BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik.

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maju dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jadi prokrastinasi

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PROKRASTINASI AKADEMIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi Akademik. pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinus

Penyesuaian Diri LIA AULIA FACHRIAL, M.SI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

1.1 Latar Belakang. Hubungan Antara..., Bagus, Fakultas Psikologi 2016

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi. Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dari kata pro yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jika

BAB II LANDASAN TEORI. atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik. seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll.

BAB I PENDAHULUAN. pada setiap individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau statusnya sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Solihah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta cakupan dan batasan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan

2014 GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PROKRASTINASI AKAD EMIK D ALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI PAD A MAHASISWA PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN. bidang akademik, dimana hasil akhir pendidikan dapat mempengaruhi masa depan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. informal (seperti pendidikan keluarga dan lingkungan) dan yang terakhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastinasi dengan awalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. di perguruan tinggi dengan jurusan tertentu. Mahasiswa diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan.

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perguruan tinggi di Bandung sudah sangat banyak, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tugas. Terkadang manusia merasa semangat untuk melakukan sesuatu namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan di

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

sendiri seperti mengikuti adanya sebuah kursus suatu lembaga atau kegiatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk membagi waktunya dengan baik dalam menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengerjakan tugas-tugas studi, baik itu yang bersifat akademis maupun non

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hanya sekali, tetapi penundaan yang sekali itu bisa dikatakan dengan menundanunda

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Oleh sebab itu, sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

Skala Prokrastinasi Akademik. Ciri-Ciri Prokrastinasi Ferrari (dalam Ghufron 2014: ) menyatakan bahwa perilaku prokrastinasi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF- REGULATED LEARNING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA KELAS VIII SMP N 1 TAMBUN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangkan kualitas produknya. Karyawan merupakan harta terpenting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin mengedepankan pendidikan sebagai salah satu tolak ukur dan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan masa yang memasuki masa dewasa, pada masa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang dan karenanya kita dituntut untuk terus memanjukan diri agar bisa

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Proses penelitian tentang profil prokrastinasi akademik siswa dan

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu Fakultas yang berada di

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas. Sebuah pendidikan terjadi proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hari esok untuk menyelesaikannya. Menunda seakan sudah menjadi kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. siswa. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad ke-21 ini, telah memasuki suatu rentangan waktu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

PENYESUAIAN DIRI Oleh : Weny Hastuti,S.Kep. Abstrak :

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga pendidikan yang secara formal

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. waktu yang telah ditentukan sering mengalami keterlambatan, mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Suatu kecendrungan menunda-nunda penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan dalam dunia psikologi disebut dengan istilah prokrastinasi. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang artinya mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinare yang berarti kepuyaan hari esok, atau jika digabungkan maka menjadi menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya Ferrari dkk (dalam Aggreini dkk, 2008 : 92). Menurut kamus Meriam-webster (dalam Schouwenburg, 2005 : 67 ) istilah procrastinate sudah ada sejak tahun 1588 dengan awalan pro yang berarti kedepan, dan cras berarti besok yang secara bersamaan memberikan makna menolak dengan sengaja yang dilakukan karena ada sesuatu yang harus dilakukan. Sedangkan Menurut Solomon dan Rothblum ( 1984 : 503) mengatakan bahwa prokrastinasi adalah suatu kecenderungan untuk menunda dalam memulai maupun menyelesaikan kinerja secara keseluruhan untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna, sehingga kinerja menjadi terhabat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat waktu, serta sering terlambat dalam menghadiri pertemuan-pertemuan. 11

