PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK TEGAL DAN MOJOSARI : I. AWAL PERTUMBUHAN DAN AWAL BERTELUR

dokumen-dokumen yang mirip
PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI : PERIODE AWAL BERTELUR

Heterosis Persilangan Itik Tegal dan Mojosari pada Kondisi Sub-Optimal

INTERAKSI ANTARA BANGSA ITIK DAN KUALITAS RANSUM PADA PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR ITIK LOKAL

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal

PRODUKSI TELUR PERSILANGAN ITIK MOJOSARI DAN ALABIO SEBAGAI BIBIT NIAGA UNGGULAN ITIK PETELUR

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN

Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1998 ABSTRAK

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN

Gambar 1. Itik Alabio

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

Performa, Persentase Karkas dan Nilai Heterosis Itik Alabio, Cihateup dan Hasil Persilangannya pada Umur Delapan Minggu

SELEKSI AWAL BIBIT INDUK ITIK LOKAL

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari dara

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN ITIK BALI SEBAGAI SUMBER PLASMA NUTFAH TERNAK (GROWTH CHARACTERISTICS OF BALI DUCK AS A SOURCE OF GERMPLASM) ABSTRACT

Bibit niaga (final stock) itik Alabio meri umur sehari

PERSILANGAN AYAM PELUNG JANTAN X KAMPUNG BETINA HASIL SELEKSI GENERASI KEDUA (G2)

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA ABTRACT ABTRAK

Model Regresi Pertumbuhan Dua Generasi Populasi Terseleksi Itik Alabio

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR ITIK PERSILANGAN PEKING X ALABIO (PA) DAN PEKING X MOJOSARI (PM) YANG DIINSEMINASI ENTOK JANTAN

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN

PRODUKTIVITAS ITIK ALABIO DAN MOJOSARI SELAMA 40 MINGGU DARI UMUR MINGGU

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

Performans Produksi Telur Itik Talang Benih pada Fase Produksi Kedua Melalui Force Moulting

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Pendugaan Parameter Genetik Bobot Hidup Itik Alabio dan Mojosari pada Periode Starter

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

OPTIMALISASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERNAK AYAM LOKAL PENGHASIL DAGING DAN TELUR

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas Terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari x Alabio (MA): 2. Masa Bertelur Fase Kedua Umur Minggu

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

PENGARUH UMUR DAN BOBOT TELUR ITIK LOKAL TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS, KUALITAS TETAS DAN BOBOT TETAS

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

L. HARDI PRASETYO : Siralegi dan Peluang Pengembangan Pembibitan Ternak ilik usahanya dengan orientasi skala komersial. HARDJOSWORO et al. (2002) meny

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK. Muharlien

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR HASIL PERSILANGAN ANTARA PUYUH ASAL BENGKULU, PADANG DAN YOGYAKARTA

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

KELENTURAN FENOTIPIK SIFAT-SIFAT REPRODUKSI ITIK MOJOSARI, TEGAL, DAN PERSILANGAN TEGAL-MOJOSARI SEBAGAI RESPON TERHADAP AFLATOKSIN DALAM RANSUM

PERBANDINGAN PRODUKTIVITAS ITIK MOJOSARI DAN ITIK LOKAL PADA PEMELIHARAAN SECARA INTENSIF DI DKI JAKARTA

PENGARUH BERBAGAI TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN ITIK JANTAN LOKAL DAN SILANGANNYA

PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

KINERJA PEMBESARAN ITIK MA SIAP TELUR DI PEDESAAN

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (Ma): 1. Masa Bertelur Fase Pertama Umur Minggu

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Kususiyah, Urip Santoso, dan Rian Etrias

KERAGAAN PRODUKSI TELUR PADA SENTRA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITAS UNGGULAN (SPAKU) ITIK ALABIO DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA, KALIMANTAN SELATAN

Kajian Karakteristik Biologis Itik Pegagan Sumatera Selatan. Study on the Biological Characteristics of Pegagan Duck

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

Pendugaan heritabilitas rill (realized heritability) dan kemajuan genetik produksi telur itik mojosari

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 360/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PELEPASAN GALUR ITIK ALABIMASTER-1 AGRINAK

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama

Dudi Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

ABSTRAK. Kata kunci: Morfologi, korelasi, performans reproduksi, itik Tegal, seleksi ABSTRACT

