BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Perusahaan. Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

PENDAHULUAN. anemia (kekurangan zat besi), terutama terjadi pada anak-anak. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

TUGAS KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS Peluang Bisnis Ayam Ras

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan lingkungan eksternal dan internal karena merupakan bagian yang

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I. PENDAHULUAN. mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut (Putra et. al., 2015). Usaha

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

I. PENDAHULUAN. dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

Karya Ilmiah Bisnis ayam jawa super online

I. PENDAHULUAN. Dalam pembangunan nasional Indonesia, sub sektor peternakan merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis pembuatan kerupuk kulina (kulit ikan nila) merupakan salah satu

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

Jakarta, 5 April 2017

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I.1 Jumlah Unit Usaha di Indonesia Tahun (unit) (unit) 99,99 2. Usaha Besar (unit) (orang) (orang)

PENGEMBANGAN AYAM NUNUKAN DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan adalah bagian dari agribisnis yang mencakup usaha-usaha atau

A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS TRADISIONAL (AYAM BURAS, ITIK DAN PUYUH) Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

I. PENDAHULUAN. Sumber :

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

Daftar Isi. Profil Perseroan. Kinerja Operasional. Ikhtisar Keuangan. Tantangan dan Strategi Ke Depan. Lampiran

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.

GUBERNUR MALUKU UTARA

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR

I. PENDAHULUAN. Biro Pusat Statistik (1997) dan Biro Analisis dan Pengembangan. Statistik (1999) menunjukkan bahwa Standar Nasional kebutuhan protein

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

ANALISIS PROFITABILITAS TERHADAP PENGEMBALIAN ASET USAHA AYAM PETELUR (Studi Kasus UD. Putra Tamago Kota Palu)

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Perkembangan pembangunan secara tidak langsung merubah struktur

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

INVESTOR PRESENTATION FY Jakarta, 14 April 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

Bab 4 P E T E R N A K A N

KELAYAKAN USAHA PETERNAKANN AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA BUDIDAYA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

PENDAHULUAN. Tabel 1. Konsumsi Telur dan Daging Broiler pada Beberapa Negara ASEAN Tahun 2009

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Perusahaan Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak pada semakin ketatnya persaingan dan semakin cepatnya terjadi perubahan pada lingkungan usaha. Perusahaan harus menerima kenyataan bahwa pesatnya perkembangan teknologi mengakibatkan cepat usangnya fasilitas produksi, semakin singkatnya daur hidup produk, dan keuntungan yang didapat pun akan semakin rendah. Perubahan lingkungan bisnis akan terjadi setiap saat, begitu juga bisnis di bidang agribisnis baik di sektor pertanian maupun peternakan, perubahan terjadi pada cara kelola atau teknologi untuk menghasilkan produk hasil pertanian atau peternakan. Peternakan sebagai salah satu sub sektor pertanian berperan dalam mewujudkan ketahanan dan keamanan pangan, khususnya pangan asal hewan. Perubahan lingkungan bisnis di bidang peternakan terjadi setiap saat, umumnya berupa gerak perubahan dari salah satu atau gabungan faktor-faktor lingkungan luar perusahaan, baik pada skala nasional, regional maupun global. Lingkungan Eksternal secara langsung juga memberikan dampak bagi kelangsungan bisnis perusahaan. Sebagai contoh regulasi atau ketetapan pemerintah yang memberikan dampak langsung menimbulkan kesempatan atau kadang bisa merupakan ancaman yang dapat menghentikan bisnis seketika. Di bidang agribisnis budidaya ayam kampung atau ayam buras, regulasi atau kebijakan untuk melindungi pengusaha lokal dalam menjalankan bisnis peternakan ayam buras dari pemain atau perusahaan besar baik Penanam Modal 1