12 Schouwenburg ( 2005 : 67) mengatakan bahwa pengertian prokrastinasi dapat dipandang dari batasan tertentu, yaitu : menurutnya prokrastinasi hanya sebagai perilaku penundaan yaitu bahwa setiap perbuatan menunda dalam mengerjakan suatu tugas disebut prokrastinasi, tanpa mempermasalahkan tujuan serta alasan penundaan yang dilakukan. Penundaan sudah merupakan respon tetap yang selalu dilakukan seseorang dalam menghadapi tugas atau pekerjaan dan biasanya disertai oleh adanya keyakinan irasional. Prokrastinasi sebagai suatu kebiasaan atau pola perilaku individu yang mengarah pada sifat kepribadian, dalam pengertian ini prokrastinasi tidak hanya sebuah perilaku penundaan saja, akan tetapi prokrastinasi merupakan suatu sifat yang melibatkan komponenkomponen prilaku maupun struktur mental yang saling dan dapat diketahui secara langsung atau tidak langsung. Prokrastinasi bisa dikatakan suatu penundaan atau kecenderungan menunda-nunda memulai suatu kerja. Prokrastinasi juga bisa dikatakan penghindaran tugas, yang diakibatkan perasaan tidak senang terhadap tugas dan ketakutan untuk gagal dalam mengerjakan tugas. Prokrastinasi juga bisa sebagai suatu trait atau kebiasaan seseorang terhadap respon dalam mengerjakan tugas. Pada akhirnya prokrastinasi yang kronis biasanya dilabelkan pada seseorang sebagai sifat pemelas, lamban, tidak berambisi, dari beberapa sifat yag dilabelkan tersebut menunjukan rendahknya orientasi kemampuan sosial (Ferrari, Johnson, & Mc Cown, dalam Indah, 2012 : 13 ). Pelaku prokrastinasi (prokrastinator) cenderung melakukan prokrastinasi karena adanya rasa takut akan gagal, tidak suka pada tugas yang diberikan, menentang dan melawan kontrol, mempunyai

13 sifat ketergantngan, dan kesultan membuat keputusan (Solomon & Rothblum, 1984 : 503). Burka dan Yuen (dalam Septianita dan Tjalla, 2010 : 4) mengemukakan penundaan yang dikategorikan sebagai prokrastinasi apabila penundaan tersebut sudah merupakan kebiasaan atau pola menetap yang selalu dilakukan seseorang ketika menghadapi tugas dan penundaan tersebut disebabkan oleh adanya keyakinan-keyakinan yang irasional dalam memandang tugas. Sedangkan Solomon & Rothblum, (1984:503) mengemukakan bahwa Suatu penundaan dikatakan sebagai prokrastinasi, apabila penundaan itu diakukan pada tugas yang penting, dilakukan berulang-ulang secara sengaja dan menimbulkan perasaan tidak nyaman, secara subyektif dirasakan oleh seseorang (Prokrastinator). Kemudian ia menegaskan bahwa berdasarkan literatur klinis dan pendapat para ahli tujuan dari penundaan ialah untuk mencapai suatu kesempurnaan namun berdasarkan pengalaman subjektif seseorang yang melakukan penundaan akan menimbulkan kegelisahan pada pelakunya. Ferrari,dkk (dalam Laili 2012:18 ) menyimpulkan bahwa pengertian prokrastinasi dapat dipandang dari berbagai batasan tertentu, yaitu: (1) prokrastinasi hanya sebagai perilaku penundaan (2) prokrastinasi sebagai suatu kebiasaan atau pola perilaku yang dimiliki individu, biasanya disertai oleh adanya keyakinan-keyakinan yang irasional, (3) prokrastinasi sebagai suatu trait kepribadian, dalam pengertian ini prokrastinasi tidak hanya sebuah perilaku penundaan saja, akan tetapi prokrastinasi merupakan suatu trait yang melibatkan

14 komponen-komponen perilaku maupun struktur mental lain yang saling terkait yang dapat diketahui secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan Millgram (dalam Azwar, 2004 : 24) mengatakan bahwa prokrastinasi adalah suatu perilaku spesifik, yang meliputi : (a) suatu rangkaian perilaku penangguhan (b) menghasilkan prilaku yang berada dibawah standar (c) melibatkan tugas yang dianggap penting oleh prilaku prokratinasi (d) mengakibatkan kerisauan emosional. Perilaku prokrastinasi dapat terjadi di seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam bidang akademik. Berdasarkan beberapa pendapat ahli, disimpulkan bahwa prokrastinasi akademis adalah perilaku penundaan yang khusus terjadi dalam kontek tugastugas akademis dimana pelakunya melakukan penundaan baik untuk memulai maupun menyelesaikan suatu tugas atau aktifitas yang dilakukan secara sengaja dan beruang-ulang, dengan melakukan aktifitas lain yang tidak diperlukan dalam pengerjaan tugas, menghasilkan akibat-akibat lain yang lebih jauh melibatkan suatu tugas yang dipersepsikan oleh pelaku prokrastinasi sebagai tugas yang penting untuk dikerjakan, menghasilkan keadaan emosional yang tidak menyenangkan. 2. Jenis- Jenis Tugas Pada Prokrastinasi Akademik Penelitian atas penundaan telah dilakukan terutama dikalangan mahasiswa. Kebanyakan perilaku prokrastinasi dalam situasi ini menyangkut penyelesaian tugas-tugas akademik, seperti mempersiapkan ujian melakukan pekerjaan rumah, dan menulis makalah. Beberapa peneliti menyebut bentuk pelaku prokrastinasi ini sebagai penundaan akademik (Schouwenburg, 2005 : 67).