USAHA PEMBESARAN ITIK JANTAN DI TINGKAT PETANI DENGAN PENINGKATAN EFISIENSI PAKAN

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Performan Puyuh Local Asal Payakumbuh, Bengkulu dan Hasil Persilangannya

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner ARGONO R. SET10K0 1 dan ISTIANA 2

PENDUGAAN UMUR BERDASARKAN PERGANTIAN BULU PADA ITIK BETINA LOKAL PERIODE INDUKAN SKRIPSI NOVI GIANTI LOKOLLO

OPTIMALISASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERNAK AYAM LOKAL PENGHASIL DAGING DAN TELUR

SKRIPSI BERAT HIDUP, BERAT KARKAS DAN PERSENTASE KARKAS, GIBLET

PROGRAM SELEKSI ITIK MAGELANG PADA VILLAGE BREEDING CENTRE : Pembuatan populasi dasar dan program seleksi

PRODUKTIVITAS ITIK SILANG MA DI CIAWI DAN CIREBON PENDAHULUAN

ITIK MOJOMASTER-1 AGRINAK

PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Rodalon

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

POTENSI PRODUKSI ITIK TURI DI WILAYAH PANTAI SELATAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Transkripsi:

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK TEGAL DAN MOJOSARI : I. AWAL PERTUMBUHAN DAN AWAL BERTELUR L. HARDI PRASETYo dan TRIANA SUSANTI Balai Penelitian Ternak P.O. Box 121, Bogor 16002, Indonesia (Diterima dewan redaksi 8 Maret 1907) ABSTRACT PRASETYO, L.H. and T. SUSANTI. 1997. Reciprocal crossing between Tegal and Mojosari ducks : I. Early gowth and early egg production. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 2 (3) : 152-156. In!ndonesia, duck farming plays an important role in meeting the demand for eggs and as an alternative source of income for small farmers. However, the production efficiency of duck farming is still very low because of small ownership and low quality of breeding stock. One way ofimproving the quality of breeding stock is by using crossbreds from various breeds of local ducks to exploit heterosis which may arise from the crossings. In order to test the performance oftegal and Mojosari crossbreds, 250 ducks each of Mojosari and Tegal breeds were used and crossed to produce TT (Tegal x Tegal), TM (Tegal x Mojosari), MT (Mojosari x Tegal), and MM (Mojosari x Mojosari). In this report, observations were taken only during the early gowth and the first egg laying. Results show that crossbreds between Mojosari and Tegal did not show any superiority to the parental breeds on young drakes at early gowth, while on young female ducks, the crossbred TM even showed a smaller body weight gain up to 8 weeks, although still similar to MM. The crossbred MT approached the performance of TT which is higher than TM or MM. This indicates a strong maternal effect, which was also confirmed by the findings on the age at first laying. In this early stage of gowth, there is no significant heterosis among the crossbreds. This confirms that these duck breeds can not be expected as meat producers. Observation of heterosis on components of egg production will describe more of the production potentials of these breeds. Keywords : Duck, crossbreeding ABSTRAK PRASETYO, L.H. dan T. SUSANTI. 1997. Persilangan timbal balik antara itik Tegal dan Mojosari : I. Awal pertumbuhan dan awal bertelur. