BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Terdapat perkembangan mental yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. dan perkembangan pada mental intelektual (mental retardasi) sejak bayi atau

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tork, et al (dalam Ramawati, 2011) setiap orangtua. menginginkan anak yang sehat dan mandiri. Namun, pada kenyataannya

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan sesuai kebutuhan masing-masing, dimana retardasi mental itu adalah

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2009).

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, sakit dapat menyebabkan perubahan fisik, mental, dan

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas, deteksi, intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang (Depkes

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan perasaan kesegaran serta mencegah timbulnya penyakit akibat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. (PP No. 72 Tahun 1991). Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan masa depan bangsa dan aset negara yang perlu mendapat

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berfungsi secara bermakna di bawah rata-rata (IQ kira-kira 70 atau lebih

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam. dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti anak normal

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan kemampuan anak didiknya. Aktivitas kegiatan seorang

BAB I PENDAHULUAN. retardasi mental atau keterbelakangan mental. Sekitar 48 kepala keluarga,

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar

BAB I PENDAHULUAN. Anak retardasi mental memperlihatkan fungsi intelektual dan kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak lazim atau tidak sesuai dengan norma lingkungan dimana mereka berada.

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikarenakan pada anak retardasi mental mengalami keterbatasan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR ANAK RETARDASI MENTAL RINGAN DI SEKOLAH LUAR BIASA C YAYASAN SOSIAL SETYA DARMA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam

BAB1 PENDAHULUAN. Setiap individu merupakan manusia sosial, sehingga setiap individu dituntut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan terbesar orang tua adalah adanya kehadiran anak. Anak yang tumbuh sehat merupakan harapan

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua

BAB I PENDAHULUAN. keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

SIKAP ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN SOSIALISASI ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB C/C1 SHANTI YOGA KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (Narendra, 2004). Pembelajaran pada masa golden age merupakan wahana

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan tubuh yang bersih meminimalkan risiko terhadap kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. atau mengalami hambatan perkembangan, contohnya anak dengan retardasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Riset Partisipan Berdasarkan Usia

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita kategori ringan membutuhkan pendidikan sebagaimana anak

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

Ambar Winarti, Ema Kurniawati ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138)

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Mereka adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kurang dalam perilaku adaptif dan memiliki intelektual di bawah rata-rata. yang muncul dalam masa perkembangan (Depkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diberikan Allah SWT kepada manusia (Muzfikri, 2008). Keadaan akan mejadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara umum pengertian kekerasan seksual pada anak adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari

Retardasi Mental. Dr.dr. Tjhin Wiguna, SpKJ(K)

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan realistis sesuai tahapannya

BAB I PENDAHULUAN. menyandang tunagrahita adalah 2,3%. Atau 1,95% anak usia sekolah. menyadang kelainan adalah orang, jadi estimasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu aspek perkembangan pada anak yang seyogyanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Subaverage),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Nurhayati, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan penyakit pada lansia. Salah satu gangguan psikologis

BAB I PENDAHULUAN. tahun pertama dalam kehidupannya yang merupakan. lingkungan bagi anak untuk memperoleh stimulasi psikososial.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. impian setiap orang. Ketikamenikah, tentunya orang berkeinginan untuk

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO akan mengalami peningkatan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyandang disabilitas merupakan bagian dari anggota masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak yang abnormal (anak peyandang cacat). Tidak semua anak

BAB 1 PENDAHULUAN. familiar dikehidupan masyarakat adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan manusia (Ramawati, 2011). Kemampuan merawat diri adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan anak terjadi mulai aspek sosial, emosional, dan intelektual. Salah satu aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. kecerdasan yang rendah di bawah rata-rata orang pada umumnya (Amrin,

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia. Stroke juga merupakan penyebab utama kecacatan jangka panjang, dan

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), lanjut usia (lansia) adalah orang berusia

BAB I PENDAHULUAN. tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Anak tuna rungu

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkembang secara normal. Orang tua pun akan merasa senang dan bahagia

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas masa depan anak dapat dilihat dari perkembangan dan

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Retardasi mental suatu keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo= kurang atau sedikit, fren = jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata dan disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berperilaku adaptif (Maramis, 2005 dalam Nugroho 2012). Peran keluarga sangat dibutuhkan dalam perawatan anggota keluarga yang terkena gangguan Retardasi Mental, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, sosial, bahasa, motorik, dan kognitif. Semakin bertambahnya usia anak RM, peran orang tua sangat dibutuhkan agar mereka tidak mempunyai ketergantungan yang berkepanjangan, yang dapat menimbulkan permasalahan isolasi sosial yang tidak menyenangkan (Soetjiningsih, 1995 dalam Nugroho, 2012). Berdasarkan data WHO, di Amerika 3% dari penduduknya mengalami keterbelakangan mental, di Negara Belanda 2,6%, di Inggris 1-8%, di Asia ± 3% (Ekasari, 2010). Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, dari 222 juta penduduk Indonesia sebanyak 0,7% atau 2,8 juta jiwa adalah penyandang cacat, sedangkan populasi anak tuna grahita menempati angka paling besar dibanding dengan jumlah anak dengan keterbatasan lainnya. Pervelensi tuna grahita atau retardasi mental di Indonesia saat ini diperkirakan 1-3% dari jumlah penduduk di Indonesia. 1

