BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini, yakni penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan, 2000:69). Drama dapat

BAB II KAJIAN TEORITIS. memahami apa yang ia pelajari. Pembelajaran tersebut dapat dilakukan salah

BAB II LANDASAN TEORI

KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS VIII SMP DHARMA BHAKTI 6 KOTA JAMBI TAHUN PELAJARAN 2013/2014. Oleh: RENI NOVERA MONA RRA1B109039

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental yang prima,

Kemampuan Menulis Naskah Drama oleh Siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Kabupaten Muaro Jambi

BAB I PENDAHULUAN. yang berlakon dengan unsur-unsur utama dialog, tembang, dan dagelan.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING DALAM BERMAIN DRAMA PADA SISWA KELAS V SDN 6 BULANGO SELATAN KECAMATAN BULANGO SELATAN KABUPATEN BONE BULANGO Oleh

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai

ARTIKEL ILMIAH KEMAMPUAN SISWA KELAS VIII B SMP NEGERI 2 KOTA JAMBI TAHUN PELAJARAN 2013/2014 DALAM MENULIS NASKAH DRAMAA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Peningkatan Kemampuan Menganalisis Unsur Intrinsik Teks Drama Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebagai subjek penelitian. Kajian yang berhubungan dengan naskah drama pernah

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri.

MODUL BAHASA INDONESIA CERITA PENDEK

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

B. Unsur-unsur pembangun drama Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama

KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA MELALUI TEKNIK BERMAIN DRAMA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TANJUNG MUTIARA KABUPATEN AGAM ARTIKEL ILMIAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

BAB I PENDAHULUAN. dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Selain berfungsi untuk menyusun landasan atau kerangka teori, kajian pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini, peneliti akan menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu genre sastra yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi drama

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. drama dapat digolongkan menjadi dua, yaitu part text, artinya yang ditulis dalam teks

Analisis drama. Kelas XI Bahasa Semester 1

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan kaidah penulisan drama.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 23 KOTA JAMBI TAHUN AJARAN 2016/2017 Yundi Fitrah dan Lia Khairia FKIP Universitas Jambi

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ketoprak atau dalam bahasa Jawa sering disebut kethoprak adalah

II. LANDASAN TEORI. Pada umumnya drama menampilkan beberapa tokoh yang saling. sebagai manusia hidup di dunia nyata artinya tokoh-tokoh tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB II LANDASAN TEORI

PENINGKATAN KEMAMPUAN APRESIASI DRAMA MELALUI

PENULISAN NASKAH DRAMA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor original atau

Oleh: Puji Watmi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tetapi penelitian yang di fokuskan pada plot masih jarang dilakukan. Adapun

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. yang terkandung dalam novel tersebut sebagai berikut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Drama merupakan gambaran kehidupan sosial dan budaya masyarakat

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB II LANDASAN TEORI. memang telah banyak dilakukan oleh peneliti lain. Penelitian tersebut membahas

THE STUDENTS ABILITY IN WRITING SCRIPT AT THE EIGHTH GRADE STUDENTS OF SMP NEGERI 36 PEKANBARU.

BAB I PENDAHULUAN. cara pengungkapannya. Puisi merupakan karya sastra yang disajikan secara

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

ABSTRAK. Kata kunci: Memahami drama, menulis teks drama, model pembelajaran SAVI.

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

d. bersifat otonom e. luapan emosi yang bersifat tidak spontan

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 3 METODE PENELITIAN

Transkripsi:

7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini, yakni penelitian yang dilakukan oleh Maimun Ladiku (2008) Meningkatkan kemampuan mengidentifikasi unsur tokoh dan penokohan teks drama melalui strategi inquiri pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Botumoito tahun pelajaran 2007/2008. Dengan permasalahan bagaimana meningkatkan kemampuan mengidentifikasi unsur tokoh dan penokohan teks drama peserta didik kelas VIII3 SMP Negeri 1 Botumoito? Dengan simpulan yang pertama; kemampuan siswa kelas VIII3 SMP Negeri 1 Botumoito mengidentifikasi unsur tokoh dan penokohan naskah drama belum maksimal. Hal ini disebabkan karena metode yang digunakan guru tidak sesuai dengan materi. Kedua; metode inquiri sangat baik digunakan untuk mengajarkan materi tentang mengidentifikasi unsur tokoh dan penokohan naskah drama. Hal ini disebabkan metode inquiri memiliki kelebihan yakni menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Mencermati kajian yang relevan sebelumnya yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya terletak pada objek penelitian yakni peserta didik kelas VIII dan masalah yang diteliti yakni kemampuan mengidentifikasi unsur intrinsik teks. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, terletak pada objek penelitian. Penelitian sebelumnya pada kelas VIII di SMP Negeri 1 Botumoito sedangkan penelitian ini pada kelas VIII di SMP Negeri 1 Lemito Kabupaten Pohuwato. Permasalahan penelitian sebelumnya, bagaimana

