BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan terutama pembangunan secara fisik, dana selalu merupakan masalah baik bagi pengusaha besar, menengah ataupun kecil. Dalam hal ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. Pemberian kredit diwujudkan melalui perjanjian kredit perbankan yang tidak jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya harus berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian. Perjanjian kreditnya sendiri tidak diatur dalam ketentuan UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut UU Perbankan), dan dalam praktik biasanya dibuat berdasarkan kesepakatan antara bank dengan calon debitor. Demikian pula tentang akibat-akibat perjanjian dan tentang akibat ingkar janjinya biasanya dicantumkan dalam perjanjian tersebut. 1 Dalam pemberian kredit, bank menggunakan prinsip kehati-hatian sebagaimana yang disebutkan di dalam Pasal 2 UU Perbankan; bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian di dalam dunia perbankan dikenal dengan istilah The five of Crediet artinya pada pemberian kredit tersebut harus diperhatikan lima faktor yaitu 1 Djuhaendah Hasan, 1996, Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal (Suatu Konsep dalam Menyongsong Lahirnya Lembaga Hak Tanggugan), PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, hlm 31.
character (watak), capacity (kemampuan), capital (modal), condition of economic (suasana perkembangan ekonomi), dan collateral (jaminan) dengan demikian ia selalu memperkuat kedudukannya sebagai kreditor. 2 Pihak bank mensyaratkan adanya jaminan dalam menyalurkan kredit, baik berupa jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan, untuk menjamin perjanjian pokok. Maksud jaminan itu sendiri adalah tanggungan yang diberikan oleh debitor atau pihak ketiga karena debitor mempunyai suatu kepentingan bahwa debitor harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan. 3 Pihak bank lebih mensyaratkan jaminan kebendaan kepada debitornya daripada jaminan perorangan. Hak jaminan kebendaan adalah hak-hak kreditor untuk didahulukan dalam pengambilan pelunasan daripada kreditor-kreditor lain, atas hasil penjualan suatu benda tertentu atau sekelompok benda tertentu yang secara khusus diperikatkan. 4 Salah satu obyek jaminan kebendaan adalah hak milik atas tanah. Sebagai objek jaminan, hak milik atas tanah hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia atau badan hukum yang diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) mengatakan bahwa hanya 2 Purwahid Patrik dan Kashadi, 2000, Hukum Jaminan, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang, hlm. 92. 3 Hasanudin Rahman,1995, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, hlm. 174. 4 J. Satrio, 2002, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 17.
rakyat Indonesia yang bisa mempunyai hubungan hukum sepenuhnya dengan tanah. Hal ini menunjukkan bahwa UUPA menganut prinsip nasionalitas. Maksudnya, mulai saat diundangkannya UUPA hingga selanjutnya, maka hanya WNI saja yang boleh mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. 5 Setelah keluarnya UUPA, lembaga jaminan atas tanah berserta benda-benda yang ada di atas tanah akan diatur lebih lanjut dalam suatu peraturan perundangundangan. Penjaminan tanah berserta benda-benda yang ada di atas tanah sekarang diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (selanjutnya disebut UUHT). Hak tanggungan merupakan lembaga jaminan yang bertujuan untuk memberikan suatu kepastian dan perlindungan bagi kreditor penerima hak tanggungan. Sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UUHT, maka hak tanggungan merupakan lembaga jaminan yang memberikan sifat preference bagi pemegang sertipikat hak tanggungan, di mana kreditor diberikan hak untuk didahulukan dalam pembayaran utang kreditor. Selain dari sifat preference tersebut sertipikat hak tanggungan tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang memberikan hak kepada kreditor untuk melakukan parate eksekusi atas jaminan debitor apabila debitor wanprestasi. 5 A.P. Parlindungan 1998, Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, hlm. 87.