Asing (PMA) maupun nasional sehingga budidaya ayam kampung hanya boleh dilakukan oleh rakyat, secara langsung menjadikan kesempatan bisnis bagi rakyat atau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk mengembangkan bisnis tersebut. 1.1.1 Perkembangan populasi ternak ayam kampung/ buras 1.400.000 1.200.000 1.000.000 800.000 600.000 400.000 200.000 0 2008 2009 2010 2011 2012 Ayam Ras Pedaging/ Broiler 902.052 1.026.379 986.872 1.177.991 1.266.903 Ayam Buras/ Natice Chicken 243.423 249.963 257.544 264.340 285.227 Ayam Ras Petelur/ Layer 107.955 111.418 105.210 124.636 130.539 Itik/ Duck 39.840 40.676 44.302 43.488 46.990 Puyuh/ Quail 6.683 7.543 7.054 7.357 7.841 Merpati/ Pigeon 1.499 1.815 490 1.209 1.334 Sumber: Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011. Gambar 1.1 Populasi Ternak Unggas Nasional (ekor) Pada Gambar 1.1 ternak unggas secara nasional pada tahun 2011 mengalami variasi peningkatan dan penurunan jumlah populasi bila dibandingkan 2

dengan populasi pada tahun 2010 yaitu: ayam buras 264,34 juta ekor (peningkatan 2,64% ), ayam ras petelur 124,64 juta ekor (peningkatan 18,46%), ayam ras pedaging 1.117,85 juta ekor (peningkatan 19,35%) dan itik 43,49 juta ekor (penurunan1,84%). Populasi ayam buras memiliki peningkatan yang rendah dibandingkan dengan ayam ras, ayam buras masih banyak dipelihara dengan sistem tradisional sehingga populasinya masih rendah dibandingkan pemeliharaan ayam ras baik petelur maupun pedaging yang sudah menggunakan sistem konvensional atau modern. Pertumbuhan ayam buras yang lambat dibandingkan dengan ayam ras mengakibatkan populasi ayam buras lebih lebih rendah dibandingkan ayam ras. Informasi pada Tabel 1.1 menunjukkan bahwa populasi ternak ayam kampung atau buras paling banyak tersebar di Pulau Jawa (BPS, 2012). Provinsi Jawa Tengah, misalnya, dengan jumlah populasi terbesar dengan populasi 36.9 juta ekor pada tahun 2010 mengalami peningkatan populasi di tahun 2011 dengan jumlah 38.02 juta ekor (peningkatan 3.03%), Propinsi Jawa Barat dengan populasi pada tahun 2010 sebesar 27.3 juta ekor, ditahun 2011 mengalami penurunan sebesar 0.7 % menjadi 26.4 juta ekor. Provinsi Jawa Timur dengan populasi pada tahun 2010 sebesar 2.40 juta ekor, ditahun 2011 menjadi 2.43 juta ekor. (peningkatan 1.3 %). Propinsi DI Yogyakarta mempunyai populasi terendah di pulau Jawa dan Bali dengan populasi pada tahun 2010 sebesar 3.86 juta ekor pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 1.4 % menjadi 3.76 juta ekor. Total populasi ternak ayam buras nasional pada tahun 2010 sebesar 257.5 juta ekor, 3

pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 6.73 % menjadi total populasi 274.89 juta ekor. Tabel 1.1 Populasi Ternak Ayam Buras Jawa Bali (ekor) Provinsi 2010 2011 Jawa Barat 27.394.516 26.450.793 Jawa Tengah 36.908.672 38.027.416 DI Yogyakarta 3.861.676 3.767.325 Jawa Timur 24.006.814 24.323.547 Bali 4.644.548 4.673.810 Sumber: Balai Pusat Statistik, 2012. Kondisi populasi ayam buras pada tahun 2011 untuk daerah D.I. Yogyakarta terbesar berada berada di Kabupaten Sleman yaitu sebesar 1.539.059 ekor meningkat 4.1 % dari tahun 2010 akan tetapi populasi ayam ras pedaging lebih besar dibandingkan dengan ayam buras dengan pertumbuhan sebesar 7.0 % pada tahun 2011 dengan jumlah populasi 2.713.870 ekor. Pada tahun 2010 populasi ternak ayam buras untuk daerah kabupaten Gunung kidul sebesar 1.029.375 ekor atau mengalami peningkatan sebesar 0.08 %. Kabupaten Bantul mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu 49.0% pada tahun 2011. Populasi yang meningkat tersebut tersebut hampir sebagian besar pemeliharaannya secara tradisional. Dapat dilihat pada Tabel 1.2. 4