8 meningkatkan kemampuan mengidentifikasi unsur tokoh dan penokohan teks drama peserta didik kelas VIII3 SMP Negeri 1 Botumoito? Sedangkan pada penelitian ini, selain kemampuan mengidentifikasi unsur intrinsik teks drama oleh peserta didik, juga melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan mengidentifikasi unsur intrinsik teks drama oleh peserta didik dan alternatif pemecahannya. Perbedaan lainnya terletak pada bentuk penelitian, penelitian sebelumnya berbentuk penelitian tindakan kelas, sedangkan penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini layak untuk dilkaksanakan. 2.2 Landasan Teori Pada bagian ini dipaparkan beberapa hal yang berhubungan dengan judul penelitian ini, yakni (1) hakikat drama, (2) unsur-unsur intrinsik drama, (3) pembelajaran drama. 2.2.1 Hakikat Drama Secara etimologis, kata drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, bertindak, bereaksi, dan sebagainya (Harymawan dalam Dewojati, 2010:7). Etimologi drama versi lain drama dalam bahasa Prancis disebut drame yang artinya lakon serius (Soemanto dalam Endraswara, 2011:11). Dikatakan serius, karena sebuah drama adalah lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting. Meskipun mungkin berakhir dengan bahagia atau tidak bahagia, tapi tidak bertujuan menggunakan tragika. Bagaimanapun juga, dalam jagad modern, istilah drama sering diperluas hingga mencakup semua

9 lakon serius, termasuk di dalamnya tragedi dan lakon absurd (Soemanto dalam Dewojati, 2010:8). Waluyo (2003:3) menjelaskan dalam bahasa Indonesia terdapat istilah sandiwara. Istilah ini diambil dari bahasa Jawa sandi dan wara, yang berarti pelajaran yang diberikan secara diam-diam atau rahasia (sandi artinya rahasia, dan wara artinya pelajaran). Selain itu, dalam Webster s New Collegiate Dictionary, drama dikemukakan sebagai karangan berbentuk prosa atau puisi yang direncanakan bagi pertunjukan teater; suatu lakon (Tarigan, 1984:70). Meskipun terdapat bermacam-macam definisi drama, ada satu hal yang tetap dan menjadi ciri drama, yaitu penyampaiannya dilakukan dalam bentuk dialog atau action yang dilakukan para tokohnya (Dewojati, 2010:9). Kosasih (2012:132) menjelaskan drama adalah bentuk karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Sebagai suatu genre sastra, drama mempunyai kekhususuan dibanding genre puisi atau genre prosa. Kesan dan kesadaran terhadap drama lebih difokuskan kepada bentuk karya yang bereaksi secara langsung dan konkret. Maka, drama dapat diartikan sebagai jenis karya sastra yang menggambarkan kehidupan manusia melalui dialog dan lakon yang dipentaskan. 2.2.2 Unsur-unsur Intrinsik Drama Secara umum sebagaimana fiksi, di dalam drama juga terdapat unsur yang membentuk dan membangun karya sastra dari dalam, yakni unsur-unsur intrinsik teks drama. Menurut Waluyo (2002:8-28) unsur-unsur intrinsik adalah sebagai berikut.

