ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. untuk berkomunikasi. Komunikasi adalah salah satu kegiatan manusia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK KELURAHAN WONOKARTO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

PADA LIMA MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan bagian dari upaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman tentang perilaku konsumen dapat memberikan penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. keadilan, untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia dihadapkan pada

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI 4 APOTEK KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK TAHUN 2002 TENTANG PROMOSI OBAT KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. promosi / iklan obat melalui media massa dan tingginya biaya pelayanan kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRATIF PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional, Perundangan Obat. Tri Widyawati_Wakidi

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang optimal (Sarwono, 2002). Sejak awal pembangunan kesehatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hal yang harus mendapat perhatian dari pemerintah sebagai salah satu upaya

M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEREDARAN OBAT TRADISIONAL IMPOR BAB I KETENTUAN UMUM.

ANALISIS KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI INSTALASI FARMASI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT MAAG PADA KONSUMEN YANG DATANG DI APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PHARMACEUTICAL CARE. DALAM PRAKTEK PROFESI KEFARMASIAN di KOMUNITAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI

DRUG RELATED PROBLEMS

BAB I PENDAHULUAN. gejala/symptom dari suatu penyakit, obat juga dapat mencegah penyakit bahkan obat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Etika Periklanan. Kaitan Peraturan Pemerintah dengan Periklanan MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa

Transkripsi:

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 SKRIPSI Oleh : ANGGA ALIT ANANTA YOGA K.100.040.182 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Oleh karena itu, masyarakat harus berperan aktif dalam mengupayakan kesehatannya sendiri. Upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri dikenal dengan istilah swamedikasi. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat. Pada pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaannya (Anonim, 2006). Kemajuan yang pesat di bidang kedokteran dan farmasi telah menyebabkan produksi berbagai jenis obat meningkat sangat tajam. Obat pada dasarnya adalah racun yang jika tidak digunakan sebagaimana mestinya dapat membahayakan penggunanya, tapi jika obat digunakan dengan tepat dan benar maka diharapkan efek positifnya akan maksimal dan efek negatifnya menjadi seminimal mungkin. Pelayanan farmasi yang utuh tidak hanya sekedar mendistribusikan produk obat saja, 1

tetapi juga disertai dengan memberikan informasi tentang bagaimana seharusnya obat digunakan secara tepat dan benar (Anonim,2008). Obat mempunyai kedudukan yang khusus dalam masyarakat karena merupakan produk yang diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Namun demikian penggunaan yang salah, tidak tepat dan tidak rasional dapat membahayakan masyarakat (Anonim, 1994). Obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan kategori obat yang dapat digunakan masyarakat dalam upaya pengobatan sendiri. Kriteria suatu obat dapat dimasukkan ke dalam ketegori ini antara lain adalah obat yang bersangkutan telah terbukti secara ilmiah menunjukkan manfaat klinis, sangat diperlukan untuk menanggulangi sakit yang banyak dijumpai di masyarakat, relatif aman, dan penggunaannya oleh masyarakat dapat dipantau oleh badan yang berwenang mengawasi (Suryawati, 1997). Menurut Rohmarmi (2004) diketahui bahwa pengaruh iklan sangat besar terhadap pemilihan obat oleh konsumen. Dalam penelitiannya yang berjudul Pola Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas dalam Upaya Swamedikasi Di Kota Surakarta, informasi tentang obat bebas dan obat bebas terbatas dari media massa sebanyak 55%. Sementara itu menurut Suryawati (1997) ada 69% iklan tidak menyebutkan nama bahan aktif secara benar, dan sebanyak 31% iklan mencantumkan informasi yang menyesatkan (misalnya vitamin sebagai sumber energi dan mengatasi letih lelah). Informasi yang tidak benar sangat merugikan konsumen karena swamedikasi yang keliru dapat memperparah penyakit yang diderita dan malah

menambah biaya pengobatan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang kesesuaian iklan obat bebas dan obat bebas terbatas dengan peraturan yang ada yaitu Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas Nomor 386/Men.Kes/SK/IV/1994, agar diketahui bahwa iklan obat sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak menyesatkan. B. Perumusan Masalah Apakah iklan-iklan obat bebas dan obat bebas terbatas sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas Nomor 386/Men.Kes/SK/IV/1994? C. Tujuan Penelitian Mengetahui kesesuaian iklan obat bebas dan obat bebas terbatas pada enam media cetak dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas Nomor 386/Men.Kes/SK/IV/1994. D. Tinjauan Pustaka 1. Swamedikasi Keadaan sakit seseorang dapat menganggu aktivitas, sehingga manusia selalu berupaya untuk menyembuhkan penyakitnya. Salah satunya dengan swamedikasi atau pengobatan sendiri. Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obatan yang dibeli bebas di apotek atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter (Tjay dan Rahardja, 1993). Suatu terapi yang optimal memerlukan penentuan obat secara tepat yang dapat dilakukan dengan dukungan diagnosa yang akurat, pengetahuan tentang kondisi klinis

