4.2.2 Perencanaan Diameter Pipa Saluran Diameter pipa saluran dapat dicari persamaan kerugian tekanan :

dokumen-dokumen yang mirip
σ = 0,7 = = 15,52 Dimana : = Tegangan geser (N/ ) F = Gaya potong spon (N) = Bidang geser dari spon ( Sehingga : = = = 42175,6

Gambar 4.19 Sket Benda Kerja 10

MODIFIKASI MESIN PRESS SOL SEPATU. Rahmat Hadi Sukarno ( ) Ir. Hari Subiyanto, MSc. DENGAN SISTEM PNEUMATIK

RANCANG BANGUN MESIN PEMOTONG SPON/GASKET SISTEM PNEUMATIK

ANALISA ALAT PNEUMATIK MESIN PEMOTONG SPON / GASKET DENGAN TEKANAN 60 PSI

RANCANG BANGUN MESIN ELEKTRO PNEUMATIK BLANKING PROFIL SANDAL

Komponen Sistem Pneumatik

Gambar 2.32 Full pneumatik element

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

KUMPULAN SOAL PNEUMATIC By Industrial Electronic Dept. Of SMKN 1 Batam

RANCANG BANGUN MESIN HOT EMBOSSING SANDAL DENGAN SISTEM ELEKTRO PNEUMATIK

SIFAT, KEUNTUNGAN, DAN KERUGIAN UDARA BERTEKANAN

BAB III METODE PERANCANGAN

Oleh : Endiarto Satriyo Laksono Maryanto Sasmito

Mekatronika Modul 13 Praktikum Pneumatik

PRAKTIKUM DAC HIDROLIK

Mekatronika Modul 11 Pneumatik (1)

Gambar struktur fungsi solenoid valve pneumatic

RANCANG BANGUN SISTEM PNEUMATIK PADA MESIN PEMROSES BUAH KELAPA TERPADU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat, salah satu contoh perkembangan

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Literatur & Observasi Lapangan. Identifikasi & Perumusan Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II SISTEM MESIN LAS DAN POTONG KANTONG PLASTIK BERBASIS PNEUMATIK DENGAN MIKROKONTROLER

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

BAB III ANALISA DAN PERHITUNGAN

RANCANG BANGUN SIMULASI SISTEM PNEUMATIK UNTUK PEMINDAH BARANG

Aries Afrianto Dr. Ir. Heru Mirmanto,MT

MEMBUAT TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS DAN ALAT EVALUASI PEMBELAJARAN JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

TUGAS AKHIR RANCANG BAGUN SISTEM HIDROLIK PADA ALAT FRICTION WELDING DENGAN BENDA UJI AISI 1045

BAB IV HASIL DAN ANALISA. 4.1 Hasil Perancangan Desain dan Alat. Hasil desain dan perancangan alat pemadat sampah plastik dapat dilihat pada

INSTRUMENT EVALUASI. MATA KULIAH : PNEUMATIK & HIDROLIK KODE / SKS : MSN 326 / 2 SKS SEMESTER : GENAP (IV) DOSEN/ASISTEN : PURNAWAN,S.Pd.

BAB III MODIFIKASI MESIN DAN PROSES PRODUKSI. Mulai. Studi Literatur. Pengamatan di Lapangan. Data. Analisa. Kesimpulan. Selesai

MONITORING MESIN PRESS INDUSTRI KAROSERI MENGGUNAKAN PLC

APLIKASI KONTROLER PID DALAM PENGENDALIAN POSISI STAMPING ROD BERBASIS PNEUMATIC MENGGUNAKAN ARDUINO UNO

LAPORAN PROYEK AKHIR PERANCANGAN SISTEMPNEUMATIK TRANSFER STATION

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MESIN HOT EMBOSSING PALLET PLASTIK

Perhitungan Pneumatik

TUGAS AKHIR PERANCANGAN ALAT PENCETAK TABLET DENGAN APLIKASI PNEUMATIK DAN KONTROL PLC

MESIN PENGEPRES PLASTIK DENGAN SISTEM PENGGERAK PNEUMATIK

PERENCANAAN DAN SIMULASI SISTEM PNEUMATIK PADA MESIN PRES BRIKET BLOTHONG BERBANTUAN PERANGKAT LUNAK

LAPORAN TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : Nama : Hakim Abdau NIM : Pembimbing : Nur Indah. S. ST, MT.

