berasal dari bakteri endofit tanaman sambung nyawa (Gynura procumbens)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme di Indonesia masih mengkhawatirkan kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. menyerang masyarakat disebabkan oleh berbagai miroba (Sintia, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia.

PEMANFAATAN JENIS POHON. (Avicennia spp.) SEBAGAI BAHAN

I. PENDAHULUAN. Bidang perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein

PENDAHULUAN. terdiri atas penyakit bakterial dan mikotik. Contoh penyakit bakterial yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan parasit, jamur, bakteri, dan virus. (Purwaningsih dan Taukhid,

BAB I PENDAHULUAN. ikan budidaya pada air tawar adalah penyakit Motil Aeromonas Septicemia (MAS)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kurang lebih pulau besar dan kecil, juga memiliki garis pantai terpanjang

BAB I PENDAHULUAN. artinya tumbuhan yang menempel pada tumbuhan lain, tetapi tidak hidup secara

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

ISOLASI, IDENTIFIKASI, DAN UJI ANTIMIKROBA SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI JAMUR ENDOFIT TUMBUHAN BRATAWALI (Tinospora crispa) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan

I. PENDAHULUAN. diramu sendiri dan memiliki efek samping merugikan yang lebih kecil

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber plasma nutfah yang bernilai tinggi. Sejak lama telah diketahui

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

bahan-bahan alami (Nascimento dkk., 2000).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ikan yang terinfeksi akan mati dan sulit untuk diobati. Sebagai ilustrasi pada tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Melihat besarnya potensi pengembangan perikanan budidaya serta. didukung peluang pasar internasional yang baik maka perikanan budidaya di

BAB I PENDAHULUAN. penyakit periodontitis (Asmawati, 2011). Ciri khas dari keadaan periodontitis yaitu gingiva kehilangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan keanekaragaman hayati dengan bermacam jenis spesies

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tanaman herbal sebagai alternatif pengganti obat masih sebagian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ke-20. Kemampuannya dalam menghasilkan senyawa antibiotik dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pengobatan tradisional sebagai alternatif lain pengobatan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora

I. PENDAHULUAN. ayam broiler. Ayam broiler merupakan jenis unggas yang berkarakteristik diantara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa yang dilakukan untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

antihelmintik, dan lain-lain (Absor, 2006). Komponen aktif yang bersifat

I. PENDAHULUAN. Non-nutritive feed additive merupakan suatu zat yang dicampurkan ke. dalam ransum ternak dengan bermacam-macam tujuan misalnya, memacu

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari

I. PENDAHULUAN. patin merupakan salah satu jenis ikan penghuni sungai-sungai besar. Jenis ikan

I. PENDAHULUAN. dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat-obatan tradisional khususnya tumbuh-tumbuhan untuk

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sebagai obat. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah

aeruginosa ATCC secara in vitro Pembuatan filtrat Streptomyces sp... 25

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara terbesar yang mengimpor bahan baku obat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk kesejahteraan manusia. Mikroba endofit merupakan mikrobia yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimanfaatkn untuk pengobatan tradisional (Arief Hariana, 2013).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. khususnya cabai merah (Capsicum annuum L.) banyak dipilih petani dikarenakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial dengan keanekaragaman hayati yang

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

I. PENDAHULUAN. merupakan bentuk pengobatan tertua di dunia. Setiap budaya di dunia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. menjaga keseimbangan ekosistem perairan (Komarawidjaja, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. cara menimbang bahan yang akan diekstraksi lalu mencampur bahan dengan air

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang terus meningkat. Segala upaya untuk meningkatkan produksi selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susadi Nario Saputra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pertiga bagian wilayahnya berupa lautan sehingga memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN. dengan defisiensi sekresi dan atau sekresi insulin (Nugroho, 2012). Organisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

I. PENDAHULUAN. pangan, pakan, pertanian, kesehatan, biokimia, genetika, dan biologi molekuler

AKTIVITAS ANTIMIKROBIA DAUN MANGGA (Mangifera indica L.) TERHADAP Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus. SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus)

