warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan penyelenggaraan kekuasaan dalam sebuah negara yang menganut prinsipprinsip

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

DEMOKRASI PANCASILA. Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

KEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat.

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

Oleh : Gea Tri Gusti* ABSTRAK

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Jimly Asshidiqi, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

Transkripsi:

A. Latar Belakang Masalah Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia merupakan suatu proses pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan konstitusi. Prinsip-prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi antara lain prinsip kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan, 1 dari prinsip-prinsip pemilu tersebut dapat kita pahami bahwa pemilu merupakan kegiatan politik yang sangat penting dalam proses penyelenggaraan kekuasaan dalam sebuah negara yang menganut prinsipprinsip demokrasi. Selama pemerintahan Orde Baru bangsa Indonesia menghadapi Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, diawali dari tahun 1966 hingga tahun 1997 telah diadakan 6 (enam) kali pemilihan umum secara berkala, yakni berturut-turut dari tahun 1971, tahun 1977, tahun 1982, tahun 1987, tahun 1992 dan tahun 1997, begitu pula pada era reformasi telah diselenggarakan pemilihan umum yang diikuti oleh multipartai tanggal 7 Juni 1999 dan pemilu berikutnya pada tanggal 5 April 2004. Terkait dengan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 1999 rakyat hanya memilih mereka di lembaga parlemen, setelah itu barulah anggota MPR yang memilih Presiden dan Wakil Presiden, 2 namun pada Pemilihan Umum tahun 1 Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia, Perspektif konstitusi, cetakan pertama, Total Media, Yogyakarta 2009, hlm. 98. 2 Lihat Pasal 6 Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen. 1

2004 rakyat Indonesia dapat memilih langsung calon Presiden dan Wakil Presidennya. Dari perspektif Hukum Tata Negara pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden secara langsung adalah keharusan konstitusional. Ketentuan konstitusional tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung sudah final sebagai keputusan politik nasional yang dituangkan dalam perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sesudah amandemen tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung ditegaskan dalam Pasal 6A ayat (1) menyatakan Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. 3 Menurut Prof. Dr. Dahlan Thaib, ada beberapa alasan yang amat mendasar untuk melakukan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Pertama, Presiden yang dipilih melalui pemilihan langsung akan mendapatkan mandat dan dukungan yang lebih nyata dari rakyat sebagai wujud kontrak sosial antara pemilih dengan tokoh yang dipilih. Kemauan orang-orang yang memilih (volonte generale) akan menjadi pegangan Presiden dalam melaksanakan kekuasaannya. Kedua, pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat secara otomatis akan menghindari intrikintrik politik dalam proses pemilihan dengan sistem perwakilan. Ketiga, pemilihan Presiden langsung akan memberikan kesempatan luas kepada rakyat untuk menentukan pilihan secara langsung tanpa mewakilkan kepada orang lain. Kecenderungan dalam sistem perwakilan adalah terjadinya penyimpangan 3 Ketentuan lebih lanjut lihat Pasal 6A Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen ketiga. 2

antara aspirasi rakyat dengan wakilnya. Keempat, pemilihan langsung dapat menciptakan perimbangan antara berbagai kekuatan dalam penyelenggaraan negara terutama dalam menciptakan mekanisme checks and balances antara Presiden dengan lembaga perwakilan karena sama-sama dipilih rakyat. 4 Reformasi ternyata melahirkan beberapa perubahan, termasuk dalam soal penyelenggara pemilu tahun 1999. Sistem multi partai pemilu 1999 ternyata benar-benar membuktikan bahwa rakyat Indonesia sebelumnya terbelenggu aspirasi politiknya, karena dalam perjalanannya partai politik yang sudah ada tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat, partai-partai yang sudah ada hanya mempertahankan status quo saja. Munculnya banyak partai politik dengan segmen dan ideologi yang beragam membuktikan bahwa rakyat Indonesia sebenarnya tidak buta politik meskipun sistem pemilunya masih proporsional tanpa menyertakan nama calegnya dalam kartu suara, tetapi pemilu pada masa reformasi menjadi ajang kompetisi yang cukup sehat bagi para kontestan pemilu. Dari segi kelembagaan pelaksanaan pemilu 1999 mengawali sebuah pemilu yang mendekati demokratis, dengan adanya Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang di dalamnya mempresentasikan golongan pemerintahan dan partai politik. Selain itu, terdapat juga lembaga pengawas pemilu dan lembaga pemantau pemilu non partisan yang bertujuan untuk mengawasi pelaksanaan pemilu. Berbeda dengan pemilu pada tahun 2004, nampaknya dari segi kelembagaan pemilu ada perubahan, komposisi Komisi Pemilihan Umum tidak lagi seperti pemilu 1999. Komisi Pemilihan Umum berdasarkan Undang- 4 Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia: Perspektif Konstitusional, op. cit, hlm 115. 3