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 2 (3): 152-156. Di Indonesia, usaha Trnak itik mempunyai peran yang cukup penting dalam memenuhi kebutuhan telur konsumsi dan sebagai sumber pendapatan petani kecil. Namun demikian, efisiensi produksi usaha Trnak itik masih relatif rendah karena skala pemilikan yang kecil dan karena kualitas bibit yang belum baik. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas bibit adalah dengan menggunakan hasil persilangan di antara jenis-jenis itik lokal yang ada untuk memanfaatkan heterosis yang mungkin timbul pada hasil persilangan. Untuk tujuan pengujian kinerja hasil persilangan ini diuunakan 250 ekor itik Mojosari dan 250 ekor itik Tegal untuk menghasilkan keturunan TT (Tegal x Tegal), TM (Tegal x Mojosari), MT (Mojosari x Tegal) dan MM (Mojosari x Mojosari). Dalam tulisan ini disajikan pengamatan terhadap pertumbuhan awal dan saat pertama bertelur. Hasil persilangan itik Mojosari dan Tegal belum menunjukkan keunggulan dibandingkan dengan jenis tetuanya pada itik jantan terutama pada awal pertumbuhan, sedangkan pada itik betina muda, hasil persilangan TM malah menunjukkan pertambahan bobot badan yang lebih kecil sampai umur 8 minggu, walaupun masih mendekati itik Mojosari. Hasil persilangan MT mendekati kinera TT yang lebih tinggi dari TM ataupun MM. Hal ini memberi indikasi adanya pengaruh maternal yang kuat, dan ini juga didukung oleh perbandingan dalam umur pertama bertelur. Pada tahap awal ini, belum terlihat adanya heterosis pada hasil persilangan, yang mempertegas pendapat bahwa jenisjenis itik petelur ini tidak bisa diharapkan sebagai itik pedaging. Perbandingan pada sifat-sifat produksi telur akan menggambarkan potensi produksi galur-galur itik ini. Kata kunci : Itik, persilangan PENDAHULUAN Temak itik merupakan salah satu komponen penting dalam sistem usahatani para petani kecil di beberapa daerah di Indonesia, sebagai salah satu sumber pendapatan tunai bagi keluarga. Berbagai jenis itik lokal telah dikenal di Indonesia, dengan penyebaran yang cukup luas di berbagai propinsi. Namun, pada umumnya ternak itik masih dipelihara secara tradisional dengan tingkat produktivitas yang relatif rendah, terutama sebagai penghasil telur. Dari hasil monitoring, SETioKO et al. (1994) melaporkan bahwa hanya sekitar 20% dari itik Tegal mampu berproduksi di atas 65%, bahkan separuhnya hanya bertelur kurang dari 20%. Berbagai jenis atau galur itik lokal telah dikenal di Indonesia, walaupun pengelompokan dan penamaan jenisjenis tersebut terutama didasarkan hanya pada lokasi geogafis dan sifat-sifat morfologis (HETZEL, 1986). Itik Alabio yang merupakan itik asli dari Kalimantan Selatan secara fenotipik berbeda dengan jenisjenis itik yang lain dan sangat seragam. Itik di Sumatera Utara juga tampak sangat berbeda dengan jenis lain, tapi tidak seragam seperti pada Alabio. Di Jawa dan Bali juga terdapat berbagai jenis itik, seperti telah diuraikan oleh Roi3INSON (1977), dan jenisjenis tersebut agak mirip satu dengan yang lain kecuali pada itik Bali yang menghasilkan telur dengan kerabang putih. Kenyataan ini menunjukkan adanya keragaman genetik 152