Selanjutnya dalam Pasal 7 UUHT menyebutkan bahwa Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut berada. Hal ini menunjukkan hak tanggungan mempunyai ciri droit de suite. Kemudian hak tanggungan juga menganut asas publisitas, yaitu adanya syarat pendaftaran tanah yang dijadikan obyek hak tanggungan tersebut. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 13 UUHT. Dengan demikian hak tanggungan merupakan lembaga jaminan atas tanah yang mempunyai sifat dan memberikan kedudukan yang istimewa kepada kreditor penerima hak tanggungan. Dewasa ini banyak masyarakat yang menjaminkan tanahnya kepada bank untuk memperoleh pinjaman (kredit). Bank sebagai lembaga intermediasi, akan memproses kredit yang telah memenuhi syarat-syarat pemberian kredit pada bank. Pengikatan jaminan tanah dengan lembaga hak tanggungan merupakan salah satu syarat pencairan kredit, terutama kredit dalam nilai yang besar. Hak tanggungan dianggap mampu untuk memberikan jaminan bagi pelunasan utang debitor karena sifat preference dan kekuatan eksekutorial yang dimilikinya itu. Seiring dengan banyaknya jaminan atas tanah yang diterima oleh bank, timbul beberapa permasalahan di bidang pertanahan dan hukum jaminan. Salah satunya adalah penyelesaian terhadap jaminan hak tanggungan dengan objek hak milik atas tanah debitor apabila suatu saat debitor wanprestasi dan berpindah kewarganegaraan. Status kewarganegaraan seorang debitor perlu mendapat perhatian khusus dari pihak perbankan. Berpindahnya kewarganegaraan seseorang secara yuridis akan
membawa konsekuensi tersendiri terhadap objek jaminan tanah hak milik debitor. Pemberlakuan asas nasionalitas di dalam Pasal 9 Ayat (1) UUPA akan berdampak terhadap status kepemilikan obyek jaminan tersebut. Hak milik atas tanah akan hapus apabila terjadi perubahan status kewarganegaraan. Menurut Pasal 21 Ayat (3) UUPA, akibat hukum dari seseorang yang berpindah kewarganegaraan, mereka harus melepaskan haknya sebelum waktu lebih dari 1 (satu) tahun. Setelah lewat waktu tersebut haknya masih belum dialihkan, maka hak atas tanah akan jatuh demi hukum kepada negara dengan ketentuan hak-hak yang membebaninya tetap berlangsung. Kredit macet dengan jaminan hak milik atas tanah debitor yang berpindah kewarganegaraan akan membawa permasalahan dalam pengeksekusiannya. Ketentuan perundang-undangan, khususnya antara UUHT dengan UUPA yang berhubungan dengan pengeksekusian hak tanggungan atas tanah hak milik debitor yang telah berpindah kewarganegaraan masih kurang jelas perlu dikaji sehingga bisa diperoleh kepastian hukum terhadap kedudukan obyek jaminan dan perlindungan hukum terhadap kreditor. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai kedudukan hak tanggungan, yang peneliti tuangkan dalam sebuah karya tulis dengan judul KEDUDUKAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH YANG PEMILIKNYA BERPINDAH KEWARGANEGARAAN DI KOTA PEKANBARU
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut maka yang menjadi permasalahan dari penelitian ini adalah : a. Apa hak debitor yang berpindah kewarganegaraan terhadap hak milik atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan? b. Bagaimanakah perlindungan hukum kepada kreditor apabila terjadi kredit macet dengan jaminan hak atas tanah yang pemiliknya berpindah kewarganegaraan? C. Keaslian Penelitian. Pada beberapa waktu yang lalu telah ada yang melakukan penelitian yang membahas mengenai eksekusi hak tanggungan, yaitu : 1. Ronald T. Mangalik 6 membahas tentang Perlindungan hukum terhadap kreditur dalam eksekusi obyek hak tanah. Dalam penelitian ini menitikberatkan pada perlindungan hukum terhadap kreditur pemegang hak tanggungan apa bila debiturnya wan prestasi karena keadaan pailit. 2. Febria Tiwa Ari Putri 7 membahas tentang Perlindungan hukum bagi kreditur dan pemilik hak tanah akibat terjualnya obyek Hak Tanggungan. 6 Ronald T. Mangalik, 2012, Perlindungan Hukum terhadap kreditur dalam eksekusi obyek Hak Tanggungan 09/294077/PHK/06040, hal. 6
Dalam penelitian ini penulis menitikberatkan perlindungan hukum terhadap kreditur dan pemilik tanah jika objek hak tanggungan dilelang untuk memenuhi prestasi debitur. Dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. D. Manfaat Penelitian. Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun secara praktis, yaitu 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi pengetahuan ilmu hukum pada umumnya dan bidang hukum jaminan yang berhubungan dengan hak tanggungan. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi dasar-dasar serta landasan untuk penelitian lebih lanjut dan menjadi bahan masukan serta menjadi bahan rekomendasi bagi para notaris. E. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengkaji, memahami dan menganalisa hak debitor yang berpindah kewarganegaraan terhadap hak milik atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan. 7 Febria Tiwa Ari Putri, 2009, Perlindungan hukum bagi kreditur dan pemilik hak tanah akibat terjualnya obyek Hak Tanggungan dalam lelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), tesis, UGM, hal 12.
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum kepada kreditor apabila terjadi kredit macet dengan jaminan hak atas tanah yang pemiliknya berpindah kewarganegaraan.