Undang Nomor 12 Tahun 2003 tidak lagi menyertakan wakil-wakil dari partai politik dan pemerintah. Selain itu, Komisi Pemilihan Umum memiliki kewenangan yang sangat besar baik kewenangan menyiapkan dan melaksanakan pemilu dari segi prosedur juga harus menyediakan logistik pemilu, kewenangan yang besar itu sebenarnya dalam praktiknya dapat berakibat pada terganggunya kinerja Komisi Pemilihan Umum. Sistem kepartaian pada pemilu tahun 2004 memang menawarkan banyak pilihan pada rakyat dan rakyat cukup kritis dalam menjatuhkan pilihannya, meskipun pemilu tahun 2004 diwarnai oleh berbagai kerumitan, tetapi secara umum sistem pemilu tahun 2004 lebih baik dibandingkan pemilu sebelumnya. Pemilih dapat menentukan sendiri pilihannya baik pilihan partainya maupun pilihan wakilwakilnya, sistem pemilihan dengan memilih partai, calon legislatif, calon Presiden dan Wakil Presidennya dapat menciptakan kontrol yang kuat dari rakyat terhadap wakilnya di lembaga legislatif maupun eksekutif, sehingga nantinya wakil yang dipilih secara langsung oleh rakyat akan mampu menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan negara. 5 Pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan maupun dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 merupakan masalah yang benar-benar baru bagi bangsa Indonesia. Pemilu tahun 2004 telah membawa Indonesia memasuki babak baru dalam perpolitikan nasional, bahwa pemilihan langsung pada pemilu kali ini merupakan perkembangan politik ketatanegaraan yang sangat besar. Dengan 5 Ibid, Hlm.101-102. 4

adanya pemilihan langsung oleh rakyat pasca pemilu tahun 2004, maka Presiden secara politik tidak akan bertanggungjawab lagi kepada MPR melainkan akan bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang memilih Presiden. 6 Namun, untuk terwujudnya rule of law dan good governance (kepemerintahan yang baik) serta berkembangnya dinamika politik di tengahtengah masyarakat bangsa Indonesia yang majemuk atau multi etnis dan pluralis, maka MPR sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengamandemen konstitusi, mengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden pada pemilu tahun 2009. Pasca munculnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, maka pemilu tahun 2009 merupakan titik tolak untuk menjawab tantangan-tantangan berat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini. Apabila tantangan-tantangan tersebut tidak dijawab, maka prospek kehidupan ketatanegaraan Indonesia akan mengalami berbagai distorsi yang sangat parah, yang apabila diukur dari kacamata hukum, politik dan ekonomi seolah-olah memutar jarum ke belakang dengan tidak menafikan hasil-hasil yang telah dicapai oleh pemerintah sekarang. Namun, masalah berat dalam kontek rule of law dan good governance yang dihadapi sekarang adalah masalah penegakan hukum, pemberantasan korupsi, nasionalisme generasi muda dan terwujudnya mekanisme pemerintahan yang checks and balance merupakan masalah- 6 Ibid, hlm. 116. 5