2 Data penyandang cacat diperoleh dari Pusdatin Kesos 2009, mencatat bahwa jumlah penyandang retardasi mental sebesar 15,41%. Hal ini menunjukan bahwa penyandang retardasi mental termasuk jumlah kecacatan yang paling banyak dialami setelah cacat kaki (Aisya, 2012). Di Indonesia 1-3% penduduknya penderita mental. Empat insidennya sulit diketahui karena retardasi mental kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana kondisinya masih tahap ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10-14 tahun. Retardasi Mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Sholikin dalam, Ekasari, 2010). Di Ponorogo ada empat desa di kecamatan Jambon yang warganya mengalami cacat mental dan cacat fisik yaitu di desa Sidowayah tercacat 323 penderita cacat mental dan cacat fisik, sedangkan di desa krebet terdapat 150 penderita, dan di desa KarangPatihan, dan Desa Pandak Kecamatan Balong terdapat 300 penderita cacat mental dan cacat fisik (Dinkes Ponorogo, 2013). Retardasi Mental dinyatakan sebagai masalah yang pelik, terutama kurang dapat berkomunikasi sesuai dengan usianya. Seseorang yang mengalami retardasi mental tidak berkemampuan untuk mengerti situasi yang serius dan tidak dapat berperilaku sesuai dengan situasi hukum yang berlaku. Seseorang yang mengalami retardasi mental dalam hal berkomunikasi mengalami kesulitan karena perpendaharaan kata kata yang terbatas. Mereka mengalami kesulitan dalam kemampuan mambaca dan menulis. Dalam hal ini mereka juga mengalami kesulitan bertingkah laku sesuai dengan usianya, dan mereka lebih memilih anakanak yang usianya lebih rendah dari dirinya sebagai teman (Alimul 2005,dalam Ekasari, 2010). Orang yang mengalami keterlambatan mental akan mengalami kesulitan dalam hal beradaptasi, keluarga hendaknya sering mengajak komunikasi dan bergaul dan dibimbing tentang bagaimana cara memulai interaksi dengan orang lain. Salah satu cara untuk membentuk

3 proses adaptasi yang baik adalah dengan cara berkomunikasi sehingga dengan berkomunikasi itu pada penderita retardasi mental dapat memulai dirinya beradaptasi (Solikhin 2009, dalam Ekasari, 2010). Sulit untuk mengkategorikan masing-masing tingkat retardasi mental menurut rata-rata pencapaian individual. Seseorang dengan retardasi mental berat atau sangat berat cenderung memiliki keterampilan komunikasi formal yang sangat terbatas (tidak pernah berbicara lisan atau hanya mengeluarkan satu-dua kata) dan mungkin membutuhkan bantuan yang cukup banyak atau bahkan membutuhkan bantuan total untuk berpakaian, mandi dan makan. Tetapi, penderita diagnosis ini pun memiliki ketrampilan yang sangat beragam tergantung latihan dan dukungan yang diderikan kepada mereka (Nugroho, 2012). Untuk meningkatkan keterampilan pada anak RM, dibutuhkan motivasi belajar yang lebih intensif. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa keinginan berhasil, dorongan kebutuhan belajar, dan harapan akan cita-cita (Salmioah, 2010 ). Faktor ekstrinsik meliputi penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik yang bisa didapat dari keluarga. Sehingga diperlukan dukungan sosial untuk mengurangi beban yang dirasakan oleh keluarganya yang memiliki saudara yang terkena retardasi mental. Dimana kondisi keluarga yang memiliki anak yang memiliki gangguan retardasi mental memerlukan tenaga, pikiran dan biaya yang lebih besar dalam merawat anaknya sehingga membutuhkan bantuan dari orang lain untuk meringankan beban yang dirasakan (Salmioah, 2010 ). Deteksi dan stimulasi dini pada retardasi mental sangat membantu untuk memperkecil retardasi yang terjadi. Stimulasi dilakukan dengan berbagai cara, untuk stimulasi sensorik dan motorik dilakukan oleh seorang fosioterapi, untuk keterlambatan bicara perlu ditangani oleh seorang terapis, sedangkan untuk keterlambatan perkembangan mental perlu bantuan psikolog

