STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI NILAM INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS SENSITIFITAS FINANSIAL SERAIWANGI

ANALISIS FINANSIAL AGROINDUSTRI PENYULINGAN AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

PENDAHULUAN Latar Belakang

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil,

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

DAFTAR TABEL. 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun

PENDAHULUAN. Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari. (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI MINYAK NILAM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KELAPA SAWIT RAKYAT

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian...

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS CENGKEH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. dari kemiringan rendah hingga sangat curam (Gumbira-Sa id et al., 2009).

I.PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

IV METODOLOGI PENELITIAN

KELAYAKAN USAHATANI DAN AGROINDUSTRI NILAM

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

I. PENDAHULUAN. upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional pada masa sebelum

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN MANFAAT IRIGASI WADUK PELAPARADO DI KABUPATEN BIMA TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DAN KESEMPATAN KERJA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

Proceeding Lokakarya Nasional Pemberdayaan Potensi Keluarga Tani Untuk Pengentasan Kemiskinan, 6-7 Juli 2011

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROSPEK TANAMAN PANGAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya bahwa sektor pertanian masih

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

Transkripsi:

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI NILAM INDONESIA Chandra Indrawanto dan Ludi Mauludi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ABSTRAK Indonesia merupakan produsen dan eksportir terbesar minyak nilam didunia. Belum berkembangnya industri hilir nilam menyebabkan hampir seluruh produksi minyak nilam Indonesia diekspor, hal ini mengakibatkan nilai tambah yang ada dari industri ini tidak dinikmati oleh Indonesia dan membuat Indonesia sebagai price taker yang sangat tergantung dengan harga yang terjadi dipasar internasional. Untuk itu perlu dibentuk strategi pengembangan industri nilam yang mengintegrasikan sektor usahatani, agroindustri penyulingan dan industri hilir nilam. Pembentukan klaster industri yang menggabungkan usahatani dengan agroindustri penyulingan di kabupaten sentra usahatani nilam dengan luas usahatani 20 ha per satu agroindustri dengan kapasitas alat 5000 liter menunjukkan suatu kelayakan finansial yang cukup tinggi. Pengembangan industri hilir berbahan baku minyak nilam haruslah ditunjang dengan inovasi hasil penelitian dan pengembangan dan kebijakan pemerintah yang mendukung peningkatan dayasaing industri tersebut. Untuk menunjang terlaksananya strategi ini dengan baik maka perlu perlu diketahui status pasokan dan serapan industri nilam Indonesia saat ini. PENDAHULUAN Agroindustri minyak nilam merupakan salah satu industri yang perlu dikembangkan mengingat Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam pengadaan bahan bakunya dan teknologi pengolahannya yang cukup sederhana sehingga mudah dikembangkan. Selain itu pengembangan industri minyak nilam akan menimbulkan efek berganda berupa peningkatan kesejahteraan petani nilam mengingat mayoritas perkebunan nilam yang ada adalah perkebunan rakyat. Ekspor minyak nilam memberikan kontribusi lebih dari 50 persen pada total nilai ekspor minyak atsiri Indonesia. Selain itu Indonesia juga menguasai sekitar 90 persen produksi minyak nilam dunia. Akan tetapi produksi minyak nilam Indonesia mutunya masih rendah sehingga harga jualnya tidak terlalu tinggi dan berfluktuatif. Nilai tambah diperoleh negara-negara pengimpor yang memproses ulang menjadi fraksi minyak nilam dengan mutu lebih baik serta tambahan nilai dari berbagai produk yang memakai minyak nilam atau fraksinya sebagai salah satu bahan bakunya. Untuk itulah maka perlu dicari suatu strategi pengembangan industri minyak nilam Indonesia agar nilai tambah dari industri minyak nilam dapat lebih dinikmati oleh Indonesia sebagai produsen utama. Pertanaman nilam di Indonesia Areal pertanaman nilam di Indonesia seluruhnya merupakan perkebunan rakyat yang tersebar di 62