masalah berat dalam peta ketatanegaraan Indonesia sebelum dan pasca pemilu tahun 2009. Oleh karena itu, pemilu tahun 2009 mempunyai arti penting bagi perkembangan ketatanegaraan Indonesia ke depan, perkembangan ketatanegaraan ke depan sangat terkait dengan pergantian kekuasaan yang sah lewat pemilu. Dari gambaran perkembangan sejarah ketatanegaraan Indonesia, dapat ditarik garis pemahaman bahwa Pemilihan Umum merupakan suatu bentuk demokrasi yang dapat dilaksanakan oleh rakyat saat ini, sebab pemilihan umum pada masa sebelumnya sangat berbeda pada masa sekarang ini. Oleh karena itu, perlunya kajian terhadap masalah tersebut sebagai bentuk perkembangan demokrasi yang dilakukan oleh rakyat Indonesia sebagai wujud proses ketatanegaran Indonesia yang ideal dan bertanggungjawab untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan bangsa Indonesia sebagaimana terangkum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. B. Rumusan Masalah Bagaimanakah cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden pasca reformasi menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia pasca reformasi menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008. 6

D. Tinjauan Pustaka 1. Teori tentang Pemilu Legislatif dan Eksekutif Berbeda dengan Undang-Undang Dasar 1950 yang secara eksplisit mencantumkan tentang Pemilu, maka dalam Undang-Undang Dasar 1945 kita perhatikan baik dalam Pembukaan, Batang Tubuh maupun penjelasannya tidak terdapat ketentuan-ketentuan yang menggariskan secara tegas mengenai Pemilu. Dibawah naungan Undang-Undang Dasar 1945 dilaksanakan Pemilu 1 pada tahun 1955 yang menganut pendirian bahwa: Kemauan rakyat adalah dasar kekuasaan penguasa, kemauan itu dinyatakan dalam pemilihan berkala yang jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia atau menurut cara yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara (vide Pasal 35 Undang- Undang Dasar Sementara 1950). Berdasarkan ketentuan konstitusional itu disusun Undang-undang Pemilu dan peraturan pelaksanaannya, dan pada tahun 1955 Pemilihan Umum yang pertama dilaksanakan di Negara Republik Indonesia untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. 7 Meskipun dalam Undang-Undang Dasar 1945 istilah pemilihan Umum itu sendiri tidak tercantum tetapi adalah tidak tepat, apabila ada pendirian bahwa hidup bernegara dalam naungan Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengenal pemilu untuk memilih anggota-anggota lembaga perwakilan rakyat. Apabila kita kaji dengan jeli pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, kita akan 7 Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Cetakan Kedua, Liberty, Yogyakarta 1998, Hlm. 89. 7

menemukan secara implisit bahwa Undang-Undang Dasar 1945 menghendaki bahkan dapat menjadi bukti kuat harus terselenggaranya Pemilu dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Beberapa pasal yang dapat mendukung bukti tersebut adalah sebagai berikut: a) Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. b) Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945: Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah utusan-utusan dari Daerah-daerah dan Golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang. c) Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan Undang-Undang. Dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan cara menetapkan anggota-anggota MPR dan DPR, haruslah dengan Undang-undang. Undang-undang yang dimaksud adalah undangundang yang mengatur pemilihan umum dalam menentukan wakil-wakil rakyat yang akan duduk di MPR dan DPR. Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur secara jelas mekanisme pemilhan Presiden dan Wakil Presiden, persoalan ini justru diatur lebih terinci dalam Ketetapan MPR No. VI/MPR/1999 tentang Tata cara Pencalonan dan 8

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI. 8 Selanjutnya dalam Pasal 7 ditentukan, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Penegasan ini sebelumnya sudah pernah diatur didalam ketetapan MPR Nomor XIII/MPR/1998 yang isinya sudah diintegrasikan ke dalam Pasal 7 perubahan pertama Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu Pasal 6A diatur mengenai mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebagai berikut: 1. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. 2. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. 9 Adanya perubahan tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 6A Undang-Undang Dasar 1945, maka ketetapan MPR Nomor VI/MPR/1999 tentang Tata cara Pencalonan dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dicabut melalui Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/2002, karena materinya sudah diintegrasikan kedalam Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. 10 Ketentuan lebih lanjut tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, 8 Ni matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia: Kajian terhadap Dinamika Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, Cetakan Pertama, FH UII Press, Yogyakarta 2003, Hlm.78. 9 Ketentuan lebih lanjut lihat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. 10 Ni matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia: Kajian terhadapdinamika Perubahan Undang-Undang Dasar 1945,Op.cit, hlm.85. 9