pasien. Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping obat, karena seperti halnya efek farmakologi, efek samping obat juga merupakan hasil interaksi antara molekul obat dengan sistem biologi tubuh. Dari sudut pandang farmakologi, obat diartikan sebagai setiap molekul yang jika diberikan ke dalam tubuh akan mengubah fungsi tubuh melalui mekanisme interaksi dalam molekuler (Anief, 2000). Obat dapat menyembuhkan, tetapi banyak kejadian bahwa seseorang telah menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam penyembuhan atau kelebihan dosis akan menimbulkan keracunan, bila dosisnya lebih kecil tidak diperoleh penyembuhan (Anief, 2000). Pengobatan sendiri (swamedikasi) disamping memberi keuntungan juga dapat memberi kerugian Keuntungan swamedikasi antara lain adalah bahwa sering kali obat tersebut sudah tersedia di lemari obat dari banyak rumah tangga. Orang yang tinggal di desa terpencil, dimana belum ada praktek dokter, swamedikasi akan menghemat banyak waktu yang diperlukan untuk ke kota mengunjungi dokter atau dapat dikatakan keuntungan swamedikasi adalah murah, cepat, mudah, tidak membebani sistem pelayanan kesehatan dan dapat dilakukan oleh diri sendiri (Tjay dan Rahardja, 1993). Kerugian swamedikasi antara lain keseriusan keluhan-keluhan dapat dinilai secara terpisah atau mungkin tidak dikenal, sehingga swamedikasi bisa dilakukan terlalu lama, gangguan-gangguan bersangkutan dapat lebih parah, sehingga dokter

mungkin perlu menggunakan obat-obat yang lebih keras. Kerugian yang lain obatobat bisa digunakan secara salah atau dalam takaran yang terlalu besar (Tjay dan Rahardja, 1993). 2. Obat Obat adalah suatu zat yang digunakan untuk diagnosa, pengobatan, melunakkan, penyembuhan atau mencegah penyakit pada manusia atau pada hewan. Golongan obat adalah penggolongan yang dimaksud untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari obat bebas. obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika, dan narkotika (Anief, 1996). Untuk mengawasi penggunaan obat oleh masyarakat serta menjaga keamanan penggunaannya, maka pemerintah menggolongkan obat menjadi 4 golongan yaitu: a. Obat dapat dijual bebas b. Obat yang termasuk dalam golongan obat bebas terbatas (dulu disebut daftar W), yaitu obat keras dengan batasan jumlah dan kadar isi berkhasiat dan harus ada tanda peringatan (P) boleh dijual bebas. c. Obat keras (dulu disebut obat daftar G = Gevaarlijk, berbahaya) yaitu obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter. d. Obat Narkotik (dulu disebut obat daftar O = opiate) untuk memperoleh harus dengan resep dokter dan apotik diwajibkan melaporkan jumlah dan macamnya.

Selain tersebut diatas di awasi pula penggunaan obat atau bahan psikotropik. Yang disebut obat bebas yaitu obat yang tidak digolongkan sebagai obat keras, obat psikotropik, obat narkotik, maupun obat bebas terbatas (Anief, 1996). 3. Iklan Iklan merupakan bentuk komunikasi non personal guna menyampaikan pesan yang menawarkan suatu produk barang atau jasa yang ditujukan kepada masyarakat melalui suatu media. Dengan kata lain iklan merupakan salah satu wahana penghubung antara produsen dan konsumen (Hartono, 2000). Periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuatif yang diarahkan kepada calon pembeli produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang semurah-murahnya (Jefkins, 1996). Periklanan melayani banyak tujuan dan banyak pula pemakaiannya, mulai dari perorangan yang memasang iklan mini disurat kabar daerah hingga perusahaan besar yang memanfaatkan jaringan televisi untuk memperdagangkan merek-merek popular kepada jutaan pemirsa (Jefkins, 1996). 4. Pedoman Iklan Obat Bebas Secara umum iklan obat harus mengacu pada "Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia", tetapi khusus untuk hal-hal yang bersifat teknis medis, maka penerapannya harus didasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas Nomor 386/Men.Kes/SK/IV/1994. Peraturan iklan obat bebas di bagi 2 yaitu:

a. Umum yaitu diantaranya mengatur tentang ; 1) Nama dagang 2) Nama zat aktif 3) Nama industri farmasi 4) No pendaftaran 5) Tidak ada pernyataan mendorong penggunaan terus menerus 6) Informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan (misal : efek samping bila ada) 7) Tidak ada pernyataan yang menyesatkan 8) Tidak ada pernyataan keputusan penggunaan obat diambil oleh anakanak 9) Tidak ada aktor yang berperan sebagai tenaga kesehatan dan atau seting yang beratribut profesi kesehatan dan laboratorium 10) Tidak ada anjuran dengan mengacu pada pernyataan profesi kesehatan 11) Anjuran tidak berlebihan 12) Memuat anjuran untuk mencari informasi yang tepat kepada profesi kesehatan 13) Tidak menunjukkan efek atau kerja obat segera sesudah penggunaan 14) Tidak menawarkan hadiah atau pernyataan garansi indikasi 15) Mencantumkan spot yang telah ditentukan 16) Mencantumkan indikasi utama b. Khusus yaitu mengatur tentang obat yang masuk kelas terapi tertentu.

1) Vitamin 2) Obat Pereda Sakit dan Penurun Panas 3) Obat Flu 4) Obat Asma 5) Obat Batuk 6) Antasida 7) Obat Cacing 8) Obat Jerawat 9) Obat Gosok 10) Obat Kulit (Topikal) 11) Obat Antihistamin (Topikal) 12) Obat Tetes Mata 13) Obat Tetes Hidung 14) Obat Kumur 15) Obat Luka 16) Obat Laksan atau Pencahar 17) Obat Perjalanan 18) Obat Wasir