tujuh propinsi di pulau Sumatera dan Jawa (Tabel 1). Budidaya yang diterapkan petani umumnya sederhana dan berpindah-pindah lokasi sehingga luas areal sangat fluktuatif. Budidaya yang sederhana dan kurang intensif serta bibit yang kurang baik mutunya menyebabkan produktivitas daun nilam menjadi rendah, yaitu sekitar 3 ton terna nilam kering/ha/tahun dari potensinya sekitar 6,5 ton terna nilam kering/ha/tahun (Sudaryani dan Sugiharti, 1991) dan kadar minyak nilam yang dihasilkan juga relatif rendah yaitu sekitar 2 2,5%. Tanaman nilam ditanam dengan jarak tanam sekitar 60 90 cm x 30 50 cm, atau sekitar 22.000 55.000 tanaman perhektar dengan rata-rata tanaman umumnya sekitar 25.000 tanaman per hektar (Wikardi, et al, 1990). Tanaman nilam mulai dapat diambil ternanya (berproduksi) pada saat 6 8 bulan setelah tanam. Pemanenan dapat dilakukan setiap 3 4 bulan sekali terus menerus hingga batas usia produktif yaitu sekitar 6 tahun. Tabel 1. Areal Pertanaman Nilam di Indonesia (ha) Tahun 2000 Propinsi TBM TM TT/TR Walaupun produktivitas tanaman nilam Indonesia rendah dan areal tanaman sering berpindah lokasi, sejak tahun 1994, trend luas areal dan produksi nilam Indonesia menunjukkan peningkatan masing-masing sebesar 3,11% dan 0,3% pertahun seperti terlihat pada Gambar 1. Trend peningkatan ini mengindikasikan bahwa ketersediaan bahan baku nilam untuk jangka panjang masih akan tetap terjamin. 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 Gambar 1. Perkembanga Luas Areal dan Produksi Nilam Indonesia (1989-2000) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Tahun 1989-2000 Areal (ha) Produksi (ton) Pasar minyak nilam Indonesia Hampir seluruh minyak nilam yang dihasilkan Indonesia diekspor ke berbagai negara. Total Produksi (ton) NAD 1 990 1 875 0 3 865 8 090 Sumatera Utara 255 1 318 0 1 573 2 720 Sumatera Barat 700 1 315 0 2 015 1 280 Bengkulu 547 1 924 0 2 471 870 Lampung 78 131 66 275 970 Jawa Tengah 602 403 0 1 005 7 630 Jawa Timur 6 23 30 59 2 600 T o t a l 4 178 6 476 96 10 750 23 660 Sumber: Ditjenbun, 2000. Keterangan : Produksi dalam bentuk terna nilam kering 63

Volume ekspor minyak nilam ini setiap tahun menunjukkan trend yang meningkat sebesar 5,3% pertahun sedangkan harga ekspor juga meningkat sebesar 3,0% pertahun dengan rata-rata ekspor sejak tahun 1985 sebesar 1.057 ton pertahun dan rata-rata harga sebesar US$ 18,83/kg pertahun (Gambar 2). Gambar 2. Volume dan harga ekspor nilam Indonesia tahun 1985-2000 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Ekspor (ton) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Tahun 1985-2000 Harga (US$/Kwt) Tujuan ekspor minyak nilam Indonesia mayoritas ke Singapura, Amerika Serikat, Spanyol dan Perancis (Tabel 2). Beragamnya negara pasar minyak nilam Indonesia ini memberikan jaminan stabilitas pasar yang lebih besar karena guncangan pasar di satu negara hanya akan memberikan sedikit guncangan pada ekspor minyak nilam Indonesia secara keseluruhan. Tabel 2. Pasar minyak nilam Indonesia Negara tujuan Persentase Amerika Serikat 17,92 Singapura 37,17 Inggris 4,42 Switzerland 6,93 Perancis 8,85 Spanyol 16,45 Lainnya 8,26 Sumber: Ditjenbun, 2000. Penggunaan minyak nilam Minyak nilam dapat digunakan secara langsung sebagai parfum pada selendang, tenunan, pakaian, karpet, industri sabun, kosmetik, dupa dan lainnya sebagai pewangi. Selain itu fraksi minyak nilam juga banyak digunakan sebagai zat pewangi atau sebagai zat pengikat (fiksatif) zat pewangi lain karena minyak nilam memiliki titik didih yang tinggi sehingga tidak mudah menguap. Industri yang menggunakan fraksi minyak nilam diantaranya industri parfum (pewangi ruangan, rosephix, cologne, spray fixsative, dan lain-lain); industri kosmetik (kosmetik untuk mandi, kosmetik wangi-wangian, kosmetik tradisional, dan lain-lain); industri obat-obatan (obat kulit, obat anti bau badan, dan lainnya); industri makanan dan minuman (permen, minuman, dan lainnya); serta indutri sabun (sabun cuci, sabun mandi, sabun cuci piring, dan lainnya). Pemakaian yang luas minyak nilam baik sebagai pewangi maupun zat fiksatif memberikan dampak pada stabilitas permintaan minyak nilam. Selain itu berkembangnya permintaan produk berbahan baku minyak pewangi juga akan mendorong peningkatan permintaan minyak pewangi termasuk minyak nilam. Strategi pengembangan Dengan posisi sebagai produsen utama minyak nilam dan perkembangan areal dan produksi yang terus meningkat merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk mengembangkan 64