sehingga pada tahun 2004 rakyat Indonesia melakukan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Dengan adanya perubahan mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden melalui pemilihan secara langsung oleh rakyat, akan memberikan warna baru dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia ke depan. Langkah ini dipandang lebih demokratis dibandingkan masa sebelumnya, karena seringkali muncul distorsi demokrasi dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan oleh wakil-wakil rakyat. Oleh karena itu untuk mewujudkan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara demokratis dan beradab melalui partisipasi masyarakat seluas-luasnya berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, maka pada pemilu tahun 2009 dibentuklah Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2008 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan demokrasi dan dinamika masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 2. Teori tentang Konsepsi Negara Hukum. Istilah negara hukum sudah sangat popular di Indonesia. Pada umumnya istilah tersebut dianggap merupakan terjamahan yang tepat dari dua istilah yaitu rechtsstaat dan the rule of law. Konsep tersebut selalu dikaitkan dengan konsep perlindungan hukum, sebab konsep-konsep itu tidak lepas dari gagasan untuk memberi pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia. Tetapi sebenarnya antara rechtsstaat dan the rule of law itu mempunyai latar belakang dan pelembagaan 10

yang berbeda meskipun pada intinya sama-sama menginginkan perlindungan bagi hak asasi manusia melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak. Istilah rechtsstaat banyak dianut di negara-negara Eropa Kontinental yang bertumpu pada sistem civil law, sedangkan the rule of law banyak dikembangkan di negara-negara dengan tradisi Anglo Saxon yang bertumpu pada sistem common law. Kedua sistem yang menjadi tumpuan kedua konsep tersebut mempunyai perbedaan titik berat pengoperasian, civil law menitikberatkan pada administrasi sedangkan common law menitikberatkan pada judicial. Dengan adanya perbedaan titik berat dalam pengoperasian itu, maka kedua konsep tersebut juga merinci ciri-ciri yang berbeda. Konsep rechtsstaat menggariskan ciri-ciri: 1. Adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. 2. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara untuk menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). 3. Pemerintahan berdasarkan peraturan, dan 4. Adanya peradilan administrasi. Sedangkan ciri-ciri pada the rule of law yaitu: 1. Adanya supremasi aturan-aturan hukum, 2. Adanya kesamaan kedudukan di depan hukum, dan 3. Adanya jaminan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). 11 Istilah rechtsstaat (yang dilawankan dengan machtsstaat) memang muncul di dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yakni sebagai kunci pokok pertama dari sistem pemerintahan negara yang berbunyi Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat) dan bukan berdasar atas 11 Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta 1999, hlm.126-127. 11

kekuasaan belaka (machtsstaat). Tetapi berdasarkan dokumen-dokumen sejarah persidangan BPUPKI dan PPKI yang kemudian menetapkan Undang- Undang Dasar 1945, naskah penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 itu tidak pernah dibahas oleh panitia. Naskah tesebut baru muncul menyertai naskah Undang-Undang Dasar 1945 setelah diumumkan di dalam Berita Negara pada tahun 1946. 12 Penyebutan istilah itupun tidak lebih dari satu kalimat, sehingga sulit memahami orientasi konsepsinya diantara berbagai konsepsi negara hukum yang ada. Memang istilah rechtsstaaat itu sendiri dapat memberi kesan, bahwa orientasi konsepsi negara hukum kita adalah tradisi hukum Eropa Kontinental, karena istilah tersebut berasal dari sana. Tetapi kalau dilihat dari pasal-pasal Hak Asasi Manusia (HAM) yang ada didalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 justru kental dengan muatan ciri-ciri rule of law. 13 Secara terbatas ketentuan-ketentuan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) seperti Pasal 27, 28, 29, 30, dan 31 dengan rumusan yang juga masih memberikan pembatasan, karena untuk sebagian disertai dengan ketentuan bahwa dalam pelaksanaannya akan diatur dengan Undang-Undang. Masuknya pasal-pasal tersebut memperlihatkan bahwa konsepsi negara hukum dari tradisi Anglo Saxon yang bernama the rule of law itu masuk di dalam Undang-Undang Dasar 1945, sesuatu yang dapat dilihat minimal dari Pasal 27 yang menentukan bahwa setiap warga negara berkedudukan sama di depan hukum dan pemerintahan. 14 12 Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi,Op.Cit, hlm 133. 13 Ibid, hlm.134. 14 Ibid, hlm.136. 12