Jurna111mu Ternak dan Veteriner Vol. 2 No. 3 Th. 1997 Yang cukup besar serta ketersediaannya berbagai sumber daya genetik itik lokal di Indonesia. Upaya perbaikan produktivitas dapat dilakukan terhadap faktor-faktor genetik dan non-genetik serta upaya perbaikan genetik melalui kawin silang telah umum digunakan dalam industri petemakan sebagai alat untuk memanfaatkan heterosis, jika fenotip yang dikehendaki merupakan kombinasi dari galur-galur yang ada, atau untuk memperbaiki efisiensi produksi melalui penggunaan galur tetua jantan atau betina yang spesifik. Heterosis adalah rataan keunggulan keturunap dibandingkan dengan rataan kedua galur tetuanya, sebagai akibat dari perbedaan frekuensi gen di antara tetuanya dan adanya efek dominan dan/atau epistasis (FALCONER, 1981). Dalam ulasannya, SHERIDAN (1981) mengatakan bahwa istilah heterosis digunakan untuk menggambarkan keunggulan keturtman kawin silang terhadap tetuanya, tanpa memperhatikan penyebabnya. Oleh karena itu, heterosis hendaknya diukur relatif terhadap rataan tetuanya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa persilangan di antara galur itik lokal di Indonesia menunjukkan heterosis yang cukup nyata (GUNAWAN, 1987 ; HETZEL, 1983a), dalam produksi telur. Dalam penelitian tersebut digunakan galur Alabio, Tegal dan satu galur impor Khaki Campbell. Sementara itu, satu galur lain yang sudah cukup dikenal petemak dan dengan penyebaran yang cukup luas, itik Mojosari, belum banyak diketahui tentang kinerja produksinya dan juga tentang terjadinya heterosis yang nyata jika disilangkan dengan itik Tegal atau Alabio. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kinerja persilangan antara itik Tegal dan itik Mojosari yang berdasarkan analisis polimorfisme protein mempunyai jarak sedang. Dalam tulisan ini disajikan perbandingan antara hasil persilangan pada awal pertumbuhan dan awal bertelur. MATERI DAN METODE Sejumlah 250 ekor itik Mojosari dan 250 ekor itik Tegal, masing-masing terdiri dari 200 ekor betina dan 50 ekor jantan, disilangkan baik antar galur maupun dalam galur untuk menghasilkan empat kelompok genotip berikut Tegal jantan x Tegal betina TT Tegal jantan x Mojosari betina TM Mojosari jantan x Tegal betina MT Mojosari jantan x Mojosari betina MM Pada masing-masing galur tetua, 100 ekor betina dikawinkan dengan pejantan dari galur yang sama dan 100 ekor betina yang lain dikawinkan dengan pejantan dari galur yang lain. Perkawinan dilakukan dengan inseminasi buatan yang dalam hal ini semen dari pejantan dalam masing-masing galur diambil secara acak dan di pool, dan kemudian diinseminasikan kepada betina sesuai dengan pengaturan di atas. Inseminasi dilaksanakan dua kali per minggu sampai jumlah anak itik yang diinginkan terpenuhi. Penelitian dilaksanakan di Balai Penelitian Temak, Ciawi, dengan ketinggian sekitar 500 m dari permukaan laut. Itik Tegal diperoleh dari kelompok itik yang telah ada di Balai, sedangkan itik Mojosari dibeli dari daerah Mojosari (Jawa Timur) dengan umur berkisar sekitar 2-4 bulan. Itik Mojosari dewasa dipertahankan sampai diperoleh informasi produksi telur satu tahun. Penetasan telur dilakukan setiap pengumpulan telur 1 minggu. Anak itik yang bare menetas dipelihara dalam kandang brooder selama satu bulan, kemudian dipindahkan ke kandang lantai sampai umur 8 minggu. Setelah itu, itik dipindahkan ke kandang individu untuk pengamatan produksi telur selama masa produksi. Untuk keempat kelompok genotip, setiap kelompok terdiri dari 5 ekor jantan dengan 5 ulangan dan 10 ekor betina dengan 10 ulangan. Pengamatan terhadap keempat kelompok genotip dilakukan selama masa pertumbuhan yang mencakup pertambahan bobot badan (PBB), konsumsi pakan dan konversi pakan, sampai umur 8 minggu, serta masa awal bertelur yang mencakup umur pertama bertelur dan bobot telur pertama. Selama masa pertumbuhan, keempat kelompok genotip diberi pakan dan minum ad libitum, dengan pakan yang mengandung (16% protein dan 2.500 kkal/kg energi termetabolis) dan komposisi seperti tertera pada Tabel 1. Sementara itu, terhadap itik Mojosari dewasa, pengamatan produksi telur terus dilakukan untuk mengetahui kinerja itik Mojosari sampai masa produksi setahun. Komposisi pakan untuk itik Mojosari dewasa selama masa produksi telur mempunyai kandungan 18% protein dan 2.750 kkal/kg energi termetabolis (Tabel 1). Tabel 1. Komposisi ransum bagi itik dan itik petelur sedang tumbuh Bahan pakan Itik muda Itik petelur Tepung ikan * 6,92 15,00 Menir 38,85 40,00 Jagung - 16,00 Dedak 40,25 - Tepung kapur 0,61 6,00 Dikalsium fosfat 0,45 1,00 Bungkil kedelai 10,33 4,00 DC Methionin 0,14 - Garam 0,20 0,20 Pollard - 16,55 Premix 2A 0,25 0,25 Minyak sayur 2,00 1,00 * Tepung ikan lokal untuk itik muda, dan jenis chilli untuk petelur Menumt SHERIDAN (1981), istilah heterosis digunakan untuk menggambarkan keunggulan keturunan kawin silang terhadap tetuanya, tanpa memperhatikan 153