BAB I PENDAHULUAN. folikel rambut dan pori-pori kulit sehingga terjadi peradangan pada kulit.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan dan pencarian sumber senyawa bioaktif terus menerus dilakukan seiring dengan makin banyaknya penyakit-penyakit baru yang bermunculan, mulai dari penyakit infeksi, kanker, dan beberapa penyakit berbahaya lainnya. Senyawa bioaktif dapat diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya dari tumbuhan, hewan, mikroba dan organisme laut (Prihatiningtias dan Sri 2011). Tanaman mangrove merupakan salah satu tanaman pesisir yang memiliki kandungan metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Tanaman mangrove diketahui memiliki manfaat yang sangat banyak. Kandungan metabolit sekunder yang dimiliki tanaman mangrove memiliki kemampuan sebagai bahan antimikroba, antimalaria, antikanker, antioksidan, dll. Mangrove jenis Avicennia spp. diketahui memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder berupa saponin, alkaloid, tannin, flavonoid, triterpenoid, fenolik dan glikosida yang dapat dimanfaatkan sebagai antibiotik, antiradang, antimikroba, dan sitotoksik (Darminto dkk 2009). Hasil skrining awal potensi senyawa metabolit sekunder yang dimiliki oleh mangrove Avicennia spp. dapat dijadikan landasan bahwa kemungkinan terjadi transfer genetik antara mangrove Avicennia marina sebagai inangnya dengan mikroba yang hidup di dalam jaringan batangnya (Tan & Zoe 2001 dalam Prihatiningtias dan Sri 2011). Bakteri endofit merupakan bakteri yang hidup di dalam jaringan organisme lain. Bakteri endofit merupakan salah satu langkah sumberdaya yang dapat dikembangkan dalam pencarian sumber bahan aktif baru yang berasal dari mikroorganisme. Upaya pencarian bahan aktif yang berasal dari bakteri endofit sejauh ini dilakukan hanya pada tumbuhan darat seperti bakteri endofit PR-3 yang berasal dari tanaman Pare (momordica charantia) (Pujiyanto dan Ferniah 2010), bakteri endofit Ps. pseudomallei, B. mycoides, dan K. ozaenae yang berasal dari tanaman Pulai (Alstonia scholaris) (Fatiqin 2009) dan juga daya antimikroba yang berasal dari bakteri endofit tanaman sambung nyawa (Gynura procumbens) 1

2 (Simamarta dkk 2007). Sedangkan Utami dkk (2008), melakukan pencarian sumber senyawa aktif antimikroba yang berasal dari bakteri endofit Bacillus meganterium dan Hafnia alvei mangrove jenis Bruguiera gymnorrhiza. Tumbuhan sebagai inang mikroba endofit harus memiliki proses seleksi tertentu berdasarkan pengaruh lingkungannya, umur dan sejarah tumbuhan inang, serta berdasarkan penggunaan tumbuhan inang secara etnobotani (Castillo et al., 2002 dalam Prihatiningtias dan Sri 2011). Mangrove Avicennia marina sebagai tanaman inang dari bakteri endofit, telah memiliki syarat baik berdasarkan pengaruh lingkungan yaitu mampu bertahan hidup dalam lingkungan dengan kadar salinitas tinggi karena selalu terendam air laut, serta telah memiliki sejarah secara etnobotani dengan menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang dimanfaatkan sebagai antibakteri, anti inflamasi, antioksidan, antivirus (Wibowo dkk 2009). Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar. Selain itu, mikroba endofit yang tumbuh pada tumbuhan hutan hujan tropis memiliki potensi yang luar biasa sebagai sumber senyawa bioaktif berupa metabolit sekunder seperti alkaloid terpen, steroid, flavonoid, kuinon, fenol dan lain sebagainya (Tan & Zoe 2001 dalam Prihatiningtias dan Sri 2011). Selain itu, keunggulan mikroba endofit sebagai sumber senyawa bioaktif baru adalah siklus hidup mikroba endofit yang singkat dan senyawa-senyawa yang dihasilkan dapat diproduksi dalam skala besar melalui proses fermentasi. Isolasi senyawa bioaktif dari tumbuhan banyak menemui kendala dikarenakan jumlahnya yang terbatas dan siklus hidup tumbuhan yang relatif lama. Oleh karena itu, mikroba endofit memiliki prospek yang baik dalam penemuan senyawa-senyawa baru salah satunya sebagai penghasil antibiotik (Prihatiningtias dan Sri 2011). Pencarian sumber antibiotik baru terus dilakukan seiring dengan berkembangnya resistensi mikroorganisme serta sifat toksisitas yang ditimbulkan oleh antibiotik sintetik. Penggunaan semua jenis antibiotik dalam industri budidaya perikanan tidak dianjurkan. Departemen Kelautan dan Perikanan telah