10 1) Plot atau Kerangka Cerita Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Konflik itu berkembang karena kontradiksi para pelaku. Sifat dua tokoh utama itu bertentangan, misalnya: kebaikan kontra kejahatan, tokoh sopan kontra tokoh brutal, tokoh pembela kebenaran kontra bandit, tokoh ksatria kontra penjahat, tokoh bermoral kontra tokoh tidak bermoral, dan sebagainya. Konflik itu semakin lama semakin meningkat untuk kemudian mencapai klimaks. Setelah klimaks lakon akan menuju penyelesaian (Waluyo, 2003:8). 2) Penokohan dan Perwatakan Penokohan erat hubungannya dengan perwatakan. Susunan tokoh (drama personae) adalah daftar tokoh-tokoh yang berperan dalam drama itu. Dalam susunan tokoh itu, yang terlebih dulu dijelaskan adalah nama, umur, jenis kelamin, tipe fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaannya itu. Penulis lakon sudah menggambarkan perwatakan tokoh-tokohnya (Waluyo, 2003:14). Waluyo (2003:17) menjelaskan Watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi (watak dimensional). Penggambaran itu berdasarkan keadaan fisik, psikis, dan sosial (fisiologi, psikologis, dan sosiologis). Keadaan fisik biasanya dilukiskan paling dulu, baru kemudian sosialnya. Pelukisan watak pemain dapat langsung pada dialog yang mewujudkan watak dan perkembangan lakon, tetapi banyak juga kita jumpai dalam catatan sampingan (catatan teknis). Waluyo (2010:16) mengklasifikasikan tokoh berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita dan berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya, sebagai berikut.

11 a. Berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita, terdapat tokoh-tokoh seperti dibawah ini. a) Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. Biasanya ada satu atau dua figur tokoh protagonis utama, yang dibantu oleh tokohtokoh lainnya yang ikut terlibat sebagai pendukung cerita. b) Tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang cerita. Biasanya ada seorang tokoh utama yang menentang cerita, dan beberapa figur pembantu yang ikut menentang cerita. c) Tokoh tritagonis, yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh antagonis. b. Berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya, maka terdapat tokoh-tokoh sebagai berikut. a) Tokoh sentral, yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Mereka merupakan proses perputaran lakon. Tokoh sentral merupakan biang keladi pertikaian. Dalam hal ini tokoh sentral adalah tokoh protagonis dan tokoh antagonis. b) Tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Dapat juga sebagai medium atau perantara tokoh sentral. Dalam hal ini adalah tokoh tritagonis. c) Tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rangkai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini menurut kebutuhan cerita saja. Tidak semua lakon menampilkan kehadiran tokoh pembantu.

12 3) Dialog (percakapan) Ciri khas suatu drama adalah naskah itu berbentuk cakapan atau dialog. Dalam menyusun dialog ini pengarang harus benar-benar memperhatikan pembicaraan tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari-hari. Pembicaraan yang ditulis oleh pengarang naskah drama adalah pembicaraan yang akan diucapkan dan harus pantas untuk diucapkan di atas panggung. Bayangan pentas di atas panggung merupakan mimetik (tiruan) dari kehidupan sehari-hari, maka dialog yang ditulis juga mencerminkan pembicaraan sehari-hari (Waluyo, 2003:20). 4) Setting/Landasan/Tempat Kejadian Setting atau tempat kejadian cerita sering pula disebut latar cerita. Penentuan ini harus secara cermat sebab drama naskah harus juga memberikan kemungkinan untuk dipentaskan. Setting biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu: tempat, ruang dan waktu. Setting tempat tidak berdiri sendiri. Berhubungan dengan waktu dan ruang. Misalnya, tempat di Jawa, tahun berapa, di luar rumah atau di dalam rumah. Setting waktu juga berarti apakah lakon terjadi di waktu siang, pagi, sore, atau malam hari. Siang atau malam di desa dan di kota akan berbeda pula keadaannya (Waluyo, 2003:23). 5) Tema/Nada Dasar Cerita Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema berhubungan dengan premis dari drama tersebut yang berhubungan pula dengan nada dasar dari sebuah drama dan sudut pandangan yang dikemukakan oleh pengarangnya. Sudut pandangan ini sering dihubungkan dengan aliran yang dianut oleh pengarangnya. Dalam drama tema akan dikembangakan melalui alur