L. HARDI PRASETYo dan TRIANA SUSANTI : Persilangan Timbal Balik antara Itik Tegal dan Mojosari penyebabnya. Oleh karena itu, heterosis hendaknya diukur relatif terhadap rataan tetuanya, dengan rumus sebagai berikut H _ %2(Y A B + Y BA) - 'l2(yaa + 3'BB) x 100% ys(yaa + YBB) dalam hal ini : Y(. = rataan persilangan antara galur i dan j. HASIL Pengamatan PBB, konsumsi serta konversi pakan terhadap itik muda antara 0-8 minggu dilakukan terhadap keempat kelompok genotip, dan hasilnya seperti terlihat pada Tabel 2 untuk itik jantan dan pada Tabel 3 untuk itik betina. Tidak terlihat perbedaan yang nyata di antara keempat kelompok genotip dalam PBB, konsumsi pakan dan konvesi pakan sampai umur 8 minggu, pada itik muda jantan. Sementara itu, pads itik betina, itik Tegal mumi (TT) menunjukkan PBB sampai umur 8 minggu yang paling tinggi, yaitu 1.005,13 g per 8 minggu atau rataan 17,95 g per hari, dan persilangan Tegal x Mojosari (TM) menunjukkan PBB yang paling rendah, yaitu rataan 15,85 g per hari. Namun, tingkat konsumsi pakan dari keempat kelompok genotip tidak menunjukkan perbedaan yang nyata sehingga jika dilihat dari tingkat konversi pakan, maka itik TT adalah yang terbaik (4,22) dan persilangan itik TM adalah yang terjelek (4,80). Kurva pertumbuhan keempat genotip dapat dilihat pada Gambar 1 untuk itik jantan dan Gambar 2 untuk itik betina. Nilai-nilai penduga heterosis untuk PBB, konsumsi pakan dan konversi pakan sampai umur 8 minggu disajikan pada Tabel 4. Nilai-nilai penduga tersebut semuanya tidak nyata secara statistik, baik pada itik jantan mauptm betina. Nilai-nilai penduga tersebut berkisar antara -3,25 sampai dengan 4,12. Tabel2. Rataan PBB, konsumsi dan konversi pakan itik jantan Tegal, Mojosari dan persilangannya sampai umur 8 minggu Uraian Tegal PBB (g) 1.215,20a Konsumsi pakan kumulatif (g) 4.290,40a Konversi pakan kumulatif 3,53a Mojosari 1.220,44a 4.327,00a 3,55a Tegal x Mojosari Mojosari x Tegal 1.210,92a 1.191,43a 4.317,80a 4.215,20a 3,57a 3,54a Tabel3. Rataan PBB, konsumsi dan konversi pakan itik betina Tegal, Mojosari dan persilangannya sampai umur 8 minggu Uraian Tegal PBB (g) 1.005,13a Konsumsi pakan kumulatif (g) 4.213,20a Konversi pakan kumulatif 4,22a Mojosari 929,41ab 4.179,30a 4,52ab Tegal x Mojosari Mo'osari x Tegal 887,50a 984,17bc 4.217,90a 4.189,70a 4,80b 4,30a 22 an 1.. l.e 1.2 1.1 OD c " 0.( 0.s.e 0s 0.1 0 "s ae 1.1 1 O.e es 0.4 e " ".a 6-1 e O MM a 1 "e p 101 p 11 II-(sf0ap p 11, H1 O 1Y o YY Gambar 1. Kurva bobot badan itik jantan dari keempat genotip pada umur 0-8 minggu Gambar 2. Kurva bobot badan itik betina dari keempat genotip pada umur 0-8 minggu 154