Tabel 1.2 Populasi Ternak Unggas di Kota dan Kabupaten Se Provinsi DI Yogyakarta (ekor) No Tahun Jenis Kota/Kabupaten Propinsi Kota YK Bantul K.Progo G. Kidul Sleman DIY Ayam 63.874 528.640 762.509 1.029.375 1.477.278 3.861.676 buras Ayam ras 0 588.203 655.025 122.250 1.433.704 2.799.182 1 2010 petelur Ayam ras 0 764.777 1.236.050 912.500 2.522.194 5.435.521 pedaging itik 1.092 146.261 127.094 22.907 200.883 498.237 Ayam 783.946 1.037.972 1.538.058 1.037.972 1.538.058 5.936.024 buras Ayam ras 742.395 125.000 1.668.820 125.000 1.668.820 4.330.035 2 2011 petelur Ayam ras 1.301.500 943.515 2.713.870 943.515 2.713.870 8.616.277 pedaging Itik 205.815 164.810 121.660 23.241 205.815 721.341 Sumber : Dinas Pertanian DIY. 2012 Secara keseluruhan populasi ayam buras atau ayam kampung di Provinsi DI Yogyakarta (Dinas Pertanian DIY, 2012) mengalami peningkatan sebesar 34.9 % pada tahun 2011. Populasi ayam ras pedaging di D.I. Yogyakarta pada tahun 2011 sebesar 8.616.277 ekor atau mengalami kenaikan yang sangat tinggi dengan presentase 36.9 %. Kondisi ini terlihat bahwa populasi ayam ras lebih besar dibandingkan dengan populasi ayam buras di Yogyakarta. 5

1.1.2 Potensi Industri Agribisnis peternakan ayam kampung di Indonesia Gaya hidup kembali ke produk alami turut membantu meningkatnya akan produk ayam kampung. Kepercayaan konsumen terhadap kealamian dan sehatnya mengkonsumsi telur atau daging ayam kampung makin meningkatkan nilai ekonomisnya. Konsumen meyakini bahwa produk ayam kampung tercipta karena minimnya campur tangan bahan kimia sintetik. Cita rasa lezat dan gurih dari ayam kampung telah mengungguli daging ayam kampung, permintaan akan daging ayam kampung terbanyak berasal dari rumah makan yang mempunyai menu masakan berbahan baku ayam kampung, baik untuk dimasak menjadi ayam goreng maupun aneka olahan daging ayam lainnya, kebanyakan penggemar ayam kampung berasal dari golongan masyarakat menengah ke atas. Untuk telur ayam kampung sudah banyak masyarakat yang mengkonsumsinya dikarenakan kandungan protein nya lebih tinggi di bandingkan telur ayam ras sehingga budaya mengkonsumsi telur ayam kampung pun terus berkembang.(agriflo, 2012 hal 8). Konsumsi daging ayam ras nasional setiap tahunnya mengalami pertumbuhan sebesar 6.6 %, pertumbuhan konsumsi daging ras lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi daging ayam kampung atau buras yang hanya -1.12 % dalam hal ini justru mengalami penurunan konsumsi daging ras. Begitu pun dengan konsumsi telur ayam ras yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi telur ayam kampung atau ayam buras. Untuk konsumsi rata-rata per kapita beberapa bahan makanan di Indonesia pada tahun 2007 sampai dengan 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.3. 6