industri nilamnya. Cara yang paling tepat untuk pengembangan industri nilam ini adalah dengan membangun klaster industri. Porter (2000) mendefinisikan klaster industri sebagai suatu kelompok perusahaan yang saling berhubungan karena kebersamaan dan saling melengkapi, serta berdekatan secara geografis dengan institusi-institusi terkait dalam suatu bidang khusus. Dengan demikian kerjasama kolaboratif antar perusahaan dalam suatu kawasan akan menimbulkan sinergi yang meningkatkan dayasaing. Kunci keberhasilan langkah kolaboratif tersebut adalah adanya partisipasi aktif semua stakeholders, yaitu industri inti, industri terkait dan industri penunjang, yang ada dalam klaster tersebut (Feser, 2001). Pengembangan klaster industri harus bersifat bottom-up dengan sektor swasta sebagai penggerak utama sedangkan peranan pemerintah sebatasi batasan geografisnya. Pembangunan klaster industri dapat skala kecil tingkat kecamatan, atau tingkat kabupaten bahkan tingkat nasional. Pada tingkat kabupaten peranan pemerintah pada upaya pembentukan lembaga-lembaga penunjang dan pembangunan public goods. Sedangkan pada tingkat nasional peranan pemerintah lebih difokuskan pada pembentukan rule of the game agar terjaga kesatuan pasar nasional dan tidak terjadinya persaingan tidak sehat antar daerah. Strategi pengembangan industri nilam Indonesia tentunya harus dapat memanfaatkan kesempatan sekaligus dapat mengatasi kelemahan yang ada. Integrasi vertikal yang erat antara usahatani, industri penyulingan dan industri hilir pemakai bahan baku minyak nilam perlu dibentuk dalam suatu klaster industri. Pengembangan usahatani nilam haruslah dikaitkan secara langsung dengan pengembangan industri penyulingannya. Dengan asumsi : 1. Produksi terna basah usahatani nilam 10 ton/ha/panen atau setara dengan 2 ton terna kering/ha/panen. 2. Panen dilakukan setiap 3 bulan. 3. Kapasitas alat suling 5000 liter atau setara dengan 500 kg terna kering 4. Penyulingan dilkukan 2 kali sehari dengan 26 hari perbulan. Maka agar terjadi keterkaitan yang erat antara usahatani nilam dengan industri pengolahannya, dimana produk terna nilam terserap oleh industri pengolahan dan industri tersebut berjalan dengan kapasitas maksimal karena mendapatkan suplai bahan baku yang maksimal, setiap pengembangan 39 ha usahatani nilam harus diikuti dengan pengembangan agroindustri penyulingan dengan satu alat suling berkapasitas 5000 liter. Dari segi analisis finansial usahatani nilam seluas 39 ha dengan asumsi tambahan : 1. Jarak tanam 1 m x 0,5 m dan umur tanaman 3 tahun 2. Panen awal 6 BST dan interval panen 3 bulan sekali 3. Harga terna nilam basah sekitar Rp 350 /kg. maka didapat perhitungan pendapatan dan kelayakan finansial usahatani nilam seluas 39 ha seperti pada tabel 4 dan Tabel 5. 65

Tabel 4. Perhitungan biaya dan pendapatan usahatani nilam (39 ha) Tahun ke: Kegiatan Volume 0 1 2 Investasi : Pengolahan lahan 39 ha 39,000,000 Pembuatan lubang dan ajir 39 ha 19,500,000 Bibit 975000 bbt 48,750,000 Penanaman bibit 39 ha 19,500,000 Biaya Variabel : Pupuk 9,3 ton/ha 36,270,000 36,270,000 36,270,000 Pestisida 156 lt 11,700,000 11,700,000 11,700,000 Tenaga Kerja: -Penyiangan&ppk 70 hok/ha 54,600,000 54,600,000 54,600,000 -Penyemprotan 156 hok 3,120,000 3,120,000 3,120,000 -Pemanenan 4430 hok 88,600,000 88,600,000 88,600,000 Total Biaya 321,040,000 194,290,000 194,290,000 Pendapatan : Produksi*) Kg 390,000 1,560,000 1,560,000 Nilai produksi (Rp/kg) 350 136,500,000 546,000,000 546,000,000 Keuntungan -184,540,000 351,710,000 351,710,000 Discount factor 18% 1,00 0,85 0,72 PV -184,540,000 298,059,322 252,592,646 *) Terna basah nilam. Produksi mulai 6 bulan setelah tanam. Panen setiap 3 bulan Dari analisis sensitivitas yang ada, usahatani nilam tersebut masih mencapai titik impas (BEP) walaupun produksi terna basah turun hingga 6300 kg/ha/panen. Demikian pula jika harga terna basah turun hingga Rp 221 /kg, usahatani tersebut masih mencapai titik impas, dengan asumsi kondisi lainnya tetap. Sedangkan pada agroindustri penyulingan minyak nilam dengan kapasitas alat suling 5000 liter, dengan asumsi : 1. Harga bahan baku terna nilam Rp 350,-/kg basah atau setara dengan Rp. 1.750,-/kg kering. 2. Rendemen minyak nilam 2% dan harga jual minyak nilam Rp 66