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 2 No. 3 Th. 1997 Evaluasi awal terhadap sifat-sifat produksi telur pada keempat kelompok genotip mencakup umur pertama bertelur dan bobot telur pertama (Tabel 5). Dari nilai rataan terlihat bahwa itik persilangan MT mulai bertelur paling awal (umur 164, 26 hari), sedangkan itik persilangan TM yang mulai bertelur paling akhir (183,24 hari). Sementara itu, itik-itik jenis mumi (TT dan MM) berada di antara kedua itik persilangan dalam umur pertama bertelur. Namun demikian, keempat genotip itik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dalam bobot telur pertama, walaupun itik TM cenderung menunjukkan bobot telur yang lebih tinggi. Tabel 4. Heterosis untuk PBB, konsumsi dan konversi pakan pada hasil persilangan antara itik Tegal dan Mojosari Uraian Itik betina Itik jantan PBB (g) -3,25-1,37 Konsumsi pakan 0,18-0,98 Konversi pakan 4,12 0,5 Tabel 5. Perbandingan antar kelompok genotip pada awal bertelur Genotipe (11) Umur pertama bertelur (hari) (± S.D.) Bobot telur pertama (g) (± S.D.) TT (75) 166,19 f 27,38 55,01 f 7,18 MT (8) 164,26 t 27,27 55,40 t 6,86 TM MM (59) (58) 183,24 f 34,83 176,72 f 25,08 57,59 f 6,62 56,52 f 6,49 PEMBAHASAN Di Indonesia, usaha temak itik mempunyai peran yang cukup penting dalam memenuhi kebutuhan telur konsumsi. Namun demikian, efisiensi produksi usaha Tmak itik masih relatif rendah, selain karena skala pemilikan yang kecil, juga karena kualitas bibit yang belum baik. Selama ini, belum banyak dicoba menggunakan jenis-jenis itik selain dari jenis-jenis itik lokal yang secara tradisional sudah ada dan dipelihara turuntemurun. Persilangan di antara jenisjenis itik yang sudah ada tersebut kemungkinan dapat meningkatkan produktivitas dan sekaligus efisiensi produksi, jika terdapat heterosis yang cukup nyata di antara hasil persilangan. Pada tahap-tahap awal pertumbuhan, persilangan di antara itik Tegal dan Mojosari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada itik jantan, jika dibandingkan dengan jenisjenis tetuanya. Namun pada itik-itik betina muda, persilangan antara itik Tegal (jantan) dan Mojosari (betina) malah menunjukkan pertumbuhan bobot badan yang lebih kecil dari salah satu tetuanya, yaitu Tegal, tapi tidak berbeda dengan itik Mojosari. Hal ini menunjukkan pengaruh maternal yang cukup kuat, dan ini juga diperkuat oleh umur pertama bertelur dari hasil persilangan yang dalam hal ini TM lebih mirip dengan MM dan MT dengan TT. Hal ini juga ditunjukkan oleh umur pertama bertelur di antara keempat genotip, yang dalam hal ini, TM tidak berbeda dengan MM dan MT tidak berbeda dengan TT. Pada tahap awal ini, belum terlihat heterosis yang nyata pada PBB, konsumsi dan konversi pakan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian HETZEL (1983b) yang menggunakan itik Alabio dan Tegal dalam persilangan untuk menguji adanya heterosis. Hasil persilangan Alabio dan Tegal menunjukkan heterosis yang rendah sekali untuk bobot badan dan konversi pakan kumulatif KESIMPULAN Itik Mojosari menunjukkan potensi produksi telur yang cukup baik, yang sebanding dengan potensi produksi jenis-jenis itik lokal yang lain, sehingga layak untuk dipakai dalam program persilangan. Namun demikian, persilangannya dengan itik Tegal tidak menunjukkan heterosis pada sifat-sifat pertumbuhan pada tahap awal (sampai dengan 8 minggu). Hal ini menegaskan bahwa jenisjenis itik tersebut adalah jenis petelur sehingga tidak dapat diharapkan adanya keunggulan dalam produksi daging dengan menggunakan persilangan. Untuk itu, pengamatan masih dilanjutkan sampai dengan produksi telur. DAFTAR PUSTAKA FALCONER, D.S. 1981. An Introduction to Quantitative Genetics: 2nd Ed. Longman Inc., New York. GUNAWAN, B. 1987. Genetic improvement and breeding programme of Indonesian native ducks. Indonesian Agricultural Research and Development Journal 9 : 41-46. HETZEL, D.J.S. 1983a. Th e egg production of intensively managed Alabio and Tegal ducks and their reciprocal crosses. World Rev. Anim. Prod. 19 (4): 41-46. HETZEL, D.J.S. 1983b. Growth and carcass characteristics of drakes of the Alabio and Tegal breeds and their reciprocal crosses. Sabrao Journal 15 (1) : 77-83. 155

L. HARDI PRASETYo dan TRIANA SUSANTI : Persilangan Timbal Balik antara Itik Tegal dan Mojosari HETZEL, D.J.S. 1986. Duck breeding strategies - The Indonesian example. In : Duck Production Science and World Practice. Farrell, D.J. dan Stapleton, P. (Ed). University ofnew England, pp 204-223. ROBINSON, D.W. 1977. Livestock in Indonesia Centre Report No. 1., Centre for Animal Research and Development, Bogor, Indonesia. SETIOKo, A.R., A. SYAMSUDIN, M. RANGKUTI, H. BUDIMAN, dan A. GUNAWAN. 1994. Budidaya Ternak Itik. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. SHERIDAN, A.K. 1981. Crossbreeding and heterosis. Animal Breeding Abstract 49 (3) : 131-144.