15 Prokrastinasi dapat dilakukan pada beberapa jenis pekerjaan. Prokrastinasi akademik merupakan prokrastinasi yang berkaitan dengan unsur-unsur tugas dalam area akademik. Prokrastinasi akademik adalah jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan dengan tugas akademik. Solomon & Rothblum (dalam Rumiani : 2006 : 3) menyatakan terdapat 6 area akademik yakni sebagai berikut: a. Berupa penundaan mengerjakan tugas mengarang, meliputi penundaan melaksanakan kewajiban atau tugas-tugas menulis, misalnya menulis makalah, laporan, atau tugas mengarang lainnya. b. Penundaan belajar menghadapi ujian, mencakup penundaan belajar untuk menghadapi ujian, misalnya ujian tengah semester dan akhir semester. c. Penundaan tugas membaca, meliputi adanya penundaan untuk membaca buku atau referensi yang berkaitan dengan tugas akademik yang diwajibkan. d. Penundaan kinerja tugas administratif, misalnya menyalin catatan, mendaftarkan diri dalam presensi kehadiran dan daftar peserta praktikum. e. Penundaan menghadiri pertemuan, penundaan maupun keterlambatan dalam menghadiri pelajaran dan pertemuan-pertemuan lainnya. f. Penundaan kinerja akademis secara keseluruhan, menunda mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas akademik secara keseluruhan. Prokrastinasi berkaitan dengan prosedur penyelesaian rutinitas kehidupan nonakademik lainnya, seperti bangun tidur, membayar tagihan, memcuci piring, menjawab panggilan telepon, dan sejenisnya (Schouwenburg, 2005 : 67).

16 Kesimpulan yang dapat diambil mengenai Jenis-jenis tugas pada Prokrastinasi akademik adalah kecenderungan perilaku dalam menunda pelaksanaan atau penyelesaian tugas pada 6 area akademik (tugas mengarang, belajar untuk ujian, membaca, kinerja administratif, menghadiri pertemuan dan kinerja akademik secara umum) yang dilakukan secara terus menrus baik itu penundaan jangka pendek, penundaan beberapa saat menjelang deadline ataupun penundaan jangka panjang hingga melebihi deadlina sehingga mengganggu kinerja dalam rentang waktu terbatas dengan mengganti aktivitas yang tidak begitu penting. 3. Ciri ciri Prokrastinasi Akademik Ferrari, dkk (dalam Gufron dan Risnawita, 2011 : 158) mengatakan bahwa sebagai suatu perilaku penundaan, prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati ciri-ciri berikut ini adalah keterangannya: a. Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi. Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera diselesaikan dan berguna bagi dirinya, akan tetapi dia menunda-nunda untuk mulai mengerjakannya atau menunda-nunda untuk menyelesaikan sampai tuntas jika dia sudah mulai mengerjakan sebelumnya. b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas. Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih lama dari pada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu tugas. Seorang prokratinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan

17 diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang dimilikinya. Kadang-kadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai. Kelambanan, dalam arti lambannya kerja seseorang dalam melakukan suatu tugas dapat menjadi ciri yang utama dalam prokrastinasi akademik. c. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual. Seorang prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Seorang prokrastinator sering mengalami keterlambatan dalam memenuhi diedline yang telah ditentukan, baik oleh orang lain maupun rencana-rencana yang telah dia tentukan sendiri. Seseorang mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugas pada waktu yang telah ia tentukan sendiri. Seseorang mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugas pada waktu yang telah ia tentukan sendiri, akan tetapi ketika saatnya tiba dia tidak juga melakukannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan, sehingga menyebabkan keterlambatan maupun kegagalan untuk menyelesaikan tugas secara memadai. d. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan. Seorang prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya, akan tetapi menggunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan, seperti membaca (koran, majalah, atau buku cerita