TUGAS AKHIR ANALISIS KOMPRESI PADA KOMPRESOR TORAK SINGLE ACTION

ANALISA SISTEM PNEUMATIK ALAT PEMOTONG SERAT ALAM

RANCANG BANGUN MESIN PEMOTONG SINGKONG DENGAN SISTEM PNEUMATIK

Sistim Pneumatik dan Hidrolik - Kuliah 1

PENGERTIAN DAN PERBEDAAN SISTEM HIDROLIK DAN PNEUMATIK

Mesin Kompresi Udara Untuk Aplikasi Alat Transportasi Ramah Lingkungan Bebas Polusi

Mesin Pemeras Minyak Ikan. Kamin Ginting & Eka Nanda Pratama


TURBOCHARGER BEBERAPA CARA UNTUK MENAMBAH TENAGA

BAB IV SISTEM PENGEREMAN LOKOMOTIF

PENERAPAN KONSEP FLUIDA PADA MESIN PERKAKAS

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III INSTALASI PERALATAN UJI. sistem, kondisi udara pada titik masuk dan keluar evaporator. Data yang diperoleh

IV. PENDEKATAN DESAIN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN. Masinis lapor. Masinis menyerahkan handel RH & T.200. Pengawas menanyakan keadaan lok selama dilintas.

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

BAB II STUDI LITERATUR

PENGERTIAN HIDROLIKA

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Pneumatik Bab B4 1. Bab 4 Katup katup

TUGAS AKHIR PERENCANAAN SISTEM HIDRAULIK PADA BACKHOE LOADER TYPE 428E

PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK UNTUK SISTEM PNEUMATIK PADA GUN BURNER

BABI PENDAHULUAN. dilatarbelakangi oleh semakin banyaknya perusahaan Air Minurn Dalam Kemasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

BAB I PENDAHULUAN. memindahkan fluida dari suatu tempat yang rendah ketempat yang. lebih tinggi atau dari tempat yang bertekanan yang rendah ketempat

BAB IV ANALISA / PEMECAHAN MASALAH

BAB II DASAR TEORI 2012

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

BAB I PENDAHULUAN. bentuk suatu benda kerja dengan menggunakan sepasang alat. perencanaan peralatan, diameter yang akan dipotong, material alat

SKRIPSI PERANCANGAN MESIN PENGISIAN BULK SEDIAAN LIQUID CREAM DENGAN SISTEM PNEUMATIK MENGGUNAKAN KONTROL PLC AUTONIC TYPE LP

DESAIN MESIN PRESS PENUTUP BOTOL OTOMATIS MENGGUNAKAN INVENTOR 2015

Studi Eksperimental Kinerja Mesin Kompresi Udara Satu Langkah Dengan Variasi Sudut Pembukaan Selenoid

ELEKTRO-PNEUMATIK (smkn I Bangil)

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV ANALISA PERBANDINGAN DAN PERHITUNGAN DAYA

Lembar Latihan. Lembar Jawaban.

PERANCANGAN SIMULASI SISTEM PERGERAKAN DENGAN PENGONTROLAN PNEUMATIK UNTUK MESIN PENGAMPLAS KAYU OTOMATIS. Al Antoni Akhmad ST, MT

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISA HASIL SENTRALISASI KOMPRESSOR

EVALUASI PENURUNAN TEKANAN PADA PEMIPAAN SISTEM UDARA BERTEKANAN DI PT.INDOFOOD SUKSES MAKMUR (BOGASARI FLOUR MILL)

BAB III SISTEM AC ( AIR CONDITIONER ) PADA TOYOTA YARIS

RANCANG BANGUN INSTALASI SISTEM PNEUMATIK PADA BENGKEL SEPEDA MOTOR KAPASITAS 5 PIT

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA

METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung yang berasal dari

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Lab.Proses Produksi, CNC dan material teknik

BAB IV METODE PEMBUATAN ALAT

LUBRICATING SYSTEM. Fungsi Pelumas Pada Engine: 1. Sebagai Pelumas ( Lubricant )