3 mengeluarkan 11 jenis antibiotik yang dilarang digunakan dalam praktek budidaya perikanan (secara langsung maupun lewat pakan), yaitu nitrofuran, furazolidone, ronidozol, dapson, chloramphenicol, cholchicin, chlorpromazin, chloroform, dimeltidazol, metronidazol, dan aristolochia. Kasus terbaru adalah kontaminasi nitrofuran yang juga dialami oleh udang yang diekspor dari beberapa negara seperti Thailand, Vietnam, Bangladesh, India termasuk Indonesia ke negara-negara Uni Eropa. (Saprianto 2002). Pelarangan penggunaan antibiotik tersebut tentunya dengan beberapa alasan karena antibiotik sintetis akan menambah penyakit patogenik dan meningkatnya resistensi bakteri patogen terhadap bahan kimia (antibiotik). Pencarian sumber hayati baru yang dapat menghasilkan antibiotik dapat menggantikan antibiotik yang telah dilarang oleh pemerintah dalam peredarannya. Oleh karena itu, salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah dengan pencarian sumber bahan hayati lain seperti mikroba yang bersimbiosis di dalam jaringan tanaman mangrove untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang sama tanpa harus mengorbankan tanaman inangnya. 1.2 Identifikasi Masalah 1. Apakah terdapat bakteri endofit di dalam batang mangrove Avicennia marina? 2. Apakah senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh bakteri endofit yang tumbuh pada batang mangrove Avicennia marina dapat digunakan sebagai alternatif sumber antibiotik? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui dan mengidentifikasi keberadaan bakteri endofit yang terdapat dalam jaringan batang Avicennia marina 2. Melihat efektivitas antibiotik dari bakteri endofit dibandingkan dengan mangrove Avicennia marina sebagai inangnya

4 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Dapat memberikan informasi jenis bakteri endofit pada Avicennia marina yang dapat menghasilkan antibiotik 2. Mengetahui potensi bakteri tersebut sebagai penghasil antibiotik 1.5 Kerangka Pemikiran Salah satu masalah yang sering menghambat budidaya ikan adalah munculnya penyakit, antara lain disebabkan oleh parasit (Bunga dkk 2009 dalam Wiyatno dkk 2012). Parasit yang timbul dalam kegiatan budidaya dikarenakan oleh ketidakseimbangan interaksi antara faktor lingkungan, inang, dan agen penyakit. Faktor lingkungan dalam hal ini dapat berperan sebagai pemicu terjadinya stres bagi inang akibat perubahan fisik, kimia, dan biologis lingkungan tersebut sehingga daya tahan tubuh menurun dan menjadi rentan terhadap serangan penyakit (Irianto 2003 dalam Wiyatno dkk 2012). Parasit merupakan organisme yang hidup pada atau di dalam organisme lain dan mengambil makanan dari organisme yang ditumpanginya untuk berkembang biak (Subekti dan Mahasri 2010 dalam Wiyatno dkk 2012). Parasit dapat merugikan inangnya karena mengambil makanan pada tubuh inangnya selain itu, parasit adalah suatu organisme yang mengambil bahan untuk kebutuhan metabolismenya (makanan) dari tubuh inangnya dan merugikan bagi inang tersebut. Sehingga parasit tidak dapat hidup lama di luar tubuh inangnya (Alifuddin 2004 dalam Wiyatno dkk 2012). Parasit yang menginfeksi suatu organisme tentunya akan berdampak merugikan bagi pembudidaya. Untuk mengatasi timbulnya dampak berkepanjangan dari parasit, para pengelola budidaya perikanan biasanya menggunakan antibiotik yang beredar di pasaran untuk dicampurkan dengan pakan. Pengembangan antibiotik baru dalam dunia perikanan penting dilakukan hal ini karena Departemen Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan 11 jenis antibiotik yang dilarang digunakan dalam praktek budidaya perikanan (secara langsung maupun lewat pakan). Penyakit yang timbul dalam usaha akuakultur tentunya akan sangat merugikan bagi para pembudidaya (Saprianto 2002).