18 lainnya), nonton, ngobrol, jalan, mendengarkan musik, dan sebagainya, sehingga menyita waktu yang dia miliki untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri prokrastinasi akademik adalah penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan dari pada melakukan tugas yang harus dikerjakan. 4. Faktor-Faktor Penyebab Prokrastinasi Akademik Menurut Ferrari, dkk (dalam Gufron dan Risnawita 2011 : 163-166) faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 1. Faktor internal : Faktor internal merupakan faktor-faktor yang terdapat dari dalam diri individu yang mempengaruhi Prokrastinasi faktor-faktor itu meliputi kondisi fisik dan kondisi psikologis dari individu. a. Kondisi fisik individu : yaitu faktor dari dalam diri individu yang turut mempengaruhi munculnya prokrastinasi akademik adalah berupa keadaan fisik dan kondisi kesehatan individu misalnya fatigue. Seseorang yang mengalami fatigue akan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk melakukan prokrastinasi daripada yang tidak. b. Kondisi psikologis individu : menurut milgram dkk, trait kepribadian individu yang turut mempengaruhi munculnya prilaku penundaan, misalnya trait kemampuan sosial yang tercermin dalam self regulation dan tingkat

19 kecemasan dalam brhubungan sosial. Besarnya motivasi yang dimiliki seseorang juga akan mempengaruhi prokrastinasi secara negatif. 2. Faktor eksternal : Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang terdapat di luar diri individu yang mempengaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor itu antara lain berupa pengasuhan orang tua dan lingkungan yang kondusif, yaitu lingkungan yang lenient. a. Gaya pengasuhan orangtua. Hasil penelitian Ferrari dan Ollivete (dalam Gufron dan Risnawita, 2011 : 165), menemukan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah menyebabkan munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi yang kronis pada subyek penelitian anak wanita, sedangkan tingkat pengasuhan otoritatif ayah menghasilan anak wanita yang bukan prokrastinator. Ibu yang memiliki kecenderungan melakukan avoidance procratination menghasilkan anak wanita yang memiliki kecenderungan untuk melakukan avoidance procratination pula. b. Millgram, dkk (dalam Gufron dan Risnawita, 2011 : 166). Mengemukakan Kondisi lingkungan yang lenient prokrastinasi akademik lebih banyak dilakukan pada lingkungan yang rendah dalam pengawasan daripada lingkungan yang penuh pengawasan. B. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri Adaptasi dalam istilah biologi ini dikenal dengan nama adjustment. Caplin (1993 : 11) dalam kamus lengkap psikologi memberikan penjelasan singkat megenai adjestment atau penyetelan (diri) sebagai suatu variasi dalam dalam

20 kegiatan organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan kebutuhan arti lainnya adalah menegakan hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial. Menurut Runyon dan Haber (1984:8) Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang ditandai dengan seberapa baik Individu mampu menghadapi situasi serta kondisi yang selalu berubah sehingga individu merasa sesuai dengan lingkungan dan mendapatkan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhannya. Menurut Fahmi (1982 : 14) dari segi bahasa Penyesuaian adalah kata yang menunjukan keakraban, pendekatan dan kesatuan kata dan merupakan lawan kata perbedaan, kerenggangan dan benturan. Penyesuaian diri dalam ilmu jiwa adalah proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah kelakuannya agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan lingkungannya. Dengan kata lain penyesuaian diri adalah kemampuan untuk membuat hubungan hubungan yang menyenangkan antar manusia dan lingkungannya. Semiun (2006 : 37) mendefenisikan penyesuaian diri merupakan responsrespons mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan, tegangan-tegangan, frustasi-frustasi, dan konflik-konflik batin serta menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin ini dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepadanya kepadanya oleh dunia dimana ia hidup. Siswanto (2007 : 34) mengemukakan Seringkali penyesuaian diri dimengerti sebagai misalnya, kemampuan individu untuk menyamakan diri dengan harapan kelompok. Individu yang sehat mestinya mampu memahami harapan kelompok tempat individu bersangkutan menjadi anggotannya dan

21 melakukan tindakan yang sesuai dengan harapan tersebut. Penyesuaian juga bisa dipahami sebagai mengatur kembali ritme hidup atau jadwal harian. Orang yang memiliki penyesuain diri yang baik adalah orang yang mampu mengelola dirinya menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Misalnya ia bisa belajar lebih giat, menyediakan waktu lebih banyak untuk belajar dari pada kegiatan lain karena menjelang ujian. Penyesuaian diri juga sering dipahami sebagai belajar hidup dengan sesuatu yang tidak dapat dirubah. Orang memiliki penyesuaian diri yang baik jika bisa menerima keterbatasan yang tidak dapat dirubah. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah proses mengubah diri sesuai dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi dan konflik sehingga tercapainya keharmonisan pada diri sendiri serta lingkungannya dan akhirnya dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya. 2. Pembagian Penyesuaian diri Menurut Fahmi (1982 : 14-16) penyesuaian diri pada individu dibagi pada tiga lingkungan: 1. Lingkungan alami dan materi : lingkungan ini adalah semua yang terdapat disekitar individu yang bersifat kebendaan dan alami, penyesuaian diri individu meliputi pada : Makanan, tempat tinggal dan pakaian. 2. Lingkungan sosial dan kebudayaan : manusia hidup bersosial dan akan terus disertai dengan kebudayaan yang ada didalam masyarakat. Bentuk penyesuaian diri individu pada : Hubungan individu dengan masyarakat