Tabel 1.3 Konsumsi Rata-rata per Kapita beberapa bahan makanan di Indonesia. 2007-2001 No Bahan Makanan Satuan Tahun Rata-rata 2007 2008 2009 2010 2011 pertumbuhan 1 Daging ayam ras Kg 3.441 3.233 3.076 3.546 4.328 6.60 2007-2011 (%) 2 Daging ayam Kg 0.676 0.574 0.521 0.626 0.626-1.12 kampung 3 Telur ayam ras Kg 6.101 5.788 5.840 6.726 6.622 2.35 4 Telur ayam kampung butir 5.110 4.171 3.650 3.702 3.754-7.01 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2007-2011 Di pasar Yogyakarta, saat penelitian ini harga untuk ukuran 1 kg ayam kampung hidup Rp. 35.000 Rp 40.000 dan pada saat hari raya bisa mencapai Rp. 130.000-150.000/ ekor hidup. Dari sekian banyak komoditas agribisnis, dapat dikatakan bahwa ayam buras merupakan komoditas yang harganya paling stabil dan harga jualnya tidak tergantung pada tengkulak atau pedagang besar. Justru peternak sebagai pemegang kendali harga. Di tambah dukungan dari Pemerintah Indonesia untuk melindungi usaha budidaya ayam kampung dari pemain besar baik dari PMA maupun perusahaan besar dengan diatur dalam PP No. 111/2007 yang menjelaskan bahwa usaha ayam lokal merupakan usaha tertutup dan hanya boleh dilakukan oleh rakyat. Adapun kebijakan-kebijakan pemerintah yang lainnya yang juga memberikan peluang atau potensi usaha budi daya ayam kampung adalah; 7

1. Pengembangan ayam asli Indonesia melalui program Village Poultry Farming (VPF). Pelaksanaan kegiatan VPF dimulai tahun 2006 hingga 2009 di 31 provinsi 2. Pengembangan pakan ayam lokal dengan membangun pabrik pakanmini dan telah disalurkan ke 19 provinsi sebanyak 38 paket 3. Program VPF sinergi dengan program Sarjana Membangun Desa (SMD). Tujuannya untuk memajukan perekonomian mikro pedesaan dengan beternak buras 4. Proyek perlindungan dan pengembangan ayam buras mulai dari Intensifikasi Ayam Buras (INTAB) hingga Rural Rearing Multiplication Center (RRMC) Akan tetapi ada beberapa tantangan peternakan ayam kampung (Agriflo, 2012 hal 13) yaitu: 1. Ketersediaan dan kualitas bibit atau DOC belum layak (Tabel 1.5 ) 2. Tingkat kepemilikan ternak masih kecil, dibawah nilai ekonomis (<200 ekor), serta kurangnya modal usaha dan kurangnya pengetahuan peternak terhadap akses ke lembaga keuangan. 3. Usaha breeding farm komersial ayam kampung belum berkembang. 4. Sistem manajemen pemeliharaan belum berorientasi bisnis, pengetahuan peternak masih kurang dan aplikasi teknologi penunjang usaha kampung belum optimal. 5. Pemanfaatan sumber daya pakan lokal belum optimal. 8

6. Serbuan penyakit endemik belum ditangani dengan baik secara rutin dan berkesinambungan. 7. Program vaksinasi ayam kampung belum membudaya dikalangan peternak. Dari sumber data yang diolah dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi D.I. Yogyakarta (2010) didapat bahwa konsumsi daging ayam kampung per tahun rata-rata untuk Yogyakarta sebesar 13,6kg/tahun/org. Dengan asumsi masyarakat yang mengkonsumsi daging ayam buras yaitu masyarakat golongan produktif dengan jumlah masyarakat yang berada pada usia produktif yaitu umur 15-64 tahun pada daerah Yogyakarta sebesar 2.797.293 orang. Dilihat dari ukuran pasar, kebutuhan akan daging ayam kampung untuk daerah Yogyakarta adalah : Kebutuhan daging ayam kampung = Konsumsi daging ayam rata-rata/tahun x Jumlah orang yang berada pada usia produktif Kebutuhan daging ayam kampung = 13,6kg x 2.797.293 orang = 38.043.184 kg/tahun 1.2. Lingkungan Internal Perusahaan Lingkungan internal perusahaan ini menitikberatkan kepada faktor-faktor dari internal perusahaan yang memiliki pengaruh terhadap bisnis yang di jalankan oleh perusahaan. Lingkungan internal fokus kepada kekuatan (strength) yang dimiliki perusahaan secara internal, serta kelemahannya (weakness). Bisnis 9

