Palu (tidak dipublikasikan). Roberts, F.L., Kandhal, P.S., Brown, E.R., Lee, D.Y., and Kennedy T.W., 1996, Hot Mix Asphalt Materials, Mixture Design, and Construction, Second Edition, NAPA Education Foundation Lanham Maryland. 6. Daftar Pustaka Anonim, 2006, Pemanfaatan Asbuton, Buku 1, Umum, Pedoman Konstruksi Bangunan No. 001-01/BM/2006, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta. Anonim, 2006, Pemanfaatan Asbuton, Buku 4, Campuran Beraspal Hangat dengan Asbuton Butir, Pedoman Konstruksi Bangunan No. 001-04/BM/2006, Departemen Pekerjaan Umum, 27