22 dan tempat tinggal, Adat kebiasaannya, Peraturan yang mengatur hubungan mereka satu sama lain 3. Lingkungan kejiwaan dari individu. Individu mengatur dan menguasainya serta mengembalikan tuntutan-tuntutannya, meliputi : Pengenalan dan penilaian individu terhadap dirinya sendiri dan pikiran orang terhadap dirinya, dengan pengertian bahwa ia (individu) merupaka sumber perbuatan. 3. Karakteristik Penyesuaian diri Runyon dan Haber (1984:10-19) menyebutkan bahwa penyesuaian diri yang dilakukan individu memiliki lima karakteristik sebagai berikut : a. Persepsi terhadap realita Pemahaman individu terhadap realita berbeda-beda, mekipun realita yang dihadapi adalah sama. Meskipun memiliki persepsi yang berbeda dalam menghadapi realita, tetapi individu dengan penyesuain diri yang baik memiliki persepsi yang objektif, yaitu bagaimana orang mengenali konsekuensi dan tingkah lakunya dan mampu bertindak sesuai dengan konseuensi tersebut. b. Kemampuan untuk beradaptasi dengan tekanan atau stres Pada dasarnya setiap individu tidak senang bila mengalami tekanan, umumnya mereka menghindari hal-hal yang menimbulkan tekanan, mereka menyenangi kepenuhan kepuasan pemenuhan kepuasan yang dilakukan segera. Namun individu yang mampu menyesuaikan diri, tidak selalu menghindari tekanan mereka justru belajar untuk mentoleransi tekanan yang dialami dan dapat menunda kepuasan selama diperlukan demi tujuan yang lebih penting.

23 c. Mempunyai gambaran diri yang positif Pandangan individu terhadap dirinya dapat menjadi indikator dari kualitas penyesuain diri yang dimiliki. Hal tersebut mengarah pada apakah individu bisa melihat dirinya secara harmonis atau sebaliknya, dia melihat adanya berbagai konflik yang berkaitan dengan dirinya. Individu yang banyak melihat pertentangan dalam dirinya bisa menjadi indikasi adanya kekurangmampuan dalam penyesuain diri. d. Kemampuan untuk mengekspresikan emosi dengan baik Salah satu ciri individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik memiliki kehidupan emosi yang sehat. Individu tersebut mampu menyadari dan merasakan emosi atau perasaan yang saat itu dialami serta mampu untuk mengekspresikan perasaan dan emosi tersebut dalam lingkup yang luas. Orang yang memiliki kehidupan emosi yang sehat mampu memberikan reaksi-reaksi emosi yang realistis dan tetap di bawah kontrol sesuai dengan situasi yang dihadapi. Sebaliknya, penyesuain diri yang buruk ditandai dengan adanya kecenderungan untuk mengekspresikan emosi secara berlebihan. e. Memiliki hubungan interpersonal yang baik Individu dikatakan memiliki hubungan interpersonal yang baik apabila individu mampu menjalin hubungan yang dekat dengan lingkungan sosialnya, mempunyai kemampuan dan merasa nyaman dalam berinteraksi dalam lingkungan tersebut. Individu merasa senang apabila disukai dan dihormati oleh individu lain, ia akan merasakan suatu kebahagiaan dengan membuat individu lain

24 nyaman atas kehadirannya. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik mampu mencapai tingkat keintiman yang tepat dalam suatu hubungan sosial. Karakteristik penyesuaian diri dalam penelitian ini menggunakan karakteristik penyesuaian diri menurut Runyon dan Haber, yaitu persepsi terhadap realitas, kemampuan untuk beradaptasi dengan tekananan dan stres, mempunyai gambaran diri yang positif, kemampuan mengekspresikan emosi dengan baik, dan dan memiliki hubungan interpersonal yang baik. Penulis menggunakan karakteristik penyesuaian diri dari Runyon dan Haber, karena menurut penulis karakteristik tersebut lebih sesuai untuk mengukur penyesuaian diri subjek dalam penelitian ini. 4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penyesuaian diri Sunarto dan Hartono (2008 : 228-229) mengemukakan bahwa penyesuaian ditentukan oleh faktor faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri baik internal maupun eksternal yaitu : a. Kondisi-kondisi fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi fisik susunan saraf, kelenjar, dan sistem otot kesehatan, penyakit dan sebagainya. b. Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial moral dan emosional. c. Penentu psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajarnya pengkondisian, penentuan diri (self-detemination) frustasi dan konflik. d. Kondisi lingkungan khususnya keluarga dan sekolah, dan penentu kultural, termasuk agama.