5 Sampai sejauh ini, tindakan pengobatan dilakukan melalui pemberian bahan kimia dan antibiotik. Meskipun kebanyakan tidak efektif karena pemberian antibiotik akan menimbulkan resistensi dan pemberian bahan kimia berpotensi meracuni ikan. Penanganan ikan yang terkena bakteri biasanya ditanggulangi melalui pemberian antibiotika (quinolone atau tetracycline) dengan dosis pengobatan. Pemberian antibiotik tersebut seringkali tidak efektif jika diberikan langsung di kolam karena salah satunya takaran dosis yang tidak tepat. Sedangkan pemberian antibiotika dalam pakan dengan dosis preventif yang dilakukan dalam jangka panjang menimbulkan resistensi dan belum lagi memperhitungkan dampak residu dalam daging. Oleh sebab itu upaya pencarian bahan aktif yang bersifat alami dapat dijadikan sebagai salah satu upaya memelihara dan memperbaiki kesehatan air yang secara tidak langsung akan meningkatkan kesehatan ikan budidaya. Ekosistem mangrove merupakan suatu ekosistem yang unik dimana wilayah ekosistem ini masih dipengaruhi oleh faktor darat dan juga faktor dari laut. Hutan mangrove merupakan sumberdaya yang terbarukan (renewable resource) yang mempunyai keanekaragaman hayati (flora dan fauna) yang cukup tinggi. Sifat multifungsi dari ekosistem mangrove sebagai penstabilitas lingkungan dan juga tempat tinggal dari beberapa biota perairan (breeding, nursery, feeding ground) menjadikan ekosistem ini memiliki potensi keanekaragaman yang tinggi (Wibowo dkk 2009). Salah satu jenis mangrove yang memiliki tingkat kekhasan yang tinggi adalah pohon api-api (Avicennia marina) yang juga merupakan jenis mangrove sejati dan pionir. Mangrove api-api merupakan tumbuhan paling luar dari zonasi mangrove yang hidup pada substrat pasir berlumpur dengan kadar salinitas yang cukup tinggi karena hidup selalu terendam air laut. Sejak dahulu upaya pencarian bahan aktif yang berasal dari mangrove telah lama dilakukan. Sejumlah senyawa aktif yang berasal dari mangrove telah diketahui diantaranya saponin, alkaloid, tannin, flavonoid, triterpenoid, fenolik dan glikosida. Hasil skrining awal potensi Avicennia spp. tersebut juga telah dimanfaatkan sebagai antibiotik, antiradang, antimikroba, dan sitotoksik

6 (Darminto dkk 2009). Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap aktivitas pohon mangrove diantaranya (Darminto dkk 2009) : 1) Kandungan saponin triterpenoid dari Acanthus illicifolius menunjukkan aktivitas leukimia, paralysis, asma, rematik serta anti peradangan; dan alkaloid dari Antrioleks vesicaria juga berkhasiat sebagai senyawa bakterisida (Purnobasuki 2004). 2) Penelitian terhadap ekstrak metanol dari batang tumbuhan bakau jenis Rhizophora spp. mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji Vibrio harveyi dan A. hydrophyla (Alimuddin 2006). 3) Ekstrak metanol dari pelepah nipah juga mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji (inhibition zone) (Alimuddin dan Henny Linda, 2007). Berdasarkan uraian tersebut menunjukkan potensi tanaman mangrove untuk diarahkan dalam mengkaji pemanfaatan sumber daya laut yang berpotensi farmakologik. Avicennia marina juga merupakan salah satu jenis mangrove yang telah banyak digunakan oleh masyarakat pesisir sebagai pakan ternak (daun), sayuran, dan makanan (biji dan buah), obat-obatan (getah) untuk antifertilitas/mencegah kehamilan, salep dari biji untuk obat penyakit cacar/penyembuh luka, dan abu kayu untuk sabun cuci (Wibowo dkk 2009). Kulit batang Avicennia mempunyai khasiat terhadap penurunan produksi hormon seksual (afrodisiaka) dan juga sering digunakan sebagai antifertilitas (Burkill 1935 dalam Yusuf 2010). Sedangkan di dalam masyarakat Jawa dan Bali, mangrove api-api ini telah banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup sehari-hari, diantaranya pemanfaatan kayu bakar untuk mengasapi ikan. Hal ini karena kayu Avicennia sp. memiliki bau yang khas dan sedap (Yusuf 2010). Selain itu, Paramudhita 2012, menyatakan bahwa batang mangrove Avicennia memiliki kadar air sebesar 55%, kadar abu sebesar 6,7%, kadar lemak sebesar 0,8%, dan kadar protein sebesar 2,9115 % serta positif mengandung fenol hidrokuinon, ninhidrin, steroid, flavonoid, dan tanin. Dengan demikian, daya anti bakteri ekstrak kulit batang dan tumbuhan Avicennia sp. sebagai salah satu spesis tumbuhan mangrove dapat diujikan terhadap salah satu