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

PERANCANGAN POMPA TORAK 3 SILINDER UNTUK INJEKSI LUMPUR KEDALAMAN FT DENGAN DEBIT 500 GPM

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa industri dapat ditemukan aplikasi sains yakni merubah suatu

Bab4 Katup kontrol direksional digerakkan listrik

GERAK PARABOLA DAN GERAK MELINGKAR ABDUL AZIZ N.R (K ) APRIYAN ARDHITYA P (K )

DAFTAR ISI Prinsip Kerja Kegunaan Macam-macam Silinder Kerja Tunggal. 1.3 Silinder Kerja Ganda Konstruksi..

Transkripsi:

Sehingga: F =. D 2. P - 42175,6 = D 2 = D 2 = 995,64 D = D = 31,55 mm Dari perencanaan diatas didapat diameter minimal silinder pneumatik sebesar 31,55 mm. Maka untuk perencanaan ini dipilih silinder dengan diameter 100 mm dengan tipe Double Akting Silinder. 4.2.2 Perencanaan Diameter Pipa Saluran Diameter pipa saluran dapat dicari persamaan kerugian tekanan : P f = (Esposito, hal 508) Dimana: P f = Kerugian tekanan maksimum yang diijinkan sebesar 3 Psi (Krist, 1993 hal 132) L = Panjang pipa yang direncanakan L = 3m = 3m x = 9,84 ft CR = CR = = 7,8mm 8mm Tetapi perlu dihitung dahulu kecepatan aliran silinder dengan : Dimana: -V = t S ; dengan: S = 0,1m = stroke silinder V = = 0,025 t = 4s = waktu tempuh silinder 43

Maka: Q = (0,1m) 2 x x 8 = 0,002 = 0,002 x = 0,07 Sehingga diameter pipa minimum untuk silinder pneumatik 100 mm dapat dicari dengan persamaan : P f = 3 = 24d 5,31 = 0,1025 x 3 x 0,0049 d 5,31 = d 5,31 = 0,000062 in d = 0,161 in = 4,096 mm Dari perhitungan diatas didapat diameter pipa minimum untuk silinder pneumatik 100 mm adalah 4,096 mm. Untuk perencanaan ini dipilih pipa dengan diameter dalam pipa 8 mm dan diameter luarpipa 12 mm dengan jenis polyurethane supaya mudah diatur tata letaknya. 4.2.3 Pemilihan Kompressor Dengan data tekanan dan kapasitas silinder diatas maka compressor yang dipilih adalah tipe displacement kompresor (kompresor perpindahan) yaitu tipe recyprocating kompresor karena tipe ini pada sistem pneumatik kompresor sering digunakan dan memiliki tekanan yang stabil sehingga cocok sekali untuk digunakan pada sistem pneumatik selain itu kompresor jenis ini mempunyai tekanan yang rendah sampai tinggi. Perhitungan Tekanan Udara Yang Keluar Dari Air receiver Dicari dengan persamaan sebagai berikut : ΔP = P 1 P 2. Dimana :ΔP = Kerugian total sistem pneumatik P 1 = Tekanan Udara yang keluar Air receiver. P 2 = Tekanan operasi sistem pneumatik. 44

1,12.10-5 bar = P 1 6 bar P 1 = 6.0000112 bar. Jadi tekanan udara yang keluar dari air receiver adalah sebesar 6.0000112 bar. Dari data tekanan udara keluar air receiver sebesar 6.000 012 bar serta kapasitasnya sebesar 3,14.10-5 m 3 /s (0.113 m 3 /Hour) maka menurut grafik dipilihlah kompresor Recyprocating double stage. Gambar 4.1 Grafik Pemilihan Kompresor Tabel 4.1 Pemilihan Kompresor. Maka jenis Kompresornya Diambil yang mempunyai tekanan dan kapasitas diatas teknan dan kapasitas keluar Air receiver. kompresor reciprocating dengan spesifikasi sebagai berikut : model : PE 30T kapasitas : 12.64 dicharg presure : 10,34 bar 45