Sedangkan Sjahran Basah mengidentifikasi negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dengan mengajukan pendapat bahwa Pancasila dijabarkan di dalam beberapa pasal Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, seperti Pasal 27, 28, 29, 30 dan 34, maka di negara hukum Indonesia terdapat hak dan kewajiban asasi manusia, hak perorangan yang bukan hanya harus diperhatikan tetapi juga harus ditegakkan dengan mengingat kepentingan umum, menghormati orang lain, mengindahkan perlindungan atau kepentingan keselamatan bangsa, serta moral umum dan ketahanan nasional berdasarkan Undang-Undang. 15 Senada dengan berbagai identifikasi tersebut, Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa negara hukum Indonesia agak berbeda dengan rechtsstaat atau the rule of law. Rechtsstaat mengedepankan wetmatigheid yang kemudian menjadi rechtsmatigheid, the rule of law mengutamakan equality before the law, sedangkan negara hukum Indonesia menghendaki keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat yang mengedepankan asas kerukunan. Selain itu, Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa terdapat elemen-elemen penting di dalam negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila yaitu: 1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan. 2. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaankekuasaan negara. 3. Penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir jika musyawarah gagal. 4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban. 16 15 Ibid, hlm.142. 16 Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia. Bina Ilmu. Surabaya, 1987. 13

3. Teori tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia Sebelum dan Sesudah Reformasi Jatuhnya Presiden Soekarno dari tampuk kepemimpinan nasional, maka Jenderal Soeharto mulai memegang kendali pemerintahan dan di masa ini disebut sebagai era Orde Baru. Di era ini konsentrasi penyelenggaraan pemerintahan negara menitikberatkan pada aspek stabilitas politik dalam rangka menunjang pembangunan nasional. 17 Untuk mendukung terwujudnya stabilitas politik dalam rangka pembangunan nasional, maka dilakukanlah upaya-upaya pembenahan sistem ketatanegaraan dan format politik dengan menonjolkan pada hal-hal sebagai berikut: a. Konsep Dwi Fungsi ABRI dipergunakan sebagai platform (panggung) politik orde baru, tidak hanya berfungsi sebagai pertahanan negara, melainkan juga memainkan peranan sosial politik dan terlibat dalam pengambilan keputusan-keputusan politik. b. Pengutamaan Golongan Karya. c. Magnifikasi kekuasaan di tangan eksekutif. d. Diteruskannya sistem pengangkatan dalam lembaga-lembaga perwakilan rakyat. e. Kebijakan depolitisasi khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep masa mengambang (floating mass); dan f. Kontrol arbriter atas kehidupan pers. 18 Konsep Dwi Fungsi ABRI secara implisit sebenarnya sudah dikemukakan oleh Kepala Staf Angkatan Darat, Mayjen Abdul Haris Nasution pada tahun 1958. Menurut Nasution Dwi Fungsi ABRI merupakan konsep jalan tengah. Prinsipnya menegaskan bahwa peran militer atau tentara tidak terbatas pada tugas profesional militer belaka, melainkan juga mempunyai tugas-tugas lain di 17 B.Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia : Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi,Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta 2009. hlm.106. 18 Mochtar Pabottinggi, dalam Syamsudin Haris dan Riza Sihbudi, 1995, Menelaah Kembali Format Politik Orde Baru, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. xii-xiii. 14