7 jenis bakteri patogen. Batang dari Avicennia marina mempunyai cabang-cabang horizontal yang menunjukkan pertumbuhan yang terus-menerus tetapi pemanfaatan secara terus menerus tanpa upaya rehabilitasi tentunya akan berdampak negatif bagi keseimbangan ekosistem mangrove dan lingkungannya. Maka dari itu perlu dilakukan alternatif pencarian sumber senyawa aktif dengan manfaat yang sama tetapi sumber yang jauh lebih ramah lingkungan. Salah satu sumber senyawa aktif yang belum dimanfaatkan adalah pencarian bahan aktif yang berasal dari mikroba endofit tanaman mangrove. Mikroba endofit merupakan mikroorganisme yang tumbuh dalam jaringan tumbuhan. Mikroba endofit dapat diisolasi dari jaringan akar, batang dan daun. Mikroba endofit dapat menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi obat. Mikrobia endofit memiliki potensi yang besar dalam pencarian sumber-sumber obat baru. Hal ini karena mikroba merupakan organisme yang mudah ditumbuhkan, memiliki siklus hidup yang pendek dan dapat menghasilkan jumlah senyawa bioaktif dalam jumlah besar dengan metode fermentasi (Prihatiningtias dan Sri 2011). Mikroba endofit dapat ditemukan hampir di semua tumbuhan di muka bumi ini, dan merupakan mikroba yang tumbuh di dalam jaringan tumbuhan. Mikroba endofit dapat diisolasi dari akar, batang dan daun suatu tumbuhan. Bakteri dan fungi adalah jenis mikroba yang umum ditemukan sebagai mikroba endofit, akan tetapi yang banyak diisolasi adalah golongan fungi. Hubungan antara mikroba endofit dan inangnya dapat berbentuk simbiosis mutualisme sampai hubungan yang patogenik (Strobel, 2003 dalam Prihatiningtias dan Sri 2011). Hubungan simbiosis mutualisme ditandai dengan hubungan yang saling menguntungkan antara mikroba endofit dan tumbuhan inangnya. Mikroba endofit dapat melindungi tumbuhan inang dari serangan patogen dengan senyawa yang dikeluarkan oleh mikroba endofit. Senyawa yang dikeluarkan mikroba endofit berupa senyawa metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif dan dapat berfungsi untuk membunuh patogen. Tumbuhan inang menyediakan nutrisi yang