25 Schneiders (dalam Ali dan Asrori 2011 : 181) menyatakan bahwa setidaknya ada lima faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri remaja, yaitu : a. Kondisi fisik : Aspek-aspek berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri remaja adalah (a) hereditas dan konstitusi fisik, (b) sistem utama tubuh, dan (c) kesehatan fisik. b. Kepribadian: unsur-unsur kepribadian yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri remaja adalah (a) kemauan dan kemampuan untuk berubah, (b) pengaturan diri, (c) realisasi diri, dan (d) intelegensi. c. Proses belajar : unsur-unsur penting dalam edukasi atau pendidikan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri remaja adalah (a) belajar, (b) pengalaman, (c) latihan dan, (d) determiasi diri. d. Lingkungan : berbicara faktor lingkungan sebagai variabel yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri sudah tentu meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. e. Agama serta budaya : agama berkitan erat dengan budaya. Sebagaimana faktor agama, faktor budaya juga memiliki pengaruh yang berarti bagi perkembangan penyesuaian diri individu. Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwasannya faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dibedakan menjadi dua. Pertama, faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari diri individu yang meliputi kondisi jasmani, psikologis, kebutuhan, kematangan intelektual, emosional, mental, dan motivasi.

26 Kedua, faktor eksternal yang berasal dari lingkungan yang meliputi lingkungan rumah, keluarga, sekolah, dan masyarakat. C. Kerangka berfikir Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori penyesuaian diri dari Runyon dan Haber (1984 : 8) sedangkan untuk prokrastinasi akademik adalah teori Ferrari (dalam Gufron dan Risnawita, 2011 : 153-154). Prokrastinasi pada siswa banyak berakibat negatif, diantaranya adalah siswa akan mendapatkan nilai lebih rendah, menarik diri terhadap pendidikan yang lebih tinggi, memiliki tingkat kehadiran di kelas yang lebih rendah, dan dikeluarkan dari sekolah. Prokrastinasi pada tugas juga memiliki akibat terhadap emosi seseorang. Ketika seseorang sadar bahwa dia melakukan prokrastinasi, maka mereka mengalami berbagai perasaan dalam dirinya diantaranya adalah rendah diri, mengutuk diri, rasa bersalah, merasa melakukan kecurangan, mengalami ketegangan, kepanikan, dan kecemasan dalam diri. Binder, (dalam Abdillah dan Rahmasari, TT : 1). Santri sebagai subjek yang menuntut ilmu di pondok pesantren pasti memiliki keinginan untuk sukses dengan mencapai prestasi belajar yang maksimal. Prestasi belajar yang maksimal bisa diraih oleh setiap santri jika mereka bisa belajar secara wajar, terhindar dari berbagai ancaman, hambatan dan gangguan. Namun tidak jarang santri mendapati berbagai hambatan dalam melakukan proses belajar. Hambatan itu bisa datang dari dalam santri itu sendiri ataupun dari luar. Sehingga dengan hambatan yang dialami santri itu akan berakibat pada hasil belajarnya.

27 Selain itu Santri kelas VII MTs Darul Hikmah Pekanbaru dituntut untuk senantiasa mengatur waktu secara tepat dan harus menerapkan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab nilai-nilai kejujuran dan integritas pengetahuan, serta lebih dapat berfikir, bertindak dan mengekspresikan emosinya secara tepat. Anggapan orang pada umumnya mereka dapat mengontrol pikiran dan emosinya sehingga lebih stabil dan terhindar dari gejala-gejala fisik mupun psikis. Namun, berdasarkan wawancara tidak terstruktur terhadap santri kelas VII MTs Darul Hikmah Pekanbaru yang peneliti lakukan pada bulan Januari 2013, juga ditemukan banyak santri yang melakukan prokrastinasi akademik. Sesuai dengan pemaparan beberapa orang santri mengenai prokrastinasi akademik yang mereka lakukan ialah mereka menjelaskan bahwa tugas yang sering mereka tunda diantaranya adalah menunda mengerjakan tugas sejarah kebudayaan islam, tugas ilmu pengetahuan sosial, dengan alasan karena banyak tugas meringkas. Menunda pelajaran kaligrafi dengan alasan banyaknya tugas yang diberikan dan tugas bahasa arab, shorof, nahu, yang rata-rata pelajaran pondok karna ketidaktertarikan dengan bahasa arab. Serta menunda mengerjakan tugas matematika, dan bahasa indonesia. dengan alasan karena tidak mengerti dengan tugas yang diberikan. Kecendrungan santri melakukan penundaan terhadap tugas-tugas yang diberikan atau prokrastinasi akademik tidak selalu dikaitkan dengan tingkat intelegensi, maupun kondisi psikologis individu. prokrastnasi akademik yang terjadi pada santri kelas VII MTs Darul Hikmah Pekanbaru disebabkan oleh berbagai faktor dan salah satunya ialah bahwasannya keadaan diasrama dengan