13 dramatik dalam plot melalui tokoh-tokoh protagonis dan antagonis dengan perwatakan yang memungkinkan konflik dan diformulasikan dalam bentuk dialog. Dialog tersebut mengejawantahkan tema dari lakon/naskah. Semakin kuat, lengkap, dan mendalam pengalaman jiwa pengarangnya akan semakin kuat tema yang akan dikemukakan. Tema yang kuat, lengkap, dan mendalam biasanya lahir karena pengarang berada dalam pasion (suasana jiwa yang luar biasa) (Waluyo, 2003:24). 6) Amanat/Pesan Pengarang Amanat yang hendak disampaikan pengarang melalui dramanya harus dicari oleh pembaca atau penonton. Pembaca cukup teliti akan dapat menangkap apa yang tersirat di balik yang tersurat. Jika tema karya sastra berhubungan dengan arti (meaning) dari karya sastra itu, maka amanat berhubungan dengan makna (significance) dari karya itu. Tema bersifat sagat lugas, objektif, dan khusus; sedangkan amanat bersifat kias, subjektif, dan umum. Amanat itu biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan secara praktis. Jika meminjam istilah Horace dulce et utile, maka amanat menyorot pada masalah utile atau manfaat yang dapat dipetik dari karya drama itu. Dalam keadaan demikian, karya yang jelek sekali pun akan memberikan manfaat kepada kita, jika kita mampu memetik manfaatnya (Waluyo, 2003:28). Adapun unsur-unsur intrinsik teks drama dijelaskan oleh kosasih (2012:135-137) sebagai berikut.

14 1) Plot Seperti juga bentuk-bentuk sastra lainnya, sebuah cerita drama pun harus bergerak dari suatu permulaan, melalui suatu bagian tengah, menuju suatu akhir. Dalam drama, bagian-bagian ini dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan resolusi (denouement). a. Eksposisi sesuatu cerita menentukan aksi dalam waktu dan tempat; memperkenalkan para tokoh, menyatakan situasi sesuatu cerita, mengajukan konflik yang akan dikembangkan dalam bagian utamacerita tersebut, dan adakalanya membayangkan resolusi yang akan dibuat dalam cerita tersebut. b. Komplikasi atau bagian tengah cerita, mengembangkan konflik. Sang pahlawan atau pelaku utama menemukan rintangan-rintangan antara dia dan tujuannya, dia mengalami aneka kesalahpahaman dalam perjuangan untuk menanggulangi rintangan-rintangan ini. Pengarang dapat mempergunakan teknik flash back atau sorot balik untuk memperkenlkan penonton dengan masa lalu sang pahlawan, menjelaskan suatu situasi, atau memberikan motivasi bagi aksi-aksinya. c. Resolusi atau denouement hendaklah muncul secara logis dari apa-apa yang telah mendahuluinya di dalam komplikasi. Titik batas yang memisahkan komplikasi dan resolusi, biasanya disebut klimaks (turning point). Pada klimaks itulah terjadi perubahan penting mengenai nasib sang tokoh. Kepuasan para penonton terhadap suatu cerita tergantung pada sesuai tidaknya perubahan itu dengan yang mereka harapkan.

15 2) Penokohan Tokoh-tokoh dalam drama diklasifikasikan sebagai berikut. a. Tokoh gagal atau tokoh badut (the foil). Tokoh ini mempunyai pendirian yang bertentangan dengan tokoh lain. Kehadiran tokoh ini berfungsi untuk menegaskan tokoh lain itu. b. Tokoh idaman (the type character). Tokoh ini berperan sebagai pahlawan dengan karakternya yang gagah, berkeadilan, atau terpuji. c. Tokoh stastis (the static character). Tokoh ini memiliki peran yang tetap sama, tanpa perubahan, mulai dari awal hingga akhir cerita. d. Tokoh yang berkembang. Tokoh ini mengalami perkembangan selama cerita itu berlangsung. Misalnya, tokoh macbeth yang pada awal cerita sangat setia, menjadi orang yang berkhianat pada akhir cerita. 3) Dialog Dalam drama, percakapan atau dialog haruslah memenuhi dua tuntutan. a. Dialog harus turut menunjang gerak laku tokohnya. Dialog haruslah dipergunakan untuk mencerminkan apa yang telah terjadi sebelum cerita itu, apa yang sedang terjadi di luar panggung selama cerita itu berlangsung; dan harus pula dapat mengungkapkan pikiran-pikiran serta perasaan-perasaan para tokoh yang turut berperan di atas pentas. b. Dialog yang diucapkan di atas pentas lebih tajam dan tertib daripada ujaran sehari-hari. Tidak ada kata yang harus terbuang yang harus terbuang begitu saja; para tokoh harus berbicara jelas dan tepat sasaran. Dialog itu disampaikan secara wajar dan alamiah.