4.3. Perencanaan Sirkuit Pneumatik 4.3.1 Diagram Sirkuit Pneumatik Setelah didapatkan hasil perhitungan mengenai komponen-komponen pneumatik, maka perlu direncanakan juga sistem pneumatik ataupun peralatan pendukungnya. Agar didapatkan hasil yang optimum sesuai dengan kebutuhan. Adapun skematis dari perencanaan sistem pneumatik yang digunakan adalah sebagai berikut : Gambar 4.3 Rangkaian Sistem Pneumatik Keterangan : 1.0 Silinder Pneumatik Double Acting 1.1 5/2-way Valve via pedal 0.2 Service unit / FRL (Filter, Regulator, Lubrikator) 0.1 Pressure Source (Kompresor) Fungsi dari masing-masing koponen pneumatik diatas adalah sebagai berikut : 1. Silinder Pneumatik Double Acting Berfungsi meneruskan udara bertekanan untuk diubah menjadi gaya yang diperlukan dalam melakukan langkah kerja. 2. 5/2 Way Valve Via Pedal Berfungsi untuk mengatur mekanisme arah maju dan mundur dari silinder pneumatik dengan sistim Tuas. 3. Service Unit (Filter, Regulator, Lubrikator) Terdiri dari filter yang berfungsi untuk menyaring udara dari debu dan partikel lainnya. Pressure regulator untuk menjaga agar tekanan udara operasi selalu dalam keadaan konstan. Serta lubrikator yang berfungsi untuk melumasi bagian yang bergesekan seperti silinder pneumatik. 4. kompressor Merupakan alat yang berfungsi sebagai penghasil udara bertekanan. 46

4.4. Hasil Uji Pemotongan 4.4.1. Hasil Uji Pemotongan Dengan Perbedaan Tekanan Tabel 4.2 Benda Kerja 1 Gambar 4.2 Benda Kerja 1 Gambar 4.3 Sket Benda Kerja 1 Dari hasil uji pemotongan didapat pada P 1 = 10 Psi P 2 = 10 Psi hasil pemotonggannya tidak sempurna, kemudian juga diketahui pada P 1 = 10 Psi P 2 = 20 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, baru pada P 1 = 10 Psi P 2 = 30 Psi begitu juga sampai pada P 1 = 10 Psi P 2 = 60 Psi hasil yang didapatkan dari pemotongan spon baru sempurna. Pada hasil pemotongan P 1 = 10 Psi P 2 = 10 Psi dan P 1 = 10 Psi P 2 = 20 Psi didapatkan kurang sempurna, hal ini disebabkan karena tekanan yang diberikan terlalu kecil sehingga tidak mampu untuk melakukan pemotongan dengan sempurna, selain itu juga disebabkan karena spon mempunyai sifat elastisitas yang tinggi, dan juga disebabkan kepresisian dan ketajaman pada pisau potong. Sedangkan pada hasil pemotongan P 1 = 10 Psi P 2 = 30 Psi sampai P 1 = 10 Psi P 2 = 60 Psi baru bisa dilakukan pemotongan yang sempurna, hal ini disebabkan tekanan yang diberikan lebih besar dan waktu pemotongannya lebih lama. Sedangkan pada P 1 = 10 Psi P 2 = 30 Psi sampai P 1 = 10 Psi P 2 = 40 Psi terdapat sisa dari proses pemotongan, meskipun menyisakan sisa pemotongan hal ini tidak memerlukan proses pemotongan lagi (proses ulang). 47