8 dibutuhkan oleh mikroba endofit untuk melengkapi siklus hidupnya (Prihatiningtias dan Sri 2011). Pada penelitian terbaru Wibowo dkk (2009) dilakukan pengkajian yang memanfaatkan pohon magrove Avicennia spp. sebagai bahan pangan dan obat. Hasilnya menyebutkan bahwa Avicennia spp. memiliki kandungan senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, tannin, dan saponin yang dapat dimanfaatkan sebagai senyawa potensial bahan baku industri obat-obatan seperti antibakteri, antiinflamasi, antioksidan, antivirus dll. Sedangkan untuk mikroba endofit menjanjikan dalam penemuan obat-obat baru, karena senyawa-senyawa bioaktif yang dikandungnya. Mikroba endofit mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, terpen, steroid, flavonoid, kuinon, fenol dan lain sebagainya. Senyawa-senyawa ini sebagian besar mempunyai potensi yang besar sebagai senyawa bioaktif (Prihatiningtias dan Sri 2011). Menurut Tan & Zou (2000) dalam Prihatiningtias dan Sri (2011), mikroba endofit memang dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang karakternya mirip atau sama dengan inangnya. Hal ini disebabkan adanya pertukaran genetik yang terjadi antara inang dan mikroba endofit secara evolusioner. Mikroba endofit terutama yang hidup di lingkungan yang spesifik atau bahkan di lingkungan yang tidak umum sering digunakan sebagai sumber penemuan senyawa bioaktif baru. Beberapa tumbuhan dapat menurunkan senyawa bioaktif yang dikandungnya kepada mikroba endofit yang tumbuh dalam jaringannya, sehingga mikroba endofit tersebut dapat menghasilkan senyawa yang sama dengan inangnya. Bakteri sendiri memainkan peran penting dalam ekosistem mangrove. Keberadaan dan keanekaragaman bakteri dalam ekosistem mangrove dipengaruhi oleh faktor salinitas, ph, fisik, iklim, vegetasi, nutrisi dan lokasi. Diketahui beberapa bakteri fotosintesis memainkan peranan dalam ekosistem mangrove melalui proses fotosintesis, fiksasi nitrogen, metanogenesis, produksi enzim dan penghasil antibiotik (Lyla dan Ajmal 2006). Selain bersifat menguntungkan dalam ekosistem mangrove, tidak sedikit juga bakteri yang bersifat merugikan. Bakteri yang merugikan bersifat patogen yakni dapat mengacaukan fisiologi normal hewan atau tumbuhan maupun menginfeksi organisme uniselular.

9 Pemanfaatan mikroba endofit sebagai sumber senyawa potensial penghasil antibiotik akan sangat menguntungkan baik untuk keberadaan ekosistem mangrove Avicennia marina dan juga sebagai bahan pengembangan bioteknologi bahan aktif dari laut sebagai sumber antibiotik baru. Pada penelitian Haniah 2008, menyebutkan bahwa dari 9 isolat jamur endofit berhasil diisolasi dari daun sirih (P. betel L) dan memperlihatkan bahwa semua isolat dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus sebesar 31,76 mm dan bakteri E. coli sebesar 23,44 mm. Pada isolasi bakteri endofit yang berasal dari daun dan kulit tanaman pulai (Alstonia scholaris) disebutkan memiliki potensi menghasilkan senyawa senyawa antibakteri terhadap bakteri S. aureus dengan rata-rata menghasilkan zona hambat sebesar 1-3 mm (Fatiqin 2009). Bakteri endofit yang berasal dari tanaman kedelai mampu mengendalikan penyakit busuk pada tanaman dengan besarnya penghambatan 9-12% (Tarigan dan Kuswandi 2012). Berdasarkan penjabaran kerangka pemikiran diatas maka dapat disederhanakan dalam Gambar 1. Penyakit pada Ikan Daya tahan tubuh menurun dan menjadi rentan terhadap serangan penyakit Berdampak merugikan bagi pembudidaya Mangrove Pemanfaatan secara terus menerus tanpa rehabilitasi akan mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem Memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder yang dapat digunakan sebagai antibiotik, antiradang, antiinflamasi Bakteri Endofit Penghasil Antibiotik Bakteri yang hidup / berada dalam jaringan organisme Diharapkan terjadi transfer genetik sehingga memiliki potensi yang sama seperti organisme inangnya Antibiotik sintentik cenderung bersifat lebih berbahaya Antibiotik alami belum banyak dikembangkan Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran

10 1.6 Hipotesis Mangrove Avicennia marina telah diketahui memiliki potensi metabolit sekunder sebagai antibiotik terhadap bakteri Vibrio harveyi dan Staphylococcus aureus, maka diduga bakteri endofit yang berasal dari Avicennia marina akan memiliki potensi metabolit sekunder sebagai antibiotik yang sama seperti tanaman inangnya (mangrove Avicennia marina)