16 4) Latar Latar adalah keterangan mengenai tempat, ruang, dan waktu di dalam naskah drama. a. Latar tempat, yaitu penggambaran tempat kejadian di dalam naskah drama, seperti di medan perang, di meja makan. b. Latar waktu, yaitu penggambaran waktu kejadian di dalam naskah drama, seperti pagi hari pada tanggal 17 Agustus 1945. c. Latar suasana/budaya, yaitu penggambaran suasana ataupun budaya yang melatarbelakangi terjadinya adegan atau peristiwa dalam drama misalnya dalam budaya masyarakat Betawi, Melayu, Sunda. Di samping unsur-unsur di atas, drama mengandung unsur konflik, tema, dan pesan. a. Konflik terjadi apabila pelaku utama menemukan rintangan-rintangan antara dia dan tujuannya, dia mengalami aneka kesalahpahaman dalam perjuangan untuk menanggulangi rintangan-rintangan ini. b. Tema adalah gagasan utama yang mejalin struktur isi drama. Tema dalam drama menyangkut segala persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya. Untuk mengetahui tema drama, kita perlu mengapresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsur karangan itu. Tema jarang dinyatakan secara tersirat. Untuk dapat merumuskan tema, kita harus memahami drama itu secara keseluruhan.

17 c. Pesan atau amanat merupakan ajaran moral didaktis yang disampaikan drama itu kepada pembaca/penonton. Amanat tersimpan rapi dan disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi drama. Kosasih (2012:143) menjelaskan bahwa untuk memahami sebuah teks drama, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut. a. Baca dulu drama itu, pengarang, serta para tokoh dan penjelasan karakterkarakternya. b. Baca petunjuk (kramagung) tentang latar dan gerak laku para tokohnya. Biasanya bagian ini menggunakan huruf miring (italic) atau ditulis dalam tanda kurung. c. Baca dialog-dialog para tokohnya dari awal hingga akhir. Dari dialog tersebut akan diperoleh gambaran tentang tema, alur, latar, dan karakter para tokohnya secara jelas. 2.2.3 Pembelajaran Drama Pembelajaran drama di sekolah salah satunya dengan cara membaca teks drama, karena dengan membaca teks drama secara langsung peserta didik akan mampu mengapresiasi teks drama dengan cara mengidentifikasi unsur intrinsik teks drama. Endraswara (2011:146) menjelaskan bahwa bentuk pembelajaran mengapresiasi drama yang sebenanya harus bermula dengan pembelajaran membaca naskah tersebut. Salah satu rumusan tujuan untuk mengembangkan pembelajaran drama di jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu mengembangkan kesenangan dan keterampilan membaca dan menafsirkan naskah drama. Berdasarkan rumusan tujuan tersebut, salah satu materi pelajaran apresiasi drama dapat berkisar pada cara membaca dan menafsirkan naskah drama serta

18 mencari segi-segi yang menyenangkan melalui analisis unsur-unsur dan strukturnya (Endraswara, 2011:147-148). Ardiana (dalam Endraswara 2011:149) menekankan bahwa berapresiasi drama, seharusnya tidak sekedar mendaftar judul-judul naskah drama dan pengarangnya tanpa tahu warna dan bentuk bukunya apalagi isinya. Mengapresiasi karya drama pun seharusnya dilakukan dengan mengakrabi, menggauli dengan sungguh-sungguh drama itu, agar memperoleh pengalaman hakiki. Mengakrabi drama mengandung makna bahwa peserta didik harus membaca, memahaminya, menghargainya dan mengenal secara mendalam terhadap pengalaman manusia yang indah dalam drama. Membaca merupakan awal dari mengapresiasi drama. Namun, agar lebih intensifnya kegiatan pembelajaran tentang drama, Endraswara (2011:150) menjelaskan bahwa pengajar tentu saja dapat memberikan tugas membuat laporan bacaan drama subjek didik pada buku tugas yang dimilikinya. Buku tugas semacam itu berisi identitas naskah drama itu yang menyangkut judul, pengarang, ukuran buku, tebal halaman, penerbit, harga dan lain-lain yang menyangkut segi fisik (hardware)-nya. Tentu saja untuk pengembangan selanjutnya, laporan itu dapat dilengkapi dengan analisis sederhana tentang drama itu yang menyangkut tema, pesan, alur, latar, tokoh, bahasa dan lain sebagainya.