28 peraturan dan kondisi yang berbeda dengan dirumah bisa menjadi sumber tekanan (stresor) sehingga dapat menyebabkan stres. Akibat buruk stres adalah kelelahan hingga mengakibatkan turunya produktivitas dalam belajar maupun aktivitas pribadi (Rumiani, 2006 : 38). Santri yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunngan merasa mendapat tekanan, yang menyebabkan stres dan santri memiliki kecendrungan untuk melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan dari pada belajar. Namun sebaliknya, menurut Harlock dkk, (1997 : 237) santri yang mampu menyesuaikan diri dengan baik akan mengetahui kapan saat harus belajar dan kapan saatnya harus bermain dan segera mengatasi permasalahan yang menuntut penyelesaian. Hal ini juga didukung oleh penelitian Rizvy (dalam Rachmahana, 2002 : 135) yang mengungkapkan bahwa tingkat kecemasan yang tinggi dan kemampuan adaptasi yang rendah dapat mendorong kearah prokrastinasi akademik. Berdasarkan hal tersebutlah penulis dalam penelitian ini tertarik untuk memilih menghubungkan variabel penyesuaian diri sebagai variabel yang mempengaruhi munculnya prokrastinasi akademik. Adapun alasan pemilihan subjek penelitian dilakukan pada santri kelas VII hal ini dikarenakan sebagaimana yang kita ketahui masalah penyesuaian diri terhadap tugas-tugas belajar dan penyesuaian diri terhadap lingkungan baru merupakan masalah umum yang sering dialami oleh santri. Khususnya bagi santri yang baru masuk yakni santri kelas VII MTs yang sedang mengalami masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa remaja. Selain itu santri juga mengalami masa transisi sekolah yang mana santri mengalami perubahan-

29 perubahan yang terjadi pada masa transisi dari Sekolah Dasar ke Sekolah Menengah Pertama atau ke MTs. Santri-santri kelas VII yang mengalami masa transisi dari SD ke Sekolah menengah Pertama atau MTs mengalami top-dog phenomenon yang merupakan keadaan bergerak dari posisi teratas (kondisi siswa menjadi paling tua, paling besar, dan paling berkuasa di sekolah) ke posisi terendah (santri menjadi paling muda, paling kecil dan paling lemah). Tahun pertama di SMP atau di MTs dapat menyulitkan banyak siswa atau santri (Santrock, 2002 : 16). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan pada bulan januari 2013 yang lalu dengan salah satu guru wali kelas VII MTs Darul Hikmah Pekanbaru, ia mengungkapkan bahwa ada beberapa santri kelas VII yang kurang mampu menyesuaikan diri dengan baik dan diawal-awal tahun pertama ada beberapa santri yang berhenti sekolah karna tidak betah tinggal diasrama dan jauh dari orang tua. Keterangan tersebut sama seperti yang diungkapkan wali kamar asrama pondok Pesantren Darel Hikmah Pekanbaru yang mengungkapkan bawa santri kelas VII biasanya mengalami banyak konflik di asrama dan dengan temantemanya hingga akhir semester kedua. Saat kelas VIII jarang ditemukan santri yang mengalami permasalahan dengan teman atau peraturan asrama. Sebagai seorang santri yang baru memasuki lingkungan baru yaitu lingkungan pondok pesantren sudah pastinya mengalami banyak perubahan dimana santri harus tinggal terpisah dari orang tua dan tinggal di asrama dengan keadaan dan peraturan yang jauh berbeda dengan di rumah sehingga menuntut santri untuk hidup mandiri. Serta padatnya jadwal yang diterima santri kemudian