bidang sosial politik. 19 Sebuah konsep itulah yang tidak lazim di negara demokrasi yang lebih mengedepankan konsep penguatan masyarakat sipil (empowering civil society). Dari konsep seperti itu, maka kehidupan politik Indonesia pada masa Orde Baru ada keterikatan antara GOLKAR dan ABRI (Militer). Sejarah menunjukkan bahwa dalam setiap penyelenggaraan Pemilu di era Orde Baru, GOLKAR selalu menjadi single majority, dan setiap pemilihan Presiden yang dilakukan MPR, Soeharto selalu dapat terpilih kembali secara aklamasi untuk menjadi Presiden Republik Indonesia. 20 Tidak dapat dipungkiri bahwa rezim Orde Baru memang berhasil dalam mewujudkan stabilitas politik melalui pendekatan keamanan. Pembangunan dapat berjalan secara bertahap dan berkelanjutan. Tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata 7%. Bahkan Indonesia telah mampu berswasembada pangan. Akan tetapi sebaliknya di lingkungan infrastruktur politik, telah terjadi pembelengguan hak politik warga negara sebagai pemegang kedaulatan. Puncak dari keadaan semacam ini adalah terjadinya gerakan reformasi sebagai akibat adanya krisis multidimensional pada akhir tahun 1997 dan awal tahun 1998. Kemudian karena krisis tersebut tidak kunjung teratasi, maka diawali dengan terjadinya kerusuhan tanggal 13 s.d 14 Mei 1998, Presiden Soeharto meletakkan jabatannya pada tanggal 20 Mei 1998 dan diganti oleh Wakil Presiden BJ.Habibie. Pergantian jabatan tersebut menurut sementara pihak merupakan langkah konstitusional, sebab 19 Mochtar Pabottinggi, dalam Syamsudin Haris & Riza Sihbudi, 1995, Menelaah Kembali Format Politik Orde Baru, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm.xii-xiii. 20 B.Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia : Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi,Op.Cit, hlm. 110-111. 15

Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 telah menegaskan bahwa jika Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya. Di pihak lain, proses penggantian jabatan tersebut dianggap inkonstitusional, karena proses penggantian tersebut tidak ditandai dengan penyerahan kembali mandat yang diterima oleh Soeharto kepada MPR. Dengan tumbangnya rezim Orde Baru, maka dimulailah penataan sistem ketatanegaraan menuju konsolidasi sistem demokrasi di Indonesia. Konsolidasi yang paling penting disini tidak lain adalah dengan melakukan perubahan dan penggantian berbagai Peraturan Perundang-undangan yang dirasa tidak memberikan ruang gerak bagi kehidupan demokrasi dan prinsipprinsip kedaulatan rakyat. Peraturan Perundangan-undangan yang dimaksud antara lain: 21 a. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 Tentang Referendum. b. Undang-Undang No. 5 tahun 1985 Tentang Referendum. c. Undang-Undang No. 5 tahun 1974 Tentang Pemerintahan Di daerah. d. Paket Undang-Undang Bidang Politik (Undang-Undang Susduk MPR, DPR, DPRD, Undang-Undang Pemilihan Umum, dan Undang-Undang Partai Politik dan Golongan Karya. Di samping melakukan perubahan terhadap Peraturan Perundang-undangan tersebut, maka sesuai dengan amanat reformasi, dilakukanlah langkah-langkah untuk mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945. Amandemen Undang- 21 Ibid, hlm.113. 16

Undang Dasar 1945 merupakan prasyarat utama bagi terselenggaranya sistem ketatanegaraan yang demokratis. 22 Hal ini mengingat sistematika yang tertuang di dalam Undang- Undang Dasar 1945 tidak memberikan ruang yang cukup untuk mengembangkan konsep demokrasi pemerintahan dan prinsip negara yang berkedaulatan rakyat. Dalam rangka melaksanakan amandemen Undang- Undang Dasar 1945, MPR mempergunakan dasar hukum Pasal 37 Undang- Undang Dasar 1945. Berkaitan dengan hal inilah, maka dalam kurun waktu tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, dalam setiap tahunnya MPR melakukan pengesahan terhadap hasil-hasil amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan oleh Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR. Setelah amandemen IV Undang-Undang Dasar 1945 dikukuhkan pada Sidang Tahunan MPR tahun 2002, maka sistem ketatanegaran Indonesia secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut: 23 a. Bentuk Negara Kesatuan tetap dipertahankan dan sudah merupakan keputusan yang final. b. Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia, adalah sistem Presidensiil Murni, di mana Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat yang calonnya diajukan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang memperoleh 15% kursi di DPR-RI atau 20% memperoleh suara sah dalam pemilu Legislatif. c. Seluruh anggota Parlemen (DPR dan DPD) dipilih melalui Pemilihan Umum. Tidak dikenal lagi adanya cara penunjukkan atau pengangkatan. d. Majelis Pernusyawaratan Rakyat tidak lagi menjadi Lembaga tertinggi Negara, melainkan hanya merupakan sarana bergabungnya DPR dan DPD. Wewenang dari lembaga ini hanya mengubah Undang-Undang Dasar, 22 Ibid, hlm.113. 23 Ibid, hlm.114. 17