Tabel 4.3 Benda Kerja 2 Gambar 4.3 Benda Kerja 2 Gambar 4.4 Sket Benda Kerja 2 Dari tabel diatas didapatkan hasil uji pemotongan pada P 1 = 20 Psi P 2 = 10 Psi hasil pemotonggannya tidak sempurna, kemudian juga diketahui pada P 1 = 20 Psi P 2 = 20 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, kemudian pemotongan spon baru sempurna pada P 1 = 20 Psi P 2 = 30 Psi begitu juga sampai pada P 1 = 20 Psi P 2 = 60 Psi. Pada hasil pemotongan P 1 = 20 Psi P 2 = 10 Psi dan P 1 = 20 Psi P 2 = 20 Psi didapatkan kurang sempurna, hal ini disebabkan karena spon mempunyai sifat elastisitas yang tinggi, juga disebabkan kepresisian dan ketajaman pada pisau potong, dan tekanan yang diberikan terlalu kecil sehingga tidak mampu untuk melakukan pemotongan dengan sempurna. Sedangkan pada hasil pemotongan P 1 = 20 Psi P 2 = 30 Psi sampai dengan P 1 = 20 Psi P 2 = 60 Psi baru bisa dilakukan pemotongan yang sempurna, hal ini disebabkan tekanan yang diberikan lebih besar dan waktu pemotongannya lebih lama. Sedangkan pada P 1 = 20 Psi P 2 = 30 Psi sampai dengan P 1 = 20 Psi P 2 = 50 Psi terdapat sisa dari hasil pemotongan, tetapi sisa tersebut tidak memerlukan proses pemotongan ulang, cukup dengan ditarik maka pemotongan sisa itu sudah lepas. Tabel 4.4 Benda Kerja 3 Gambar 4.5 Benda Kerja 3 48

Gambar 4.6 Sket Benda Kerja 3 Dilihat dari tabel diatas didapatkan hasil uji pemotongan tidak sempurna pada P 1 = 30 Psi P 2 = 10 Psi sampai dengan P 1 = 30 Psi P 2 = 30 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, kemudian pemotongan spon baru sempurna pada P 1 = 30 Psi P 2 = 40 Psi begitu juga sampai pada P 1 = 30 Psi P 2 = 60 Psi. Dari tabel diatas secara keseluruan dapat di simpulkan proses pemotongan yang kurang sempurna disebabkan oleh tekanan yang diberikan berbeda-beda, semakin besar tekanan yang diberikan maka hasil pemotongan spon yang didapatkan semakin bagus (sempurna). Karena semakin besar tekanan yang diberikan semakin besar pula gaya tekan yang didapatkan oleh spon, oleh sebab itu spon semakin tertekan dan mengakibatkan spon terpotong. Sedangkan pada P 1 = 30 Psi P 2 = 30 Psi sampai dengan P 1 = 30 Psi P 2 = 50 Psi terdapat sisa dari hasil pemotongan, tetapi sisa tersebut tidak memerlukan proses pemotongan ulang, cukup dengan ditarik maka pemotongan sisa itu sudah lepas. Tabel 4.5 Benda Kerja 4 Gambar 4.7Benda Kerja 4 Gambar 4.8 Sket Benda Kerja 4 Dari tabel diatas didapatkan hasil uji pemotongan pada P 1 = 40 Psi P 2 = 10 Psi hasil pemotonggannya tidak sempurna, kemudian juga diketahui pada P 1 = 40 Psi P 2 = 30 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, kemudian pemotongan spon baru sempurna pada P 1 = 40 Psi P 2 = 40 Psi begitu juga sampai pada P 1 = 40 Psi P 2 = 60 Psi hasilnya pemotongannya juga sempurna. 49