30 memberikan dampak lain terhadap pola kehidupannya. Keberhasilan penyesuaian diri santri pada tahun pertama menentukan penyesuaian diri di tahun-tahun berikutnya. Santri yang kurang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan akan merasa tertekan dan banyak menghadapi konflik dalam menghadapi tuntutan lingkungan yang menyebabkan menurunnya motivasi santri dalam belajar yang mempengaruhi hasil belajar santri nantinya. Kemampuan santri dalam menyesuaikan diri akan mempengaruhi cara santri dalam bereaksi terhadap situasi yang menekan. Kemampuan ini akan mengarahkan kepada pemilihan tindakan, pengarahan usaha serta keuletan santri. Namun sebaliknya ketidakmampuan santri menyesuaikan diri dengan baik akan mempengaruhi cara santri dalam bereaksi terhadap situasi yang menekan. Ketidakmampuan ini akan mengarahkan kepada prilaku prokrastinasi atau penundaan. Menurut Runyon dan Haber (1984:8) Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang ditandai dengan seberapa baik individu mampu menghadapi situasi serta kondisi yang selalu berubah sehingga sehingga individu merasa sesuai dengan lingkungan dan mendapatkan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhannya. Karakteristik individu yang mampu melakukan penyesuaian diri menurut Runyon dan Haber (1984:10-19) adalah memiliki persepsi terhadap realitas, kemampuan beradaptasi dengan tekanan dan stres, mempunyai gambaran diri yang positif, kemampuan untuk mengekspresikan emosi dengan baik, dan memiliki hubungan interpersonal yang baik.

31 Sesuai dengan karakterisrtik penyesuaian diri menurut Runyon dan Haber (1984:10-19), dapat disimpulkan bahwasannya santri dengan tingkat penyesuaian diri tinggi memiliki persepsi terhadap realitas yang baik sehingga mampu menentukan tujuan yang realistik sesuai dengan kemampuannya serta mampu mengenali konsekuensi dan tindakannya agar dapat menuntun pada prilaku yang sesuai. Penyesuaian diri yang baik juga akan muncul apabila santri mampu beradaptasi dengan hal-hal yang menimbulkan tekanan dan belajar untuk mentoleransi tekanan yang dialami dan dapat menunda kepuasaan selama diperlukan demi tujuan yang lebih penting. Pandangan santri terhadap dirinya juga dapat menjadi indikator dari kualitas penyesuaian diri yang dimiliki. Gambaran diri yang positf berkaitan dengan penilaian santri tentang dirinya sendiri. Santri yang mempunyai gambaran diri yang positif baik melalui penilaian pribadi maupun melalui penilaian orang lain, akan merasakan kenyamanan psikologis.. Namun sebaliknya, apabila tingkat prokrastinasi yang tinggi dan tingkat penyesuaian diri menjadi rendah dalam arti santri cenderung melakukan penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan tugas akademik, keterlambatan dalam mengerjakan tugas akademik, kesenjangan antara waktu dengan kinerja aktual dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan. Hal ini disebabkan karena santri tidak memiliki persepsi terhadap realitas yang baik sehingga santri tidak mampu menentukan tujuan yang realistik sesuai dengan kemampuannya serta tidak mampu mengenali konsekuensi dan tindakannya sehingga tidak dapat

32 menuntun pada perilaku yang sesuai,dan tidak memiliki kemampuan mengatasi tekanan dan stres sehingga santri tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul selama berada dilingkungan pondok pesantren. Berdasarkan pemahaman konseptual yang telah diuraikan, maka peneliti bermaksud untuk memperoleh gambaran hubungan antara penyesuaian diri dengan prokrastinasi akademik santri kelas VII MTs Darul Hikmah Pekanbaru. Keterkaitan antara variabel di atas dapat dilihat pada bagan berikut : Bagan I. Hubungan antara penyesuaian diri dengan Prokrastinasi akademik Variabel yang diteliti Penyesuaian diri (X) a. Persepsi terhadap realitas b. Kemampuan beradaptasi dengan tekanan dan stres c. Mempunyai gambaran diri yang positif d. Kemampuan untuk mengekspresikan emosi dengan baik e. Memiliki hubungan interpersonal yang baik Prokrastinasi akademik (Y) a. Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan tugas akademik b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas akademik c. Kesenjangan antara waktu dengan kinerja aktual d. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan D. Hipotesis Hipotesis yang diajukan oleh peneliti berdasarkan landasan teori diatas adalah: Ada hubungan negatif (hubungan yang tidak searah) antara penyesuaian diri dengan prokrastinasi akademik santri kelas VII MTs Darul Hikmah Pekanbaru.