peternakan ayam jawa super yang akan diberi nama Partachick Farm merupakan rencana usaha dalam produksi bibit atau DOC (Day Old Chicken) ayam jawa super. Dalam lingkungan internal perusahaan, Parthachick Farm memiliki inovasi pemuliabiakan dengan persilangan ayam kampung dengan ayam ras untuk menghasilkan DOC ayam jawa super. Ayam jawa super merupakan ayam yang diarahkan untuk produksi daging dengan cita rasa seperti ayam kampung bahkan lebih nikmat dari pada ayam kampung, akan tetapi unsur pertumbuhan lebih cepat dibandingkan ayam kampung lokal biasa. Perbedaan produksi ayam kampung dan ayam jawa super dapat dilihat pada Tabel 1.4 Tabel 1.4. Perbedaan Produksi Ayam Kampung dan Ayam Jawa Super No Ayam Kampung Ayam Jawa Super 1 Panen 3,5 bulan Panen 2 bulan 2 Berat 1 Kg Berat 1 Kg 3 Pakan (BR-1) 3 Kg Pakan (BR-1) 2,1 Kg 4 Telur 10 butir/ siklus Telur 35-40 butir/siklus Sumber : komunikasi personal (10 April 2013) Kekuatan perusahaan untuk menghasilkan DOC yang berkualitas bersumber pada metode atau teknik persilangan yang digunakan perusahaan yaitu dengan cara inseminasi buatan (IB) yang dilakukan secara alami. Dengan memiliki sumber daya manusia yang profesional dibidang persilangan diharapkan perusahaan akan terus berinovasi di bidang peternakan ayam buras. 10

Dari beberapa kekuatan yang ada pada internal perusahaan, perusahaan nantinya akan memiliki kelemahan yaitu fluktuasi harga bahan baku (input) terlalu besar mempengaruhi kinerja perusahaan. Seperti pakan ternak sebagai bahan baku produksi utama sehingga masih bergantung pada suplier pakan ternak. Tabel 1.5 Kebutuhan Bibit Ayam Lokal Nasional Tahun 2008-2010 Pemenuhan Daging, Telur, No Uraian dan DOC Ayam Lokal 2008 2009 2010 1 Populasi (juta ekor) 328,0 330,0 334,5 2 DOC ayam lokal (juta ekor) - Kekurangan untuk daging 20,0 25,0 22,0 - Kekurangan untuk telur 10,0 21,0 20,0 - Jumlah kekurangan 30,0 46,0 42,0 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, 2008. Dari data diatas dapat dilihat bahwa populasi bibit ayam lokal dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami kenaikan. Kekurangan DOC untuk daging mengalami kenaikan pada tahun 2009 dan penurunan pada tahun 2010. Sedangkan kekurangan DOC untuk telur juga mengalami kenaikan pada tahun 2009 dan penurunan pada tahun 2010. Sehingga jumlah kekurangan total pada DOC terjadi kenaikan pada tahun 2009 dan penurunan pada tahun 2010. Dari kebutuhan akan bibit ayam buras secara nasional yaitu sebesar 42.000.000 ekor/tahun (Tabel1.5) maka dapat dihitung berapa market share dari 11

perusahaan. Market share perusahaan diperkirakan akan di tuju dengan kapasitas produksi 300.000 ekor/tahun adalah : Market share nasional = (Produksi bibit ayam perusahaan / Kebutuhan bibit ayam) x 100% = ( 300.000 / 42.000.000) x 100% = 0,7 % ( Nol koma tujuh persen ) Untuk memenuhi kebutuhan nasional, rencana perusahaan hanya mampu memiliki market share sebesar 0,7 %, dengan jumlah kekurangan bibit ayam lokal nasional sebesar 42 juta ekor per tahun, sedangkan rencana kapasitas perusahaan sebesar 300.000 ekor/tahun. Propinsi D.I Yogyakarta masih kekurangan bibit DOC ayam lokal sebesar 89.550 ekor/bulan (Tabel 1.6) dengan kapasitas produksi perusahaan yang dituju sebesar 25.000 ekor/bulan,maka dapat dihitung market share perusahaan untuk wilayah D.I Yogyakarta sebesar: Market share D.I Yogyakarta = (Produksi bibit ayam perusahaan / Kebutuhan bibit ayam) x 100% = ( 25.000 / 89.550) x 100% = 27,9 % ( Dua puluh tujuh koma sembilan persen ) Dengan market share sebesar 27,9 % diharapkan Parthachick Farm dapat menjadi leader produksi bibit (DOC) ayam jawa super di D.I Yogyakarta. 12