120.000,-/kg, yang merupakan harga rata-rata yang pernah terjadi. 3. Pada tahun pertama industri pengolahan beroperasi dengan kapasitas 50%, sedangkan pada tahun ke 2 dan seterusnya dengan kapasitas 100%. 4. Umur proyek yang dihitung selama 20 tahun sesuai dengan umur ekonomis alat suling dan peralatan pabrik. 5. Harga alat suling sebesar Rp 120 juta dan dibeli memakai dana pinjaman. 6. Penyusutan dihitung pertahun berdasarkan estimasi umur ekonomis aset yang digunakan dengan metode garis lurus dengan nilai sisa sebesar 10%. 7. Modal investasi, harga faktor produksi dan harga jual minyak nilam berdasarkan estimasi harga jangka panjang. 8. Discount rate yang digunakan sebesar 18% sesuai dengan estimasi tingkat suku bunga bank jangka panjang Didapat kelayakan finansial agroindustri penyulingan minyak nilam seperti pada Tabel 6. Dari hasil analisis sensitivitas, usaha agroindustri penyulingan minyak nilam ini masih dapat mencapai titik impas walaupun harga terna nilam naik hingga Rp. 1.976,-/kg kering, atau jika rendemen minyak nilam turun hingga 1,81%, atau jika harga minyak nilam turun hingga Rp. 108.700,-/kg, dengan asumsi kondisi lainnya tetap. Skenario kondisi harga terburuk dimana usaha agroindustri penyulingan dan usahatani nilam hanya mencapai titik impas akan terjadi apabila harga minyak nilam mencapai Rp. 76.450,-/ kg, dan harga terna kering sebesar Rp. 1.105,-/kg atau setara dengan Rp. 221,- /kg terna basah. Kondisi ini mencerminkan harga minimal minyak nilan dan terna nilam yang harus dicapai. Tabel 5. Analisis Finansial Usahatani Nilam (39 ha) Uraian Nilai Terna Basah : Terna Kering 5 : 1 Produksi Terna Basah/ha/panen (kg) 10000 Harga Terna Basah (Rp/kg) 350 Discount Faktor 18% NPV 366,111,968 B/C Ratio 2,98 IRR 163% Sensitivitas Produksi minimum terna basah/ha/panen (kg) 6300 Harga Minimum Terna Basah (Rp/kg) 221 67

Tabel 6. Analisis Finansial Agroindustri Penyulingan Nilam Kapasitas 5000 liter (20 tahun) Uraian Aktual Harga Terna kering (Rp/kg) 1,750 Rendemen 2,0% Harga Minyak (Rp/kg) 120,000 Discount Faktor 18% NPV (Rp) 287,239,574 B/C Ratio 3,81 IRR 117% Sensitivitas: Harga maksimal terna kering (Rp/kg) 1976 Rendemen minimal 1,81% Harga Minimal Minyak (Rp/kg) 108700 Tabel 7. Skenario harga terna dan minyak terendah Uraian Aktual Harga Terna kering (Rp/kg) 1,105 Rendemen 2,0% Harga Minyak (Rp/kg) 76,450 Discount Faktor 18% NPV (Rp) 0 B/C Ratio 1,00 IRR 18% Bentuk klaster industri yang tepat untuk pengembangan usahatani dan penyulingan nilam ini adalah klaster tingkat kabupaten di sentrasentra usahatani nilam. Untuk itu perlu pembangunan public goods seperti jalan dan sarana tranportasi yang menghubungkan petani produsen dengan industri penyulingannya. Disamping itu perlu pula dibangun lembaga penunjang seperti lembaga keuangan sebagai sumber permodalan dan lembaga pemasaran hasil penyulingan. Usaha lain untuk mengembangkan industri nilam Indonesia adalah dengan mengembangkan industri turunannya. Pengembangan industri tersebut haruslah dengan memperhatikan unsur-unsur infrastruktur teknologi (segitiga inovasi) seperti diuraikan oleh Sharif (1993) yaitu unit rekayasa dan produksi, unit pendidikan dan penelitian serta unit penelitian dan pengembangan. Dengan memperhatikan infrastruktur teknologi maka pihak industri tidak hanya terlibat dalam pengembangan proses dan produk saja 68