mengangkat atau melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil Pemilihan Umum, memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden jika menurut keputusan Mahkamah Konstitusi dianggap melakukan pelanggaran hukum berat. e. Dijumpai adanya Mahkamah Konstitusi yang mempunyai wewenang untuk melakukan judicial review Undang- Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, penyelesaian sengketa Pemilihan Umum, memeriksa Presiden dan/atau Wakil Presiden atas permintaan DPR, jika dianggap telah melakukan pelanggaran hukum berat. Dengan adanya perubahan tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden melalui Ketetapan MPR No.IV/MPR/2002, maka kehidupan politik rakyat bangsa Indonesia menjadi luas dan terjamin. Sehingga pada tahun 2004 terselenggaranya Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat merupakan suatu proses politik bagi bangsa Indonesia menuju kehidupan politik yang lebih demokratis dan bertanggung jawab. Kemudian dengan berkembangnya demokrasi dan dinamika masyarakat dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara, serta untuk menjamin pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang berkualitas, maka Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 diganti dan dibentuklah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden untuk Pemilu tahun 2009 yang dilaksanakan secara demokratis dan dapat dipertanggungjawabkan. E. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian 18

Cara pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pasca reformasi menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 dan Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2008. 2. Bahan Hukum Bahan hukum yang akan diperlukan dalam penelitian adalah: a. Bahan hukum primer yaitu bahan yang bersifat mengikat yang terdiri dari: 1) Undang-Undang Dasar 1945. 2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. 3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. 4) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. b. Bahan hukun sekunder yaitu bahan hukum yang bersifat menjelaskan terhadap bahan hukum primer yaitu berupa literatur, buku-buku jurnal hukum dan artikel yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. 3. Cara Pengumpulan Bahan Hukum a. Studi pustaka yakni dengan mengkaji berbagai peraturan perundangundangan atau literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian. 4. Metode Pendekatan 19

Metode yang digunakan adalah metode pendekatan perundang-undangan yaitu menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani atau diteliti. 5. Analisis Bahan Hukum Metode analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif yaitu bahan hukum yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Bahan hukum yang diperoleh dari penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian. a. Hasil kualifikasi bahan hukum selanjutnya disistemasikan. b. Bahan hukum yang telah disistemasikan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar pengambilan kesimpulan. F. Sistematika Penulisan Bab I pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian Bab II Pemilu dalam negara demokrasi di Indonesia, berisi tentang demokrasi sebagai perwujudan kedaulatan hak politik rakyat, macam-macam demokrasi, pemilu sebagai salah satu pilar demokrasi, pemilihan Presiden sebagai salah satu bentuk pemilu dalam negara demokrasi. Bab III Pengaturan pemilu Presiden dalam negara hukum di Indomesia, berisi tentang hubungan pemilu, demokrasi dan hukum, hirarki peraturan perundang-undangan, bentuk-bentuk peraturan dalam mengatur pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. 20

Bab IV Cara pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden pasca reformasi menurut Undang-Undang No. 23 tahun 2003 dan Undang-Undang No. 42 tahun 2008, berisi tentang deskripsi Undang-Undang No. 23 tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, deskripsi Undang-Undang No. 42 tahun 2008, perbandingan cara pelaksanaan pemilu menurut Undang-Undang No. 23 tahun 2003 dan Undang-Undang No. 42 tahun 2008, pemilihan Presiden yang ideal untuk ke depan. Bab V Kesimpulan dan penutup. 21