Tabel 1.6 Jumlah Peternak Ayam Lokal dan Kebutuhan Bibit Ayam Lokal di D.I Yogyakarta/bulan. Kota/Kabupaten Kota Yogyakarta Jumlah peternak ayam lokal standar GBP (Good Breeding Practice) Jumlah kebutuhan DOC ayam lokal/bulan (ekor) 6 2.400 Sleman 52 36.400 Bantul 43 32.250 Kulon progo 21 10.500 Gunung Kidul 16 8.000 Jumlah 138 89.550 Sumber: Himpuli D.I Yogyakarta, 2011. Dari data diatas dapat dilihat bahwa jumlah peternak ayam lokal/buras yang sesuai dengan standar GBP (Good Breeding Practice) di Provinsi D.I Yogyakarta dengan jumlah 138 peternak yang tersebar di 5 kabupaten/kota yang ada di D.I Yogyakarta. Peternak ayam lokal disetiap kabupaten/kota yang ada di D.I Yogyakarta memliki kebutuhan rata-rata DOC ayam lokal yang berbeda setiap bulannya, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul mempunyai kebutuhan DOC tertinggi setiap bulannya, masing-masing 36.400 ekor setiap bulan dan 32.250 ekor setiap bulan. Keseluruhan kebutuhan DOC ayam lokal/buras per bulannya di Provinsi D.I Yogyakarta sebesar 89.550 ekor/bulan. 13

1.2.1 Profil Perusahaan Pendirian perusahaan ini akan menjadi awal dari rencana usaha peternakan ayam jawa super. Rencananya perusahaan ini akan didirikan dalam bentuk persekutuan komanditer (CV) dikarena perusahaan ini merupakan perusahaan perseorangan. Pemberian nama perusahaan adalah Parthachick Farm, yang memiliki arti bersinar, dengan harapan perusahaan dapat terus berkembang dan maju sesuai yang dicita-citakan pemilik. Adapun logo perusahaan dapat dilihat pada Gambar 1.2: Gambar 1.2 Logo perusahaan Parthachick Farm Setelah didirikan perusahaan ini, kegiatan peternakan ayam jawa super akan dilakukan di Kecamatan Maguwoharjo, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Tepatnya berada pada jalan Mirota, Bokoharjo, RT 5, RW 36, sebelah timur stadion Meguwoharjo. Adapun yang menjadi alasan untuk mendirikan usaha peternakan ayam jawa super didaerah tersebut karena daerah tersebut jauh dengan pemukiman penduduk serta berada di daerah yang dimana masyarakatnya banyak 14

melakukan budidaya ayam kampung tradisional dan akses tidak jauh dari pusat kota serta tidak dipungkiri bahwa pemilihan lokasi juga dikarenakan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan berada di wilayah tersebut. Sesuai dengan peraturan dan perundangang-undangan yang berlaku di Indonesia maka pendirian badan usaha ini akan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Pembuatan Akta Pendirian Perusahaan di Notaris dan didaftarkan pada Kementrian Hukum dan HAM b) Tanda Daftar Perusahaan (TDP) c) Surat keterangan domisili perusahaan d) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) e) Izin Undang-Undang Gangguan (HO) f) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) g) Surat Izin pemasukan/pengeluaran telur tetas antar Provinsi. h) Surat Izin pemasukan/pengeluaran Day Old Chick (DOC) antar Provinsi. Nama Perusahaan : CV. Parthachick Farm Bidang kegiatan : Melakukan kegiatan peternakan ayam jawa super dan produksi DOC (Day Old Chicken) atau bibit ayam jawa super. Bentuk perusahaan : Persekutuan Komanditer (CV) 15