tetapi juga terlibat dalam pengembangan metode dan sistem organisasi. Dengan demikian maka akan dapat dihindari inefisiensi manajemen, baik yang dilakukan oleh pengusaha, teknokrat maupun pemerintah seperti disinyalir oleh Gumbira- Sa id et al., (2001). Bentuk klaster industri yang tepat dalam pengembangan industri hilir nilam adalah klaster industri tingkat nasional yang menampung hasil industri minyak nilam yang berada di kabupaten-kabupaten sentra usahatani nilam. Kunci krusial keberhasilan klaster adalah pada ketersediaan bahan baku secara kontinyu dan ketersediaan pasar yang luas. Oleh karena itu keterkaitan antar klaster dalam sektor dengan industri nilam sebagai intinya seperti terlihat pada Gambar 3 perlu dibangun dengan baik. Hal ini tentunya memerlukan rule of the game yang baik yang dibuat oleh pemerintah pusat misalnya berupa kebijakan untuk menghambat masuknya produk hirlir berbahan baku minyak nilam agar industri hilir didalam negeri dapat berkembang dan meningkat dayasaingnya. KESIMPULAN DAN SARAN Indonesia merupakan produsen utama minyak nilam. Sayangnya nilai tambah yang terdapat dalam industri ini belum banyak dinikmati Indonesia. Untuk itu perlu suatu strategi yang baik dalam pengembangan industri nilam dengan mengkaitkan pengembangan usahatani, usaha agroindustri penyulingan dan industri hilirnya. Beberapa langkah awal yang dapat dilakukan adalah : 1. Membuat kelompok-kelompok tani nilam yang mencakup areal sekitar 20 ha perkelompok dan memberi bantuan pinjaman finansial dan bimbingan usaha agar dapat membentuk usaha agroindustri penyulingan minyak nilam. 2. Membangun industri hilir berbahan baku minyak nilam yang ditunjang dengan inovasi-inovasi baru hasil penelitian dan pengembangan. 5. Untuk menunjang agar strategi 1 dan 2 tersebut dapat berjalan dengan baik maka perlu diketahui status pasokan dan serapan industri nilam Indonesia saat ini. 69

Klaster Mesin & Peralatan Klaster Industri Barang Konsumsi: Usahatani Agrpindustri - Kosmetik & Obat-obatan Nilam Pengolahan - Pembersih Rumahtangga Minyak Nilam - Sabun dan Detergent - Parfum - Makanan dan Minuman - Dll Pasar Ekspor Pupuk Benih Insektisida Pestisida Klaster Input Usahatani Pasar Dalam Negeri Lembaga Penelitian Lembaga Pendidikan Klaster Transportasi Sarana dan Prasarana Transportasi Gambar 3. Keterkaitan antar klaster dalam sektor dengan industri nilam sebagai industri inti 70

DAFTAR PUSTAKA Ditjenbun, 2000. Statistik jambu mente. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. Feser, E.J., 2001. Introduction to regional industry cluster analysis. Dept. of City and Regional Planning. UNC-Chapel Hill. Gumbira-Sa id, E., Rachmayanti dan M.Z. Muttaqin, 2001. Manajemen teknologi agribisnis: Kunci Menuju Daya Saing Global Produk Agibisnis. Ghalia Indonesia. Porter, M.E., 2000. Location, Competition and Economic Development: Local Clusters in a Global Economy. Economic Development Quarterly. Vol 14 No. 1. February, 2000. Ketaren, S., 1986. Pengantar teknologi: minyak dan lemak. UI-Press Jakarta. Sharif, N., 1993. Rationale and The Framework for a Technology Management Information System. Dalam A Guide for Technology Management Information System. Vol I. Jakarta: Center for Analysis of Science and Technology Development (PAPITEK) and Indonesian Institute of Sciences (LIPI). Sudaryani dan Sugiharta, 1991. Budidaya tanaman nilam. Gramedia Jakarta. Wikardi, E.A, A. Asman., P. Wahid, 1990. Perkembangan penelitian tanaman nilam. Puslitbangbun Bogor. 62