Dari tabel diatas secara keseluruan dapat di simpulkan proses pemotongan yang kurang sempurna disebabkan oleh tekanan yang diberikan berbeda-beda, semakin besar tekanan yang diberikan maka hasil pemotongan spon yang didapatkan semakin bagus (sempurna). Sedangkan dalam P 1 = 40 Psi P 2 = 40 Psi hasil pemotongan spon masih menyisakan flas tapi hal itu tidak memerlukan proses lagi cukup dengan menarik hasil pemotongan spon, maka spon sudah lepas. Sedangkan pada P 1 = 40 Psi P 2 = 30 Psi sampai dengan P 1 = 40 Psi P 2 = 50 Psi terdapat sisa dari hasil pemotongan, tetapi sisa tersebut tidak memerlukan proses pemotongan ulang, cukup dengan ditarik maka pemotongan sisa itu sudah lepas. Tabel 4.6 Benda Kerja 5 Gambar 4.9 Benda Kerja 5 Gambar 4.10 Sket Benda Kerja 5 Dari tabel diatas didapatkan hasil uji pemotongan spon yang kurang sempurna pada P 1 =50 Psi P 2 =10 Psi sampai pada P 1 =50 Psi P 2 =30 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, kemudian pemotongan spon baru sempurna pada P 1 =50 Psi P 2 =40 Psi sampai pada P 1 =20 Psi P 2 =60 Psi. Pada hasil pemotongan P 1 =50 Psi P 2 =10 Psi sampai dengan P 1 =50 Psi P 2 =30 Psi didapatkan kurang sempurna, hal ini disebabkan karena spon mempunyai sifat elastisitas yang tinggi, juga disebabkan kepresisian dan ketajaman pada pisau potong, dan tekanan yang diberikan terlalu kecil sehingga tidak mampu untuk melakukan pemotongan dengan sempurna. Sedangkan pada hasil pemotongan sempurna pada P 1 = 50 Psi P 2 = 40 Psi sampai dengan P 1 = 50 Psi P 2 = 60 Psi hasil pemotongan juga yang sempurna, hal ini disebabkan tekanan yang diberikan lebih besar dan waktu pemotongannya lebih lama. Sedangkan pada P 1 = 50 Psi P 2 = 40 Psi sampai pada P 1 = 50 Psi P 2 = 60 Psi masih terdapat sisa, meskipun terdapat sisa hal ini tidak memerlukan proses pemotongan ulang hanya dengan menarik spon-nya saja sisa potongan tadi sudah lepas, baru pada P 1 = 50 Psi P 2 = 60 Psi hasil pemotongan spon-nya sangat sempuna karena tidak terdapat sisa pemotongan. 50

Tabel 4.7 Benda Kerja 6 Gambar 4.11 Benda Kerja 6 Gambar 4.12 Sket Benda Kerja 6 Dari tabel diatas didapatkan hasil uji pemotongan spon yang kurang sempurna pada P 1 = 60 Psi P 2 = 10 Psi sampai pada P 1 = 60 Psi P 2 = 30 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, kemudian pemotongan spon baru sempurna pada P 1 = 60 Psi P 2 = 40 Psi sampai pada P 1 = 60 Psi P 2 = 60 Psi. Pada hasil pemotongan P 1 =60 Psi P 2 =10 Psi sampai dengan P 1 =60 Psi P 2 =30 Psi didapatkan kurang sempurna, hal ini disebabkan karena spon mempunyai sifat elastisitas yang tinggi, juga disebabkan kepresisian dan ketajaman pada pisau potong, dan tekanan yang diberikan terlalu kecil sehingga tidak mampu untuk melakukan pemotongan dengan sempurna. Sedangkan pada hasil pemotongan sempurna pada P 1 = 60 Psi P 2 = 40 Psi sampai dengan P 1 = 60 Psi P 2 = 60 Psi hasil pemotongannya juga sempurna, hal ini disebabkan tekanan yang diberikan lebih besar dan waktu pemotongannya lebih lama. Sedangkan pada P 1 = 60 Psi P 2 = 40 Psi sampai pada P 1 = 60 Psi P 2 = 50 Psi masih terdapat sisa, meskipun terdapat sisa hal ini tidak memerlukan proses pemotongan ulang hanya dengan menarik spon-nya saja sisa potongan tadi sudah lepas, baru pada P 1 = 60 Psi P 2 = 60 Psi hasil pemotongan spon-nya sangat sempuna karena tidak terdapat sisa pemotongan. 51