Kantor Pusat : Maguwoharjo, Sleman Lokasi Peternakan : Maguwoharjo, Sleman Struktur permodalan : 100% modal dari pemegang saham dan pelaku usaha sebanyak 3 orang Pemegang modal : Setiyo Birowo, Sarwi Astuti, Vica Ayuningrum 1.3 Rumusan Masalah Produksi daging dan telur ayam buras nasional masih tergolong rendah dan saat ini kecenderungan untuk mengkonsumsi ayam ras sudah banyak di tinggalkan, sehingga banyak tumbuh usaha budi daya ayam bukan ras (buras) di Indonesia. Sekarang kebanyakan orang sudah peduli dengan kesehatan sehingga mulai beralih untuk mengkonsumsi ayam kampung. Permintaan akan produk ayam buras semakin banyak, hal ini berkaitan dengan isu bahan pangan organik dan gerakan kembali ke alam yang banyak dianut kalangan menegah ke atas. Yang menjadi permasalahan saat ini adalah sulitnya untuk mendapatkan ayam kampung yang berkualitas dan tingginya harga ayam kampung di pasaran serta kebutuhan bibit DOC (Day Old Chicken) yang masih belum layak dari segi kebutuhan dan kualitas. Kenyataannya budidaya ternak ayam kampung menemui kendala utama yaitu pertumbuhan yang cenderung lebih lambat jika dibandingkan dengan ayam ras pedaging yang mampu panen dalam waktu 40 hari. Dengan adanya teknologi baru, kini hadir ayam kampung super atau ayam jawa super. Ayam jawa super 16

atau yang sering juga disebut ayam joper merupakan hasil persilangan terbaru yang melibatkan teknologi pemuliabiakan ternak terbaru sehingga didapatkan pertumbuhan yang cepat dan memiliki karakteristik daging dan bentuk ayam kampung. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk membuat rencana bisnis yang dapat merepresentasikan peluang, hambatan serta aspek lainnya dalam kelayakan bisnis yang akan dijalankan. Tujuan lain dari studi mengenai rencana bisnis ini juga sebagai petunjuk dalam menjalankan bisnis di bidang agribisnis yang berfokus pada sub bidang peternakan yaitu usaha budidaya peternakan ayam jawa super. Penyusunan rencana bisnis perlu dilakukan karena merupakan legitimasi dari sebuah usaha yang akan didirikan dan sebagai blue print yang akan dijalankan dalam pengoperasian bisnis budidaya ayam jawa super yang nantinya untuk pengawasan agar lebih mudah dalam pengoperasian bisnis yang akan dijalankan, apakah mengikuti atau sesuai dengan rencana atau tidak. 1.5 Manfaat Penelitian Penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak : 1. Entrepreneurs, diharapkan dapat menjadi pedoman dalam menjalankan usaha peternakan ayam jawa super. 2. Calon investor, diharapkan memberikan gambaran dan arah yang jelas terhadap pengelolaan bisnis dan memberikan tujuan yang jelas serta 17

tingkat kelayakan bisnis peternakan ayam jawa super sehingga dapat menanamkan modal nya di bisnis usaha peternakan ayam jawa super. 1.6. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis ini dibagi ke dalam 5 bab yang terdiri dari Pendahuluan, Landasan Teori, Metode Penelitian, Strategi dan Rencana, dan Rencana Aksi. Bab I menjelaskan latar belakang dibuatnya penelitian peternakan ayam jawa super baik dari segi lingkungan eksternal perusahaan dan lingkungan internal perusahaan, rumusan masalah apa yang mendorong penulis untuk membuat penelitian ini, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Selanjutnya Bab II membahas beberapa landasan teori yang terkait dengan penelitian. Bab III menjelaskan metode penelitian yang terdiri dari level analisis, sumber data yang diperoleh dalam penelitian, metode pengumpulan data serta teknik analisis data. Bab IV menjelaskan tentang strategi dan rencana bisnis dalam menjalankan bisnis peternakan ayam jawa super. Bab V menguraikan perencanaan waktu dan pengukuran kinerja untuk bisnis yang akan dijalankan. 18