4 atau psikiater (Markum, 1999 dalam Nugroho, 2012). Peran orang tua sangat dibutuhkan oleh anak-anak tersebut untuk mendapatkan arahan yang bijaksana dari orang tua. Sebagai contohnya orang tua dapat menanamkan pengertian pada anak, bahwa setiap manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. (Hurlock 1991 dalam Nugroho, 2012), menambahkan bahwa sikap positif orang tua terhadap anak yang memiliki keterbelakangan mental akan membantu anak mampu memandang dirinya secara realistis serta menilai kekuatan dan kelemahannya secara objektif. Bantuan-bantuan yang dapat diberikan oleh orang tua menurut Hallahan dan Kauffman (Wall, 1993) adalah bimbingan dan dukungan agar anak yang mengalami retardasi mental dapat hidup mandiri, meliputi dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penilaian, dan dukungan emosional. Diperlukan penanganan khusus dan keterlibatan orang tua agar anak retardasi mental dapat berkembang secara optimal, agar keluarga (orang tua) dapat berperan secara baik dan benar, maka mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan teknis melalui layanan konseling. Konseling dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan agar keluarga penderita mampu mengatasi beban psiko-sosial pada dirinya terlebih dahulu (Kuntjojo, 2009). Anak dengan retardasi mental merupakan anak dengan keterbatasan intelektual dan perilaku adaptif dimana keterbatasan intelektual ini mempengaruhi kemampuan perilaku seharihari, namun dengan anak retardasi mental masih memiliki potensi untuk dikembangkan untuk di didik secara terus menerus sehingga anak dengan retardasi mental masih dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk sosial yang dapat bekerja dan bermasyarakat dengan baik (Nuraisyah, 2012)

5 Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengetahui Bagaimana Peran Keluarga Dalam Merawat Anggota Keluarga Yang Menderita Retardasi Mental Di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo. 1.2 Rumusan masalah Dari latar belakang masalah, penulis dapat merumuskan masalah yaitu Bagaimana Peran Keluarga Dalam Merawat Anggota Keluarga Yang Mengalami Retardasi Mental Di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui bagaimana peran keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami retardasi mental di desa Karangpatihan, Kecamatan balong, Kabupaten Ponorogo. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui peran keluarga dalam merawat anggota keluarga retradasi mental 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan penelitian lebih lanjut sebagai dasar untuk lebih memantapkan dan memberikan informasi tentang peran keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami retardasi mental. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi lahan penelitian khususnya bagi masyarakat Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo. 1.4.2 Manfaat Praktis

6 Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan atau sumber data penelitian selanjutnya. Dan mendorong pihak yang berkepentingan untuk melakukan penelitian lebih lanjut, serta dapat diperlukan untuk menambah informasi dan mempersiapkan anggota keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami retardasi mental. 1.5 Keaslian Penulisan 1. Megaria Nur Aisya, 2012 Hubungan antara pengetahuan tentang retardasi mental dan penerimaan orang tua. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang retradasi mental dengan penerimaan orang tua yang memiliki anak retradasi mental. Hal tersebut ditunjukan koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,161 dengan taraf siknifikansi (p) sebesar 0,130 (p>0,05). Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis ditolak. Persamaan penelitian sama-sama meneliti retardasi mental, sedangkan perbedaan penelitian ini adalah hubungan dan peran 2. Sigit Nugroho, 2012 Peran Keluarga dalam memberikan motivasi belajar pada anak retardasi mental di SLB Pertiwi Ponorogo. Hasil penelitian terdapat 50 responden sebagian besar 28 atau (56%) memiliki peran baik, hal ini dipengaruhi oleh usia, pekerjaan, pendapatan atau klisifikasi mental. Hampir setengahnya 22 responden atau (44%) memiliki peran buruk, hal ini dipengeruhi oleh pendidikan dan sumber informasi. Persamaan penelitian ini sama-sama meneliti retardasi mental, sadangkan perbedaan penelitian ini adalah merawat retardasi mental dan motivasi belajar. 3. Yanti Ekasari, 2010 Adaptasi sosial anak Retradasi Mental di SLB Putra Idhata Desa Glonggong Dolopo Madiun. Hasil penelitian didapatkan dari 30 responden, retradasi

7 mental ringan, adaptasi sosial baik 55,55%, adaptasi sosial cukup 33,33%, adaptasi sosial kurang 11,11%. Retradasi mental sedang, adaptasi sosial cukup 16,65%. Retradasi mental berat adaptasi sosial kurang 42,9%. Retradasi mental sangat berat, adaptasi sosial kurang 100%. Persamaan penelitian ini sama-sama meneliti retardasi mental, sedangkan perbedaan penelitian ini adalah adaptasi sosial anak retardasi mental dan peran orangtua dalam merawat retardasi mental