Tabel 4.8 Hasil Pemotongan Spon Dengan perbedaan Tekanan Awal dan Tekanan Akhir Dari seluruh hasil uji pemotongan dapat disimpulkan bahwa tekanan yang diberikan untuk mencapai pemotongan yang maksimal yaitu pada benda kerja yang diberikan tekanan P 1 = 10 Psi P 2 = 30 Psi, P 1 = 10 Psi P 2 = 40 Psi, P 1 = 10 Psi P 2 = 50 Psi, P 1 = 10 Psi P 2 = 60 Psi, P 1 = 20 Psi P 2 = 30 Psi, P 1 = 20 Psi P 2 = 40 Psi, P 1 = 20 Psi P 2 = 40 Psi, P 1 = 20 Psi P 2 = 50 Psi, P 1 = 20 Psi P 2 = 60 Psi, P 1 = 30 Psi P 2 = 40 Psi, P 1 = 30 Psi P 2 = 50 Psi, P 1 = 30 Psi P 2 = 60 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 40 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 50 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 60 Psi, P 1 = 50 Psi P 2 = 40 Psi, P 1 = 50 Psi P 2 = 50 Psi, P 1 = 50 Psi P 2 = 60 Psi, P 1 = 60 Psi P 2 = 40 Psi, P 1 = 60 Psi P 2 = 50 Psi, dan P 1 = 60 Psi P 2 = 60 Psi, hal ini disebabkan karena beban tekanan yang diberikan lebih besar sehingga meghasilkan pemotongan yang maksimal atau sempurna. Sedangkan pada tekanan pada pemotongan yang kurang sempurna yaitu pada benda kerja yang diberikan tekanan P 1 = 10 Psi P 2 = 10 Psi, P 1 = 10 Psi P 2 = 20 Psi, P 1 = 20 Psi P 2 = 10 Psi, P 1 = 20 Psi P 2 = 20 Psi, P 1 = 30 Psi P 2 = 10 Psi, P 1 = 30 Psi P 2 = 20 Psi, P 1 = 30 Psi P 2 = 30 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 10 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 20 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 30 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 10 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 20 Psi, P 1 = 40 Psi P 2 = 30 Psi, P 1 = 50 Psi P 2 = 10 Psi, P 1 = 50 Psi P 2 = 20 Psi, P 1 = 50 Psi P 2 = 30 Psi, P 1 = 60 Psi P 2 = 10 Psi, P 1 = 60 Psi P 2 = 20 Psi, dan P 1 = 60 Psi P 2 = 30 Psi. Hal ini disebabkan karena beban tekanan yang diberikan lebih kecil dari pada tekanan yang diatas tersebut. 4.4.2. Hasil Uji Pemotongan Dengan Perbedaan Tekanan dan Waktu Tabel 4.9 Benda Kerja 7 Gambar 4.13 Benda Kerja 7 52

Gambar 4.14 Sket Benda Kerja 7 Dari tabel diatas didapatkan pada P = 10 Psi dengan waktu 0.3 detik hasil pemotongannya kurang sempurna dan pada P = 10 Psi dengan waktu 0.4 detik hasil pemotongannya juga kurang sempurna, kemudian hasil pemotongan spon yang sempurna pada P = 10 Psi dengan waktu 0.5 detik dan pada P = 10 Psi dengan waktu 0,6 detik hasil yang didapatkan juga sempurna. Pada hasil pemotongan P = 10 Psi t = 0.3 detik dan P = 10 Psi t = 0,4 detik tidak sempurna karena tekanan dan waktu lebih sedikit sehingga hasilnya tidak maksimal, karena spon sendiri mempunyai sifat elastisitas yang tinggi juga disebabkan ketidak presisian dan pisau potong kurang tajam. Sedangkan pada P = 10 Psi t = 0,5 detik dan P = 10 Psi t = 0,6 detik hasil pemotongannya sempurna, tapi pada P = 10 Psi t = 0,5 detik menyisakan flas, meskipun menyisakan flas hasil ini tidak memerlukan proses ulang atau pemotongan ulang. Tabel 4.10 Benda Kerja 7 Gambar 4.15 Benda Kerja 8 Gambar 4.16 Sket Benda Kerja 8 Dari hasil tabel diatas didapatkan pada P = 20 Psi t = 0,3 detik hasil pemotongannya kurang sempurna, sedangkan pada P = 20 Psi t = 0,4 detik sampai dengan P = 20 Psi t = 0,6 detik hasil pemotongannya sempurna. Pada hasil pemotongan P = 20 Psi t = 0,3 detik kurang sempurna karena tekanan dan waktu yang diberikan lebih sedikit, sedangkan pada P = 20 Psi t = 0,4 detik sampai dengan P = 20 Psi t = 0,6 detik hasil pemotongannya sempurna karena tekanan dan waktu yang diberikan lebih banyak (lama). Tapi pada P = 20 Psi t= 0,4 detik menyisakan flas, meskipun menyisakan flas hasil ini tidak memerlukan proses ulang atau pemotongan ulang. 53